Anda di halaman 1dari 4

1.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alergi pangan merupakan reaksi yang merugikan dari makanan yang
didasarkan pada mekanisme imonologi (Houben dan Penninks 1996). Dalam
beberapa tahun terakhir, angka kejadian alergi pangan terus meningkat tajam baik
di dalam negeri maupun luar negeri. World Allergy Organization (WAO)
menyebutkan 22% penduduk dunia menderita alergi dan terus meningkat setiap
tahun (Candra et al. 2011). Jumlah kasus alergi pangan paling banyak pada bayi
dan anak-anak yaitu berkisar antara 6-8% dan pada orang dewasa sekitar 1-2%
(Sampson 2005). Kasus alergi pangan di Indonesia menunjukkan jumlah yang
belum pasti namun selalu meningkat tiap tahunnya (Noverina 2008).
Timbulnya alergi pangan disebabkan adanya senyawa penyebab alergi atau
lebih dikenal dengan alergen. Alergen pangan berupa protein yang tidak rusak
pada saat proses pemasakan dan saat berada di keasaman lambung. Secara
struktural protein makanan (alergen) tidak sama dengan struktur protein tubuh
manusia sehingga dideteksi oleh sistem imun tubuh sebagai protein asing.
Akibatnya alergen dapat masuk ke dalam tubuh melalui peredaran darah mencapai
organ yang menjadi tergetnya sehingga menginduksi respon imun dan
menimbulkan reaksi alergi. Gejala reaksi alergi dapat terlihat sebagai timbulnya
gangguan kulit berupa bercak-bercak merah yang gatal pada permukaan kulit,
gangguan saluran pencernaan berupa diare dan muntah, sesak nafas sampai syok
anafilaksi yang fatal dan gangguan rongga mulut (Hamada et al. 2003).
Pada dasarnya semua makanan dapat menimbulkan reaksi alergi, yang
membedakan hanya kadar protein di dalamnya dan kondisi tubuh seseorang dalam
menerima pasokan protein tersebut. Umumnya makanan yang sering
menimbulkan reaksi alergi adalah makanan yang mengandung protein tinggi yang
sayangnya merupakan makanan sumber protein yang penting bagi kesehatan.
Sekitar 90% reaksi alergi pangan disebabkan oleh kacang tanah, susu, telur ayam,
kedelai, ikan, kerang dan gandum (FAAN 2010).
Ikan dan makanan laut memiliki peranan penting dalam gizi manusia.
Makanan laut merupakan sumber protein yang sangat berharga dan mengandung
sejumlah besar asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) dan vitamin larut lemak.

 

Namun, makanan laut juga merupakan salah satu jenis pangan penyebab
terpenting timbulnya alergi, terutama di negara-negara yang mayoritas
penduduknya bergantung pada sektor perikanan dan dimana ikan menjadi
konsumsi andalannya (Samartin et al. 2001). Makanan laut ditemukan sebagai
alergen pangan terpenting kedua setelah telur pada pasien penderita alergi (Lopata
dan Potter 2000). Tiga jenis makanan laut yang dapat memicu alergi yaitu ikan,
crustacea (kepiting, lobster, udang) dan moluska seperti kerang, tiram, remis dan
cumi (FAAN 2010).
Hasil survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 1,9% dari total
penduduk memiliki alergi terhadap kelompok udang dan kerang-kerangan, dan
sebanyak 0,4% dari total penduduk memiliki alergi terhadap ikan (Sicherer et al.
2004). Di Malaysia, ikan dan udang-udangan merupakan penyebab alergi pangan
yang paling umum pada penderita alergi asma dan rhinitis (Shanaz et al. 2001).
Sampai saat ini upaya mengatasi alergi yang selama ini telah terbukti dan
banyak dilakukan adalah dengan menghindari makanan yang diduga
menimbulkan alergi (Sicherer dan Sampson 2009). Namun ternyata tindakan ini
dapat merugikan kesehatan karena beresiko kekurangan gizi dan kurang variasi
dalam menu makanan, selain itu juga dapat mengurangi kenikmatan cita rasa
suatu jenis pangan. Oleh karena itu untuk memastikan jenis bahan pangan
penyebab alergi diperlukan suatu diagnosis alergi. Diagnosis yang sering
dilakukan adalah dengan uji kulit menggunakan isolat protein alergen pangan. Di
Indonesia saat ini tempat untuk melakukan uji ini masih belum banyak ditemukan.
Hal ini disebabkan karena isolat protein alergen yang saat ini digunakan oleh para
dokter ahli alergologi di Indonesia masih berasal dari hasil impor sehingga biaya
uji ini masih mahal (Candra et al. 2011).
Pemikiran tersebut mendasari penelitian untuk mengetahui potensi protein
makanan laut asal Indonesia sebagai isolat alergen, utamanya jenis ikan tongkol
(Auxis thazard), kerang hijau (Perna viridis) dan udang jerbung (Penaeus
merguiensis). Isolat alergen yang dapat diproduksi di dalam negeri menyebabkan
biaya uji alergi dapat lebih murah dan dapat mudah dilakukan. Ketiga jenis
produk laut tersebut dipilih karena selain dihasilkan melimpah, juga sering
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
3
 

1.2. Perumusan Masalah


Alergi yang timbul karena adanya reaksi penyimpangan (adverse reaction)
yang melibatkan sistem imun dan komponen pangan berupa protein, disebut
dengan alergi pangan. Terdapat lebih dari 160 jenis pangan yang dapat
menyebabkan reaksi alergi. Salah satu penyebab utama alergi pangan adalah
pangan yang berasal dari hasil laut yaitu ikan, kepiting, kerang, udang dan lobster.
Sampai saat ini belum ada obat khusus untuk mengatasi alergi pangan.
Tindakan pencegahan terbaik yaitu dengan menghindari sumber pangan
penyebabnya, namun hal ini juga dapat bersifat merugikan karena pembatasan
keragaman jenis pangan dapat berdampak pada kondisi kurang gizi protein dan
berkurangnya kenikmatan cita rasa suatu jenis pangan. Diagnosis alergi pangan
dibuat berdasarkan diagnosa klinis, yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit
penderita) dan pemeriksaan kejadian alergi yang terjadi. Pemeriksaan yang
dilakukan banyak dan beragam, baik dengan cara yang ilmiah hingga cara
alternatif, mulai yang dari yang sederhana hingga yang canggih. Diantaranya
adalah uji kulit alergi, yaitu suatu uji yang diterapkan secara subkutanus dengan
menggunakan isolat protein alergen dari berbagai jenis pangan. Saat ini isolat
protein alergen yang digunakan di Indonesia oleh para dokter ahli alergologi
masih berasal dari hasil impor, sehingga diperlukan penyediaan protein isolat
lokal.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menghasilkan ekstrak protein dari
makanan laut Indonesia yang berpotensi sebagai isolat alergen dan dapat
digunakan untuk diagnosis alergi pangan.
Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Melakukan ekstraksi protein sarkoplasma dan miofibril ikan tongkol, kerang
hijau dan udang jerbung
2. Mengkarakterisasi protein sarkoplasma dan miofibril ikan tongkol, kerang
hijau dan udang jerbung dengan elektroforesis SDS PAGE
3. Mengetahui kandungan IgE serum subyek penderita alergi pangan dengan uji
ELISA

 

4. Menguji coba alergenisitas ekstrak protein sarkoplasma dan miofibril ikan


tongkol, kerang hijau dan udang jerbung dengan menggunakan serum subyek
penderita alergi pangan dengan teknik ELISA dan immunoblotting.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang metode ekstraksi protein sarkoplasma dan
miofibril dari makanan laut (ikan, udang dan kerang).
2. Memberikan informasi ilmiah tentang sifat alergenisitas 3 jenis bahan pangan
yaitu ikan, udang dan kerang-kerangan.
3. Menghasilkan ekstrak protein produk laut yang berpotensi sebagai isolat
alergen yang dapat diaplikasikan untuk diagnosis alergi terhadap makanan laut.

1.5. Hipotesis
1. Terdapat protein alergen dalam ekstrak protein fraksi sarkoplasma dan
miofibril ikan tongkol, kerang hijau dan udang jerbung.
2. Komponen yang terdapat dalam kedua fraksi ekstrak protein ikan tongkol,
kerang hijau dan udang jerbung dapat berikatan spesifik dengan IgE dari 20
serum subyek alergi.
3. Jenis komponen yang ada dalam masing-masing ekstrak protein yang dapat
menyebabkan alergi pada setiap orang berbeda-beda.
4. Ekstrak protein yang dihasilkan dapat digunakan sebagai isolat alergen dalam
bentuk crude.

Anda mungkin juga menyukai