Anda di halaman 1dari 31

PERKEMBANGAN EMOSI REMAJA

Disusun oleh :
Wahyu (06081281823021)
Karenina Rizka A (0608118182315)
Khofifah Indah Sari (06081181823005)
Mia Inta Rizki (06081181823009)
Olvia Putri Maharani (06081181823010)
Rizma Elfariana (06081181823012)
Siti Aisyah (06081281823025)
Tri Melinia (06081181823016)

Dosen Pengampu :
Dra. Indaryanti, M.Pd.
Zuli Nuraeni, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan cita–


cita bangsa. Harapan dan masa depan bangsa merupakan tanggung jawab remaja.
Oleh karena itu masyarakat sangat mendambakan sosok remaja yang mampu
mengembangkan potensi dirinya atau -tugas perkembangannya (menyangkut aspek
fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual). Sehubungan dengan aspek
perkembangan remaja, pada saat mencapai tugas ini ditemukan banyak
permasalahan emosional remaja berupa gejala-gejala tekanan perasaan, frustrasi,
atau konflik internal maupun konflik eksternal pada diri individu.

Konflik-konflik internal maupun konflik-konflik eksternal ini telah


ditemukan dan melanda individu yang masih dalam proses perkembangannya.
Sejalan dengan pendapat Syamsu Yusuf (2003) bahwa remaja (siswa Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama dan siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) adalah siswa
yang sedang berada dalam proses berkembang ke arah kematangan. Namun dalam
menjalani proses perkembangan ini, tidak semua remaja dapat mencapainya secara
mulus. Di antara para remaja masih banyak yang mengalami masalah, yaitu remaja
yang menampilkan sikap dan perilaku menyimpang, tidak wajar dan bahkan a-
moral, seperti: membolos dari sekolah, tawuran, tindak kriminal, mengkonsumsi
minuman keras (miras), menjadi pecandu Napza, dan free sex (berhubungan
sebadan sebelum nikah).

Perkembangan dewasa ini mengindikasikan berbagai permasalahan


emosional remaja disebabkan oleh dampak kasus dalam keluarga atau lingkungan
sekitar remaja, diantaranya ketidakharmonisan anatara anggaota keluarga
perselisihan dengan teman sebaya dan lain-lain. Permasalahan emosional remaja
yang muncul ialah perilaku-perilaku agresif, impulsif, mengalami gangguan
perhatian seperti kurang konsentrasi, kecemasan, kehilangan harapan-harapan, dan
hal-hal lainnya.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Emosi

Berbagai definisi tentang emosi dikemukakan oleh para ahli psikologi.


Secara sederhana dapat dikatakan bahwa emosi adalah suatu keadaan kejiwaan
yang mewarnai tingkah laku. Emosi dapat juga diartikan sebagai suatu reaksi
psikologis yang ditampilkan dalam bentuk tingkah laku gembira, bahagia, sedih,
berani, takut, marah, muak, haru, cinta dan sejenisnya. Biasanya emosi muncul
dalam bentuk luapan perasaan dan surut dalam waktu yang singkat. Hathersall
(1985), merumuskan pengertian emosi sebagai situasi psikolgis yang merupakan
pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Misalnya
seorang remaja yang sedang marah memperlihatkan muka merah, wajah seram, dan
postur tubuh menegang, bertingkah laku menendang atau menyerang, serta jantung
berdenyut cepat.

Selanjutnya Keleinginna and Kelenginna (1981), berpendapat bahwa emosi


seringkali berhubungan dengan tujuan tingkah laku. Emosi sering didefinisikan
dalam istilah perasaan (feeling); misalnya pengalaman-pengalaman afektif,
kenikmatan atau ketidaknikmatan, marah, takut, bahagia, sedih dan jijik.
Ditambahkannya bahwa emosi sering berhubungan dengan ekpresi tingkah laku
seperti senyum, membelalak, dan lain-lain, juga sering berhubungan dengan
responrespon fisiologis seperti sakit kepala, berkeringat dan mau buang air.

Apabila kita ingin memahami lebih lanjut tentag apa yang dimaksud dengan
emosi, kita dapat melihat contoh-contoh emosi pada diri kita masing-masing.
Dalam hal ini misalnya kita dapat membuat pernyataan yang dapat menunjukkan
bahwa yang dimaksudkan itu adalah emosi, seperti: “saya sedang ………”.
“…………..” sangat dalam).
2.1.1 Pengertian Emosi Remaja

Untuk menjelaskan tentang emosi remaja terlebih dahulu kita bahas


mengenai pengertian remaja, karena antara emosi dan remaja berkaitan erat.
Berbagai kajian dan ahli banyak mendefinisikan tentang remaja berdaasarkan
keilmuan dan sudut pandang yang berbeda, menurut Piaget (121) dalam Elizabeth
B. Hurlock (206), Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa
dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang
sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat
(dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa
puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok. Transformasi
intelektual yang khas dari cara berfikir remaja ini memungkinkannya untuk
mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa, yang kenyataannya
merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.

Muhammad Ali dan Muhammad Asrori(2004;18) mengatakan bahwa


remaja pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali
ingin mencoba-coba, mengkhayal, dan merasa gelisah, serta berani melakukan
pertentangan jika dirinya disepelekan atau tidak “ dianggap “ untuk itu mereka
sangat memerlukan keteladan, konsistensi, komunikasi yang tulus dan empatik dari
orang dewasa.

Dari pendapat diatas termuat beberapa aspek emosi, yang selanjutnya akan
kita paparkan pengertiannya dengan merujuk pendapat beberapa ahli. Soegarda
Poerbakawatja (1982) dalam Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2004; 62-63)
menyatakan bahwa emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang
mennyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya
mengandung kemungkinan untuk meletus. Respon demikian terjadi baik terhadap
perangsang-perangsang eksternal maupun internal.
Pada dasarnya emosi memiliki beberapa bentuk seperti yang diungkapkan
Daniel Goleman (dalam Asrori ; 2005), mengidentifikasi sejumlah kelompok
emosi, antara lain :

1. Amarah; didalamnya meliputi beringas, mengamuk, benci, marah besar,


tersingung, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung

2. Bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis.

3. Kesedihan; didalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis,


mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.

4. Rasa takut; didalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, was-was,


perasaan takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panic, fobia.

5. Kenikmatan; didalamnya meliputi bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang,


terhibur, bangga, kenikmatan inderawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi,
girang, senang sekali, dan mania. Semua orang memiliki bentuk emosi
tersebut,yang membedakan hanya pada dominan atau tidaknya emosi itu
menguasai, menetap dan bergejolak pada dirinya.

2.2 Jenis Dan Ciri-Ciri Emosi

2.2.1 Jenis Emosi

Crider dan kawan-kawan (1983) mengemukakan dua jenis emosi, yaitu


emosi positif dan emosi negati. Emosi positif misalnya gembira, bahagia, saying,
cinta dan berani. Emosi negatif misalnya rasa benci, takut, marah, geram, dan lain-
lain. Emosi negatif merupakan reaksi ketidakpuasan dan emosi positif merupakan
reaksi kepuasan terhadap terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan remaja seperti
telah diuraikan sebelumnya.

Apabila kebutuhan itu terpuaskan, maka remaja merasa senang, bahagia,


dan gembira, sebaliknya apabila tidak terpuaskan mereka menjadi kecewa, marah,
cemas, takut dan sedih. Emosi positif adalah emosi yang perlu dipupuk dan
dikembangkan, sementara itu emosi negative hendaklah diminimalkan atau
dikendalikan sehingga ekpresinya tidak meledak-ledak.

Luella Cole (1963) mengemukakan bahwa ada tiga jenis emosi yang
menonjol pada periode remaja, yaitu:

a. Emosi marah

Emosi marah lebih mudah timbul apabila dibandingkan dengan emosi


lainnya dalam kehidupan remaja. Penyebab timbulnya emosi marah pada remaja
ialah apabila mereka direndahkan, dipermalukan, dihina atau dipojokkan di
hadapan kawan-kawannya. Remaja yang sudah cukup matang menunjukkan rasa
marahnya tidak lagi dengan berkelahi seperti pada masa kanak-kanak sebelumnya,
tetapi lebih memilih menggerutu, mencaci atau dalam bentuk ungkapan verbal
lainnya.

Kadang-kadang juga remaja melakukan tindakan kekerasan dalam


melampiaskan emosi marah, meskipun mereka berusaha menekan keinginan untuk
bertingkah laku seperti itu. Pada dasarnya remaja cenderung mengganti emosi
kekanak-kanakan mereka dengan cara yang lebih sopan, misalnya dengan cara
diam, mogok kerja, pergi keluyuran keluar rumah, dan melakukan latihan fisik yang
keras sebagai cara pelahiran emosi marah mereka.

b. Emosi takut

Jenis emosi lain yang sering muncul pada diri remaja adalah emosi takut.
Ketakutan tersebut banyak menyangkut dengan ujian yang akan diikuti, sakit,
kekurangan uang, rendahnya prestasi, tidak dapat pekerjaan atau kehilangan
pekerjaan, keluarga yang kurang harmonis, tidak popular di mata lawan jenis, tidak
dapat pacar, memikirkan kondisi fisik yang tidak seperti diharapkan. Ketakuatan
lain adalah kesepian, kehilangan pegangan agama, peribahan fisik, pengalaman
seksual seperti onani dan masturbasi, selalu berkhayal, menemui kegagalan belajar
di sekolah atau karier, berbeda dengan teman sebaya, takut terpengaruh teman yang
kurang baik, diejek dan sebagainya (Luella Cole, 1963; Dusek, J.B, 1970).

Medinus, GR. Jonson, R.C, 1970). Menurut Luella Cole (1963), ketakutan
yang dialami selama masa remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1) Ketakutan terhadap masalah atas sikap orang tua yang tidak adil dan cenderung
menolak di dalam keluarga.

2) Ketakutan terhadap masalah mendapatkan status baik dalam kelompok sebaya


maupun dalam keluarga.

3) Ketakutan terhadap masalah penyesuaian pendidikan atau pilihan pendidikan


yang sesuai dengan kemampuan dan cita-cita.

4) Ketakutan terhadap masalah pilihan jabatan yang sesuai dengan kemampuan dan
keinginan.

5) Ketakutan terhadap masalah-masalah seks.

6) Ketakutan terhadap ancaman terhadap keberadaan diri.

Pada saat akhir masa remaja dan saat memasuki perkembangan dewasa
awal, ketakutan atau kecemasan yang baru muncul adalah menyangkut masalah
keuangan, pekerjaan, kemunduran usaha, pendirian/pandangan politik,
kepercayaan/agama, perkainan dan leuarga. Remaja yang

sudah matang akan berusaha untuk mengatasi maslah-masalah yang menimbulkan


rasa takutnya.

c. Emosi cinta

Jenis emosi ketiga yang menonjol pada diri remaja adalah emosi cinta.
Emosi ini telah ada semenjak masa bayi dan terus berkembang sampai dewasa.
Sedangkan pada masa remaja rasa cinta diarahkan pada lawan jenis. Pada masa bayi
rasa cinta diarahkan pada orang tua terutama kepada kepada ibu. Pada masa kanak-
kanak (3-5 tahun) rasa cinta diarahkan pada orang tua yang berbeda jenis kelamin,
misalnya anak laki-laki akan jatuh cinta pada ibu dan anak perempuan pada ayah.
Pada masa remaja arah dan objek cinta itu berubah yaitu terhadap teman sebaya
yang berlawanan jenis.

Menurut Luella Cole, ada kecenderungan remaja wanita tertarik terhadap


sesama jenis berlangsung dalam waktu yang lama. Keadaan ini terlihat dari sikap
saying berlebihan kepada sesama wanita. Sering juga perasaan seperti ini
berkembang menjadi ketertarikan yang kuat pada wanita yang lebih tua. Oleh
karena itu dapat terjadi apabila ibu guru di SMU menjadi objek kasih sayang yang
berlebihan dari para siswinya. Remaja wanita yang keranjingan pada guru wanita
ini biasanya adalah remaja yang terisolir dan hanya memiliki hubungan yang erat
dengan sesama jenis. Remaja wanita seperti ini hubungannya terbatas sekali dengan
remaja pria yang dirasakannya sangat berbeda dengan dirinya yaitu kurang lembut
atau cenderung kasar.

Gadis seperti ini kurang mampu menimbulkan minat cinta pada pria.
Apabila mereka memiliki kemampuan belajar yang cukup tinggi dan kerjanya gesit,
ia akan bertambah saying pada guru wanitanya karena dia merasa guru tersebut
dapat memahami perasaan dan pikirannya. Gurupun tertarik padanya karena dia
anak yang pandai, dan apabila gurunya juga menyayangi secara berlebihan , akan
dapat berakibat negatif pada krisi perkembangan emosi cinta yang lebih buruk.

Dari pendapat Luella Cole (1963); Dusek (1970), Berzonsky (1981), dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa situasi yang mendorong remaja putri untuk
menyayangi wanita yang lebih tua dari dirinya secara berlebihan, yaitu:

1) Wanita tersebut dirasakan dapat membantu mengatasi kesulitan yang


dihadapinya.

2) Wanita itu dapat dijadikan sebagai pengganti ibunya, apabila ia jauh dari ibunya
yang dijadikan figur atau kehilangan kasih sayang dari ibunya mungkin karena
perceraian atau meninggal.

3) Wanita tersebut dirasakan sangat menyayanginya, dan ia berasal dari keluarga


yang menolak dirinya.
4) Karena tidak popular di antara teman pria, merasa sangat malu dan takut kepada
teman pria, atau mempunyai pengalaman yang menyakitkan dengan pria.

Remaja wanita yang mengalami hal-hal seperti di atas menjadikan guru


wanita yang lebih tua dari dirinya menjadi objek cintanya, sebagai pengganti dari
kekurangmampuannya dalam mengadakan penyesuaian social dengan lawan jenis.
Remaja wanita yang mengalami perkembangan perasaan cinta yang normal adalah
jika remaja mengarahkan rasa cintanya kepada pemuda sesama remaja.

Demikian juga dengan remaja pria punya cinta normal mengarahkan


cintanya kepada seorang gadis. Remaja pria yang dalam periode perkembangan
emosi cinta sendiri bertingkah laku menggoda dan menarik perhatian remaja
wanita, dengan jalan memanggil-manggil anak perempuan yang menawan hatinya,
atau berdiri di simpang jalan menunggu remaja wanita lewat.

Remaja wanita cukup mampu menjaga akibat perkembangan seksual dalam


dirinya dan menyadari bahwa remaja pria memang sengaja mengganggu dirinya.
Bahkan remaja wanita yang sering digoda oleh pria merasakan dan menyadari
bahwa ia populer dan disenangi oleh remaja pria. Remaja pria yang keseringan jatuh
cinta dan dicintai dianggap sebagai salah satu cara untuk menguji kepopuleran diri
atau menguji identitas diri. Pada akhir masa remaja, mereka memilih satu lawan
jenis yang paling disayangi.

Perkembangan yang normal mengenal emosi cinta dapat disimpulkan sebagai


berikut:

1) Objek cinta mula-mula adalah orang dewasa yang sejenis atau berbeda jenis.

2) Kemudian objek cinta beralih pada teman sebaya yang sama jenis kelamin, yaitu
pada masa pre-remaja.

3) Pada akhirnya remaja menjadikan teman sebaya sebagai objek cintanya.

Selanjutnya bila dilihat dari sebab dan reaksi yang ditimbulkannya, emosi dapat
dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1) Emosi yang berkaitan dengan perasaan (syaraf-syaraf jasmaniah), misalnya
perasaan dingin, panas, hangat, sejuk, dan sebagainya. Munculnya emosi seperti ini
lebih banyak dirasakan karena factor fisik di luar individu, misalnya cuaca, kondisi
ruangan, dan tempat dimana individu itu berada.

2) Emosi yang berkaitan dengan kondisi fisiologis, misalnya sakit, meriang, dan
sebagainya. Munculnya emosi seperti ini lebih banyak dirasakan karena faktor
kesehatan.

3) Emosi yang berkaitan dengan kondisi psikologis, mislanya cinta, rindu, syang,
benci dan sejenisnya. Munculnya emosi seperti ini lebih banyak dirasakan karena
faktor hubungan dengan orang lain.

2.2.2 Ciri-ciri Emosi

Remaja memiliki karakteristik pemunculan emosi yang berbeda bila


dibandingkan dengan pada masa kanak-kanak maupun dengan orang dewasa.

Ciri yang khas terjadi pada remaja adalah:

a. Emosi mudah meluap (tinggi).

Meluapnya emosi remaja sering muncul karena tidak terpenuhinya kebutuhan


mereka, misalnya:

keinginan yang dipenuhi orang tua, tidak mendapat perhatian dari teman sebaya,
dan sebagainya.

b. Mudah muncul emosi negatif.

Emosi negatif muncul atau yang ditampilkan dapat berupa marah, benci, sedih, dan
sebagainya.

Misalnya benci pada guru yang pilih kasih, sedih jika tidak mendapat perhatian dan
lain-lain. Emosi negative tersebut dapat berakibat terjadinya gangguan emosiaonal.
Gangguan tersebut antara lain:
1. Depresi atau sedih yang mendalam, biasanya akibat kesedihan yang tidak
mendapat tanggapan dari orang lain atau tanggapan yang diterima justru
meningkatkan kesedihan yang ada. Depresi dapat terjadi akibat kehilangan orang
yang sangat dicintai, atau kegagalan yang bertubi-tubi dialami.

2. Mudah pingsan karena terlalu sensitive dan perasa, khususnya terhadap sesuatu
yang menakutkan atau menyedihkan.

3. Mudah tersinggung dan sensitif terhadap orang lain. Misalnya sesuatu yang
dilihat, didengar atau direspon orang lain, ditanggapi secara impulsif.

4. Sering cemas karena terlalu banyak memikirkan bahaya/kegagalan. Apabila


daihadapkan pada sesuatu tugas atau tujuan yang diharapkan orang lain yang
terbayangkan bukannya keberhasilan dalam menjalankan tugas tersebut, namun
justru kegagalan yang akan ditemui.

5. Sering ragu-ragu dalam memutuskan sesuatu atau bertindak mungkin karena


terlalu banyak pertimbangan yang kadangkadang tidak rasional. Emosi negatif yang
dialami remaja seringkali muncul pada remaja yang belum mencapai kematangan
emosi.

2.3 Ciri Kematangan Emosi Remaja

Remaja yang sudah mencapai kematangan emosi dapat dilihat dari ciri-ciri tingkah
laku sebagai berikut:

a. Mandiri dalam arti emosional, yaitu bertanggung jawab atas masalahnya sendiri
dan bertanggung jawab atas orang lain.

b. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya. Mereka tidak
cenderung menyalahkan diri sendiri ataupun menyalahkan orang lain atas
kegagalan yang dialaminya.

c. Mampu menampilkan ekpresi emosi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

d. Mampu mengendalikan emosi-emosi negatif, sefingga pemunculannya tidak


impulsif.
2.4 Ciri-ciri Ketidakmatangan Emosi

Remaja yang memiliki ketidakmatangan emosi dapat dilihat dari ciri-ciri dan
tingkah laku sebagai berikut:

a. Cenderung melihat sisi negative dari orang lain.

b. Impulsif; kurang mampu mengendalikan emosi, dan mudah emosional.

c. Kurang mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya.

d. Kurang mampu memahami orang lain dan cenderung untuk selalu minta
dipahami oleh orang lain.

e. Tidak mau mengakui kesalahan yang diperbuat dan cenderung


menyembunyikannya atau lebih memilih sikap mekanisme pertahanan diri.

2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Emosi

Secara garis besarnya faktor yang mempengaruhi emosi dapat dikelompokkan pada
dua faktor, yaitu:

1) Faktor internal

Umumnya emosi seseorang muncul berkaitan erat dengan apa yang


dirasakan seseorang secara individu. Mereka merasa tidak puas, benci terhadap diri
sendiri, dan tidak bahagia. Adapun gangguan emosi yang mereka alami antara lain
adalah:

a. Merasa tidak terpenuhi kebutuhan fisik mereka secara layak sehingga timbul
ketidakpuasan, kecemasan dan kebencian terhadap apa yang mereka alami.

b. Merasa dibenci, disia-siakan, tidak mengerti, dan tidak diterima oleh siapapun
termasuk orang tua mereka.

c. Merasa lebih banyak dirintangi, dibantah, dihina serta dipatahkan daripada


disokong, disayangi dan ditanggapi, khususnya ide-ide mereka.
d. Merasa tidak mampu atau bodoh. Mereka merasa bodoh mungkin karena tidak
mengenal potensi atau karena khayalan mereka semata. Keadaan ini menyebabkan
mereka benci diri sendiri dan diproyeksikan dengan membenci orang lain.

e. Merasa tidak menyenangi kehidupan keluarga mereka yang tidak harmonis


seperti sering bertengkar, kasar, pemarah, cerewet atau bercerai. Oleh karena itu
dalam diri mereka hilang perasaan nyaman, aman dan bahagia.

f. Merasa menderita karena iri terhadap saudara karena disikapi dan dibedakan
secara tidak adil.

2) Faktor eksternal

Menurut Hurlock (1980) dan Luella Cole (1963) mengemukakan faktor


yang mempengaruhi emosi negatif adalah:

a. Orang tua atau guru memperlakukan mereka seperti anak kecil yang membuat
harga diri mereka dilecehkan. Misalnya orang tua mengatakan; “tahu apa kamu,
kamu kan masih anak kemaren”, atau siapa yang akan menjagamu jika kamu ikut
kemping sekolah”. Ucapan seperti itu sangat menyinggung harga diri mereka
karena merasa tidak dihargai dan dianggap tidak mampu.

b. Apabila dirintangi membina keakraban dengan lawan jenis.

Misalnya orang tua merintangi dengan alas an melanggar nilai-nilai social, agama,
dan lain-lain dapat membuat marah. Apalagi bila sampai diancam dan dihukum,
remaja yang diperlakukan seperti ini akan memberontak dengan berbagai cara,
misalnya melakukan hubungan seks pra-nikah, kumpul kebo atau menjadi perek.

c. Terlalu banyak dirintangi daripada disokong, misalnya mereka lebih banyak


disalahkan, dikritik oleh orang tua atau guru, akan cenderung menjadi marah dan
mengekpresikannya dengan cara menentang keinginan orang tua, mencaci maki
guru, atau masuk geng dan bertindak merusak (destruktif).
d. Disikapi secara tidak adil oleh orang tua, misalnya dengan cara membandingkan
dengan saudaranya yang lebih berprestasi atau anak tetangga, famili dan
sebagainya.

e. Merasa kebutuhan tidak dipenuhi oleh orang tua padahal orang tua mampu.

Orang tua mengabaikan karena kurang harmonisnya hubungan mereka atau orang
tua lebih memprioritaskan hal-hal lain untuk terlebih dahulu dipenuhi.

f. Merasa disikapi secara otoriter, seperti dituntut patuh, banyak dicela, dihukum
dan dihina.

2.6 Upaya Orang Tua Dan Guru Mengembangkan Emosi Remaja

Emosi negatif pada dasarnya dapat diredam sehingga tidak menimbulkan efek
negative. Beberapa cara untuk untuk meredamnya itu adalah:

(1) Berpikir positif dalam arti mencoba melihat sesuatu peristiwa atau kejadian dari
sisi positifnya.

(2) Mencoba belajar memahami karakteristik orang lain. Memahami bahwa orang
lain memang berbeda dan tidak dapat memaksakan orang lain berbuat sesuai
dengan keinginan sendiri.

(3) Mencoba menghargai pendapat dan kelebihan orang lain. Mereka


mendengarkan apa yang dikemukakan orang lain dan mengakui kelebihan orang
lain.

(4) Introspeksi dan mencoba melihat apabila kejadian yang sama terjadi pada diri
sendiri, mereka dapat merasakannya.

(5) Bersabar dan menjadi pemaaf. Menghadapi sesuatu dengan sabar dan kalau
orang lain bertindak tidak sesuai dengan keadaan yang diinginkan, mereka akan
berusaha memaafkannya.
(6) Alih perhatian, yaitu mencoba mengalihkan perhatian pada objek lain dari objek
yang pada mulanya memicu pemunculan emosi negative.

Oleh sebab itu baik orang tua maupun guru harus melaksanakan hal-hal sebagai
berikut:

1. Orang tua dan guru serta orang dewasa lannya dalam lingkungan anak
(significant person) dapat menjadi model dalammmengekpresikan emosi-emosi
negative, sehingga tampilannya tidak meledak-ledak.

2. Adanya program latihan beremosi baik disekolah maupun di dalam keluarga,


misalnya dalam merespon dan menyikapi sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya.

3. Mempelajari dan mendiskusikan secara mendalam kondisi-kondisi yang


cenderung menimbulkan emosi negative, dan upaya-upaya menaggapinya secara
lebih baik.

2.7 Hasil diskusi

A. Pendukung
1. Teori James-Lange Theory
Teori James-lange emosi berpendapat bahwa sebuah peristiwa
menyebabkan rangsangan fisiologis terlebih dahulu dan kemudian seseorang
menafsirkan rangsangan ini. Setelah interpretasi dari rangsangan terjadi
seseorang mengalami emosi. Jika seseorang tidak menyadari atau tidak
memikirkan rangsangan, maka dia tidak mengalami emosi yang didasarkan
pada rangsangan tersebut. Contohnya seseorang berjalan menyusuri lorong
gelap larut malam dan dia mendengar sesuatu. Ada suaara jejak dibelakangnya
dan dia mulai gemetar, jantungnya berdetak lebih cepat, dan napasnya semakin
dalam. Dia melihat perubahan-perubahan fisiologis dan menafsirkannya
sebagai situasi yang menakutkan, maka dia mengalami rasa takut.
2. Teori Meriam Bard
Teori Meriam bard berpendapat bahwa seseorang mengalami rangsangan
fisiologis dan emosional pada saat yang sama, tetapi tidak melibatkan peran
pikiran atau perilaku lahiriah. Contoh ketika seseorang berjalan menyusuri
lorong gelap larut dan dia mendengar sesuatu. Ada suara jejak kaki
dibelakangnya, dia mulai gemetar, jantungnya berdetak lebih cepat, dan
pernapasannya menjadi lebih dalam pada saat yang sama dia merasa takut.

B. Pemberi Contoh

Jenis – jenis Emosi

1. Cinta
Perasaan cinta ini akan mengikat perasaan manusia dengan orang lain
didekatnya seperti keluarga, teman, bahkan negaranya. Motivasi untuk berkorban
demi orang yang dekat atau bagi negara akan lahir dari rasa cinta yang dimiliki.
Rasa cinta juga yang membuat seseorang dapat merasakan berbagai hal seperti
empati, belas kasihan, kemurahan hati, dan memberi cara menjadi pribadi yang
menyenangkan bagi seseorang, dan lain – lain.

2. Benci
Manusia yang merasakan emosi berupa kebencian akan merasakan ketidak
sukaan kepada hal – hal yang tidak membuatnya bahagia, mendatangkan kesedihan,
atau menyakiti dirinya. Emosi ini akan dapat mempengaruhi tanggapan seseorang
terhadap suatu peristiwa atau aktivitas tertentu.

3. Takut
Ketika merasa terancam atau berada pada suatu situasi yang gawat,
seseorang akan merasa takut karena merasa bahwa situasi itu dapat membuat
dirinya tersakiti secara mental dan fisik. Namun rasa takut ini juga dapat
memberikan manfaat bagi manusia, karena dapat membuat seseorang menjauhi
bahaya dan merasakan inisiatif untuk memberikan perlindungan atau mencari
perlindungan

4. Marah
Ketika sesuatu kehendak atau harapan seseorang terhadap suatu hal tidak
terpenuhi karena adanya hambatan tertentu, maka bisa saja emosi alami yang
muncul adalah rasa marah. Misalnya, merasa diperlakukan tidak adil oleh orang
lain. Bila tidak dikendalikan, rasa marah ini dapat menjadi destruktif dan merusak
diri sendiri serta orang lain.

5. Malu
Perasaan ini akan timbul ketika seseorang merasa telah melakukan suatu
perbuatan yang tercela atau mempertaruhkan harga dirinya. Seseorang bisa merasa
malu apabila ia tahu bahwa perbuatannya itu adalah suatu hal yang buruk dan tidak
etis, serta takut bahwa perbuatannya itu akan diketahui umum. Ada sisi positif dari
perasaan malu, yaitu bisa memberikan ciri kepribadian yang positif dengan
mencegah seseorang melakukan perbuatan yang salah seperti bermaksiat dan
berbuat dosa.

6. Dengki
Dengki muncul apabila merasa iri terhadap apa yang dimiliki orang lain,
rasa mencintai apa yang menjadi milik orang lain dan mengharapkan bahwa hal itu
akan menjadi miliknya juga. Dengki juga bisa timbul karena tidak suka melihat
kesuksesan orang lain dan berharap dirinya lah yang menjadi nomor satu.

7. Cemburu
Ketika seseorang merasa cintanya tersaingi terhadap suatu objek tertentu,
maka hal itu akan melahirkan perasaan cemburu dan semangat untuk bersaing
memperlihatkan yang terbaik kepada objek cintanya. Emosi ini termasuk kepada
perasaan yang menggelisahkan karena pada umumnya orang yang merasa cemburu
tidak akan memperlihatkan perasaannya namun hanya menyimpannya dalam hati,
karena anggapan bahwa memperlihatkan perasaan cemburu adalah perasaan yang
memperlihatkan kelemahan seseorang. Sehingga ia akan gelisah sebelum dapat
mengatasi rasa cemburunya tersebut.

8. Gembira
Emosi gembira akan dirasakan apabila seseorang merasa bahagia, dan itu
berarti ada suatu hal yang menyenangkan hatinya. Orang biasanya merasa gembira
apabila mendapatkan hal yang baik dalam hidupnya, atau mendapati bahwa
harapannya terkabul sesuai dengan apa yang dia inginkan sejak awal atau
mendapatkan hal yang menjadi tujuannya.

9. Terkejut
Emosi berupa perasaan terkejut akan dirasakan apabila seseorang tidak mempunyai
persiapan atau tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Terkejut bisa meliputi
perasaan terkesiap, takjub dan terpana, serta terkadang perasaan tidak siap dan tidak
tahu apa yang harus dilakukan. Perasaan ini bisa menjadi emosi yang negatif
maupun positif, tergantung kepada alasan yang membuat seseorang terkejut.
Terkadang, perasaan terkejut bisa menjadi cara mengenali potensi diri seseorang
dalam mengatasi suatu situasi yang tidak terduga.

10. Sedih
Sedih adalah emosi yang dirasakan ketika seseorang mengalami hal yang
mengecewakan dan menyakiti hatinya. Juga mengalami kehilangan sesuatu yang
disayangi atau dicintai, misalnya ketika putus cinta atau mengalami kematian orang
terdekat. Rasa sedih bisa meliputi duka cita, depresi jika mengalami kesedihan
dalam waktu lama. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional dalam
psikologi akan mampu mengelola rasa sedihnya sebelum mencapai tahap depresi.
Beberapa jenis emosi ini mampu dirasakan oleh semua orang di seluruh dunia
terlepas dari latar belakang dan budayanya, namun pengalaman merasakan emosi
ini merupakan hal – hal yang benar – benar subjektif. Pengalaman pribadi terhadap
emosi yang dirasakan ketika mengalami suatu kejadian akan membedakannya
dengan emosi yang dirasakan oleh orang lain pada situasi yang sama. Contohnya,
ketika orang sedang marah, tingkat kemarahannya bisa berbeda – beda antara satu
orang dengan lainnya. Begitu juga ketika sedang terkejut, orang yang lebih
berpengalaman mungkin saja akan merasakan tingkat keterkejutan yang lebih
ringan daripasa seorang yang tidak berpengalaman sama sekali. Seorang manusia
jarang mengalami bentuk emosi yang murni, melainkan selalu berupa campuran
antara berbagai emosi tergantung dengan situasi yang dialami.

C. Penanya
1. apakah penyakit psikopat ini berkaitan dengan perkembangan emosi? Karena banyak
sekali berita-berita psikopat masih berumur dikalangan remaja dan bagaimana cara
mencegah hal tersebut?

Jawaban :

Ya berkaitan. Psikopat adalah salah satu gangguan kepribadian


antisosial (ASPD) yang ditandai dengan karakteristik emosi yang khas,
seperti tidak memiliki rasa bersalah, tidak berempati terhadap sesama, dan
tidak bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Hal ini terkadang
menunjukkan pola manipulasi dan kekerasan terhadap orang lain.

Cara mencegahnya :

Orangtua lebih memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anak


- anak mereka, lalu membenahi polah asuh terhadap anak yang mungkin
dapat menyebabkan gangguan psikopat, tidak melakukan kekerasan fisik
kepada anak dan juga keharmonisan serta kenyamanan di keluarga harus
tetap terjaga .

2. coba jelaskan menurut pendapat kelompok kalian, bagaimana cara anak atau reamaj
dapat bertingkah laku yang baik serta dapat mengendalikan emosinya yang kuat ?

jawaban :
1. Mengawasi perilakunya .
Mengendalikan emosi merupakan pekerjaan yang bisa dikatakan
berat untuk anak remaja, namun bukan berarti anda tidak mempercayakan
pada mereka atau membiarkan mereka untuk tidak menyelesaikannya. Anda
tinggal mengawasi perilaku mereka ketika mencoba mengendalikan emosi
dan menyelesaikan masalah yang mereka buat. Selain itu sebgai orang
dewasa anda masih memiliki tanggung jawab yang besar menjaga mereka.
Mengingat emosi terkadang menjebak manusia terlepas dari masih remaja
atau sudah dewasa, untuk itu jika perlu terus awasi perilakunya. Bukan
membatasi dan mengatur namun lebih kepada mengawasi.
2. Menghindari Hal yang memicu Emosi.
Untuk bisa mengendalikan emosi para remaja sebaiknya jangan
menyiram bensin ke api yang sedang berkobar. Anda sebagai orang dewasa
harus bisa dewasa dan menyikapi keadaan, jika memungkinkan para remaja
semakin merasa emosi baik marah, sedih ataupun lainnya akan sebuah
kejadian atau keadaan baiknya dihindari. Pemicu tersebut akan menjadikan
remaja kesulitan untuk mengendalikan emosinya. Meskipun hal tersebut
terjadi secara tidak sengaja dan tanpa ditebak. Di sisi lain memang mereka
menjadi lebih bijaksana dan juga terbiasa menghadapi masalah, namun jika
remaja tersebut belum siap maka akan menambah karakter remaja tersebut
menjadi buruk.
3. Mengatasi akar masalahnya.
Jangan biasakan para remaja hanya melimpahkan emosi mereka,
tanpa tahu sebenarnya apa yang terjadi atau masalah apa yang membuat
mereka sulit mengendalikan emosi. Sebagai orang dewasa tentu anda bisa
memberikan pandangan yang luas dan merata mengenai masalah para
remaja tersebut. sehingga anda bisa memberikan masukan yang lebih
objektif dan tidak berpihak. Jika para remaja bisa mengendalikan emosi
mereka dengan minimal tidak lari dari masalah mereka, jelas hal tersebut
sudah lebih dari cukup. Namun jika ada masalah berkali-kali anda bisa
memberikan nasihat atau masukan untuk mereka agar bisa mengatasi akar
masalah yang menyebabkan mereka emosi terus menerus.
4. Pikirkan Perasaan Orang Lain.
Emosi apapun yang terlalu menggebu atau terlalu berlebihan tidak
akan bagus. Permasalahannya para remaja biasanya tidak memikirkan
kedepan atau efek yang akan terjadi, mereka akan cuek dan merasa bahwa
emosi yang terluapkan begitu saja membuat mereka lega. Namun faktanya
hal tersebut bisa mempengaruhi orang lain dan melukai perasaan orang lain.
Para remaja biarkan untuk terbiasa menghadapi perasaan orang lain. Jika
ada teman ataupun orang disekitar para remaja yang merasa tersinggung,
tidak enak hati atupun bermasalah dengan emosi yang diekspresikan mereka
biarkan dan remaja belajar menghadapinya. Apakah hal tersebut
menimbulkan masalah atau tidak agar mereka terbiasa memikirkan perasaan
orang lain.
5. Ajarkan Cara Menenangkan Diri.
mengajarkan bagaimana cara terbaik untuk menenangkan diri.
Istirahat menjadi kunci penting untuk membantu semua orang untuk
meredakan emosi termasuk pada anak anak. Apabila anak sedang
memperlihatkan ciri- ciri dalam psikologis, sebaiknya jangan langsung
bereaksi dan langsung menegurnya sebab itu hanya akan memicu emosinya
semakin tinggi. Berikan waktu pada anak agar bisa merasa lebih tenang.
Anda bisa membawa anak anda masuk ke kamar yang sejuk agar bisa lebih
tenang dan jauhkan anak dari sumber penyebab kemarahannya. Namun, jika
memang anak anda lebih agresif dan juga bersikap kasar, maka segera
hentikan dan buat anak anda agar bisa duduk diam selama 1 hingga 2 menit
untuk menenangkan dan ajarkan juga untuk melakukan pernapasan seperti
melakukan beberapa gerakan yoga supaya mereka bisa mengendalikan
emosi lebih baik.
6. Berikan Contoh Baik.
Perilaku orang tua sebenarnya juga banyak ditiru dari orang tua.
Baik atau buruk perilaku anak akan tergantung bagaimana cara orang tua
mendidik anak anak mereka. Jadilah orang tua yang bisa dijadikan panutan.
Apabila anda bisa mengendalikan emosi dengan baik, maka secara otomatis
anak anak juga akan meniru cara anda untuk mengatasi emosi tanpa harus
bersikap agresif atau kasar.

3. dari dari dulu sampai sekarang, sebagian besar orang tua selalu membandingkan
prestasi anaknya dengan anak tetanggany, padahal kita ketahui bahwa itu adalah
termasuk faktor eksternal yang mempengaruhi emosi negatif.

Pertanyaannya :
a. Bagaimana cara kita sebagai insan yang terpelajar mengedukasi kepada
orang tua dan calon orang tua untuk tidak melakukan hal tersebut, sementara
tidak sedikit yang melakukan adalah insan terpelajar juga
b. Bagaimana kita sebagai pengajar membangun rasa percaya diri kepada anak
didik kita setelah sering mendapatkan perlakuan demikian dari orang tua?

Jawaban :

a. Menurut kelompok kami, caranya adalah melakukan pedekatan dengan


anak tersebut sesuai dengan kemampuan dan cara berpikir anak tersebut.
Sebab, setiap rang memiliki kemampuan yang berbeda-beda sehingga kita
tidak bisa memaksakannya. Kita sebagai orang yang terpejar pasti
memahami bahwa kemampuan setiap anak itu berbeda, bakat serta minat
dia itu sangatlah berbeda
Dari anak a dan b pastilah memiliki kemampuan dan cara berpikir
yang berbeda. Maka dari situlah tugas kita sebagai mengarahkan, bahwa
keberhasilan itu bukan hanya pada satu bidang tapi sesuai dengan minat
bakat anak tersebut.
Maka sebagai orang tua hanya memfasilitasi dan mengarahkan serta
membangun atau memotivasi anak tersebut. Bukan membandingkannya
dengan yang lain, melainkan mendukug semampunya. Agar anak tersebut
bisa berkembang secara optimal
b. Apabila kita merasa minder akibat sering dibanding-bandingkan dengan
teman sebaya oleh orang tua. Yang harus kita lakukan adalah membangun
kepercayaan diri.
Dengan membangun kepercayaan diri, kita akan yakin dengan
kemampuan diri kita. Ketika kita yakin kita bisa melakukan sesuatu, kita
tidak akan mudah menyerah ketika menghadapi kegagalan dan akan terus
mencoba berulang kali karena kita yakin bisa.
Untuk membangun kepercayaan diri tersebut, kita dapat melatih diri
kita untuk mandiri dan terus perdalam minat dan bakat kita untuk
menemukan potensi besar pada diri kita. Ketika kita sudah menyadari bakat
dan potensi yg dimiliki, kita akan cenderung acuh jika dibanding-
bandingkan oleh orang tua. Kita bahkan bisa membalas ucapan orang tua
kita dengan pencapaian yang sudah kita miliki.
Selain itu, jangan lupa untuk tetap menjadi diri sendiri. Dengan
menjadi diri sendiri, kita akan lebih mencintai diri kita dan menerima segala
kekurangan yang ada, sehingga kita tidak akan terlalu memaksakan dan
menuntut diri untuk menjadi seperti apa yang orang lain harapkan.

4. Bagaimana halnya dengan orang pengidap bipolar, yang memiliki dinamika emosi
yang tidak konsisten, apa penyebabnya?

Jawaban:

Penyakit bipolar adalah Suatu gangguan yang berhubungan dengan perubahan


suasana hati mulai dari posisi terendah depresif/tertekan ke tertinggi/manik.

Penyebab pasti gangguan bipolar tidak diketahui, namun kombinasi genetika,


lingkungan, serta struktur dan senyawa kimia pada otak yang berubah mungkin
berperan atas terjadinya gangguan. Penyebab Gangguan Bipolar

Penyebab pasti terjadinya gangguan bipolar belum diketahui. Namun,


terdapat dugaan bahwa gangguan bipolar merupakan dampak dari adanya
gangguan pada senyawa alami yang berfungsi menjaga fungsi otak
(neurotransmitter). Gangguan pada neurotransmitter itu sendiri diduga dipicu
oleh beberapa faktor, seperti:

1. Genetik
2. SosiaL
3. Lingkungan
4. Fisik
Berdasarkan pengertian dari The American Psychiatric Association’s
Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dapat dibedakan
menjadi dua yaitu gangguan Bipolar I dan II.
Gangguan Bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu
mania dan depresi. Gangguan Bipolar II ditandai dengan hipomania dan depresi.
Selain kedua tipe kondisi mental tersebut, masih ada lagi yang disebut
cyclotimia.
Perilaku mania dan hipomania adalah kondisi pikiran, perasaan, dan tingkah
laku yang menunjukkan ekspresi kegembiraan berlebihan. Misalnya orang
dengan kondisi ini merasa banyak ide, paling pintar, menggampangkan
permasalahan, yang kemudian menciptakan pikiran positif berupa perasaan
bahagia berlebihan, tingkah laku terlalu gembira, dan terlihat menonjol. Pada
tingkat perilaku hipomania, orang dengan bipolar disorder masih dapat
mengendalikan diri, sementara mereka yang berperilaku mania sudah tidak dapat
mengendalikan diri. Fase mania dialami selama 2 minggu sampai 4 – 5 bulan
(rata-rata sekitar 4 bulan)
Sementara itu, perilaku depresi adalah kondisi pikiran yang negatif, putus
asa, dan tidak ada ide. Orang dengan depresi diliputi perasaan sedih, tidak
bersemangat yang berlebihan, cenderung bertingkah laku pendiam, pemalas, dan
tidak mau bersosialisasi dengan lingkungannya. Bahkan terkadang pada tingkat
depresi yang sangat tinggi, timbul perasaan ingin bunuh diri. Fase depresi
dialami lebih lama daripada fase mania yaitu sekitar 6 bulan, tetapi pada orang
yang berusia lebih tua dapat dialami lebih dari setahun.

5. Bagaimana tanggapan anda tentang mental illness nah sedangkan di indonesia


mental ilness in masih dianggap tabu!

Jawaban:

Di Indonesia, mental illness merupakan suatu hal yang tabu. Banyak orang
yang menganggap bahwa penderita gangguan kesehatan mental adalah orang
yang aneh, harus dihindari dan memalukan.

Banyak juga yang beranggapan bahwa pengidap gangguan kesehatan


mental disebabkan karena kurangnya ibadah, tidak ingat Allah, kerasukan setan
dan semacamnya. Sehingga, kebanyakan orang-orang yang menderita mental
illness dibawa ke pemuka agama, orang pintar, dan sebagainya untuk
menghilangkan 'setan-setan' yang menyebabkan seseorang berperilaku tidak
seperti biasanya.

Padahal, hal tersebut sama sekali bukanlah penyebab seseorang menderita


gangguan kesehatan mental. Mental illness dapat menyerang siapapun tanpa
pandang bulu, mau itu orang yang alim, petinggi agama, dokter, atau siapapun
itu, semua orang dapat mengalaminya.

Oleh sebab itu, kebanyakan orang yang mengidap gangguan kesehatan


mental tidak berani untuk menunjukkan bahwa dirinya itu sakit. Stigma-stigma
masyarakat tentang kesehatan mental menimbulkan keengganan bagi penderita
mental illness untuk menceritakan tentang masalah psikologisnya kepada
orang-orang terdekatnya.

Dan hal ini bisa menjadi salah satu faktor yang akan memperparah kondisi
penderita. Dimana dengan adanya tekanan dari orang lain dan tidak adanya
dukungan sosial akan membuat keadaan semakin memburuk.

6. Bagaimana cara terbaikmenangani seseorang yang melakuakn selfharm dan apakah


ada cara untuk mengetahui seseorang tersebut melkukan self harm atau tidak jka
dalam kondisi kita tidak bisa mlihatnya dengan kasat mata lukanya tersebut?

Jawaban :
Untuk menangani seseoramg yang melalukan self harm, kita sebagai
keluarga/teman/guru dapat melakukan hal" berikut :
1. Bila self harm diketahui terjadi di sekolah, maka segera arahkan anak
untuk menemui guru BK, atau psikolog, atau pekerja sosial yang
ditunjuk oleh sekolah. Buat kesepakatan dengan orang tua agar anak
dapat menjalani sesi konseling.
2. Jagalah privasi anak, jangan memarahi atau menertawakan anak di
depan teman-temannya terkait hal ini.
3. Yakinkan seseorang yang melakukan self harm bahwa Anda siap untuk
mendengarkan ceritanya bila ia ingin cerita. Beritahu kapan dan dimana
Anda siap dihubungi oleh mereka. Ia akan membutuhkan beberapa
waktu untuk meyakinkan dirinya bahwa Anda memang dapat ia
percaya.
4. Gunakanlah pernyataan-pernyataan yang rasional ketika Anda ternyata
merasa tak sanggup mendengarkan cerita mereka “Saya tak sanggup
mendengarkan ceritamu sementara kamu masih melakukan self harm,
saya peduli dengan dirimu, dan saya merasa sedih melihatmu
melakukan hal itu”. Bukan pernyataan yang irasional seperti: “Saya
akan berhenti menyayangimu kalau kamu terus melakukan self harm”.
5. Berikan ia pengalihan dari self harm, misalnya: mengajaknya makan
keluar, jalan-jalan keliling kompleks, menonton video lucu, dll.
6. Bersikap sabar dan jangan pernah memberikan hukuman terkait self
harm. Karena hukuman hanya akan semakin memupuk rasa bencinya
pada dirinya sendiri, sehingga self harm justru akan semakin parah.

Cara mengetahui apakah seseorang melakukan self harm atau tidak jika luka
yang diakibatkan tidak nampak adalah dengan melihat apakah orang tersebut
memiliki kecenderungan seperti berikut :

1. Memperlihatkan gejala depresi, seperti suasana hati yang buruk, sering


merasa sedih, menangis, dan tidak memiliki motivasi dalam hidup.
2. Sulit bersosialisasi, baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun tempat
kerja. Mereka lebih suka menyendiri dan enggan berbicara dengan
orang lain.
3. Cenderung tidak percaya diri atau menyalahkan diri sendiri atas masalah
apa pun yang terjadi.
4. Sering mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, untuk
menyembunyikan luka.
Jika iya, maka selanjutnya kita perlu memastikan apakah orang itu benar"
melakukan self harm dengan bertanya langsung padanya atau memeriksa bagian
tubuhnya apakah ada luka atau tidak.

7. Apa hubungan antara emosional dengan kesuitan beljar ? dan bagaimana usaha kita
sebagai pendidik untuk mengembangkanemosi yang baik pada siswa?

Jawaban:

Pengertian emosi : Menurut Charles Darwin, 1972 mendefinisikan emosi


sebagai individu yang sedang dalam memilih alternatif penentuan keputusan
dan mengalami kesulitan dalam penemuan ideal diri. Emosi adalah salah satu
unsur yang membentuk kepribadian manusia yag sangat berharga, dan
merupakan unsur yang berdiri sendiri, serta sangat dipengaruhi pola pikir.
Emosi dibedakan menjadi dua macam, yaitu emosi positif dan emosi negatif.
Emosi positif menghasilkan perasaan yang menyenangkan, sedangkan emosi
negatif menghasilkan perasaan tidak menyenangkan atau sedih.

Pengertian sulit belajar : Menurut Clement, 2003 kesulitan belajar adalah


kondisi di mana anak dengan kemampuan inteligensi rata-rata atau di atas rata-
rata, namun memiliki ketidakmampuan atau kegagalan dalam belajar yang
berkaitan dengan hambatan dalam proses persepsi, konseptualisasi, berbahasa,
memori, serta pemusatan perhatian, penguasaan diri, dan fungsi integrasi
sensori motorik. Jadi, kesulitan belajar adalah kondisi yang merupakan sindrom
multidimensional yang bermanifestasi sebagai kesulitan belajar spesifik,
hiperaktif, dan masalah emosional.

Menurut Cruickshank, 1980 gangguan-gangguan yang menyebabkan


kesulitan belajar, yaitu gangguan latar belakang, visual-motor, persepsi visual,
pendengaran, berpikir konseptual dan abstrak, berbahasa, intersensori, sosial-
emosional, dan konsep diri. Tidak seperti cacat fisik, kesulitan belajar biasanya
tidak disadari oleh orang tua. Anak-anak dengan kesulitan belajar mungkin
mengalami perasaan frustasi, marah, depresi, cemas, dan merasa tidak
diperlukan (Harwell, 2001).

Pengaruh Emosi Terhadap Kesulitan Belajar


Salah satu perkembangan emosi adalah belajar. Dengan belajar, anak
diharapkan dapat mengalami proses sehingga anak bisa mengontrol emosinya.
Ketika seorang anak mengalami kesulitan belajar, maka anak akan menjadi
lebih emosional. Anak yang mengalami gangguan emosi menyebabkan
keseluruhan prestasinya kurang atau mundur, terutama dalam pelajaran-
pelajaran yang membutuhkan konsentrasi, perhatian, dan daya ingat. Itu dapat
menyebabkan anak menjadi pasif, apatis, dan emosinya tak dapat dikendalikan.

Anak-anak yang mengalami berbagai gangguan yang menyebabkan


kesulitan belajar akan berpengaruh dengan cara belajarnya. Mungkin anak sulit
diajarkan. Apa yang diajarkan oleh orang tua dan guru tidak mampu ia tangkap
sehingga ia akan melampiaskannya dengan amarah dan kekesalan yang dapat
menimbulkan emosi. Kesukaran berbahasa akan menyebabkan orang tua
menjadi tegang dan bingung sehingga besar kemungkinan anak akan turut
bingung dan anak akan menjadi gugup. Gugup merupakan pencerminan dari
emosi sebagai akibat hubungan anak dengan orang tua yang kurang serasi. Anak
yang mengalami gangguan dalam berbahasa biasanya tidak menonjol dalam
pelajaran di sekolah yang dapat menyebabkan anak sulit dalam belajar.

Konsep diri yang telah tertanam pada diri anak menyebabkan kesulitan
belajar. Ketika orang tua menanamkan konsep diri yang buruk pada anak, maka
ia akan menjadi sosok yang tak berharga. Konsep diri yang buruk akan
menyebabkan anak menerima sesuatu yang tidak baik dari orang tuanya. Anak
akan belajar meniru yang tidak baik sehingga anak mengalami kesulitan belajar.
Ini dapat menyebabkan anak frustasi karena orang tuanya tidak menghargai
dirinya dengan menanamkan konsep diri yang buruk dan menyebabkan dia
dapat melakukan emosi yang negatif. Selain itu, ketika faktor-faktor yang
mempengaruhi proses belajar itu tidak terpenuhi atau terlaksana, maka anak
akan cenderung sulit atau bermasalah dalam belajar yang akan mengakibatkan
anak bertingkah laku tidak sbaik karena anak melampiaskannya dalam bentuk
emosi.

Cara Mengatasi Kesulitan Belajar dalam Hubungannya dengan Emosi

1. Pendidik dan orang tua menerima peserta didik secara positif sebagaimana
adanya sehingga anak percaya bahwa pada dasarnya setiap anak memiliki
kemampuan intelktual yang dapat dikembangkan dengan maksimal.
2. Menciptakan suasana di mana anak tidak merasa dinilai oleh orang lain,
paling tidak penilaian diupayakan tidak mencemaskan anak, melainkan
menjadi sarana yang dapat mengembangkan belajar yang lebih baik dan
mengendalikan emosi.
3. Memahami pemikiran, perasaan, dan perilaku anak sehingga anak merasa
aman untuk mengembangkan kemampuannya.
4. Memberikan konsep diri yang baik kepada anak agar anak merasa berharga
dan tidak mengalami frustasi.
5. Memberikan motivasi terhadap anak agar anak lebih bersemangat dalam hal
belajar.
6. Memberikan perhatian lebih terhadap anak dengan kesulitan belajar
sehingga anak dapat belajar untuk mengendalikan emosinya.
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang mennyebabkan


perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya mengandung
kemungkinan untuk meletus. Emosi dapat diartikan sebagai suatu reaksi psikologis
yang ditampilkan dalam bentuk tingkah laku gembira, bahagia, sedih, berani, takut,
marah, muak, haru, cinta dan sejenisnya. Pada dasarnya emosi memiliki beberapa
bentuk antara lain sebagai berikut.

1. Amarah,

2. Bermusuhan, tindak kekerasan, dan kebencian patologis,

3. Kesedihan,

4. Rasa takut, dan

5. Kenikmatan.
DAFTAR PUSTAKA

Azmi, Nurul. 2015. Potensi Emosi Remaja dan Pengembangannya. Sosial Horizon:
Jurnal Pendidikan Sosial, 2(1).

Mundzir, Mukhammad. 2012. Perbedaan Perkembangan Sosial-Emosional Remaja


Awal yang Tinggal di Pondok Pesantren (Bahrul Maghfiroh) dengan Remaja Awal
yang Tinggal di Rumah. etheses.uin-malang.ac.id/2195/

Anda mungkin juga menyukai