KEPERAWATAN HIV/AIDS
Dosen Pengampu :
Lukman Harun, S.Kep., Ns.,M.Imun
Oleh :
Kelompok 2
Nama kelompok :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hikmah dan
hidayah-Nya atas terselesaikannya penulisan makalah ini “KEPERAWATAN HIV-AIDS”
yang berjudul“ ASSESMENT SECARA UMUM KLIEN DENGAN
TERDUGA/PENDERITA HIV-AIDS POSITIF”
Dalam penulisan makalah ini kami banyak mengalami hambatan dan kesulitan. Namun,
berkat bantuan semua pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dan memberi
pengarahan serta dukungan semangat kepada kami
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini.
Akhirnya, dengan segala keterbatasan tersebut, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca pada umumnya untuk proses pembelajaran.
Penyusun
Kelompok 2
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
dicegah
HIV terutama terdapat di dalam darah, air mani, dan cairan vagina,
darah yang mengadung HIV, alat suntik bekas pengidap HIV; tindik,
tattoo, narkoba, injeksi, dan lain-lain, dari ibu hamil kepada janinnya.
B. Rumusa masalah
1.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mengumpulkan data
a. Memvalidasi data
b. Mengorganisasi data
c. Menuliskan data
Data yang bisa dideteksi oleh orang lain selain klien, biasanya
didapatkan dengan cara observasi atau memeriksa klien. Pada intinya
data yang dikaji meliputi aspek biologi, psikologi, sosial, spiritual, dan
budaya.Perlu diketahui oleh perawat bahwa pengkajian yang dilakukan
dibedakan antara pengkajian awal dan pengkajian lanjutan.Pengkajian
awal merupakan pengkajian pada awal masuk, biasanya adalah berisi
data dasar dari pasien, dan merupakan pengkajian lengkap.Pengkajian
lanjutan merupakan pengkajian fokus,yang berfokus pada masalah,
aktivitas atau perilaku spesifik dan bisa juga pengkajian yang datanya
digunakan untuk mengevaluasi pencapaian hasil dan pencapaian
masalah.
Tujuan dilakukan asesmen keperawatan pasien adalah :
1. Mengidentifikasi masalah dan memprioritaskan masalah
2. Memilih dan membuat intervensi keperawatan
3. Mengukur dampak asuhan atau tindakan keperawatan yang sudah
diberikan
4. Mengevaluasi kriteria dan tujuan yang sudah direncanakan
2. Asesmen Berkelanjutan
Merupakan bagian dari asesmen ulang. Dilakukan pada semua pasien saat transfer ke
rumah sakit atau selama dirawat di rumah sakit.
a. Asesmen (Assessment)
Asesmen yang dilakukan oleh manajer kasus bisa juga dilakukan bersamaan dengan
wawancara awal, bisa juga dilakukan dilain hari setelah membuat janji pada saat wawancara
awal dengan klien tergantung dengan kemauan klien. Tidak jarang proses asesmen ini dapat
dikatakan konseling, karena hal tersebut merupakan keterampilan pekerja sosial yang
dilakukan untuk asesmen klien terkait dengan apa saja yang menjadi masalah bagi klien dan
memberikan penguatan pada klien. Dalam konseling ini, menggunakan skill wawancara,
manajer kasus juga menggunakan teknik parapresing yaitu pengulangan kata kembali yang
telah di ucapkan oleh klien saat ia berbicara dan juga menggunakan keterampilan
mengajukan pertanyaan.
Pada tahap asesmen ini atau sering disebut dengan tahap penggalian masalah bisa dilakukan
bersamaan setelah melakukan wawancara awal atau intake tergantung kondisi yang sedang
dialami klien, apakah memungkinkan melakukan pembicaraan yang lebih banyak atau tidak.
Kalau tidak, bisa buat jadwal lagi untuk bertemu di lain hari. Tidak jarang proses asesmen ini
dapat dikatakan konseling, karena hal tersebut merupakan keterampilan pekerja sosial yang
dilakukan untuk asesmen klien terkait dengan apa saja yang menjadi masalah bagi klien dan
memberikan penguatan pada klien
Dalam mengasesmen klien, manajer kasus menggunakan history map dan juga biopsikososial
untuk mengetahui bagaimana kronologis kasus klien, kenapa klien bisa terkena HIV/AIDS,
lalu siapa saja yang terinfeksi di dalam keluarga, juga melihat dan bertanya bagaimana
kondisi kesehatan tubuh yang dirasakan klien sebelum dan saat sekarang terinfeksi, lalu
menanyakan tentang psikologis dan sosial.
Jadi, hasil asesmen dijadikan acuan dalam membuat perencanaan pelayanan untuk klien.
Setelah melakukan asesmen terhadap klien, menemukan masalah, menentukan prioritas serta
kebutuhan klien, maka manajer kasus kemudian membuat planning atau perencanaan
pelayanan yang sesuai untuk klien.
1. Pengkajian
a. Identitas
c. Keadaan Umum
Pucat, kelaparan
d. Gejala Subjektif
Demam kronik dengan atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali,
e. Psikososial
f. Status Mental
g. HEENT
h. Neurologis
kejang, paraplegia
i. Muskoloskletal
Focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL Mudah lelah,
j. Kardiovaskular
k. Pernapasan
l. GastroIntestinal
Intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,
turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan
edema.
m. Genitalia
Lesi atau eksudat pada genital, nyeri tekanan abdominal, abses rektal
n. Integument
1. Diagnosis Keperawatan :
nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
secara adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN
memberikan analgesia 24
jam.
RASIONAL
kelebihan obat-obatan.
.
2. Diagnosis keperawatan :
Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan
intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut,
bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan :
Mmpertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu
pada tujuan yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari
tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan untuk mengunyah, perasakan dan menelan.
2. Auskultasi bising usus
3. Rencanakan diet dengan orang terdekat, jika memungkinakan sarankan makanan dari
rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan padat nutrisi,
tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang disukai pasien. Dorong
konsumsi makanan berkalori tinggi yang dapat merangsang nafsu makan
4. Batasi makanan yang menyebabkan mual atau muntah. Hindari menghidangkan
makanan yang panas dan yang susah untuk ditelan
5. Tinjau ulang pemerikasaan laboratorium, misal BUN, Glukosa, fungsi hepar,
elektrolit, protein, dan albumin.
6. Berikan obat anti emetic misalnya metoklopramid.
Rasional :
1. Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan
kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk
makan.
2. Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan muntah
dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.
3. Melibatkan orang terdekat dalam rencana member perasaan control lingkungan
dan mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan makanan
nonistitusional mungkin juga meningkatkan pemasukan.
4. Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi pada mulut mungkin
akan menyebabakan pasien enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna
untuk meningkatakan pemasukan makanan.
5. Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi kebutuhan
pengganti.
6. Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan fungsi gaster
3. Diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-
tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi
Intervensi :
1. Pantau pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.
2. Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi
oleh pasien dan yang menggantikan elektrolit yang dibutuhkan, misalnya Gatorade.
3. Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4. Hilangakan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas, berkadar
lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan atau konsentrasi makanan
yang diberikan berselang jika dibutuhkan
5. Nerikan obat-obatan anti diare misalnya ddifenoksilat (lomotil), loperamid Imodium,
paregoric.
Rasional :
1. Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan
membrane mukosa.
2. Meningkatkan pemasukan cairan tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri
untuk dikomsumsi karena lesi pada mulut.
3. Indicator tidak langsung dari status cairan.
4. Mungkin dapat mengurangi diare
5. Menurunkan jumlah dan keenceran feses, mungkin mengurangi kejang usus dan
peristaltis.
4. Diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi dan ketidak
seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru yang mengalami penurunan, atau
kehilangan ventilasi, dan munculnya bunyi adventisius. Misalnya krekels, mengi,
ronki.
2. Catat kecepatan pernafasan, sianosis, peningkatan kerja pernafasan dan munculnya
dispnea, ansietas
3. Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas
sesuai kebutuhan.
4. Berikan tambahan O2 Yng dilembabkan melalui cara yang sesuai misalnya kanula,
masker, inkubasi atau ventilasi mekanis
Rasional :
1. Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan, misalnya
pneumoni,
2. Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas, menuncukkan
kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan atau
intervensi medis
3. Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi
yang ditimbulkan karena atelektasis.
4. Mempertahankan oksigenasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis
pernafasan
5. Diagnosa keperawatan :
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit
baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara pribadi.
Intervensi :
1. Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam proses berpikir atau berperilaku
2. Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas pada
waktu pasien sangat berenergi
3. Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya perawatan
diri, duduk dikursi, berjalan, pergi makan
4. Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi
pernafasan atau jantung
5. Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
Rasional :
1. Berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur,
tekanan emosi, dan efeksamping obat-obatan
2. Periode istirahat yang sering sangat yang dibutuhkan dalam
memperbaiki atau menghemat energi. Perencanaan akan membuat
pasien menjadi aktif saat energy lebih tinggi, sehingga dapat
memperbaiki perasaan sehat dan control diri.
3. Memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan
mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan
dan rasa frustasi.
4. Toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status
nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
5. Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan tonus otot