Anda di halaman 1dari 35

A.

PENGERTIAN
1. HIV
 Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis retrovirus yang termasuk dalam family
lintavirus, retrovirus memiliki kemampuan menggunakan RNA nya dan DNA penjamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus lainnya HIV menginfeksi dalam proses yang panjang (klinik laten), dan
utamanya penyebab munculnya tanda dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa
kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal ini terjadi dengan menggunakan
DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasikan diri. Dalam proses itu, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit (Nursalam 2007).
 Human immunodeficiency virus (HIV) adalah penyebab acquired immunodeficiency
syndrome (AIDS). Virus ini terdiri dari dua grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Kedua tipe HIV
ini bisa menyebabkan AIDS, tetapi HIV-1 yang paling banyak ditemukan di seluruh
dunia, dan HIV-2 banyak ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV diklasifikasikan ke dalam
golongan lentivirus atau retroviridae. Genom virus ini adalah RNA, yang mereplikasi
dengan menggunakan enzim reverse transcriptase untuk menginfeksi sel mamalia
(Finch, Moss, Jeffries dan Anderson, 2007 ).
 HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu
jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut
terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang berada
di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia
menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan
dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem
kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang
dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang terinfeksi HIV) nilai
CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai
nol) (KPA, 2007).
 Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara
material genetik adalah virus RNA yang tergantung pada enzim reverse
transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia, termasuk manusia, dan
menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri dari 2 grup, yaitu HIV-1
dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai subtipe, dan masing-masing
subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi. Diantara kedua grup tersebut,
yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup
HIV-1 (Zein, 2006).
 HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel atau media
hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam kondisi AIDS, apalagi
tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai
infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal
dengan infeksi oportunistik (Zein, 2006).
2. AIDS
 AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti
kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan
infeksi virus HIV. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak
sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit
lain (Yatim, 2006).
 AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa
adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi,
tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal
dan sebagainya (Laurentz, 2005).
 AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndrome dan menggambarkan
berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh
yang disebabkan infeksi virus HIV (Brooks, 2009). Virus HIV ini akan menyerang sel-sel
sistem imun manusia, yaitu sel T dan sel CD4 yang berperan dalam melawan infeksi
dan penyakit dalam tubuh manusia. Virus HIV akan menginvasi sel-sel ini, dan
menggunakan mereka untuk mereplikasi lalu menghancurkannya. Sehingga pada suatu
tahap, tubuh manusia tidak dapat lagi mengatasi infeksi akibat berkurangnya sel CD4
dan rentan terhadap berbagai jenis penyakit lain. Seseorang didiagnosa mengalami
AIDS apabila sistem pertahanan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi, di mana
infeksi HIV pada tahap lanjut (AVERT, 2011).

B. ETIOLOGI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus penyebab AIDS.
Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili lentivirinae. Ciri khas morfologi
yang unik dari HIV adalah adanya nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur.
Virus ini mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol,
env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam
patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu protein Tat, berfungsi dalam
transaktivasi dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen
virus lainnya. Transaktivasi pada HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari
infeksi HIV. Protein Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural
virus. Rev membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus.
Protein Nef menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel
yang lain (Brooks, 2005).

C. PATOFISIOLOGI
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar
limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel
lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian
yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer
penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-
stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus
dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper
tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV
didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali antigen yang
asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T
sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit.
Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan
penyakit yang serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah
secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya
fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV )
dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama
waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum
infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit
baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah.
Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml
darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Komunitas AIDS Indonesia (2010), gejala klinis terdiri dari 2 gejala
yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):
1. Gejala mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
e. Demensia/ HIV ensefalopati
2. Gejala minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalisata
c. Adanya herpes zoster multisegmental dan herpes zoster berulang
d. Kandidias orofaringeal
e. Herpes simpleks kronis progresif
f. Limfadenopati generalisata
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
h. Retinitis virus Sitomegalo
Menurut Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER)
(2008), gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi
kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak
mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang
lain.
2. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi
seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita
HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar
getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun,
demam, batuk dan pernafasan pendek.

3. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS. Gejala Minor
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat
dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas
infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,
limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat
badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati,
myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-
gejala ini muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit,
faringitis dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik
narkoba daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan
hilang akibat respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV
akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung
berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang
tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.
E. CARA PENULARAN
HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial
mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu (KPA,
2007).
Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : kontak seksual,
kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke anak selama masa kehamilan,
persalinan dan pemberian ASI (Air Susu Ibu). (Zein, 2006)
1. Seksual
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari semua
cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama senggama
laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama berarti kontak
seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara dua individu. Resiko
tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang
terinfeksi HIV.
2. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan virus HIV.
3. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau tertusuk ke dalam
tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti jarum tato atau pada pengguna
narkotik suntik secara bergantian. Bisa juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan
medik ataupun terjadi sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
4. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya dihindarkan
karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda tersebut disterilkan
sepenuhnya sebelum digunakan.
5. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
6. Penularan dari ibu ke anak
7. Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung, dilahirkan
dan sesudah lahir melalui ASI.
8. Penularan HIV melalui pekerjaan: Pekerja kesehatan dan petugas laboratorium.
Terdapat resiko penularan melalui pekerjaaan yang kecil namun defenitif, yaitu pekerja
kesehatan, petugas laboratorium, dan orang lain yang bekerja dengan spesimen/bahan
terinfeksi HIV, terutama bila menggunakan benda tajam (Fauci, 2000).
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada pekerja
kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV (Fauci, 2000).
Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat ditularkan antara
lain:
1. Kontak fisik
 Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas dengan
udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan pasien tidak
akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi, tangan dan kening
penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
 Dari keringat, ludah, air mata, pakaian, telepon, kursi toilet atau melalui hal-hal sehari-hari
seperti berbagi makanan, tidak akan menyebabkan seseorang tertular.
2. Memakai milik penderita
Menggunakan tempat duduk toilet, handuk, peralatan makan maupun peralatan kerja
penderita HIV/AIDS tidak akan menular.
3. Digigit nyamuk maupun serangga dan binatang lainnya.
4. Mendonorkan darah bagi orang yang sehat tidak dapat tertular HIV.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jika seseorang terinfeksi, semakin cepat dia tahu lebih baik. Pasien dapat tetap
sehat lebih lama dengan pengobatan awal dan dapat melindungi orang lain dengan
mencegah transmisi. Tes-tes ini mendeteksi keberadaan virus dan protein yang
menghasilkan sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus. Protein ini yang dikenal
sebagai antibodi, biasanya tidak terdeteksi sampai sekitar 3-6 minggu setelah infeksi
awal. Maka jika melakukan tes 3 hingga 6 minggu selepas paparan akan memberi hasil
tes yang negatif (Swierzewski, 2010).
Menurut University of California San Francisco (2011), ELISA (enzyme-linked
immunosorbent assay) adalah salah satu tes yang paling umum dilakukan untuk
menentukan apakah seseorang terinfeksi HIV. ELISA sensitif pada infeksi HIV.
kronis, tetapi karena antibodi tidak diproduksi segera setelah infeksi, maka hasil
tes mungkin negatif selama beberapa minggu setelah infeksi. Walaupun hasil tes negatif
pada waktu jendela, seseorang itu mempunyai risiko yang tinggi dalam menularkan
infeksi. Jika hasil tes positif, akan dilakukan tes Western blot sebagai konfirmasi.
Tes Western blot adalah diagnosa definitif dalam mendiagnosa HIV. Di mana protein
virus ditampilkan oleh acrylamide gel electrophoresis, dipindahkan ke kertas
nitroselulosa, dan ia bereaksi dengan serum pasien. Jika terdapat antibodi, maka ia
akan berikatan dengan protein virus terutama dengan protein gp41 dan p24. Kemudian
ditambahkan antibodi yang berlabel secara enzimatis terhadap IgG manusia. Reaksi
warna mengungkapkan adanya antibodi HIV dalam serum pasien yang telah terinfeksi
(Shaw dan Mahoney, 2003) Tes OraQuick adalah tes lain yang menggunakan sampel
darah untuk mendiagnosis infeksi HIV. Hasil tes ini dapat diperoleh dalam masa 20
menit. Hasil tes positif harus dikonfirmasi dengan tes Western blot (MacCann, 2008).
Tes ELISA dan Western blot dapat mendeteksi antibodi terhadap virus,
manakala polymerase chain reaction (PCR) mendeteksi virus HIV. Tes ini dapat
mendeteksi HIV bahkan pada orang yang saat ini tidak memproduksi antibodi terhadap
virus. Secara khusus, PCR mendeteksi “proviral DNA”. HIV terdiri dari bahan genetik
yang dikenal RNA. Proviral DNA adalah salinan DNA dari RNA virus. PCR digunakan
untuk konfirmasi kehadiran HIV ketika ELISA dan Western blot negatif; dalam beberapa
minggu pertama setelah infeksi, sebelum antibodi dapat dideteksi; jika hasil Western
blot tidak tentu dan pada bayi baru lahir dimana antibodi ibunya merumitkan tes lain
(Swierzewski, 2010).

E. KOMPLIKASI
Komplikasi primer :
 MCMD (Minor Cognitive Motor Disorder
 Neurobiologi (meningitis, mylopati, neuropati )
 Infeksi (toxoplasmosis, ensefalitis, cytomegalovirus/CMV
 Leikoencepalopati multifoksl progresif (neoplasma dan delirium)

F. PENCEGAHAN
Menurut The National Women’s Health Information Center (2009), tiga cara
untuk pencegahan HIV/AIDS secara seksual adalah abstinence (A), artinya tidak
melakukan hubungan seks, be faithful (B), artinya dalam hubungan seksual setia pada
satu pasang yang juga setia padanya, penggunaan kondom (C) pada setiap melakukan
hubungan seks. Ketiga cara tersebut sering disingkat dengan ABC.
Terdapat cara-cara yang efektif untuk motivasikan masyarakat dalam
mengamalkan hubungan seks aman termasuk pemasaran sosial, pendidikan dan
konseling kelompok kecil. Pendidikan seks untuk remaja dapat mengajarkan mereka
tentang hubungan seksual yang aman, dan seks aman. Pemakaian kondom yang
konsisten dan betul dapat mencegah transmisi HIV (UNAIDS, 2000).
Bagi pengguna narkoba harus mengambil langkah-langkah tertentu untuk
mengurangi risiko tertular HIV, yaitu beralih dari NAPZA yang harus disuntikkan ke yang
dapat diminum secara oral, jangan gunakan atau secara bergantian menggunakan
semprit, air atau alat untuk menyiapkan NAPZA, selalu gunakan jarum suntik atau
semprit baru yang sekali pakai atau jarum yang secara tepat disterilkan sebelum
digunakan kembali, ketika mempersiapkan NAPZA, gunakan air yang steril atau air
bersih dan gunakan kapas pembersih beralkohol untuk bersihkan tempat suntik sebelum
disuntik (Watters dan Guydish, 1994).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi HIV bisa menularkan virus tersebut kepada
bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. Seorang ibu dapat
mengambil pengobatan antiviral ketika trimester III yang dapat menghambat transmisi
virus dari ibu ke bayi. Seterusnya ketika melahirkan, obat antiviral diberi kepada ibu dan
anak untuk mengurangkan risiko transmisi HIV yang bisa berlaku ketika proses partus.
Selain itu, seorang ibu dengan HIV akan direkomendasikan untuk memberi susu formula
karena virus ini dapat ditransmisi melalui ASI ( The Nemours Foundation, 1995).
Para pekerja kesehatan hendaknya mengikuti Kewaspadaan Universal
(Universal Precaution) yang meliputi, cara penanganan dan pembuangan barang-
barang tajam , mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
dilakukannya semua prosedur, menggunakan alat pelindung seperti sarung tangan,
celemek, jubah, masker dan kacamata pelindung (goggles) saat harus bersentuhan
langsung dengan darah dan cairan tubuh lainnya, melakukan desinfeksi instrumen kerja
dan peralatan yang terkontaminasi dan penanganan seprei kotor/bernoda secara
tepat.Selain itu, darah dan cairan tubuh lain dari semua orang harus dianggap telah
terinfeksi dengan HIV, tanpa memandang apakah status orang tersebut baru diduga
atau sudah diketahui status HIV-nya (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010-2011).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi
cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang
kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis
direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah
200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih
ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi Antiretroviral yang sangat
aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat mengunakan:
a. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral
RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
b. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi
dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang
penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan
kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta),
efavirenza (Sustiva).
c. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya
sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan.
2. Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapatmenularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan
masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan
bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–
35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu
ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
a. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu
selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka
penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat
sekitar 36 minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa
persalinan sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine
(AZT) dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
b. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu
dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut
dapat menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu
dengan membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi
tersebut harus diberikan satu dosis dalam 3 hari.
3. Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral,
yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah
seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan
seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan
dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang
bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang
tersebut mengerti obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk
mempraktekan hubungan seks yang aman dan memperbaharui pengujian HIV.
Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk AZT dan 3TC yang digunakan
dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine
sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati.
Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih
awal seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih
besar. PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS
sebagaimana hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping
yang hebat dan mendorong perilaku seksual yang tidak aman.
4. Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk
mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan diberi
pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan jumlah sel-sel yang
terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun perkembangan vaksin sulit karena
HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada semua sel yang terinfeksi dan tidak
tersingkirkan secara sempurna oleh respon imun inang setelah infeksi primer (Brooks,
2005).
5. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien di lingkungan perawatan kritis
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Riwayat : Tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan
obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat dan kelaparan
3. Gejala Subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat
malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, dan sulit
tidur.
4. Kepala: Sakit kepala, edem muka, ulser pada bibir atau mulut, mulut
kering, suara berubah, epsitaksis.
5. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,
ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
6. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
7. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi.
8. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, menggunakan otot bantu
pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
9. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,
diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
10. Genital : lesi atau eksudat pada genital.
11. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas : spasme
jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus
2. Pola napas tidak efektif b.d penurunan energi, kelelahan, nyeri,
kecemasan
3. Hipertermia b.d proses penyakit, peningkatan metabolisme, dehidrasi
4. Nyeri b.d agen injury biologis
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.
d ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan dengan faktor biologis, psikologis
6. Kurang Pengetahuan b.d kurangnya paparan atau informasi
7. Deficit volume cairan b.d kegagalan mekanisme pengaturan
8. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan status metabolik
9. Resiko infeksi dengan factor resiko prosedur Infasif, malnutrisi,
imonusupresi , ketidakadekuatan imun buatan , tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi), tidak
adekuat pertahanan tubuh primer
10. Kelelahan b.d anemia, status penyakit
11. Tidak efektifnya mekanisme koping keluarga b.d kemampuan dalam
mengaktualisasi diri
12. Deficit perawatan diri b.d kelemahan fisik
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN

1.Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan
untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik :

- Dispneu, Penurunan suara nafas

- Orthopneu, Cyanosis

- Kelainan suara nafas (rales, wheezing)

- Kesulitan berbicara

- Batuk, tidak efekotif / tidak ada

- Mata melebar

- Produksi sputum, Gelisah

- Perubahan frekuensi dan irama nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:

- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus,

NOC :

v Respiratory status : Ventilation

v Respiratory status : Airway patency

v Aspiration Control

Kriteria Hasil :

v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

v Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

NIC :

Airway suction
§ Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning

§ Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.

§ Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning

§ Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.

§ Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal

§ Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan

§ Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal

§ Monitor status oksigen pasien

§ Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion

§ Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.

Airway Management

· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

· Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

· Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

· Pasang mayo bila perlu

· Lakukan fisioterapi dada jika perlu

· Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

· Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

· Lakukan suction pada mayo

· Berikan bronkodilator bila perlu

· Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

· Monitor respirasi dan status O2

2.Pola Nafas tidak efektif

Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat


Batasan karakteristik :

- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi

- Penurunan pertukaran udara per menit

- Menggunakan otot pernafasan tambahan

- Nasal flaring

- Dyspnea

- Orthopnea

- Perubahan penyimpangan dada

- Nafas pendek

- Assumption of 3-point position

- Pernafasan pursed-lip

- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama

- Peningkatan diameter anterior-posterior

- Pernafasan rata-rata/minimal

§ Bayi : < 25 atau > 60

§ Usia 1-4 : < 20 atau > 30

§ Usia 5-14 : < 14 atau > 25

§ Usia > 14 : < 11 atau > 24

- Kedalaman pernafasan

§ Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat

§ Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg

- Timing rasio

- Penurunan kapasitas vital

Faktor yang berhubungan :

- Penurunan energi/kelelahan

- Posisi tubuh
- Kelelahan otot pernafasan

- Nyeri , Kecemasan

- Kerusakan persepsi/kognitif

NOC :

v Respiratory status : Ventilation

v Respiratory status : Airway patency

v Vital sign Status

Kriteria Hasil :

v Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

v Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

v Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC :

Airway Management

· Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust

· Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

· Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

· Lakukan fisioterapi dada jika perlu

· Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

· Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

· Berikan bronkodilator bila perlu

· Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

· Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

· Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen

v Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea

v Pertahankan jalan nafas yang paten


v Atur peralatan oksigenasi

v Monitor aliran oksigen

v Pertahankan posisi pasien

v Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi

v Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring

§ Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

§ Catat adanya fluktuasi tekanan darah

§ Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

§ Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

§ Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

§ Monitor kualitas dari nadi

§ Monitor frekuensi dan irama pernapasan, suara paru

§ Monitor pola pernapasan abnormal

§ Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

§ Monitor sianosis perifer

§ Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

3.Hipertermia

Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang normal

Batasan Karakteristik:

· kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal

· serangan atau konvulsi (kejang)

· kulit kemerahan

· pertambahan RR

· takikardi

· saat disentuh tangan terasa hangat


Faktor faktor yang berhubungan :

- penyakit

- peningkatan metabolisme

- dehidrasi

NOC : Thermoregulation

Kriteria Hasil :

v Suhu tubuh dalam rentang normal

v Nadi dan RR dalam rentang normal

v Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman

NIC :

Fever treatment

§ Monitor suhu sesering mungkin

§ Monitor IWL

§ Monitor warna dan suhu kulit

§ Monitor tekanan darah, nadi dan RR

§ Monitor penurunan tingkat kesadaran

§ Monitor WBC, Hb, dan Hct

§ Monitor intake dan output

§ Berikan anti piretik

§ Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam

§ Selimuti pasien

§ Lakukan tapid sponge

§ Berikan cairan intravena

§ Kompres pasien pada lipat paha dan aksila

§ Tingkatkan sirkulasi udara

§ Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil


Temperature regulation

§ Monitor suhu minimal tiap 2 jam

§ Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

§ Monitor TD, nadi, dan RR

§ Monitor warna dan suhu kulit

§ Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

§ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

§ Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

§ Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas

§ Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan

§ Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan

§ Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan

§ Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR

Catat adanya fluktuasi tekanan darah

Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri

Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan

Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

Monitor kualitas dari nadi

Monitor frekuensi dan irama pernapasan

Monitor suara paru

Monitor pola pernapasan abnormal

Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer


Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)

Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4.Nyeri

Definisi :

Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau
potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri
Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat
diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.

Batasan karakteristik :

- Laporan secara verbal atau non verbal

- Fakta dari observasi

- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri

- Gerakan melindungi

- Tingkah laku berhati-hati

- Muka topeng

- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

- Terfokus pada diri sendiri

- Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi
dengan orang dan lingkungan)

- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)

- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan
dilatasi pupil)

- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)

- Perubahan dalam nafsu makan dan minum


Faktor yang berhubungan :

Agen injuri (biologi, fisik)

NOC :

v Pain Level,

v Pain control,

v Comfort level

Kriteria Hasil :

v Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

v Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

v Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

v Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

v Tanda vital dalam rentang normal

NIC :

Pain Management

§ Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi

§ Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

§ Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

§ Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

§ Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

§ Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau

§ Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

§ Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan

§ Kurangi faktor presipitasi nyeri


§ Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)

§ Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

§ Ajarkan tentang teknik non farmakologi

§ Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

§ Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

§ Tingkatkan istirahat

§ Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

§ Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

§ Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

§ Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

§ Cek riwayat alergi

§ Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu

§ Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

§ Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

§ Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

§ Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

§ Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

§ Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh.

Batasan karakteristik :
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah ideal

- Dilaporkan adanya intake makanan yang kurang dari RDA (Recomended Daily Allowance)

- Membran mukosa dan konjungtiva pucat

- Kelemahan otot yang digunakan untuk menelan/mengunyah

- Luka, inflamasi pada rongga mulut

- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah mengunyah makanan

- Dilaporkan atau fakta adanya kekurangan makanan

- Dilaporkan adanya perubahan sensasi rasa

- Perasaan ketidakmampuan untuk mengunyah makanan

- Miskonsepsi

- Kehilangan BB dengan makanan cukup

- Keengganan untuk makan

- Kram pada abdomen

- Tonus otot jelek

- Nyeri abdominal dengan atau tanpa patologi

- Kurang berminat terhadap makanan

- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh

- Diare dan atau steatorrhea

- Kehilangan rambut yang cukup banyak (rontok)

- Suara usus hiperaktif

- Kurangnya informasi, misinformasi

Faktor-faktor yang berhubungan :

Ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan
dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.

NOC :
v Nutritional Status : food and Fluid Intake

v Nutritional Status : nutrient Intake

v Weight control

Kriteria Hasil :

v Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

v Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

v Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi

v Tidak ada tanda tanda malnutrisi

v Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

v Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

NIC :

Nutrition Management

§ Kaji adanya alergi makanan

§ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

§ Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

§ Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C

§ Berikan substansi gula

§ Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi

§ Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)

§ Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.

§ Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

§ Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi

§ Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring

§ BB pasien dalam batas normal


§ Monitor adanya penurunan berat badan

§ Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

§ Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan

§ Monitor lingkungan selama makan

§ Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

§ Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi

§ Monitor turgor kulit

§ Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah

§ Monitor mual dan muntah

§ Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht

§ Monitor makanan kesukaan

§ Monitor pertumbuhan dan perkembangan

§ Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva

§ Monitor kalori dan intake nuntrisi

§ Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.

§ Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

6.

Kurang Pengetahuan

Definisi :

Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.

Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi,


perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah,
kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

NOC :

v Knowledge : disease process

v Kowledge : health Behavior

Kriteria Hasil :

v Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan

v Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

v Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya

NIC :

Teaching : disease Process

1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.

3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

7. Hindari harapan yang kosong

8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit

10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan

12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

7.

Defisit Volume Cairan

Definisi : Penurunan cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini mengarah ke


dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium

Batasan Karakteristik :

- Kelemahan

- Haus

- Penurunan turgor kulit/lidah

- Membran mukosa/kulit kering

- Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi

- Pengisian vena menurun

- Perubahan status mental

- Konsentrasi urine meningkat

- Temperatur tubuh meningkat

- Hematokrit meninggi

- Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)

Faktor-faktor yang berhubungan:

- Kehilangan volume cairan secara aktif

- Kegagalan mekanisme pengaturan

NOC:

v Fluid balance

v Hydration

v Nutritional Status : Food and Fluid Intake

Kriteria Hasil :

v Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
v Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

v Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan

NIC :

Fluid management

· Timbang popok/pembalut jika diperlukan

· Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

· Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik
), jika diperlukan

· Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )

· Monitor vital sign

· Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian

· Kolaborasi pemberian cairan IV

· Monitor status nutrisi

· Berikan cairan

· Berikan diuretik sesuai interuksi

· Berikan cairan IV pada suhu ruangan

· Dorong masukan oral

· Berikan penggantian nesogatrik sesuai output

· Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

· Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )

· Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

· Atur kemungkinan tranfusi

· Persiapan untuk tranfusi

Kerusakan intergritas kulit

Definisi : Perubahan pada epidermis dan dermis


Batasan karakteristik :

- Gangguan pada bagian tubuh

- Kerusakan lapisa kulit (dermis)

- Gangguan permukaan kulit (epidermis)

Faktor yang berhubungan :

Eksternal :

- Hipertermia atau hipotermia

- Substansi kimia

- Kelembaban udara

- Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint)

- Immobilitas fisik

- Radiasi

- Usia yang ekstrim

- Kelembaban kulit

- Obat-obatan

Internal :

- Perubahan status metabolik

- Tulang menonjol

- Defisit imunologi

- Faktor yang berhubungan dengan perkembangan

- Perubahan sensasi

- Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)

- Perubahan status cairan

- Perubahan pigmentasi

- Perubahan sirkulasi

- Perubahan turgor (elastisitas kulit)


NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

Kriteria Hasil :

v Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

v Tidak ada luka/lesi pada kulit

v Perfusi jaringan baik

v Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera
berulang

v Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

NIC : Pressure Management

§ Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

§ Hindari kerutan padaa tempat tidur

§ Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

§ Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

§ Monitor kulit akan adanya kemerahan

§ Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan

§ Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

§ Monitor status nutrisi pasien

§ Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

Resiko infeksi

Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen

Faktor-faktor resiko :

- Prosedur Infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan patogen

- Trauma

- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

- Ruptur membran amnion

- Agen farmasi (imunosupresan)

- Malnutrisi

- Peningkatan paparan lingkungan patogen

- Imonusupresi

- Ketidakadekuatan imum buatan

- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)

- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja
silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)

- Penyakit kronik

NOC :

v Immune Status

v Knowledge : Infection control

v Risk control

Kriteria Hasil :

v Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

v Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta


penatalaksanaannya,

v Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

v Jumlah leukosit dalam batas normal

v Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :

Infection Control (Kontrol infeksi)

· Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain


· Pertahankan teknik isolasi

· Batasi pengunjung bila perlu

· Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien

· Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

· Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan

· Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

· Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

· Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

· Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

· Tingktkan intake nutrisi

· Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

· Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

· Monitor hitung granulosit, WBC

· Monitor kerentanan terhadap infeksi

· Batasi pengunjung

· Saring pengunjung terhadap penyakit menular

· Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

· Pertahankan teknik isolasi k/p

· Berikan perawatan kuliat pada area epidema

· Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

· Ispeksi kondisi luka / insisi bedah

· Dorong masukkan nutrisi yang cukup

· Dorong masukan cairan

· Dorong istirahat

· Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep


· Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

· Ajarkan cara menghindari infeksi

· Laporkan kecurigaan infeksi

· Laporkan kultur positif

12

Inkontinensia Bowel

Definisi : perubahan kebiasaan dalam eliminasi bowel ditandai dengan pengeluaran produk BAB
yang tidak semestinya

Batasan karakteristik : produk BAB lunak, fecal odor, ketidakmampuan menunda defekasi,
ketidakmampuan menahan defekasi, kulit perianal kemerahan, urgency

Faktor yang berhubungan : tekanan abdominal yang tinggi, diare kronis, kelemahan tonus otot,
imobilisasi, ketidakmampuan mengosongkan bowel, kehilangan kontrol spinkter rectal, deficit
selfcare dalam eliminasi

NOC:

v Bowel elimination

v Fluid Balance

v Hydration

v Electrolyte and Acid base Balance

Kriteria Hasil :

v Feses berbentuk, BAB sehari sekali- tiga hari

v Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi

v Tidak mengalami diare

v Menjelaskan penyebab diare dan rasional tendakan

v Mempertahankan turgor kulit


NIC :

Diarhea Management

v Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal

v Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare

v Instruksikan pasien/keluarga untukmencatat warna, jumlah, frekuenai dan konsistensi dari feses

v Evaluasi intake makanan yang masuk

v Identifikasi factor penyebab dari diare

v Monitor tanda dan gejala diare

v Observasi turgor kulit secara rutin

v Ukur diare/keluaran BAB

v Hubungi dokter jika ada kenanikan bising usus

v Instruksikan pasien untukmakan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika memungkinkan

v Instruksikan untuk menghindari laksative

v Ajarkan tehnik menurunkan stress

v Monitor persiapan makanan yang aman

11

Kelelahan

Definisi : penurunan kapasitas fisik dan mental sesuai tingkat kemampuan kerja

Batasan Karakteristik : penurunan konsentrasi, penurunan libido, penurunan penampilan, tidak


tertarik terhadap lingkungan, ketidakmampuan mempertahankan tingkat aktivitas fisik seperti
biasanya, ketidakmampuan mempertahankan rutinitas, ketidakmampuan menyimpan energi bahkan
setelah tidur, peningkatan keinginan beristirahat, letargi, penurunan energi, capai,

Faktor yang berhubungan :

Psikologi : anemia, status penyakit, malnutrisi, kondisi fisik yang menurun,

NOC :

v Endurance
v Concentration

v Energy conservation

v Nutritional status : energy

Kriteria Hasil :

v Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik

v Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelahan

NIC :

Energy Management

v Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

v Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan

v Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan

v Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat

v Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

v Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas

v Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

12.

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

Definisi : pengelolaan dalam menyesuaikan diri yang efektif anggota keluarga dengan petugas
kesehatan, dalam meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan

Batasan karakteristik : menunjukkan keinginan untuk berhubungan dengan orang lain yang
mempunyai permasalahan yang sama, anggota keluarga mampu menjelaskan dampak dari krisis
petumbuhan

Factor yang berhubungan : kemampuan dalam mengaktualisasi diri


Keluarga atau orang penting lain mempertahankan :

suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan
keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif

Coping Enhancement

1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya

2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal

3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

13

Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik

Definisi :

Gangguan kemampuan untuk melakukan ADL pada diri

Batasan karakteristik : ketidakmampuan untuk mandi, ketidakmampuan untuk berpakaian,


ketidakmampuan untuk makan, ketidakmampuan untuk toileting

Faktor yang berhubungan : kelemahan, kerusakan kognitif atau perceptual, kerusakan


neuromuskular/ otot-otot saraf

NOC :

v Self care : Activity of Daily Living (ADLs)

Kriteria Hasil :

v Klien terbebas dari bau badan

v Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs

v Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NIC :

Self Care assistane : ADLs

§ Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.


§ Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
toileting dan makan.

§ Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.

§ Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.

§ Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.

§ Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.

§ Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.

§ Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai