Anda di halaman 1dari 5

KEPERAWATAN MENJELANG AJAL DAN PALIATIF

KASUS KANKER SERVIKS

Dosen Pengampu : Muthmainah, Ns. M.Kep

Disusun Oleh :

Dewi Chintiya

1714201110069

S1 Keperawatan Reguler Kelas B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2019/2020
CERITA PERJUANGAN EVIE TREFINA, PENYINTAS KANKER SERVIKS

Jakarta, CNN Indonesia


Evie Trefina (69) mengetahui dirinya menderita kanker serviks stadium 3B sejak sekitar
enam tahun lalu. Setelah menjalani delapan kali kemoterapi, 25 kali radioterapi
eksternal dan tiga kali radioterapi internal, ia memutuskan untuk berserah diri.

Keputusan untuk tidak melanjutkan kemoterapi bukanlah hal yang mudah. Evie harus
bertaruh pada segala kemungkinan yang terjadi antara hidup dan mati.

"Saya dinyatakan sembuh secara resmi dari dokter itu belum, tapi saya meyakini diri
saya sendiri. Ketika dikatakan dokter untuk kemo lagi, saya berpikir dari mana (dana)
kemo itu. Begitu besar dananya," ujarnya kepada CNN Indonesia.com, saat dihubungi di
Jakarta, pada Senin (17/4).

Dia mengaku, sebanyak Rp 20 juta harus dikeluarkannya untuk sekali kemoterapi.


Biaya yang semakin membengkak membuatnya memilih untuk tidak melanjutkan
kemoterapi. Namun, hal itu didasarinya dengan percaya akan kesembuhan.
Awal diagnosa
Evie tidak mengalami rasa sakit sedikitpun sebelum dirinya divonis kanker serviks.
Setelah enam bulan mengalami keputihan yang berlebihan, dirinya pun mengalami
pendarahan. Saat itulah, dia memeriksakan dirinya ke dokter.

Tidak kaget dengan vonis kanker dari dokter, begitulah pengakuan Evie. Di usianya
yang sudah tidak muda lagi, ia merasa yakin ada yang aneh ketika pendarahan itu
menyerangnya.

"Saat keputihan, saya menggunakan pantyliner tapi ternyata tidak cukup menampung
lalu saya menggunakan pembalut. Dari pakai pembalut ada flek sedikit, lama-lama kok
ini banyak tapi ini saya pikir karena sering naik turun tangga," tuturnya.

"Tapi ini sudah kelainan kalau saya yang sudah umur segini mengalami pendarahan,
sudah tidak benar. Waktu bertemu dokter, dia justru seperti ragu untuk mengatakan
kepada saya akhirnya saya bilang saya sudah kena CA (kanker) ya dok,"ucapnya.

Proses pengobatan
Pengobatan pun dijalaninya sejak Desember 2012 hingga Maret 2013. Setiap Senin,
dirinya menjalani kemoterapi dan radioterapi. Kemudian, dia akan kembali ke rumah
sakit untuk kontrol setiap Jumat. Tak urung, dirinya pun harus menerima transfusi darah
sebelum kemoterapi berlangsung karena hemoglobinnya di bawah 10.

Tentu saja, Evie pun mengalami efek setelah menjalani kemoterapi seperti tidak nafsu
makan dan mual. Rasa lelah dirasakannya, tetapi semangat untuk kesembuhan tidak
surut begitu saja.

Evie mengatakan, dirinya berusaha tidak stres untuk menjaga imunitasnya terus baik.
Imunitas tersebut menjadi penting karena dapat menghancurkan sel kanker yang beredar
di tubuhnya.Bahkan, dokter pun tidak memberikan pantangan apapun untuk asupan
makanannya. Dia terus membuat dirinya merasa lebih baik untuk melupakan sakit yang
dialaminya.

Tak hanya itu, dirinya terus bersyukur dengan apa yang dia terima saat ini. Bahkan,
kegiatan bertemu dengan sesama pengidap kanker pun dilakukannya bersama yang
namanya paguyuban yang dia ikuti yakni, Paguyuban Pelangi membuatnya sangat
bersemangat dalam melakukan proses pengobatan hingga akhirnya dia sembuh.

"Saya menyerahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, setiap kali saya bangun,
saya bersyukur karena masih ada mukjizat. Saya dapat menahan diri untuk tidak emosi
dan tidak stres, membawanya dalam doa," tuturnya kemudian.
Intervensi Keperawatan paliatif pasien kanker serviks
Aktifitas perawatan paliatif pada penderita:
1. Membantu penderita mendapat kekuatan dan rasa damai dalam menjalani kehidupan
sehari-hari.
2. Membantu kemampuan penderita untuk mentolerir penatalaksanaan medis.
3. Membantu penderita untuk lebih memahami perawatan yang dipilih

Anda mungkin juga menyukai