Anda di halaman 1dari 25

DEPARTEMEN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

SPONDYLOLISTHESIS

Oleh :
Wirdawati C014182259
Muhammad Nadhiev C014182260
Baru Juanna Cynthia XC064182032
Aprilia T. Warkey 2018-84-008
Siska Teurupun 2018-84-009

Pembimbing Residen
dr. Solihin

Dosen Pembimbing
dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


1. Wirdawati C014182259
2. Muhammad Nadhiev C014182260
3. Baru Juanna Cynthia XC064182032
4. Aprilia T. Warkey 2018-84-008
5. Siska Teurupun 2018-84-009

Judul Laporan Kasus : Spondylolisthesis

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Juli 2019

Pembimbing Residen Dosen Pembimbing

dr. Solihin dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
PENDAHULUAN ........................................................................................ 4
I. KASUS PENDERITA
1. IDENTITAS PASIEN.............................................................. 5
2. ANAMNESIS........................................................................... 5
3. PEMERIKSAAN FISIS............................................................ 5
4.LABORATORIUM.................................................................. 7
5.RADIOLOGI............................................................................ 8
6. DIAGNOSIS............................................................................. 9
7. TERAPI.................................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI......................................................................................... 10
2. EPIDEMIOLOGI........................................................................... 10
3. ANATOMI .................................................................................... 11
4. ETIOPATOGENESIS DAN KLASIFIKASI ................................. 12
5. DIAGNOSA ................................................................................... 15
8. PENATALAKSANAAN……………………………………...... 19
9. KOMPLIKASI……………………………………...................... 20
11. DISKUSI……………………………………......................... 21
III. KESIMPULAN ……………………………………...................... 23

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 24

3
BAB I
PENDAHULUAN

Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila


dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya.Umumnya diklasifikasikan ke dalam
lima bentuk : kongenital atau displastik, isthmus, degeneratif, traumatik, dan patologis.1
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Kira-kira 82% kasus
isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) 2 kali
lebih sering terjadi pada perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja.1
Etiologi spondylolisthesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada
spondylolisthesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan
kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.2
Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran
dan usia pasien. Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran (slippage), meskipun
sangat berkaitan dengan instabilitas segmental yang terjadi. Pasien dengan spondylolisthesis
degeneratif biasanya pada orang tua dan muncul dengan nyeri tulang belakang (back pain),
radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau gabungan beberapa gejala tersebut. 2
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologis. Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Pada
banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien
diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal
position). 2

4
KASUS PENDERITA

1. Identitas Pasien
Nama : Ny. O
Umur : 55 tahun
No. Rekam Medik : 005602
Alamat : BTN Delta Blok E8
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status perkawinan : Kawin
Ruang Perawatan : Poli Interna RSUH
Tanggal Pemeriksaan : 11 Juli 2019

2. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri pinggang

Riwayat Penyakit sekarang :


keluhan nyeri pinggang ± 3 bulan yang lalu dan memberat 3 minggu terakhir, nyeri
dirasakan menjalar pada bokong, kedua paha hingga lutut, nyeri memberat saat
beraktivitas berat.

Riwayat penyakit terdahulu :


- Trauma ± 1 tahun lalu (jatuh posisi duduk di kamar mandi)
- Keluhan nyeri pinggang 5 bulan terakhir
- DM (-)
- Hipertensi (-)

3. Pemeriksaan Fisis
Status Generalis :
Sakit sedang/Gizi cukup/Composmentis (E4M6V5)
Status Vitalis :
Tekanan Darah : 130/90 mmHg

5
Nadi : 90x/ menit
Pernapasan : 20x/ menit
Suhu : 36.5 ˚C (axilla)

Kepala : Normocephal, mesocephal, rambut hitam, sulit


dicabut
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada

Leher : Nyeri tekan tidak ada.Tidak ada pembesaran kelenjar limfe

a. Thorax
Inspeksi : Pergerakan hemithorax simestris kanan dan kiri
Palpasi : Vocal fremitus normal pada paru kanan dan kiri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Ronkhi -/-, wheezing -/-

b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan atas jantung ICS II Dextra
Batas kiri atas jantung ICS II Sinistra
Batas kiri bawah jantung ICS V line midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler

c. Abdomen
Inspeksi : Datar ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani, unduluas (-)
Lain-lain : Asites (-)

6
d. Punggung
Inspeksi : normal, massa (-)
Palpasi : nyeri (-/+), massa (-)

e. Ekstremitas
Inspeksi : Odem (-), sianosis (-), pucat (-), ulkus (-)
Palpasi : Akral hangat (-), nyeri (+/-), massa (-), odem (-)

f. Status Lokalis :
Look : Deformitas (-), Sweeling (-), Hematoma (-). Tidak terdapat luka robek
Feel : Gibbus (-), Nyeri tekan (+) pada lumbal

4. Laboratorium : alam batas normal

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


6 3
RBC 4.86 x 10 4 -6 x 10 /uL
HB 13 12 -16 g/dL
HCT 42.0 37 – 48%
MCV 87 Fl 80 – 97 fL
MCH 29 26.5 – 33.5 pg
MCHC 33 31.5 – 35 g/dL
3 3
PLT 181 x 10 140 x 400 10 /uL
APTT 29,4 22 – 33 detik
GDS 147 140 mg/dL
UREUM 26 10 – 50 mg/dL
KREATININ 0.20 L: <1.3 mg/dL
SGOT 22 <38 U/L

7
5. Radiologi

Pemeriksaan foto lumbosacral AP/Lateral (11 Juli 2019)

Hasil pemeriksaan :
- Alignment columna vertebra lumbalis berubah, tampak listhesis CV L4 terhadap
L5 kearah posterior < 25% cm disertai penyempitan discus pada level tersebut
- Tampak osteofit pada aspek anterior lateral CV L1-L5
- Densitas tulang baik
- Discus dan foramen intervertebralis lainnya baik
- Jaringan lunak untuk paravertebra kesan baik

Kesan :
o Spondylolisthesis CV L4 terhadap L5 kearah posterior grade I ( menurut
Meyerding)
o Spondylosis lumbalis

8
Resume Klinis

Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang ± 5 bulan yang lalu dan memberat 1
bulan terakhir, nyeri dirasakan menjalar pada bokong, kedua paha hingga lutut, nyeri
memberat saat beraktivitas. Riwayat penyakit terdahulu : Keluhan nyeri pinggang ± 10
tahun, DM (-), Hipertensi (-)
Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 140/90 mmHg, nadi : 90x/
menit , pernapasan: 20x/ menit, suhu : 36.5 ˚C (axilla). Thoraks, Jantung, abdomen
dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokasis Nyeri tekan (+) pada lumbal
Pada hasil pemeriksaan radiologi didapatkan spondylolisthesis CV L4 terhadap L5
kearah posterior grade I ( menurut Meyerding), dan Spondylosis lumbalis.

6. Diagnosis : LBP
7. Terapi
- Edukasi agar pasien mengurangi aktivitas fisik
- Analgetik : Natrium diclofenak
- Diarahkan untuk penggunaan penyangga atau brace

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata “spondylo” yang
berarti tulang belakang (vertebra) dan “listhesis” yang berarti bergeser.4 Spondilolistesis adalah
suatu pergeseran korpus vertebrae (biasanya kedepan) terhadap korpus vertebra yang terletak
dibawahnya.

Gambar 1. Parts Interartikularis, spondilosis, spondilolisthesis

2.2 Epidemiologi
Spondylolisthesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Karena gejala yang
diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai dengan nyeri pada bagian
belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai. Sering penderita mengalami perasaan
tidak nyaman dalam bentuk spasme otot, kelemahan, dan ketegangan otot betis (hamstring
muscle). 6
Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat predisposisi
kongenital dalam terjadinya spondilolisthesis dengan prevalensi sekitar 69% pada anggota
keluarga yang terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga berhubungan dengan meningkatnya
insidensi spina bifida sacralis
Kira-kira 82% kasus isthmic spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3% terjadi di L4-L5.
Kelainan kongenital, seperti spina bifida occulta berkaitan dengan munculnya isthmic
spondylolisthesis.3

10
Degenerative spondylolisthesis lebih sering terjadi seiring bertambahnya usia. Vertebrae
L4-L5 terkena 6-10 kali lebih sering dibanding lokasi lainnya. Sakralisasi L5 sering terlihat pada
degenerative spondylolisthesis L4-L5. Tipe ini biasanya muncul 5 kali lebih sering pada wanita
dibanding pria, dan sering pada usia lebih dari 40 tahun.
Spondylolisthesis kongenital (tipe displastik) terjadi 2 kali lebih sering terjadi pada
perempuan dengan permulaan gejala muncul pada usia remaja. Tipe ini biasanya terjadi sekitar
14-21% dari semua kasus spondylolisthesis

2.3 Anatomi Colomna Vertebralis

Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang memungkinkan untuk
bergerak. Columna vertebralis terbentang dari cranium sampai ujung os coccygis. Kolumna
vertebralis melindungi medulla spinalis, menyangga berat tubuh, dan merupakan sumbu bagi
tubuh yang untuk sebagian kaku dan untuk sebagian lentur, serta berfungsi sebagai poros untuk
kepala berputar.3
Kolumna vertebralis terdiri dari 33 vertebra yang teratur dalam 5 daerah, tetapi hanya 24
dari jumlah tersebut ( 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thorakalis, dan 5 vertebra lumbalis) yang
dapat digerakan pada orang dewasa. Pada orang dewasa ke lima vertebra sacralis melebur untuk
membentuk os sacrum dan keempat vertebra coccygea melebur untuk membentuk os coccygis.

Gambar 2. Anatomi Vertebra3

11
Corpus vertebrae adalah bagian ventral yang memberi kekuatan pada kolumna vertebralis
dan menanggung berat tubuh. Corpus vertebrae terutama dari vertebra thorakalis IV ke kaudal
berangsur bertambah besar supaya dapat memikul beban yang makin berat. Foramen vertebrale
berurutan pada kolumna vertebralis yang utuh membentuk canalis vertebralis yang berisi
medulla spinalis, meningens, jaringan lemak, akar saraf dan pembuluh darah. 3
Sendi-sendi kolumna vertebralis terdiri dari sendi-sendi korpus vertebralis, sendi-sendi
arcus vertebralis, sendi kraniovertebralis, sendi kostovertebralis dan sendi sacro-iliaca. Sendi
korpus vertebralis termasuk jenis sendi kondral (simfisis) yang dirancang untuk menangguang
beban dan kekuatan. Permukaan vertebra-vertebra berdekatan yang bersendi memperoleh
hubungan melalui sebuah discus dan ligamentum.Setiap discus intervertebralis terdiri dari
annulus fibrosus yang terbentuk dari lamel-lamel fibrokartilago yang teratur konsentris
mengelilingi nucleus pulposus yang berkonsistensi jeli.Antara vertebra servikalis I (atlas) dan II
(axis) tidak terdapat diskus intervertebralis. Ketebalan diskus intervertebralis di berbagai daerah
berbeda satu dari yang lain; diskus intervertebralis yan paling tebal terdapat di daerah lumbal
dan yang paling tipis di daerah torakal sebelah kranial. 3

Gambar 3. Anatomi Vertebra 3

2.4 Etiopatogenesis dan Klasifikasi

Etiologi spondylolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada


spondilolistesis tipe 1 dan 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/ tekanan
konsentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.
Terdapat 5 tipe utama spondilolistesis :4

12
• Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik (kongenital) dan terjadi akibat kelainan
kongenital. Biasanya pada permukaan sacral superior dan permukaan L5 inferior atau
keduanya dengan pergeseran vertebra L5. 5
• Tipe II, istmhik atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau pars
interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada individu di
bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang,
keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan
dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis. Tipe II dibagi dalam
tiga subkategori :3
• Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolistesis dan
umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktur rekuren yang disebabkan oleh hiperekstensi.
Juga disebut dengan stress fraktur pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-
laki. 5
• Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis. Meskipun
demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap intak, akan tetapi
meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru.
• Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars
interartikularis. Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan
ini.
• Tipe III, merupakan spondilolistesis degenerative (pseudospondilotisthesis),
dan terjadi sebagai akibat degenerasi permukaan sendi vertebra. Perubahan pada
permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke
belakang. Tipe spondilolistesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III,
spondilolistesis degenerative pergeseran vertebra tidak melebihi 30 %.
• Tipe IV, spondilolistesis traumatic, berhubungan dengan fraktur akut pada elemen
posterior (pedikel, lamina atau permukaan/ facet) dibandingkan dengan fraktur pada
bagian pars interartikularis. Pada fraktur lamina defek pada tulang umumnya terjadi akibat
tekanan berlebihan pada arkus lamina. Tekanan berlebihan posisi berdiri ataupun aktivitas
yang menggunakan penyangga punggung. 5
• Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder
akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya.

13
Gambar 4. Klasifikasi Wiltse-Newman
Grading
Spondylolisthesis diukur dan didiagnosis dengan metode Meyerding. Diameter
anteroposterior dari permukaan superior corpus vertebra inferior dibagi menjadi empat bagian
yang sama dan dinilai sebagai grade I, II, III dan IV yang masing-masing ditetapkan untuk
pergeseran dari satu, dua, tiga dan empat pada vertebra superior.7 Tingkat keparahan
spondylolisthesis dinilai atas dasar persentase pergeseran relative satu vertebra terhadap vertebra
dibawahnya: grade I bergeser hingga 25%; grade II, bergeser 26% sampai 50%; grade III,
bergeser 51% sampai 75%; grade IV, bergeser 76% sampai 100%; dan grade V, bergeser > 100%
(spondyloptosis)4,5,8. Mayoritas (75%) kasus spondylolisthesis adalah grade I, dan 20% adalah
grade II

14
Gambar 5. Grade Spondylolisthesis berdasarkan klasifikasi Meyerding

2.7 Diagnosa

Diagnosis ditegakan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


radiologis.
• Gambaran Klinis
Gambaran klinis spondylolisthesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran
dan usia pasien. Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas
yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri yang spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot
hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti subluksasi vertebra. Keadaan umum
pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakir
atau kondisi lainnya.10,11 Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi
bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa:10
- Terbatasnya pergerakan tulang belakang.
- Kekakuan otot hamstring
- Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
- Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.
- Hiperkifosis lumbosacral junction.
- Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
- Kesulitan berjalan

15
• Pemeriksaan Fisik
Postur pasien biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan. Dengan
subluksasio berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang belakang berkurang
karena nyeri dan terdapatnya spasme otot. Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering
dijumpai. Pada banyak pasien, lokalisasi nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila
pasien diletakkan pada posisi lateral dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus.
Defek dapat diketahui pada posisi tersebut. Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan
spondilolistesis biasanya negatif. Fungsi berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada
pasien dengan sindrom cauda equine yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.10

• Pemeriksaan Radiologis
Foto polos vertebra merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam diagnosis spondilosis
atau spondilolistesis. Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standard dan posisi
lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Posisi lateral pada
lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu dalam
mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada posisi tersebut
dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri. Pergeseran sering ke anterior dari L4
terhadap L5 dan jarang pada L5 terhadap S1 atau L3 terhadap L4 yang hadir dengan neural arch
yang intake. Defek pars interarticularis (gambaran Scottie dog dengan collar) yang dapat dilihat
pada lateral atau bilateral oblique dapat membantu membedakan antara spondylolisthesis
degenerative dengan spondylolisthesis isthmic. Karena pada spondylolisthesis degenerative
neural arch masih tampak intake, prosesus spinosus dan corpus vertebral bergerak maju.
Menyebabkan mal alignment dari prosesus spinosus, yang dapat diidentifikasi pada radiografi
lateral. Temuan tambahan biasanya konsisten dengan proses degeneratif, termasuk penyempitan
ruang diskus, vacuum sign, sclerosis endplate, peridiscal osteofit, facet sclerosis dan hipertrofi.
Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti bone scan atau CT scan dibutuhkan
untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada pars interartikularis sangat mudah
terlihat dengan CT scan. Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi
stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan
positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak
mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitive akan terjadi. CT scan dapat

16
menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi MRI sekarang lebih sering
digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan
lunak (diskus, kanal dan anatomi serabut saraf ) lebih baik dibandingkan dengan foto polos. 5

Gambar 6. MRI Spondilolisthesis

Gambar 7 Grade Spondilolisthesis, gambaran radiologi

17
Gambar 8. Foto Rontgen Lumbosakral lateral dengan spondilolisthesis L4 terhadap L5

Gambar 9. Inverted Napoleon Hat Sign."hat" terlihat pada tampilan frontal (panah
biru) dan hampir selalu menunjukkan spondylolisthesis ditandai L5 pada S1. Pandangan lateral
pada acara L5 (blue arrow) tergelincir 100% maju pada sakrum (panah putih)

Inverted Napoleon hat sign adalah tanda radiologis yang terlihat pada frontal panggul
atau lumbar pada tingkat vertebra lumbalis 5 dan sakrum. Hal ini terlihat ketika terdapat
spondylolysis bilateral dengan anterolisthesis ekstrim L5 padaS1 atau ditandai dari lordosis yang
normal di persimpangan lumbosakral."Brim" topi dibentuk oleh rotasi ke bawah dari proses

18
transversus, "Dome" topi adalah tubuh L5. Spondylolysis ini lebih sering bawaan dan / atau
trauma dan kurang sering akibat degeneratif.

Gambar 10. Spondilosis (fraktur pars interartikularis) dan spondylolisthesis

Gambar 11. Degeneratif spondilolisthesis (pseudospondilolisthesis). Ditemukan adanya


anterolisthesis L5 terhadap S1 tanpa adanya defek pada pars interartikularis.

2.8 Penatalaksanaan

Terapi pada spondilolistesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu operatif dan non
operatif tergantung dari usia pasien, tipe subluksasi dan gejala yang dialami oleh pasien. Tujuan
dari terapi adalah menghilangkan nyeri yang dirasakan pasien dan memperkuat serta stabilisasi
vertebra. Prinsip terapi pada spondilolistesis adalah apabila spondilolistesis yang ringan tanpa
gejala, tidak diperlukan terapi tertentu. Apabila muncul gejala yang masih ringan, terapinya
biasanya diberikan latihan agar tidak terjadi kekakuan vertebra dan penggunaan brace untuk

19
stabilisasi vertebra. Namun, jika gejala yang timbul berat dan lebih penting lagi apabila sampai
mengganggu aktivitas pasien, maka operasi menjadi pilihan terbaik.6
a. Konservatif (Non operatif)
Terapi konservatif terdiri dari istirahat (rest), penyangga eksternal ke bagian vertebra yang
terkena defek, terapi medikamentosa dan fisioterapi. Penyangga eksternal biasanya
menggunakan brace.

b. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat simtomatis yang
tidak berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana gejalanya menyebabkan suatu
disabilitas.

Gambar 12. Gambaran radiologi sebelum dan sesudah pembedahan arthrodesis (fusi)

2.9 Komplikasi

Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan pada saraf
spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang membutuhkan penanganan dengan
pembedahan untuk menstabilkan spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root
injury (<1%), kebocoran LCS (2-10 %), kegagalan melakukan fusi (5-25 %), infeksi dan
perdarahan dari prosedur pembedahan (1-5 %). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk menderita spondilolistesis isthmic atau kongenital yang lebih progresif.
Radiografi serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui
perkembangan pasien ini. 6

20
DISKUSI
Diagnosis spondylolisthesis dalam kasus ini ditegakan berdasarkan anamesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi.
Dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien seorang wanita berusia 55 tahun dengan
keluhan nyeri pinggang bawah dan dirasakan memberat 3 minggu belakangan. Keluhan nyeri
dirasakan terutama saat aktivitas dan memiliki riwayat trauma (jatuh di kamar mandi dalam
posisi duduk). Menurut kepustakaan spondylolisthesis merupakan kasus yang sering terjadi
seiring bertambhnya usia pada orang dewasa dengan angka kejadian 5,4% dan spondylolisthesis
degeneratif jarang di bawah usia 40 tahun dan Pasien dengan spondylolisthesis degeneratif
biasanya pada orang tua dan muncul dengan gejala khas nyeri punggung (back pain) pada regio
yang terkena dan menjalar di bagian bokong dan paha, dan dapat berkembang sciatica pada satu
sisi. Selain itu salah satu faktor risiko yang mencetuskan terjadinya spondylolisthesis adalah
trauma yang mengakibatkan retaknya tulang belakang sehingga salah satu tulang bergeser maju
sehingga berdampak pada nyeri pada tulang belakang (LBP)
Pada pemeriksaan fisik pasien dan status lokalis pada daerah tulang belakang, postur
kesan normal dan tidak ditemukan adanya kelainan, status lokalis nyeri tekan lumbal (+).
Menurut kepustakaan Postur pasien dengan spondylolisthesis biasanya normal, bilamana
subluksasio yang terjadi bersifat ringan dan apabila subluksasio yang terjadi berat, terdapat
gangguan bentuk postur, pergerakan tulang belakang berkurang karena nyeri dan terdapatnya
spasme otot. Nyeri tampak pada beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana lesi mulai
timbul.
Pada pemeriksaan radiologi foto lumbosacral AP/Lateral ditemukan tampak listhesis CV
L4 terhadap L5 < 25 % disertai penyempitan discus pada level tersebut dengan kesan
spondylolisthesis CV L4 terhadap L5 kearah posterior grade I ( menurut Meyerding). Menurut
kepustakaan Foto polos vertebra merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam diagnosis
spondilosis atau spondilolistesis. Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standard
dan posisi lateral persendian lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis. Pada
proyeksi lateral dari pergeseran ke anterior dari L4 terhadap L5 dan jarang pada L5 terhadap S1
atau L3 terhadap L4 yang hadir dengan neural arch yang intake. Defek pars interarticularis
(gambaran Scottie dog dengan collar) yang dapat dilihat pada lateral atau bilateral oblique dapat
membantu membedakan antara spondylolisthesis degenerative dengan spondylolisthesis isthmic.

21
Karena pada spondylolisthesis degenerative neural arch masih tampak intake, prosesus spinosus
dan corpus vertebral bergerak maju. Menyebabkan mal alignment dari prosesus spinosus, yang
dapat diidentifikasi pada radiografi lateral. Temuan tambahan biasanya konsisten dengan proses
degeneratif, termasuk penyempitan ruang diskus, vacuum sign, sclerosis endplate, peridiscal
osteofit, facet sclerosis dan hipertrofi.
Tatalaksana pada pasien dalam kasus berupa konservatif dan medikamentosa berupa
istirahat, pereda nyeri natrium diclofenak dan di arahkan untuk penggunaan penyannga atau
brace. Menurut kepustakaan terapi pada spondilolistesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
operatif dan non operatif, tergantung dari tipe subluksasi dan gejala yang dialami oleh pasien.
Tujuan dari terapi adalah menghilangkan nyeri yang dirasakan pasien dan memperkuat serta
stabilisasi vertebra. Prinsip terapi pada spondilolistesis adalah apabila spondilolistesis yang
ringan tanpa gejala, tidak diperlukan terapi tertentu.

Kesimpulan :
1. Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus vertebra bila
dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Terdapat lima tipe utama
spondylolisthesis yaitu tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital),
tipe II isthmic atau spondilolitik, tipe III merupakan spondylolisthesis degenerative, tipe
IV spondylolisthesis traumatic, tipe V spondylolisthesis patologik. Adapun Sistem
pembagian/grading untuk spondylolisthesis yang umum dipakai adalah sistem grading
Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran.
2. Manifestasi klinis yang ditemukan berupa LBP terutama saat beraktifitas dan nyeri tekan
pada bagian yang terkena
3. Tatalaksana spondylolisthesis tergantung grading dan berupa istirahat (rest), penyangga
eksternal ke bagian vertebra yang terkena defek, terapi medikamentosa dan fisioterapi
serta intervensi bedah pada kasus berat.

22
BAB III
KESIMPULAN

Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran ke depan satu korpus vertebra bila


dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Kira-kira 82% kasus isthmic
spondylolisthesis terjadi di L5-S1. 11.3% terjadi di L4-L5. Terdapat lima tipe utama
spondylolisthesis yaitu tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital), tipe II
isthmic atau spondilolitik, tipe III merupakan spondylolisthesis degenerative, tipe IV
spondylolisthesis traumatic, tipe V spondylolisthesis patologik. Progresifitas listesis pada
individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologis. Penatalaksanaan spondylolisthesis dibagi menjadi terapi konservatif dan terapi bedah
tergantung grading.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Sistem Muskuloskeletal.In : Buku Ajar Ilmu Bedah. 4nd ed.
Jakarta : EGC; 2017. p. 835.
2. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System. Williams
&Wilkins : USA; 1999.
3. Moore KL, Agur AMR. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates : Jakarta; 2002.
4. Serena S. Hu, MD, Clifford B. Tribus, MD, Mohammad Diab, MD, and Alexander J.
Ghanayem, MD. (2008). Spondylolisthesis and Spondylolysis. J Bone Joint Surg Am.
90:656-71
5. Marcos Antonio Tebet (2014). Update Article. Current concepts on the sagittal balance
and classification of spondylolysis and spondylolisthesis. Rev Bras Ortop. 49(1):3-12.
6. Patrick J. Denard, MD, Kathleen F. Holton, MPH, Jessica Miller, BS, Howard A. Fink,
MD, MPH, Deborah M. Kado, MD, MS, Jung U. Yoo, MD, and Lynn M. Marshall, ScD.
(2010). Lumbar spondylolisthesis among elderly men: prevalence, correlates and
progression. Spine (Phila Pa 1976). May 1; 35(10): 1072–1078.
7. Leonid Kalichman, David J. Hunter (2008). Diagnosis and conservative management of
degenerative lumbar spondylolisthesis. Eur Spine J. 17:327–335.
8. P Niggemann, MD, J Kuchta, MD, D Grosskurth, MD, H K Beyer, MD, J Hoeffer and K
SDelank, MD. (2012). Spondylolysis and isthmic spondylolisthesis: impact of vertebral
hypoplasia on the use of the Meyerding classification. British Journal of Radiology, 85,
358–362.
9. Leonid Kalichman, DH Kim, L Li, dkk. (2009). Spondylolysis and spondylolisthesis:
Prevalence and association with low back pain in the adult community-based population.
Spine; 34:199–205. [PubMed:19139672].
10. Malcolm H. Pope and Francis Smith (2006). Spondylolysis, Spondylolisthesis and
Degenerative Spondylolisthesis: Biomechanics of Spondylolysis and Spondylolisthesis.
Lippincott, Philadelphia, pp 11-20.
11. Venu M. Nemani, Han Jo Kim, and Matthew E. Cunningham (2015). Anatomy and
Biomechanics Relevant to Spondylolisthesis. In: A.L. Wollowick and V. Sarwahi (eds.)
Spondylolisthesis: Diagnosis, Non-Surgical 17 Management, and Surgical Techniques,
Springer Science+Business Media New York, pp 17-24.

24
12. Vokshoor A, Keenan MAE. Spondylolisthesis, Spondylolysis, and Spondylosis.
Available at:
:http://emedicine.medscape.com/article/1266860-overview. Accessed on Juli, 17rd 2019.

25

Anda mungkin juga menyukai