PENDAHULUAN
D. Ketenagaan
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia kesehatan merupakan bagian penting dari upaya
peningkatan pembangunan kesehatan. Dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pembagian Peran Pusat dan Daerah di Bidang Sumber
Daya Manusia Kesehatan Pemerintah Daerah memegang peranan penting
dalam mengatur perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk
UKM dan UKP di Wilayah Kerja Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru.
Sarana kesehatan
Jenis RS
Pkm RS
No Ketenagaa RS Budh
RI RS RS PKU
n Mata i
Simpng AU Sansani Eye
SMEC Muly
Tiga Center
a
1. dr. Spesialis 0 4 5 6 0 2
2. dr. Umum 6 0 0 1 2 4
3. dr. Spesialis
0 0 0 0 0 0
Gigi
4. dr. Gigi 4 1 3 0 0 0
5. Perawat 23 24 65 25 15 6
6. Bidan 9 9 31 0 0 39
7. Kesmas 6 2 5 2 1 1
8. Kesling 1 0 1 1 1 1
9. Gizi 2 0 2 1 0 1
10. Ahli Labor
2 2 9 0 0 1
Medik
11. Tehnik Bio
1 3 0 0 0 0
Medik Lain
12. Keterapian 0 2 0 0 0 0
13. Keteknisian 4 1 0 0 0 0
14. Tenaga
Tehnik
3 1 14 3 2 7
Kefarmasia
n
15. Apoteker 1 1 4 1 2 2
16. Tenaga
0 0 0 0 0 0
Pendidik
17. Pejabat
0 2 5 10 5 8
Struktural
18. Dukungan
1 24 6 5 26 0
Manajemen
Sumber: Jumlah Puskesmas dan RS di Pekanbaru
Tabel
Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas RI Simpang Tiga
Pekanbaru Tahun 2018
E. Gambaran Program/Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular di UPTD Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru
Adapun gambaran program surveilans penyakit menular di UPTD
Puskesmas RI Simpang Tiga antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penanggulangan penyakit PD3I (TBC, Campak, Difteri).
2. Penanggulangan penyakit menular yang berpotensi menimbulkan wabah
(DBD, Rabies, Flu Burung).
3. Penanggulangan penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan
wabah (ISPA, Kecacingan).
BAB III
ANALISIS SITUASI
A. Uraian Kegiatan
Praktikum Kesehatan Masyarakat dilaksanakan selama satu bulan di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kecamatan Marpoyan Damai yang di
mulai pada tanggal 16 September sampai 16 Oktober 2019. Kegiatan setiap
harinya dimulai pada pukul 07:30 hingga 14:30 WIB. Adapun kegiatan yang
dilakukan selama lebih kurang satu bulan dimulai dari persiapan, teknik
pelaksanaan, hingga akhir adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan
a. Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan bertujuan untuk melakukan pengamatan awal
pada tempat rencana PKM akan dilaksanakan, termasuk kesediaan lokasi
dan pendekatan kepada pemimpin dan bagian PKM.
b. Menyusun Proposal dengan Pembimbing Akademik
Berdasarkan survey dan pengamatan awal yang telah dilakukan,
maka disusunlah suatu bentuk proposal PKM.
c. Meminta Persetujuan dari Pembimbing Akademik
Proposal PKM yang telah dibuat, diajukan kepada pembimbing
PKM, bagian akademik untuk mendapatkan persetujuan sebelum
diserahkan ke institusi.
d. Menyerahkan Proposal PKM ke Institusi Tempat PKM
Proposal PKM yang telah disetujui, diajukan kepada pembimbing
PKM, bagian akademik dan institusi pemerintah tempat PKM.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melaksanakan Kegiatan Belajar Lapangan dengan Pembimbing dari
Pembimbing Lapangan
1) Berkenalan dengan pemimpin dan Staf Puskesmas Rawat Inap Simpang
Tiga.
2) Mendapatkan penjelasan tentang prosedur atau peraturan di Puskesmas
Rawat Inap Simpang Tiga.
3) Orientasi/perkenalan bagian-bagian di institusi.
4) Memperoleh data umum yang berkaitan dengan institusi (kondisi
geografis, demografis, sarana dan prasarana, struktur organisasi dan
tenagaan).
5) Membantu Puskesmas turun ke lapangan dalam rangka pendataan
Keluarga Sehat.
6) Melengkapi data-data pada blangko hasil dari pendataan Keluarga
Sehat.
b. Menyusun Laporan PKM
Menyusun laporan sesuai dengan buku panduan yang telah
ditentukan oleh STIKes Hang Tuah Pekanbaru. Sesuai dengan tujuan
penulisan laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat ini bahwa kelompok
ingin mengetahui bagaimana penanggulangan pada kasus ISPA yang ada
di UPTD Puskesmas Simpang Tiga.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah di UPTD Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga
dilakukan dengan diskusi antara mahasiswa dan pembimbing lapangan,
penanggung jawab program dan staf yang ada di program Pengendalian Penyakit
Menular (P2M). Identifikasi masalah kesehatan dilakukan dengan cara melihat
dan menganalisa laporan tahunan, dan profil kesehatan. Dengan mendapatkan
sumber informasi tersebut ditemukan beberapa masalah dalam penanggulangan
kasus ISPA.
1. Kurangnya Pengetahuan Masyarakat tentang Bahaya dan
Penanggulangan Penyakit ISPA
Justifikasi dari hasil wawancara mendalam dari pemegang program
penyakit ISPA didapatkan hasil bahwa masih kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai penyebab dan cara pencegahan penyakit ISPA,
sehingga masih ada beberapa masyarakat yang belum melakukan tindakan
pencegahan.
2. Jarak Pelaksanaan PE (Penyelidikan Epidemiologi) dengan Kasus yang
Terlalu Lama
Justifikasi: dari hasil wawancara yang mendalam dengan pemegang
program penyakit ISPA didapatkan hasil bahwa jarak pelaksanaan PE
(Penyelidikan Epidemiologi) yang terlalu lama. Hal ini disebabkan karena
laporan kasus ISPA yang lambat dilaporkan kepada petugas puskesmas,
sehingga PE (Penyelidikan Epidemiologi) tidak dapat segera dilakukan.
A. Tinjauan Kepustakaan
1. Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya agent
infeksi pada jaringan tubuh manusia yang berakibat terjadinya kerusakan sel
atau jaringan yang patologis. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari
hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran
pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda
dan gejala akut akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan tidak
lebih dari 14 hari.
Menurut Alsagaff dkk, ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun riketsia,
tanpa atau disertai radang parenkim paru.
2. Jenis-Jenis ISPA
Penyakit Infeksi akut menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan aksesoris seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni antara lain:
a) Infeksi
Infeksi merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam
tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit.
b) Saluran Pernafasan
Saluran pernapasan merupakan organ mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ aksesorinya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura.
c) Infeksi Akut
Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
ditentukan untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.
3. Proses Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran
mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring,
dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh
rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan
terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia mendorong membran mukosa
ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat
berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi
oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga
menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di saluran
pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan
bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan
dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
pernafasan (Mukono, 2008: 17).
4. Epidemiologi Penyakit ISPA
Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi
penyakit ISPA serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya:
a) Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya
tahan tubuh anak berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan
tubuhnya belum kuat. Apabila di dalam satu rumah seluruh anggota
keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan
kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun
menjadi lebih cepat.18 Dalam setahun seorang anak rata-rata bisa
mengalami 3 - 6 kali penyakit ISPA.
Di Indonesia, ISPA menempati urutan pertama penyebeb kematian
pada kelompok bayi dan balita. Berdasarkan data Survei Kesehatan
Nasional 2001 menunjukkan bahwa proporsi ISPA sebagai penyebab
kematian bayi adalah 27,6% sedangkan proporsi ISPA sebagai penyebab
kematian anak balita 22,8%.
Hasil survei Program P2 ISPA di 12 propinsi di Indonesia (Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara
Barat) pada tahun 1993 diketahui bahwa jumlah angka kesakitan tertinggi
karena ISPA, yaitu 2,9 per 1000 balita. Selama kurun waktu 2000-2002,
jumlah kasus ISPA terlihat berflutuasi. Pada tahun 2000 terdapat 479.283
kasus (30,1%), tahun 2001 menjadi 620.147 kasus (22,6%) dan pada tahun
2002 menjadi 532.742 kasus (22,1%).
Tanda-tanda epidemiologis Riwayat kesehatan terbaru pasien
(dalam masa inkubasi yang diketahui atau yang diduga) yang meliputi:
1) Baru melakukan perjalanan ke suatu daerah dimana terdapat pasien
yang diketahui menderita ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran.
2) Baru mengalami pajanan kerja, misalnya pajanan terhadap hewan yang
mengalami gejala flu burung.
3) Baru kontak dengan pasien lain yang terinfeksi ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran.
5. Pencegahan Penyakit ISPA
a. Pencegahan Tingkat Pertama (primary prevention)
Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat
kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus (specific protection)
terhadap penyakit tertentu. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan
dalam pencegahan primer yaitu:
1) Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap
hal-hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit ISPA. Kegiatan
penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan
ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada
ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan
bahaya rokok.
2) Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi
angka kesakitan (insiden) pneumonia.
3) Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi
vitamin A.
4) Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat lahir
rendah.
5) Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah
b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan
sedini mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan untuk kelompok umur
2 bulan - < 5 tahun dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :
1) Pneumonia Sangat Berat : rawat dirumah sakit, berikan oksigen, terapi
antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular
setiap 6 jam. Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5
hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam,
obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi
cairan, nilai ulang dua kali sehari.
2) Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi
antibiotik dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular
setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi,
perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang
setiap hari.
3) Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan
kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin
prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan
perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2
hari.
4) Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik
sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek),
obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.
5) Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan
memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan
adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.
c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar
tidak bertambah parah dan mengakibatkan kematian:
1) Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah
pemberian kloram fenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi
dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu
pneumonia stafilokokus.
2) Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian
benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah
pemberian benzilpenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan
ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda
pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab
pneumonia persistensi.
3) Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa
adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam
berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian
putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau
tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati
sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak
membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau
tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau
secara ketat.
6. Pengendalian Penyakit ISPA
Pengendalian ISPA ini yaitu:
a. Mewujudkan upaya penanganan kelompok rentan ISPA di rumah singgah
pada wilayah kabut asap.
b. Terselenggaranya koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam
pengendalian ISPA.
c. Tersedianya pedoman pelaksanaan rumah singgah pada wilayah kabut
asap.
d. Jumlah penduduk yang memanfaatkan rumah singgah pada wilayah kabut
asap.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pratikum kesehatan masyarakat (PKM) disimpulkan,
bahwa:
1. Identifikasi Masalah
Program pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA sebagai berikut:
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya pencegahan dan
pengendalian kasus ISPA saat terjadinya kabut asap.
2. Prioritas Masalah
Yang didapat adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat dalam
pencegahan dan pengendalian tentang kasus ISPA terhadap kabut asap.
3. Alternatifnya masalah yang didapat, adalah:
a. Melakukan penyelidikan epidemiologi, untuk mendapatkan gambaran
serta penyebab terjadinya penyakit.
b. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat di Puskesmas RI Simpang
Tiga Pekanbaru.
4. Monitoring dan Evaluasi yang didapat, adalah:
a. Kegiatan monitoring berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
puskesmas RI simpang tiga pekanbaru berjalan dengan lancar, didukung
oleh pihak puskesmas, serta masyarakat merespon dengan baik yaitu
adanya umpan balik dari masyarakat dengan mengajukan beberapa
pertanyaan mengenai kasus ISPA pada saat melakukan penyelidikan
epidemiologi maupun saat pelaksanaan penyuluhan.
b. Evaluasi yang di dapat dari kelompok mengenai program yang
dilaksanakan pada pertengahan september dari hasil data yang di terima
selama bulan juli, agustus dan september mencukupi untuk melakukan
evaluasi mengenai pelaksanaan pencegahan dan pengendalian
epidemiologi penyakit ISPA.
B. Saran
1. Pemegang program ISPA bekerja sama dengan mengumpulkan data dari
masyarakat yang terkena penyakit ISPA dan memberikan penyuluhan
kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas RI Simpang
Tiga.
2. Pemegang program pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA berperan
aktif untuk mengenali kemasyarakat bagaimana tanda dan gejala dari
penyakit ISPA terutama saat terjadinya bencana kabut asap di wilayah kerja
UPTD Puskesmas RI Simpang Tiga.
3. Menggiatkan lagi pendataan pasien di wilayah kerja UPTD Puskesmas RI
Simpang Tiga.