Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM)


Puskesmas merupakan ujung tombak sistem pembangunan kesehatan yang
diprioritaskan pada upaya pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Puskesmas dijadikan
ujung tombak dalam memberikan pelayanan dasar dan oleh karena itu
puskesmas diharapkan dapat berkembang dari tahun ketahun. (Profil Puskesmas,
2016).
Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang
meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita, anak-anak, dan
orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita
rendah dan menengah.
Menurut kemenkes insiden kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau
menimbulkan banyak asap yang bisa memicu gangguan pernapasan. Sebanyak
39.277 sejak bulan Agustus hingga awal September warga di Provinsi Riau
menderita Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Berbagai upaya yang
dilakukan oleh Kemenkes dan Dinas Kesehatan setempat untuk mengatasi
dampak kebakaran hutan dan lahan. Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk
mengatasinya ialah dengan mengirimkan 300 ribu masker untuk dibagikan ke
masyarakat dan mendirikan posko kesehatan dampak asap (Kemenkes, 2019).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi akut
yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015).
Puskesmas rawat inap simpang tiga pekanbaru perlu melakukan upaya
untuk mengendalikan ISPA, dan salah satunya dengan melakukan upaya
promosi kesehatan. Promosi kesehatan dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakatdalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Upaya promosi kesehatan dalam pengendalian penyakit ISPA mencakup
kegiatan advokasi, bina suasana dan gerakan masyarakat. Tujuan yang
diharapkan dari kegiatan promosi kesehatan untuk pengendalian ISPA adalah
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan tindakan masyarakat dalam upaya
pengendalian ISPA. Sasaran promosi kesehatan dalam P2 ISPA mencakup
sasaran primer (ibu balita dan keluarganya), sasaran sekunder (petugas
kesehatan dan petugas lintas sektor), dan sasaran tersier (pengambilan
keputusan).
Kasus ISPA di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga
Pekanbaru dari bulan Mei sampai Bulan Agustus Tahun 2019 sebanyak 2.396
kasus dari hasil yang didapat terdapat posko bencana asap di Wilayah Kerja
Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru yaitu Posko PKS di Jalan Soekarno
Hatta, Posko IGD Puskesmas Simpang Tiga dan Posko di AURI.
Maka kelompok tertarik untuk mengangkat kasus ISPA terhadap bencana
asap di Wilayah Kerja Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru karena masih
banyak masyarakat yang menderita ISPA setelah dampak kabut asap di wilayah
Riau.

B. Tujuan Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM)


1. Tujuan Umum
Mengetahui Upaya Pencegahan dan pengendalian terhadap Penyakit
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) melalui data di Puskesmas Rawat
Inap Simpang Tiga Pekanbaru.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui peran puskesmas dalam upaya Pencegahan penyakit
ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Pekanbaru.
b. Untuk mengetahui peran puskesmas dalam upaya pengendalian penyakit
ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Pekanbaru.
c. Untuk mengetahui pelaksanaan program penyakit ISPA di Wilayah Kerja
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Pekanbaru.

C. Manfaat Praktikum Kesehatan Masyarakat (PKM)


1. Untuk Mahasiswa
a. Mahasiswa dapat langsung mengaplikasikan ilmu dan keterampilan yang
telah didapat selama perkuliahan.
b. Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman dilapangan dengan
teori yang telah dipelajari selama berada di perkuliahan.
2. Untuk STIKes Hang Tuah Pekanbaru
a. Laporan pratikum kesehatan masyarakat dapat dijadikan acuan dan
referensi bagi mahasiswa yang akan melaksanaakan Pratikum Kesehatan
Masyarakat.
b. Terbinanya kerja sama dengan Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga
Pekanbaru dalam meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara
subtansi akademik dengan Pratikum Kesehatan Masyarakat di instansi
terkait.
3. Untuk Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru
Sebagai bahan masukan untuk Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru
agar suatu program yang ada di wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap
Simpang Tiga Pekanbaru dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan
yang diharapkan.
BAB II
GAMBARAN SITUASI

A. Kondisi Geografis dan Demografis


1. Kondisi Geografis
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga terletak di Jalan Kaharudin
Nasution Pekanbaru Kecamatan Marpoyan Damai dan mempunyai luas
wilayah kerja 18 Km2 yang terdiri dari 3 kelurahan yaitu Kelurahan Maharatu,
Keluarahan Sidomulyo Timur, dan Kelurahan Perhentian Marpoyan dengan
batasan-batasan wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Tangkerang Tengah.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Sidomulyo Barat dan Kecamatan Siak
Hulu.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kecamatan Tampan.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Simpang Tiga dan Kelurahan
Air Dingin.
2. Demografi
Penduduk asli Kecamatan Marpoyan Damai adalah Suku Melayu Riau
yang menganut agama islam. Pada tahun 2018 penduduk di Kecamatan
Marpoyan Damai mencapai 71.340 jiwa dengan rata-rata 4.64 jiwa perumah
tangga dengan rincian jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari perempuan
yakni 36.756 jiwa dan penduduk perempuan 34.584 jiwa (sex ratio (106,3).
Kecamatan Marpoyan Damai memiliki kepadatan penduduk 3.866.7
km2/jiwa.
3. Sasaran Puskesmas
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga pekanbaru memiliki sasaran
untuk masyarakat di wilayah kerja sebagai berikut:
No Sasaran Capaian Tahun 2018
1. Ibu hamil 90.8%
2. Ibu bersalin 95.7%
3. Bayi baru lahir 100%
4. Balita 80.07%
5. Usia pendidikan dasar 100%
6. Usia produktif 476,32%
Tabel 1: Sasaran Masyarakat Puskesmas RI Simpang Tiga Tahun 2018

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa distribusi sasaran masyarakat


di Wilayah Kerja Puskesmas RI Simpang Tiga menunjukan paling besar Usia
Produktif pada pencapaian tahun 2018 yaitu 476,32%.

B. Visi, Misi dan Struktur Organisasi


1. Visi Puskesmas
UPTD Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru mempunyai Visi
sebagai berikut: “Terwujudnya Masyarakat yang Sehat dan Mandiri di
Kecamatan Marpoyan Damai Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Simpang
Tiga.”
2. Misi Puskesmas
Misi Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru mempunyai visi sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kepedulian terhadap kesehatan masyarakat.
b. Menggerakkan pembangunan yang berwawasan kesehatan.
c. Meningkatkan kemandirian masyarakat untuk berprilaku hidupbersih dan
sehat.
d. Meningkatkan kinerja yang efektif dan efisien.
e. Memelihara susana kerja yang harmonis.
3. Moto Puskesmas
Adapun Motto UPTD Puskesmas RI simpang tiga Pekanbaru adalah
“Melayani Dengan Senyum Dan Terampil.”
4. Tata Nilai Budaya Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan
Tata nilai yang digunakan oleh UPTD Puskesmas RI Simpang Tiga
Pekanbaru dalam memberikan pelayanan kesehatan di masyarakat adalah:
a. Sabar : Dalam memberikan pelayanan.
b. Empati : Memiliki empati terhadap pengguna layanan.
c. Jelas : Jelas dalam memberikan informasi.
d. Ulurkan Bantuan : Ulurkan bantuan pada masyarakat yang
membutuhkan.
e. Komitmen : Memiliki komitmen untuk memberikan pelayanan
kesehatan.

C. Sarana dan Prasarana


1. Sarana dan Prasarana Pelayanan Kesehatan
UPTD Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru merupakan unit
pelaksanaan teknis kesehatan di bawah Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
yang memberikan pelayanan preventif, promotif, kuratif sampai dengan
rehabilitatif baik melalui Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) atau Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM). UPTD Puskesmas RI Simpang Tiga
Pekanbaru merupakan rawat inap yang melayani rawat jalan dan rawat inap,
juga memiliki layanan PONED, serta mempunyai 2 puskesmas pembantu
yaitu Pustu Camar dan Pustu Beringin Indah serta mempunyai 1 Puskesmas
Keliling.
No Fasilitas Keterangan
1. Ruang Poli Umum 1
2. Ruang Poli Usila 1
3. Ruang Apotik 1
4. Gudang Obat 1
5. Ruang Gizi 1
6. Ruang Pendaftaran 1
7. Ruang Poli Anak 1
8. Gedung Laboratorium 1
9. Ruang Poli KIA/KB 1
10. Ruang SpOG 1
11. Ruang Poli Gigi 1
12. Ruang Tata Usaha 1
13. Ruang Imunisasi 1
14. Ruang Prolanis 1
15. Ruang KTU 1
16. Ruang Kepala Puskesmas 1
17. Ruang AULA 1
Total 17
Tabel 2
Data Sarana dan Prasarana
di UPTD Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Pekanbaru Tahun 2017

D. Ketenagaan
1. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia kesehatan merupakan bagian penting dari upaya
peningkatan pembangunan kesehatan. Dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pembagian Peran Pusat dan Daerah di Bidang Sumber
Daya Manusia Kesehatan Pemerintah Daerah memegang peranan penting
dalam mengatur perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan untuk
UKM dan UKP di Wilayah Kerja Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru.
Sarana kesehatan

Jenis RS
Pkm RS
No Ketenagaa RS Budh
RI RS RS PKU
n Mata i
Simpng AU Sansani Eye
SMEC Muly
Tiga Center
a
1. dr. Spesialis 0 4 5 6 0 2
2. dr. Umum 6 0 0 1 2 4
3. dr. Spesialis
0 0 0 0 0 0
Gigi
4. dr. Gigi 4 1 3 0 0 0
5. Perawat 23 24 65 25 15 6
6. Bidan 9 9 31 0 0 39
7. Kesmas 6 2 5 2 1 1
8. Kesling 1 0 1 1 1 1
9. Gizi 2 0 2 1 0 1
10. Ahli Labor
2 2 9 0 0 1
Medik
11. Tehnik Bio
1 3 0 0 0 0
Medik Lain
12. Keterapian 0 2 0 0 0 0
13. Keteknisian 4 1 0 0 0 0
14. Tenaga
Tehnik
3 1 14 3 2 7
Kefarmasia
n
15. Apoteker 1 1 4 1 2 2
16. Tenaga
0 0 0 0 0 0
Pendidik
17. Pejabat
0 2 5 10 5 8
Struktural
18. Dukungan
1 24 6 5 26 0
Manajemen
Sumber: Jumlah Puskesmas dan RS di Pekanbaru
Tabel
Data Tenaga Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas RI Simpang Tiga
Pekanbaru Tahun 2018
E. Gambaran Program/Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Menular di UPTD Puskesmas RI Simpang Tiga Pekanbaru
Adapun gambaran program surveilans penyakit menular di UPTD
Puskesmas RI Simpang Tiga antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penanggulangan penyakit PD3I (TBC, Campak, Difteri).
2. Penanggulangan penyakit menular yang berpotensi menimbulkan wabah
(DBD, Rabies, Flu Burung).
3. Penanggulangan penyakit menular yang tidak berpotensi menimbulkan
wabah (ISPA, Kecacingan).
BAB III
ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Program Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Kegiatan surveilans penyakit menular di UPTD Puskesmas RI Simpang
Tiga dibagi dalam program yaitu:
1. Penyakit PD3I (TBC, Campak, Difteri)
a. TBC
Pencegahan dan pengendalian Tuberkulosis dapat berupa:
1) Memberikan imunisasi pada bayi-bayi yang lahir dengan BCG dan
diulang pada umur 12 bulan atau 16 bulan kemudian bila diperlukan.
2) Memberikan imunisasi keluarga yang terdekat, bila pemeriksaan
tuberculin negatif.
3) Jangan minum susu sapi mentah, harus dimasak dahulu.
4) Memberikan penerangan pada penderita untuk tutup mulut dengan sapu
tangan bila batuk serta tidak meludah atau mengeluarkan dahak di
sembarang tempat dan menyedikan tempat ludah yang diberi lisol atau
bahan lain yang dianjurkan dan mengurangi aktivitas kerja serta
menenagkan pikiran.
b. Campak
Pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan dengan melalui
tindakan Health Promotion, baik pada hospes maupun lingkungan dan
perlindungan khusus terhadap penularan.
1) Health Promotion terhadap host.
2) Pencegahan virus campak menular melalui percikan air ludah penderita
campak.
3) Mengisolasi setelah muncul rash pada 4 hari kontak agar mencegah
penularan.
c. Difteri
Pencegahan dan pengendalian pada Difteri yaitu:
1) Penguatan imunisasi rutin Difteri sesuai dengan program imunisasi
nasional.
2) Penemuan dan penatalaksanaan dini kasus Difteri.
3) Semua kasus Difteri harus dilakukan penyelidikan epidemiologi.
4) Semua kasus Difteri dirujuk ke Rumah Sakit dan dirawat di ruang
isolasi.
5) Pengambilan spesimen dari kasus dan kasus kontak erat kemudian
dikirim ke laboratorium rujukan Difteri untuk dilakukan pemeriksaan
kultur atau PCR.
6) Menghentikan transmisi Difteri dengan pemberian prophilaksis
terhadap kontak dan karier.
7) Melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) di daerah KLB
Difteri.
d. Polio
Pencegahan dan pengendalian pada Polio:
1) Penguatan imunisasi atau vaksinasi rutin polio sesuai dengan program
imunisasi nasional.
2) Menjaga kebersihan personal hygiene dengan mencuci tangan dengan
sabun dan air mengalir.
3) Pemenuhan nutrisi dan gizi untuk perbaikan imun tubuh.
4) Menjaga dan memastikan kebersihan pada makanan serta minuman
yang dikonsumsi.
e. Hepatitis
Pencegahan dan pengendalian pada penyakit hepatitis yaitu:
1) Bagi petugas kesehatan untuk mempromosikan tentang perilaku hidup
bersih kepada masyarakat.
2) Melakukan imunisasi pada bayi.
3) Melakukan deteksi dini dengan skrining hepatitis.
4) Melakukan pengobatan pada masarakat yang telah di diagnosa
hepatitis.
2. Kasus Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Puskesmas RI Simpang
Tiga Pekanbaru
Upaya penanggulangan penyakit ISPA bisa dilakukan dengan:
1) Pengendalian secara administratif ditujukan kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan yang harus menjamin sumber daya yang diperlukan
untuk pelaksanaan pengendalian infeksi yaitu membangun prasarana
untuk kegiatan pengendalian dan pencegahan infeksi yang berkelanjutan
serta memberikan kebijakan yang terarah terkait program pengendalian
ISPA.
2) Pengendalian secara teknis yaitu memastikan ventilasi udara lingkungan
yang baik dan memadai, perbaikan gizi, serta penggunaan alat pelindung
diri seperti masker.

B. Gambaran Program Pencegahan dan Pengendalian ISPA


Pada program pencegahan dan pengendalian penyakit menulat (P2M)
khususnya penyakit ISPA, upaya yang dilakukan yaitu berupa kegiatan:
1. Promotif
a) Pemeriksaan kehamilan Ante Natal Care.
b) Pemberian ASI Eksklusif dan Gizi Seimbang.
c) Pemberian informasi tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
d) Mengurangi polusi udara.
e) Etika Batuk.
f) Deteksi Dini.
2. Preventif
a) Pemberian Imunisasi.
b) Pemberian penyuluhan tentang ISPA.
3. Kuratif
Pengobatan dan perawatan terhadap pasien yang menderita ISPA
sehingga tidak menularkan ke orang lain:
a) Pemberian antibiotik.
b) Dan melakukan terapi oksigen bagi penderita ISPA akibat terkena kabut
asap yang semakin parah kondisi cuaca di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas RI Simpang Tiga.
4. Rehabilitatif
Pemulihan/pengembalian kondisi semula dengan memberikan:
a) Memberikan penkes terkait pentingnya menjaga kebersihan lingkungan
rumah kepada keluarga pasien.
b) Menganjurkan kepada pasien untuk mengunsumsi makanan yang bergizi.
c) Menyarankan kepada pasien untuk menjaga personal hygiene.
BAB IV
HASIL KEGIATAN

A. Uraian Kegiatan
Praktikum Kesehatan Masyarakat dilaksanakan selama satu bulan di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kecamatan Marpoyan Damai yang di
mulai pada tanggal 16 September sampai 16 Oktober 2019. Kegiatan setiap
harinya dimulai pada pukul 07:30 hingga 14:30 WIB. Adapun kegiatan yang
dilakukan selama lebih kurang satu bulan dimulai dari persiapan, teknik
pelaksanaan, hingga akhir adalah sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan
a. Survey Pendahuluan
Survey pendahuluan bertujuan untuk melakukan pengamatan awal
pada tempat rencana PKM akan dilaksanakan, termasuk kesediaan lokasi
dan pendekatan kepada pemimpin dan bagian PKM.
b. Menyusun Proposal dengan Pembimbing Akademik
Berdasarkan survey dan pengamatan awal yang telah dilakukan,
maka disusunlah suatu bentuk proposal PKM.
c. Meminta Persetujuan dari Pembimbing Akademik
Proposal PKM yang telah dibuat, diajukan kepada pembimbing
PKM, bagian akademik untuk mendapatkan persetujuan sebelum
diserahkan ke institusi.
d. Menyerahkan Proposal PKM ke Institusi Tempat PKM
Proposal PKM yang telah disetujui, diajukan kepada pembimbing
PKM, bagian akademik dan institusi pemerintah tempat PKM.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melaksanakan Kegiatan Belajar Lapangan dengan Pembimbing dari
Pembimbing Lapangan
1) Berkenalan dengan pemimpin dan Staf Puskesmas Rawat Inap Simpang
Tiga.
2) Mendapatkan penjelasan tentang prosedur atau peraturan di Puskesmas
Rawat Inap Simpang Tiga.
3) Orientasi/perkenalan bagian-bagian di institusi.
4) Memperoleh data umum yang berkaitan dengan institusi (kondisi
geografis, demografis, sarana dan prasarana, struktur organisasi dan
tenagaan).
5) Membantu Puskesmas turun ke lapangan dalam rangka pendataan
Keluarga Sehat.
6) Melengkapi data-data pada blangko hasil dari pendataan Keluarga
Sehat.
b. Menyusun Laporan PKM
Menyusun laporan sesuai dengan buku panduan yang telah
ditentukan oleh STIKes Hang Tuah Pekanbaru. Sesuai dengan tujuan
penulisan laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat ini bahwa kelompok
ingin mengetahui bagaimana penanggulangan pada kasus ISPA yang ada
di UPTD Puskesmas Simpang Tiga.

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah di UPTD Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga
dilakukan dengan diskusi antara mahasiswa dan pembimbing lapangan,
penanggung jawab program dan staf yang ada di program Pengendalian Penyakit
Menular (P2M). Identifikasi masalah kesehatan dilakukan dengan cara melihat
dan menganalisa laporan tahunan, dan profil kesehatan. Dengan mendapatkan
sumber informasi tersebut ditemukan beberapa masalah dalam penanggulangan
kasus ISPA.
1. Kurangnya Pengetahuan Masyarakat tentang Bahaya dan
Penanggulangan Penyakit ISPA
Justifikasi dari hasil wawancara mendalam dari pemegang program
penyakit ISPA didapatkan hasil bahwa masih kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai penyebab dan cara pencegahan penyakit ISPA,
sehingga masih ada beberapa masyarakat yang belum melakukan tindakan
pencegahan.
2. Jarak Pelaksanaan PE (Penyelidikan Epidemiologi) dengan Kasus yang
Terlalu Lama
Justifikasi: dari hasil wawancara yang mendalam dengan pemegang
program penyakit ISPA didapatkan hasil bahwa jarak pelaksanaan PE
(Penyelidikan Epidemiologi) yang terlalu lama. Hal ini disebabkan karena
laporan kasus ISPA yang lambat dilaporkan kepada petugas puskesmas,
sehingga PE (Penyelidikan Epidemiologi) tidak dapat segera dilakukan.

C. Penetapan Prioritas Masalah


Menentukan prioritas masalah penanggulangan kasus ISPA dilakukan
dengan diskusi antara mahasiswa dan pembimbing lapangan, penanggung
jawab program dan staf yang ada di program pengendalian penyakit menular
(P2M). Melalui kesepakatan antara kelompok dan pihak puskesmas
permasalahan pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA masih
mengalami kendala disebabkan:
1. Masalah buruknya kualitas udara di daerah Riau (kabut asap)
menyebabkan banyaknya masyarakat yang terkena ISPA.
2. Kurangnya informasi yang di dapat oleh masyarakat terkait upaya
pencegahan penyakit ISPA
Berdasarkan beberapa urayan diatas kelompok menetapkan masalah
kesehatan prioritas yaitu ISPA hal ini dikarenakan: bencana yang terjadi di
daerah riau yaitu kebakaran hutan menyebabkan kualitas udara di kota pekan
baru buruk bahkan sudah mencapai level sangat berbahaya bagi kesehatan
masyarakat di di daerah riau dan juga kurangnya informasi yang didapat
masyarakat terhadap dampak dari asap sehingga masyarakat tidak
mengetahui dampak yang akan timbul serta cara pencegahannya.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kepustakaan
1. Definisi ISPA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory
Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran
pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuk dan berkembangbiaknya agent
infeksi pada jaringan tubuh manusia yang berakibat terjadinya kerusakan sel
atau jaringan yang patologis. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari
hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran
pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, dimana secara klinis tanda
dan gejala akut akibat infeksi terjadi di setiap bagian saluran pernafasan tidak
lebih dari 14 hari.
Menurut Alsagaff dkk, ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas
maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun riketsia,
tanpa atau disertai radang parenkim paru.
2. Jenis-Jenis ISPA
Penyakit Infeksi akut menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari
saluran nafas mulai hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan aksesoris seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni antara lain:
a) Infeksi
Infeksi merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam
tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit.
b) Saluran Pernafasan
Saluran pernapasan merupakan organ mulai dari hidung hingga
alveoli beserta organ aksesorinya seperti sinus, rongga telinga tengah dan
pleura.
c) Infeksi Akut
Infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari
ditentukan untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari.
3. Proses Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan
Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran
mukosa bersilia, udara yang masuk melalui rongga hidung disaring,
dihangatkan dan dilembutkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh
rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan
terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia mendorong membran mukosa
ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat
menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat
berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi
oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga
menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di saluran
pernafasan. Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan
bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan
dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
pernafasan (Mukono, 2008: 17).
4. Epidemiologi Penyakit ISPA
Epidemiologi penyakit ISPA yaitu mempelajari frekuensi, distribusi
penyakit ISPA serta faktor-faktor (determinan) yang mempengaruhinya:
a) Distribusi dan Frekuensi Penyakit ISPA
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak-anak. Daya
tahan tubuh anak berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan
tubuhnya belum kuat. Apabila di dalam satu rumah seluruh anggota
keluarga terkena pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan
kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses penyebaran penyakit pun
menjadi lebih cepat.18 Dalam setahun seorang anak rata-rata bisa
mengalami 3 - 6 kali penyakit ISPA.
Di Indonesia, ISPA menempati urutan pertama penyebeb kematian
pada kelompok bayi dan balita. Berdasarkan data Survei Kesehatan
Nasional 2001 menunjukkan bahwa proporsi ISPA sebagai penyebab
kematian bayi adalah 27,6% sedangkan proporsi ISPA sebagai penyebab
kematian anak balita 22,8%.
Hasil survei Program P2 ISPA di 12 propinsi di Indonesia (Sumatera
Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara
Barat) pada tahun 1993 diketahui bahwa jumlah angka kesakitan tertinggi
karena ISPA, yaitu 2,9 per 1000 balita. Selama kurun waktu 2000-2002,
jumlah kasus ISPA terlihat berflutuasi. Pada tahun 2000 terdapat 479.283
kasus (30,1%), tahun 2001 menjadi 620.147 kasus (22,6%) dan pada tahun
2002 menjadi 532.742 kasus (22,1%).
Tanda-tanda epidemiologis Riwayat kesehatan terbaru pasien
(dalam masa inkubasi yang diketahui atau yang diduga) yang meliputi:
1) Baru melakukan perjalanan ke suatu daerah dimana terdapat pasien
yang diketahui menderita ISPA yang dapat menimbulkan
kekhawatiran.
2) Baru mengalami pajanan kerja, misalnya pajanan terhadap hewan yang
mengalami gejala flu burung.
3) Baru kontak dengan pasien lain yang terinfeksi ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran.
5. Pencegahan Penyakit ISPA
a. Pencegahan Tingkat Pertama (primary prevention)
Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat
kesehatan (health promotion) dan pencegahan khusus (specific protection)
terhadap penyakit tertentu. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan
dalam pencegahan primer yaitu:
1) Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap
hal-hal yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit ISPA. Kegiatan
penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan
ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada
ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan rumah, penyuluhan
bahaya rokok.
2) Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi
angka kesakitan (insiden) pneumonia.
3) Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi malnutrisi, defisiensi
vitamin A.
4) Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat lahir
rendah.
5) Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah
b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Upaya penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan
sedini mungkin. Upaya pengobatan yang dilakukan untuk kelompok umur
2 bulan - < 5 tahun dibedakan atas klasifikasi ISPA yaitu :
1) Pneumonia Sangat Berat : rawat dirumah sakit, berikan oksigen, terapi
antibiotik dengan memberikan kloramfenikol secara intramuskular
setiap 6 jam. Apabila pada anak terjadi perbaikan (biasanya setelah 3-5
hari), pemberiannya diubah menjadi kloramfenikol oral, obati demam,
obati mengi, perawatan suportif, hati-hati dengan pemberian terapi
cairan, nilai ulang dua kali sehari.
2) Pneumonia Berat: rawat di rumah sakit, berikan oksigen, terapi
antibiotik dengan memberikan benzilpenesilin secara intramuskular
setiap 6 jam paling sedikit selama 3 hari, obati demam, obati mengi,
perawatan suportif, hati-hati pada pemberian terapi cairan, nilai ulang
setiap hari.
3) Pneumonia: obati di rumah, terapi antibiotik dengan memberikan
kotrimoksasol, ampisilin, amoksilin oral, atau suntikan penisilin
prokain intramuskular per hari, nasihati ibu untuk memberikan
perawatan di rumah, obati demam, obati mengi, nilai ulang setelah 2
hari.
4) Bukan Pneumonia (batuk atau pilek): obati di rumah, terapi antibiotik
sebaiknya tidak diberikan, terapi spesifik lain (untuk batuk dan pilek),
obati demam, nasihati ibu untuk memberikan perawatan di rumah.
5) Pneumonia Persisten: rawat (tetap opname), terapi antibiotik dengan
memberikan kotrimoksasol dosis tinggi untuk mengobati kemungkinan
adanya infeksi pneumokistik, perawatan suportif, penilaian ulang.
c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita penderita ISPA agar
tidak bertambah parah dan mengakibatkan kematian:
1) Pneumonia Sangat Berat: jika anak semakin memburuk setelah
pemberian kloram fenikol selama 48 jam, periksa adanya komplikasi
dan ganti dengan kloksasilin ditambah gentamisin jika diduga suatu
pneumonia stafilokokus.
2) Pneumonia Berat: jika anak tidak membaik setelah pemberian
benzilpenisilin dalam 48 jam atau kondisinya memburuk setelah
pemberian benzilpenisilin kemudian periksa adanya komplikasi dan
ganti dengan kloramfenikol. Jika anak masih menunjukkan tanda
pneumonia setelah 10 hari pengobatan antibiotik maka cari penyebab
pneumonia persistensi.
3) Pneumonia: Coba untuk melihat kembali anak setelah 2 hari dan periksa
adanya tanda-tanda perbaikan (pernafasan lebih lambat, demam
berkurang, nafsu makan membaik. Nilai kembali dan kemudian
putuskan jika anak dapat minum, terdapat penarikan dinding dada atau
tanda penyakit sangat berat maka lakukan kegiatan ini yaitu rawat, obati
sebagai pneumonia berat atau pneumonia sangat berat. Jika anak tidak
membaik sama sekali tetapi tidak terdapat tanda pneumonia berat atau
tanda lain penyakit sangat berat, maka ganti antibiotik dan pantau
secara ketat.
6. Pengendalian Penyakit ISPA
Pengendalian ISPA ini yaitu:
a. Mewujudkan upaya penanganan kelompok rentan ISPA di rumah singgah
pada wilayah kabut asap.
b. Terselenggaranya koordinasi lintas program dan lintas sektor dalam
pengendalian ISPA.
c. Tersedianya pedoman pelaksanaan rumah singgah pada wilayah kabut
asap.
d. Jumlah penduduk yang memanfaatkan rumah singgah pada wilayah kabut
asap.

B. Pembahasan Sesuai dengan Analisis POAC


Dalam pembahasan mengenai pencegahan dan pengendalian penyakit
ISPA kelompok menggunakan pendekatan planning, organizing, actuating,
controling (POAC) dimana hasilnya sebagai berikut:
1. Planning
Planning dalam pencegahan dan pengendalian kasus ISPA di UPTD
puskesmas RI simpang tiga hasil diskusi bersama pemegang program ISPA,
yaitu:
a. Penyuluhan.
b. Penyuluhan langsung terhadap pasien yang berobat ke Puskesmas RI
Simpang Tiga Pekanbaru.
c. Penyuluhan tidak langsung melalui media cetak seperti brosur, poster,
leaflet, banner, spanduk dan media elektronik.
d. Penyelidikan epidemiologi pada saat ada kasus.
2. Organizing
Dalam melakukan kegiatan tersebut diperlukan kerjasama yang baik
antara kepala puskesmas, pemegang program seperti penjaringan kasus yang
dilakukan oleh kader dan pemegang program ke masyarakat.
3. Actuating
Pada tahap ini pemegang program melakukan penyelidikan
epidemiologi dengan mengunjungi posko-posko yang telah di sediakan setiap
daerah wilayah kerja puskesmas RI simpang tiga puskesmas dan
mengumpulkan data setiap yang berkunjung ke posko sebagai bentuk
pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA.
4. Controlling
Dalam kegiatan ini pemegang program ISPA melaporkan hasil
penyelidikan epidemiologi dan melaporkannya ke dinas kesehatan kota
pekanbaru, sehingga dinas dan pihak puskesmas melakukan kerjasama untuk
pemantauan kasus ISPA yang diakibatkan oleh bencana alam.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pratikum kesehatan masyarakat (PKM) disimpulkan,
bahwa:
1. Identifikasi Masalah
Program pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA sebagai berikut:
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya pencegahan dan
pengendalian kasus ISPA saat terjadinya kabut asap.
2. Prioritas Masalah
Yang didapat adalah masih kurangnya pengetahuan masyarakat dalam
pencegahan dan pengendalian tentang kasus ISPA terhadap kabut asap.
3. Alternatifnya masalah yang didapat, adalah:
a. Melakukan penyelidikan epidemiologi, untuk mendapatkan gambaran
serta penyebab terjadinya penyakit.
b. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat di Puskesmas RI Simpang
Tiga Pekanbaru.
4. Monitoring dan Evaluasi yang didapat, adalah:
a. Kegiatan monitoring berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
puskesmas RI simpang tiga pekanbaru berjalan dengan lancar, didukung
oleh pihak puskesmas, serta masyarakat merespon dengan baik yaitu
adanya umpan balik dari masyarakat dengan mengajukan beberapa
pertanyaan mengenai kasus ISPA pada saat melakukan penyelidikan
epidemiologi maupun saat pelaksanaan penyuluhan.
b. Evaluasi yang di dapat dari kelompok mengenai program yang
dilaksanakan pada pertengahan september dari hasil data yang di terima
selama bulan juli, agustus dan september mencukupi untuk melakukan
evaluasi mengenai pelaksanaan pencegahan dan pengendalian
epidemiologi penyakit ISPA.
B. Saran
1. Pemegang program ISPA bekerja sama dengan mengumpulkan data dari
masyarakat yang terkena penyakit ISPA dan memberikan penyuluhan
kesehatan kepada masyarakat di wilayah kerja UPTD Puskesmas RI Simpang
Tiga.
2. Pemegang program pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA berperan
aktif untuk mengenali kemasyarakat bagaimana tanda dan gejala dari
penyakit ISPA terutama saat terjadinya bencana kabut asap di wilayah kerja
UPTD Puskesmas RI Simpang Tiga.
3. Menggiatkan lagi pendataan pasien di wilayah kerja UPTD Puskesmas RI
Simpang Tiga.

Anda mungkin juga menyukai