Anda di halaman 1dari 4

2.

Cairan Sinovial

B. Komposisi Biokimia

Cairan sinovial terbuat dari asam hialuronat dan pelumas, proteinase, dan kolagenase. Cairan
sinovial normal mengandung 3-4 mg / ml hyaluronan (asam hialuronat), polimer disakarida yang
terdiri dari asam D-glukuronat dan DN-asetilglukosamin yang bergabung dengan ikatan glikosidik
beta-1,4 dan beta-1,3 glikosidik..

Hui, Alexander Y.; McCart, William J.; Masuda, Koichi; Firestein, Gary S.; Sah, Robert L. (Jan–Feb
2012). "A Systems Biology Approach to Synovial Joint Lubrication in Health, Injury, and Disease".
Systems Biology and Medicine. Wiley Interdisciplinary Reviews. 4 (1): 15–7.
doi:10.1002/wsbm.157.

3. Osteosarkoma

E. Manifestasi Klinis

Umumnya gejala klinik terjadi beberapa minggu sampai bulan setelah timbulnya penyakit
ini. Gejala awal relatif tidak spesifik seperti nyeri dengan atau tanpa teraba massa. Nyeri biasanya
dilukiskan sebagai nyeri yang dalam dan hebat,1 yang dapat dikelirukan sebagai peradangan.10
Pemeriksaan fisik mungkin terbatas pada massa nyeri, keras, pergerakan terganggu, fungsi normal
menurun, edema, panas setempat, teleangiektasi, kulit diatas tumor hiperemi, hangat, edema, dan
pelebaran vena.2 Pembesaran tumor secara tiba-tiba umumnya akibat sekunder dari perdarahan
dalam lesi. Fraktur patologik terjadi pada 5-10% kasus.1,2.

Tumor ini dapat tumbuh pada tulang manapun, tetapi umumnya pada tulang panjang
terutama distal femur, diikuti proksimal tibia dan proksimal humerus dimana growth plate paling
proliferatif. Pada tulang panjang sering pada bagian metafisis (90%) kemudian diafisis (9%), dan
jarang pada epifisis.2,3 Osteosarkoma bertumbuh cepat dengan ekspansi lokal, doubling time
sekitar 34 hari. Penyebaran hematogen paling sering terjadi pada awal penyakit dan biasanya ke
paru-paru dan tulang sedangkan metastasis ke kelenjar limfe jarang. Penyebaran transartikuler
juga jarang dan dapat terjadi pada sendi dengan mobilitas rendah. Pada stadium lanjut, berat
badan umumnya menurun dan menjadi kaheksia.1 Penanganan osteosarkoma dilakukan melalui
pendekatan dari banyak segi, termasuk kemoterapi dengan asumsi bahwa semua kasus
mempunyai metastasis pada waktu didiagnosis dan kemudian diikuti dengan operasi. Paru-paru
merupakan tempat tersering dari metastasis tumor ini. Pada waktu didiagnosis sekitar 10-20%
kasus telah terdapat metastasis paru. Dari kasus yang meninggal karena penyakit ini, 90% telah
mempunyai metastasis paru, tulang, dan otak.4 Terdapat laporan mengenai metastasis pada paru
dan pleura yang terjadi 4 tahun setelah diamputasi osteosarkoma tibia. Dengan demikian, selain
pemeriksaan paru untuk deteksi metastasis, perlu juga pemeriksaan torakostomi untuk menilai
keadaan pleura.5
Sumber:

1. Raymond AK, Ayala AG, Knuutila S. Conventional Osteosarcoma. WHO Classification of


Tumours. Pathology & Genetics Tumour of Soft Tissue and Bone. editor: Fletcher CDM,
Unni KK, Merlens. FIARC Press Lyon 2002; 26885.
2. Nielsen GP, Rosenberg AE. Osteosarcoma. In: Folpe AE, Inwards CY, editors. Bone and
Soft Tissue Pathology. Philadelphia: Saunder Elsevier, 2010; p. 320-29.
3. Rosenberg AF. Osteosarcoma. Robbins and Cotran Pathology basis of Disease edisi 8
editor: Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Saunder Elsevier Philadelphia 2010:1225.
4. Horvai A. Osteosarcoma. In: Kumar V, Abbas A, Aster J, editors. Robbins and Cotran
Pathology Basis of Disease (Ninth Edition). Philadelphia: Saunders Elsevier, 2015; p. 1198-
200.
5. Saha D, Saha K, Banerjee A, Jash D. Osteosarcoma relapse as pleural metastasis. South
Asia Journal Cancer. 2013;2:56.

4. Kista Baker

a. Definisi

Baker’s cyst didefinisikan sebagai distensi abnormal berisi cairan dari bursa gastrocnemius-
semimembranosus. Kista ini biasanya meluas ke posterior diantara tendon medial head
muskulus gastrocnemius dan muskulus semimembranosus melalui suatu saluran hubungan
dengan sendi lutut. Kista paling sering terdapat di aspek posteromedial lutut .1,2, 5,14, 15,16

Sumber :

1. Ward EE, Jacobson JA, Fessell DP, Hayes CW, Holsbeeck MV. Sonographic Detection of
Baker’s Cysts: Comparison with MR Imaging. Am J Roentgenol. 2001;176:373-80

2. Tsang JPK, Yuen MK. Sonography of Baker’s Cyst (Popliteal Cyst): the Typical and Atypical
Features. Hong Kong J Radiol. 2011;14:200-6

3. Neubauer H, Morbach H, Schwarz T, Wirth C, Girschick H, Beer M. Clinical Study Popliteal


Cysts in Paediatric Patients: Clinical Characteristics and Imaging Features on Ultrasound and MRI.
Arthritis. 2011.

4. Clark GB. Literature Review: Popliteal (Baker’s) Cysts of the Knee. Journal of prolotherapy,
2010; 2(2): 397-99

5. Seil R, Rupp S, Jochum P, Schofer O, Mischo B, Kohn D. Prevalence of popliteal cysts in


children. A sonographic study and review of the literature. Archives of Orthopaedic and Trauma
Surgery. 1999; 119(1-2): 73–75

6. Mertinoli C, Bianchi S. Ultrasound of the Musculoskeletal System. Germany. Springer. 2007.


6, Kondrosarkoma

d. Klasifikasi

Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder. Untuk keganasan yang
berasal dari kartilago itu sendiri disebut kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan
bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma, osteokondroma dan
kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas
dibandingkan kondrosarkoma primer. Kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi tumor sentral
atau perifer berdasarkan lokasinya di tulang.

Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi:

1. Clear cell chondrosarcoma:

Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan pertumbuhan yang lambat dan secara
khas terdapat di epifisis tulang-tulang tubular terutama pada femur dan humerus.

Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan menunjukkan clear cell dengan banyak vakuola
besar. Akan tampak pula lobular cartilaginous di dalam clear cells, multinucleated giant cells,
mitosis sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal.

2. Mesenchymal chondrosarcoma

Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval dari spindled neoplastic cells dengan
gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli. Terjadi peningkatan perubahan mitosis dan penipisan
kartilago.

3. Dedifferentiated chondrosarcoma

Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe kondrosarkoma. Sifat khasnya adalah
gabungan antara grade rendah kondrosarkoma dan proses keganasan degeneratif, di mana terjadi
keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi sebagai keganasan
kartilago. Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke atas.

Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel kartilago dan nonkartilago, stroma
kondroid, sel kondrosit mengecil dan nukleus padat dengan disertai beberapa pembesaran.

4. Juxtacortical chondrosarcoma

Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari seluruh kondrosarkoma. Lesi umumnya terletak


pada bagian metafisis femur, jarang pada diafisis.

Anda mungkin juga menyukai