Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA STROKE NON HEMORAGIK DENGAN FOKUS

STUDI HAMBATAN MOBILITAS FISIK DI RSUD TIDAR KOTA MAGELANG

Indita Nugraheni¹, Sunarmi ², Heru Supriyatno ³, Dwi Ari Murti Widigdo 4.

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Magelang


Jln. Perintis Kemerdekaa, Kramat Utara, Magelang Utara, Kota Magelang,
Jawa Tengah. Kode Pos 56115
Email: inditanugraheni@gmail.com

Abstrak :

Latar Belakang : Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat yang paling sering menyebabkan kematian atau kecacatan.
Stroke Non Hemoragik merupakan gangguan fungsi otak yang diakibatkan dari gangguan
suplai darah ke otak. Dampak yang ditimbulkan berupa kelemahan anggota gerak, kehilangan
keseimbangan, dan penurunan kekuatan otot. Hal ini menimbulkan terjadinya masalah
hambatan mobilitas fisik. Masalah hambatan mobilitas fisik yang berlangsung lama dapat
mempengaruhi pada sistem tubuh yang mengakibatkan terjadinya atrofi otot, kontraktur
sendi, kelumpuhan permanen, abrasi kulit, dekubitus, dan psikososial. Untuk mencegah hal
tersebut perlu dilakukan tindakan latihan ROM untuk mencegah terjadinya dampak dari
hambatan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik. Tujuan : tujuan dalam penelitian
ini adalah menggambarkan Asuhan Keperawatan pada Stroke Non Hemoragik dengan Fokus Studi
Hambatan Mobilitas Fisik. Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif
dengan menggambarkan perbandingan respon dari 2 pasien yang mengalami masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik. Penelitian dilakukan di RSUD Tidar
Kota Magelang pada bulan Februari 2019. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi. Hasil : setelah dilakukan tindakan
selama 3x24 jam masalah hambatan mobilitas fisik pada stroke non hemoragik dapat teratasi sesuai
kriteria yang telah ditetapkan. Respon kedua pasien dari hasil implementasi yang dilakukan cukup
berbeda mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tersebut seperti riwayat penyakit,
riwayat stroke berulang, dan riwayat psikologis pasien. Kesimpulan : pemberian latihan gerak / ROM
akan lebih baik jika dilaksanakan teratur 2x sehari dan pemberian tindakan alih posisi setiap 2 jam
juga menguragi resiko kerusakan integritas pada kulit, serta pemberian motivasi dan dukungan pada
pasien juga merupakan faktor untuk mempercepat kesembuhan bagi pasien.

Kata kunci: Stroke Non Hemoragik, SNH, Hambatan Mobilitas Fisik, ROM
PENDAHULUAN dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu sebagai berikut :
Stroke merupakan gangguan fungsi a. Gaya Hidup
otak yang diakibatkan dari gangguan b. Proses penyakit/ cedera
suplai darah ke otak. Dampak yang c. Tingkat Energi
ditimbulkan ialah kelemahan anggota d. Usia atau Status
gerak, kehilangan keseimbangan, Perkembangan
penurunan kekuatan otot. Hal ini e. Kebudayaan
menimbulkan terjadinya masalah 2. Dampak Hambatan Mobilitas
hambatan mobilitas fisik (Brunner & Fisik
Suddarth, 2013). Hambatan mobilitas
Hambatan mobilitas fisik yang menimbulkan dampak fisik
terjadi mempengaruhi beberapa sistem maupun psikologis. Dampak
tubuh. Pada sistem muskuloskeletal jika yang terjadi menurut (Asmadi,
berlangsung lama tanpa ada aktivitas dapat 2008), yaitu :
menyebabkan terjadinya atrofi otot dan a. Sistem Integumen
terjadi kontraktur sendi dimana persendian Hambatan mobilitas fisik
menjadi kaku, tidak dapat digerakan pada yang lama dapat
jangkauan gerak penuh, dan menjadi menyebabkan kerusakan
kelumpuhan permanen. Pada sistem integritas kulit seperti
integumen immobilisasi yang lama dapat abarasi dan dekubitus
menyebabkan kerusakan integritas kulit, dikarenakan terjadi
seperti abrasi dan decubitus serta juga gesekan, tekanan, dan
berdampak pada psikososial yang penurunan sirkulasi pada
mempengaruhi emosi, perubahan tingkah daerah yang tertetekan.
laku, sensori, intelektual dan sosiokultural b. Sistem Kardiovaskuler
pasien (Asmadi, 2008). Hambatan mobilitas fisik
A. Hambatan Mobilitas Fisik mengakibatkan peningkatan
Immobilisasi atau hambatan denyut jantung,
mobilitas fisik adalah peningkatan beban kerja
ketidakmampuan seseorang untuk jantung, hipotensi
bergerak dengan bebas (Potter & ortostatik, dan
Perry, 2010). Sedangkan menurut phlebotrombosis akibat
(Herdman & Kamitsuru, 2018). bedrest yang lama.
Hambatan mobilitas fisik adalah c. Sistem Respirasi
keterbatasan dalam rentang Pasien hambatan mobilitas
gerakan fisik atau satu atau lebih fisik dengan posisi
ekstremitas secara mandiri dan berbaring terlentang akan
terarah. mengakibatkan respirasi
1. Faktor yang Mempengaruhi dan ekspirasi tidak
Hambatan Mobilitas Fisik maksimal sehingga
Hidayat & Uliyah (2014) menyebabkan kapasitas
menjelaskan mobilitas dan vital menurun yang akan
hambatan mobilitas fisik dapat berpengaruh terhadap
ventilasi volunter yang a. Kemampuan Mobilitas
tidak maksimal. Pengkajian dilakukan untuk
d. Sistem Pencernaan menilai kemampuan gerak
Hambatan mobilitas fisik ke posisi miring, duduk,
menyebabkan penurunan berdiri, bangun, dan
kebutuhan kalori sehingga berpindah tempat tanpa
mengakibatkan penurunan meminta bantuan.
nafsu makan, hal ini b. Rentang Gerak
berpotensi terjadinya Mengetahui jumlah
kekurangan nutrisi terhadap pergerakan maksimum
pasien hambatan mobilitas yang dapat dilakukan pada
fisik. sendi, apakah terjadi
e. Sistem Perkemihan pembengkakan, nyeri,
Posisi yang terlentang pergerakan yang terbatas
menyebabkan ginjal dan dan pergerakan tidak sama.
ureter pada posisi yang Indikator beberapa gerakan
sama sehingga urine tidak spesifik dari potongan
melewati ureter dengan sagital yaitu pergerakan
baik. Kondisi ini yang fleksi dan ekstensi jari-jari
berlangsung lama dapat dan siku, dorsofleksi dan
mengakibatkan infeksi plantar fleksi pada kaki
saluran kemih. serta ekstensi pada pinggul.
f. Sistem Muskuloskeletal Pada bidang transversal
Hambatan mobilitas fisik yaitu gerakan pronasi dan
mengakibatkan supinasi tangan, serta rotasi
berkurangnya kekuatan otot internal dan eksternal pada
dan apabila berlangsung pinggul (Potter & Perry,
lama tanpa ada aktivitas 2010).
dapat menyebabkan c. Kekuatan Otot dan
terjadinya atrofi otot dan Gangguan Koordinasi
terjadi kontraktur sendi. Pengkajian kekuatan otot
g. Psikososial dapat ditentukan secara
Hambatan mobilitas fisik bilateral atau tidak.
mempengaruhi terhadap B. Hambatan Mobilitas Fisik Pada
perubahan status emosional Stroke Non Hemoragik
bagi penderitanya yang 1. Proses Hambatan Mobilitas
mengakibatkan timbulnya Fisik Pada Stroke Non
depresi, perubahan tingkah Hemoragik
laku, perubahan siklus Stroke non hemoragik atau
tidur, dan penurunan stroke iskemik merupakan
intelektualitas (Asmadi, keadaan dimana terdapat
2008). gangguan supplay darah ke
3. Pengkajian Hambatan otak. Otak yang yang
Mobilitas Fisik berkurang aliran darah akan
menjadi iskemik, lalu iskemik stroke non hemoragik
dapat menjadi nekrosis akibat antara lain yaitu :
berkurangnya supplay darah 1) Tanda-tanda vital :
dan berakibat terjadinya infark tekanan darah, nadi,
(Bustan, 2015). Terdapat dua respirasi dan
penyebab infark yaitu trombus temperatur.
dan emboli. Trombus bisa 2) Tingkat kesadaran /
berasal dari plak ateroskelrosis GCS (Glasgow Coma
atau bekuan darah yang Scale)
menyumbat pada dinding 3) Pengkajian Fungsi
pembuluh darah. Plak yang Serebral : Status mental,
terus menebal akan menjadi fungsi intelektual,
matang dan dapat pecah kemampuan bahasa,
mengikuti aliran darah. Kondisi lobus frontal dan
ini menyebabkan aliran darah hemisfer.
tersumbat, sehingga terjadi 4) Pengkajian saraf kranial
gangguan suplai oksigen. III, IV, V, VI, VIII, IX,
Akibatnya terjadi serangan X
stroke iskemik atau stroke non 5) Pengkajian sistem
hemoragik (Junaidi, 2011). motorik : tonus otot,
Dampak yang terjadi kekuatan otot dan
mengkibatkan tubuh gerakan involunter.
kehilangan volunter sehingga 6) Fungsi sensorik :
menyebabkan terjadinya kehilangan sensasi
hemiparesis dan hemiplagia. sentuhan ringan atau
Kondisi ini menyebabkan mungkin berat dan
timbulnya masalah hambatan kesulitan
mobilitas fisik (Muttaqin, menginterpretasikan
2008). stimuli visual, taktil dan
2. Pengkajian Fokus Stroke Non auditorius.
Hemoragik dengan Hambatan 7) Pengkajian fungsi
Mobilitas Fisik bladder dan bowel
a. Keluhan Utama 3. Pengelolaan Hambatan
b. Riwayat Penyakit Sekarang Mobilitas Fisik Pada Stroke
c. Riwayat Penyakit Dahulu Non Hemoragik
d. Pola Gaya Hidup Dalam mengatasi hambatan
e. Riwayat Penyakit Keluarga mobilitas fisik pada stroke non
f. Psikologis hemoragik perlu dilakukan
g. Pemeriksaan Fisik tindakan ROM pasif maupun aktif,
Muttaqin (2008) membantu pasien ambulasi
mengemukakan bertahap, dan mengajarkan alih
pemeriksaan fisik yang baring (Bulechek, Butcher,
dilakukan pada pasien Dochterman dan Wagner, 2013).
Tindakan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, dasar latihan ROM antara lain,
meningkatkan rentang gerak sendi, yaitu :
dan meningkatkan kemampuan a. ROM harus diulang sekitar
mobilitas (Moorhead, Johnson, 8 kali dan dikerjakan
Maas & Swanson, 2013). minimal 2 kali sehari.
Pengelolaan hambatan mobilitas b. ROM dilakukan perlahan
fisik pada stroke non hemoragik dan hati-hati agar tidak
sebagai berikut : melelahkan pasien.
1. ROM (Range Of Motion) c. Dalam latihan ROM,
ROM atau rentang gerak adalah perhatikan usia pasien,
jumlah maksimum yang dapat diagnosis, tanda-tanda
dilakukan pada sendi dalam vital, dan lamanya
bidang sagital, frontal, atau immobilisasi atau tirah
transversal (Potter & Perry, baring.
2010). d. ROM diprogramkan oleh
Klasifikasi ROM menurut dokter dan dikerjakan oleh
Potter & Perry (2010) antara fisioterapi atau perawat.
lain, yaitu : e. Bagian-bagian tubuh yang
a. ROM Aktif dilakukan ROM meliputi
Pasien menggerakan leher, bahu, lengan, siku,
seluruh sendi pada seluruh jari, kaki, pergelangan kaki
ROM tanpa bantuan. dan tumit.
b. ROM Pasif f. ROM dapat dilakukan
Perawat membantu pasien disemua persendian atau
menggerakan masing- hanya dapat dilakukan di
masing sendi pada seluruh bagian yang dicurigai
ROM karena pasien tidak mengalami proses
mampu bergerak secara penyakit,
mandiri. g. Melakukan ROM harus
Tujuan dilakukan ROM sesuai dengan waktunya,
menurut Asmadi (2008) antara seperti setelah mandi atau
lain, yaitu : perawatan rutin yang telah
a. Mempertahankan atau dilakukan.
meningkatkan kekuatan Baskara & Warsito (2016)
dan kelenturan otot. dalam jurnal penelitiannya
b. Mempertahankan fungsi juga mengemukakan
kardiorespirasi. perbedaan sesudah dilakukan
c. Menjaga fleksibilitas dari Range of Motion pada pasien
masing-masing persendian. dengan stroke bahwa terdapat
d. Mencegah kontraktur atau peningkatan kekuatan otot dan
kekakuan pada persendian. kemampuan secara fungsional
Maimurahman & Fitriah secara signifikan setelah
(2012) dalam penelitiannya dilakukan ROM pada pasien
menjelaskan beberapa prinsip pasca stroke.
2. Latihan Peningkatan Kekuatan kemampuan aktivitas mandiri,
Otot dimulai dari bangun dan duduk
Berdasarkan hasil penelitian disisi tempat tidur sampai
Maimurahman & Fitria (2012) pasien turun dari tempat tidur,
dalam jurnal penelitiannya berdiri dan mulai belajar
mengemukakan latihan rentang berjalan dengan bantuan alat
gerak (ROM) dinyatakan sesuai kondisi pasien
efektif dalam meningkatkan (Smeltzer, 2013 dalam
kekuatan otot ekstremitas pada Wulansari, 2015).
pasien stroke. Ambulasi dini di nilai
Pemeriksaan kekuatan otot sangat penting sebagai tindakan
dinilai secara banding antara mempercepat pengembalian
kedua sisi, yaitu sebagai fungsi tubuh sehingga dapat
berikut: meningkatkan kemampuan
a. Pasien diminta aktivitas sehari – hari atau
menggerakan salah satu activity of daily living
anggota gerak (Sukmawati, Setiawan &
b. Pasien diminta Widiyanto, 2016).
menggerakan bagian Sedangkan alih baring
anggota geraknya dan adalah tindakan yang dilakukan
pemeriksa menahan dengan mengubah posisi pasien
gerakan yang akan yang mengalami tirah baring
dilakukan oleh pasien untuk mendistribusikan tekanan
tersebut. baik dalam posisi duduk atau
c. Pasien diminta untuk berbaring serta memberikan
melakukan gerakan ke arah kenyamanan pada pasien
yang melawan gaya tarik (Potter & Perry, 2010). Alih
bumi dan mengarah ke gaya baring yang dilakukan
tarik bumi. membutuhkan rentang waktu
3. Peningkatan Kemampuan kurang lebih setiap 2 jam ke
Mobilitas arah kanan dan 2 jam ke arah
Peningkatan ADL pasien kiri. Selain memberikan
terjadi karena manfaat positif kenyamanan alih baring juga
dari latihan ambulasi dan alih mencegah terjadinya dekubitus,
baring (Sukmawati, Setiawan mencegah kerusakan integritas
& Widiyanto, 2016). Latihan kulit dan memperbaiki sirkulasi
ini bertujuan untuk darah (Andani, Kristiyawati &
meningkatkan kemampuan Purnomo, 2016).
gerak ke posisi miring, duduk, Selain itu nutrisi yang
berdiri, bangun dan berpindah adekuat dan dukungan keluarga
tempat (Hidayat & Uliyah, diberikan pada penderita stroke
2014). Ambulasi dini berupa harus dilakukan secara terus
passive dan active exercise menerus karena dukungan
untuk meningkatkan keluarga berfungsi sebagai
strategi pencegahan guna nomor RM 004203xx. Pasien
mengurangi stress memikirkan bekerja sebagai petani, beragama
penyakitnya dan akibat islam, pendidikan terkahir SD dan
negatifnya. Dukungan sosial beralamat di Magelang.
keluarga diberikan untuk 2. Keluhan dan Riwayat Kesehatan
memenuhi kebutuhan fisik dan a. Pasien I
psikologisnya (Murtaqib, Keluhan utama pasien I
2013). adalah tangan dan kaki
sebelah kanan mengalami
HASIL kelemahan. Hal ini terjadi
Studi kasus ini dilakukan di Ruang ketika pasien bangun tidur
Edelweis RSUD Tidar Kota Magelang di pagi hari, namun saat
selama 4 hari, yaitu tanggal 19-22 Februari bangun tangan dan kaki
2019. Dalam pelaksanaannya studi kasus sebelah kanan terasa lemah
ini melibatkan 2 pasien sebagai subjek dan berat saat akan
penelitian sesuai dengan kriteri yang sudah digerakan. Lalu keluarga
ditentukan. Kedua pasien tersebut ialah membawa pasien ke IGD
Tn. H sebagai pasien I dan Tn.T sebagai untuk mendapatkan
pasien II. Pengelolaan pasien I dilakukan penanganan lebih lanjut.
pada tanggal 19-21 Februari 2019, Pada pengkajian
sedangkan pasien II pada tanggal 20-22 riawayat dahulu, pasien
Februari 2019. Pengelolaan ini mencakup mengatakan bahwa dirinya
lima proses keperawatan yaitu pengkajian, memiliki riwayat hipertensi.
diagnosis keperawatan, rencana Pada pengkajian riwayat
keperawatan, implementasi dan evaluasi penyakit keluarga, pasien
keperawatan. mengatakan bahwa ibu dan
saudara pasien memiliki
1. Karakteristik Pasien riwayat hipertensi. Untuk
a. Pasien I gaya hidup pasien memiliki
Pasien I bernama Tn.H berusia pola gaya hidup yang
63 tahun dan berjenis kelamin laki- kurang baik yaitu pasien
laki. Masuk RSUD Tidar Kota memiliki kebiasaan
Magelang pada tanggal 17 Februari bergadang, suka makan
2019 pukul 09.00 dengan nomor gorengan, suka minum kopi
RM 0016847xx. Pasien bekerja setiap hari dan memiliki
sebagai pedagang, beragama islam, kebiasaan merokok dengan
pendidikan terkahir SMP dan menghabiskan 2 bungkus
beralamat di Magelang. setiap hari.
b. Pasien II b. Pasien II
Pasien II bernama Tn.T berusia Keluhan utama
65 tahun dan berjenis kelamin laki- pasien II adalah tangan dan
laki. Masuk RSUD Tidar Kota kaki sebelah kiri mengalami
Magelang pada tanggal 18 Februari kelemahan. Hal ini terjadi
2019 pada pukul 08.00 dengan berawal ketika pasien jatuh
pingsan dan dibawa ke Pada pasien II mengalami
rumah sakit, setelah pasien kelemahan pada ekstremitas kiri
sadar pasien mengalami dengan skala kekuatan otot 2.
kelemahan ekstremitas Rentang gerak sendi ekstremitas
bagian kiri. kiri pada fleksi bahu 45o, fleksi
Pada pengkajian siku 30o, fleksi telapak tangan 30o,
penyakit dahulu keluarga fleksi jari 30o, abduksi jari tangan
pasien mengatakan bahwa 20o. Dan fleksi pinggul 60o. Dan
pasien memiliki riwayat kemampuan untuk beraktivitas
penyakit hipertensi. Pasien bangun, duduk, berpakaian
juga pernah dirawat di membutuhkan bantuan orang lain
RSUD Tidar karena (skala 2), sedangkan untuk berdiri
hipertensi dan memiliki dan berpindah tempat
riwayat stroke 3 tahun yang membutuhkan bantuan orang lain
lalu. Pada pengkjian dan alat (skala 3).
riwayat penyakit keluarga 4. Analisa Data
pasien mengatakan bahwa Berdasarkan analisa data yang telah
adik pasien juga menderita dilakukan pada pasien I dan pasien
penyakit hipertensi, ibu II dapat disimpulkan adanya
pasien juga memiliki persamaan dan perbedaan.
riwayat stroke dahulu. Persamaan tersebut yaitu baik
Untuk gaya hidup pasien pasien I maupun pasien II sama-
keluarga mengatakan sama mengalami kelemahan separo
bahwa pasien sudah badan, sedangkan perbedaanya
menjalankan program diit yaitu posisi kelemahan dan
rendah garam, namun intensitas berat ringannya
masih suka makan kelemahan.
gorengan dan masakan 5. Diagnosis Keperawatan
yang bersantan.Hasil Berdasarkan data subjektif dan data
Pengkajian Mobilitas Fisik. objektif tersebut ditemukan
3. Pengkajian Fokus diagnosis keperawatan adalah
Pada pasien I mengalami hambatan mobilitas fisik
kelemahan pada ekstremitas kanan berhubungan dengan gangguan
dengan skala kekuatan otot neuromuskular.
esktremitas kanan atas 3 dan 6. Intervensi Keperawatan
ekstremitas kanan bawah 2. Tindakan yang akan dilakukan
Rentang gerak sendi ekstremitas selama 3x24 jam diharapkan
kanan pada fleksi bahu 80o, fleksi masalah hambatan mobilitas fisik
siku 75o, fleksi telapak tangan 45o, dapat teratasi dengan kriteria
fleksi jari tangan 45o, abduksi jari kekuatan otot meningkat, rentang
tangan 30o dan fleksi pinggul 70o gerak sendi meningkat dan tidak
kanan. Untuk kemampuan terganggu, serta kemampuan
beraktivitas pasien dibantu dengan mobilitas meningkat. Adapun
orang lain (skala 2). intervensi yang dilakukan yaitu
kaji rentang gerak sendi, jelaskan dibandikan pasien non
pada pasien dan keluarga manfaat hipertensi (Ramadhanis,
dan tujuan latihan ROM, monitor 2012).
tanda-tanda vital, latih ROM aktif Selain hipertensi pasien
dan pasif sesuai dengan jadwal, II juga memiliki riwayat
instruksikan pasien dan keluarga stroke 3 tahun lalu.
cara ROM pasif dan aktif dan bantu Menurut Misbach (2011)
untuk buat jadwal, ubah posisi penderita stroke berisiko
pasien setiap 2 jam miring ke terkena serangan ulang
kanan dan 2 jam miring ke kiri dan stroke sebesar 30%, stroke
buat jadwal, serta kolaborasi dalam juga menyerang 9 kali lebih
pemberian program terapi. tinggi pada penderita stroke
7. Implementasi Keperawatan sebelumnya dibandingkan
Berdasarkan hasil implementasi pada seseorang yang belum
yang sudah dilakukan pada kedua pernah terserang stroke.
pasien dapat disimpulkan adanya b. Riwayat Penyakit Keluarga
perbedaan peningkatan kekuatan Dari pihak keluarga
otot dan peningkatan rentang gerak pasien I dan pasien II, ibu
sendi. dan saudara masing-masing
8. Evaluasi keperawatan pasien memiliki riwayat
Berdasarkan tindakan keperawatan hipertensi. Anggraini, dkk
yang telah dilakukan dapat (2009) dalam penelitiannya
disimpulkan bahwa masalah mengemukakan bahwa
keperawatan hambatan mobilitas terdapat hubungan yang
fisik tercapai dengan peningkatan bermakna antara riwayat
kekuatan otot dan rentang gerak. keluarga menderita
hipertensi dengan kejadian
PEMBAHASAN hipertensi. Selain
1. Pengkajian hipertensi, keluarga pada
a. Riwayat Kesehatan pasien II sebelumnya sudah
Pasien I (Tn. H) dan ada yang pernah menderita
pasien II (Tn. T) memiliki stroke, yaitu ibu pasien. Hal
riwayat hipertensi. ini menurut Junaidi (2011)
Hipertensi merupakan mengemukakan bahwa
faktor yang sering orangtua atau saudara yang
menyebabkan terjadinya pernah mengalami stroke
stroke akibat kerusakan maka keluarga yang
arteri, ateroskelrosis, atau bersangkutan berisiko
ruptur arteri (Brunner & tinggi terkena stroke.
Suddarth, 2013). Penderita c. Gaya Hidup
hipertensi sendiri memiliki Baik pasien I (Tn.H)
peluang sebesar 4,117 kali dan pasien II (Tn. T)
menderita stroke memiliki kebiasaan makan
makanan yang kurang baik
dan memiliki kebiasaan membentuk plaque yang
merokok. Hal ini berkaitan menempel pada pembuluh
dengan faktor risiko stroke darah, plaque yang terus
bahwa merokok dan menebal akan menjadi
kolesterol atau lemak matang dan dapat pecah
menyebabkankan terjadinya mengikuti alirah darah.
stroke (Brunner & Kondisi ini menyebabkan
Suddarth, 2013). aliran darah menjadi
Merokok tersumbat sehingga terjadi
mengandung zat berbahaya gangguan supplay oksigen
nikotin yang akan ke otak akibatnya terjadi
menyempitkan pembuluh serangan stroke iskemik
darah dan memaksa kerja (Junaidi, 2011). Hal ini juga
jantung lebih berat karena dibuktikan dengan kadar
tekanan darah pada kolesterol yang tinggi pada
pembuluh darah yang kedua pasien, yaitu pasien I
meningkat (Sarti, dkk, kadar kolestrerol 207
2017). Tekanan darah yang mg/dL dan pasien II 223
tinggi pada pembuluh darah mg/dL.
menyebabkan kerusakan d. Pengkajian pada Hambatan
pada dinding arteri, dinding Mobilitas Fisik
arteri yang rusak menjadi Kedua pasien
lokasi penimbunan plaque mengalami kelemahan
arterosklerosis, plaque yang ekstremitas (tangan dan
terus menebal kaki) pada separuh tubuh
menyebabkan peredaran serta keterbatasan dalam
darah menjadi tidak lancar gerak. Kondisi ini
bahkan tersumbat, hal ini disebabkan oleh stroke
yang mengakibatkan stroke iskemik yang
(Wahyu, 2010). mengakibatkan tubuh
Selain merokok kehilangan volunter
pasien I dan pasien II sehingga menyebabkan
memiliki kebiasaan makan terjadinya hemiparesis atau
makanan yang kurang baik. kelemahan pada separo
Pasien I suka makan badan (Junaidi, 2011). Pada
gorengan dan pasien II juga pemeriksaan kekuatan otot
suka makan gorengan dan didapatkan data bahwa
masakan bersantan yang pasien I mengalami
mengandung asam lemak kelemahan pada ekstremitas
jenuh yang berdampak kanan dengan skala
buruk meningkatkan kadar kekuatan otot 3 (gerakan
kolesterol LDL atau normal melawan gravitasi)
kolesterol jahat (Farida & pada ekstremitas kanan atas
Amelia, 2009). Kolesterol dan 2 (gerakan melawan
gravitasi dengan topangan) Dextra dan Periventricular
untuk ekstremitas kanan Lateral Dextra.
bawah. Sedangkan pada Pada rentang gerak
pasien II mengalami sendi pasien I dan pasien II
kelemahan pada ekstremitas mengalami keterbatasan.
kiri dengan skala kekuatan Kemampuan rentang gerak
otot 2 (gerakan melawan ekstremitas kanan pasien I
gravitasi dengan topangan) pada fleksi bahu 80o, fleksi
pada ekstremitas atas siku 75o, fleksi telapak
maupun bawah. Dalam tangan 45o, fleksi jari
menentukan kekuatan otot tangan 45o, abduksi jari
dapat dilakukan dengan tangan 30o dan fleksi
cara meminta pasien pinggul 70o kanan.
menggerakan ekstremitas Sedangkan pada pasien II
yang mengalami rentang gerak sendi
kelemahan, kemudian ekstremitas kiri pada fleksi
meminta pasien bahu 45o, fleksi siku 30o,
mengangkatnya, beri fleksi telapak tangan 30o,
tahanan dan minta pasien fleksi jari 30o, abduksi jari
untuk melawan tahanan tangan 20o dan fleksi
tersebut (Hidayat & Uliyah, pinggul 60o.
2014). Kelemahan Keterbatasan
ektremitas yang terjadi rentang gerak sendi terjadi
karena pengendalian sistem karena kerusakan pada otak
kontralateral, maka akan yang mempengaruhi sistem
terjadi kelemahan atau saraf dalam mengontrol
kelumpuhan pada sisi tubuh pergerakan otot. Gangguan
yang berlawanan dengan kombinasi antara sistem
otak yang mengalami saraf dan otot
kerusakan. Hal ini mengakibatkan sinyal untuk
dibuktikan pada pasien 1 menggerakan ekstremitas
mengalami kelemahan pada menjadi terganggu
ekstremitas kanan dengan (Herimasmur, 2012).
kerusakan pada otak bagian 2. Diagnosis Keperawatan
kiri sesuai dengan hasil CT Diagnosis keperawatan yang
Scan Infark Periventricular menjadi fokus studi kasus
Sinistra Cornu Anterior dan adalah hambatan mobilitas fisik
pada pasien II mengalami berhubungan dengan gangguan
kelemahan pada esktremitas neuromuskular (Herdman &
kiri dengan kerusakan otak Kamitsuru, 2018). Diagnosa ini
bagian kanan sesuai dengan ditegakan sebagaimana dampak
hasil CT Scan Lancular dari serangan stroke iskemik
Infark Ganglia Basalis yang menyebabkan kelamahan
salah satu ekstremitas
berdasarkan keluhan pasien, disamping melaksanan
penurunan kekuatan otot, tindakan keperawatan yang
penurunan kemampuan pasien lain.
dalam beraktivitas. 4. Implementasi
3. Rencana Tindakan Melatih ROM aktif dan
Keperawatan pasif dilakukan 2x sehari pagi
Tindakan untuk mengatasi dan sore karena dinilai
hambatan mobilitas fisik yaitu berpengaruh terhadap
melatih ROM aktif dan pasif. peningkatan kekuatan otot
Latihan rentang gerak menurut (Mawarti & Farid, 2012). Saat
Potter & Perry (2010) terdapat dilakukan pengkajian pada
dua macam yaitu ROM aktif pasien I, ekstremitas kanan
dan ROM pasif. ROM aktif perlu dilakukan latihan ROM
adalah latihan ROM yang pasif karena mengalami
dilakukan oleh pasien sendiri kelemahan, kekuatan otot
dengan menggerakan seluruh ekstremitas atas 3 dan bawah 2,
sendi tanpa bantuan, sedangkan penurunan rentang gerak sendi
ROM pasif adalah perawat pada fleksi bahu, siku, telapak
membantu pasien menggerakan tangan jari tangan, abduksi jari
masing-masing sendi pada tangan dan fleksi pinggul.
seluruh latihan rentang gerak Sedangkan ektremitas kiri
karena pasien tidak mampu dapat melakukan latihan ROM
bergerak secara mandiri. secara aktif. Pada pasien II
Latihan rentang gerak sendiri mengalami kelemahan
memiliki prinsip dasar antara ekstremitas kiri, kekuatan otot
lain, yaitu ROM harus diulang 2 dan rentang gerak sendi
8x sehari dan dikerjakan ekstremitas kiri yang
minimal 2x sehari pada pagi mengalami keterbatasan pada
dan sore hari. Penelitian fleksi bahu, siku, telapak
Mawarti & Farid (2012) latihan tangan, jari tangan, abduksi jari
ROM 2x sehari dinilai tangan dan fleksi pinggul
berpengaruh terhadap sehingga perlu dilakukan ROM
peningkatan kekuatan otot. pasif, dan untuk ekstremitas
Latihan ROM yang dilakukan kanan dapat melakukan ROM
dengan efektif 2x sehari akan secara aktif.
membantu memanjangkan Melakukan kolaborasi
jaringan otot yang memendek dalam pemberian program
secara perlahan untuk kembali terapi. Pada pelaksanaanya di
normal (Murtaqib, 2013). rumah sakit baik pasien I
Kolaborasi dalam maupun pasien II mendapatkan
pemberian program terapi obat. injeksi piracetam 3gr, injeksi
Hal ini bertujuan untuk ranitidin 150 mg, dan injeksi
menunjang proses citicoline 500 mg. Piracetam
penyembuhan pasien adalah obat yang digunakan
untuk meningkatkan sel. Citicoline berfungsi
deformabilitas eritrosit yang meningkatkan senyawa kimia
merupakan elastisitas dan di otak bernama phospholipid
kemampuan sel darah merah phosphatidylcholine yang
melewati mikrovaskuler, berfungsi untuk melindungi
dengan meningkatnya otak, mempertahankan fungsi
deformabilitas eritrosit maka otak secara normal, mengurangi
akan mempermudah aliran jaringan otak yang rusak akibat
darah melewati pembuluh cedera, serta meningkatkan
darah otak yang kecil sehingga aliran darah dan konsumsi
memperbaiki keadaan iskemia oksigen di otak sehingga
(Praja, dkk, 2013). Piracetam mempercepat masa pemulihan
memiliki beberapa efek akibat stroke. Obat citicoline
samping seperti nyeri pada diberikan melalui intravena
perut, mual dan muntah. dengan dosis 500mg 3x sehari.
Piracetam diberikan pada Citicoline memiliki beberapa
pasien I dan II melalui efek samping seperti insomnia,
intravena dengan dosis 3gr 3x diare, penglihatan terganggu
sehari. Dosis tersebut dan mual
ditentukan oleh dokter sesuai 5. Evaluasi
berat ringannya kondisi pasien. Berdasarkan pengelolaan
Menurut DOI (Data Obat di pada pasien selama 3 hari, di
Indonesia) ranitidin merupakan dapatkan data pada pasien
obat dari golongan antihistamin mobilitas fisik pasien I mulai
yang digunakan untuk teratasi dengan kriteria hasil
mengurangi produksi asam yang sudah ditentukan, yaitu
lambung sehingga dapat terjadi peningkatan kekuatan
menguragi rasa nyeri pada ulu otot pada ekstremitas bawah
hati akibat tukak lambung, terjadi peningkatan walaupun
mual, muntah dan masalah esktremitas atas tidak terjadi
asam lambung tinggi lainnya. peningkatan (tetap skala 3).
Obat ranitidin diberikan Pada rentang gerak sendi tujuan
melalui intravena dengan dosis dan kriteria hasil mulai tercapai
150 mg 2x sehari, karena terdapat peningkatan
pemberiannya ditujukan untuk rentang gerak sendi pada
mencegah mual dan muntah beberapa persendian seperti
yang disebabkan efek samping pada bahu, siku dan pinggul.
dari pemberian piracetam. Peningkatan yang terjadi pada
Pemberian ranitidin dilakukan pasien I mungkin karena pasien
sebelum pasien makan. lebih semangat dan optimis saat
Sedangkan Citicoline adalah pelaksanaan latihan ROM.
obat yang mengandung cytidine Pada pasien II masalah
dan choline yang merupakan 2 hambatan mobilitas fisik belum
komponen penyusun membran
teratasi, baru terjadi membutuhkan bantuan orang
peningkatan rentang gerak lain dan alat (skala 3). Hasil
sendi yaitu pada bahu dan siku, pemeriksaan Infark
untuk kekuatan otot belum Periventricular Sinistra Cornu
terjadi peningkatan. Hal ini Anterior.
mungkin terjadi karena
kerusakan yang lebih luas pada Pasien II mengalami
otak pasien II, mengingat kelemahan pada ekstremitas
stroke saat ini merupakan kiri. Skala kekuatan otot pada
stroke kedua bagi pasien, yang ekstremitas kanan 5,
sebelumnya sudah pernah esktremitas kiri 2. Rentang
terkena stroke pertama 3 tahun gerak sendi ekstremitas kanan
lalu. maksimal, ektremitas kiri
Masalah hambatan mobilitas fleksi bahu 45 , fleksi siku 30o,
o

fisik pada pasien I dan pasien II fleksi telapak tangan 30o, fleksi
belum teratasi secara jari 30o, abduksi jari tangan
keseluruhan, namun latihan 20o. Dan fleksi pinggul 60o.
rentang gerak sendi dan alih Kemampuan mobilitas pasien II
posisi dapat diterapkan setelah untuk bangun, duduk, dan
pasien pulang atau di rumah, berpakaian membutuhkan
sehingga diharapkan masalah bantuan orang lain (skala 2),
hambatan mobilitas fisik dapat sedangkan untuk berdiri dan
teratasi. berpindah tempat
C. SIMPULAN membutuhkan bantuan orang
1. Pengkajian lain dan alat (skala 3) Hasil CT
Pada pengkajian mobilitas Scan Lancular Infark Ganglia
fisik didapatkan hasil pasien I Basalis Dextra dan
mengalami kelemahan pada Periventricular Lateral Dextra.
ekstremitas kanan. Skala 2. Diagnosis Keperawatan
kekuatan otot pada ekstremitas Masalah keperawatan yang
kiri 5, ekstremitas kanan atas 3 timbul pada kedua pasien
dan kanan bawah 2. Rentang adalah Hambatan Mobilitas
sendi ekstremitas kiri Fisik berhubungan dengan
masksimal, ekstremitas kanan Gangguan Neuromuskular.
fleksi bahu 80o, fleksi siku 75o, 3. Rencana Tindakan Keperawatan
fleksi telapak tangan 45o, fleksi Intervensi yang dilakukan
jari tangan 45o, abduksi jari bertujuan agar masalah
tangan 30o dan fleksi pinggul hambatan mobilitas fisik
70o. Kemampuan mobilitas teratasi dengan kriteria hasil
pasien I untuk bangun, duduk, kekuatan otot meningkat,
dan berpakaian membutuhkan rentang gerak sendi meningkat
bantuan orang lain (skala 2), dan tidak terganggu, serta
sedangkan untuk berdiri dan kemampuan mobilitas
berpindah tempat meningkat. Adapun intervensi
yang dilakukan adalah kaji pada ekstremitas kanan bawah
rentang gerak sendi, jelaskan meningkat dari 2 menjadi 3,
pada pasien manfaat dan tujuan sedangkan pada ekstremitas
latihan rentang gerak (ROM), kanan atas tidak terjadi
monitor tanda-tanda vital peningkatan yaitu tetap 3.
pasien, latih pasien ROM Untuk rentang gerak sendi pada
pasien dan aktif sesuai dengan ekstremitas kanan mengalami
indikasi dan jadwal, peningkatan pada fleksi bahu
instruksikan pasien dan dari 80o menjadi 90o, fleksi
keluarga cara ROM pasif dan siku 75o menjadi 80o, dan fleksi
aktif serta bantu untuk buat pinggl meningkat dari 80o
jadwal, ubah posisi pasien menjadi 90o. Pada kemampuan
setiap 2 jam miring ke kanan mobilitas pasien perlu bantuan
dan miring ke kiri, serta dari keluarga untuk bangun,
kolaborasi dalam pemberian duduk, dan berpakaian,
program terapi. sedangkan untuk berdiri dan
4. Implementasi berpindah tempat
Setelah dilakukan membutuhkan bantuan orang
implementasi keperawatan lain dan alat. Pasien masih
yang sesuai dengan rencana terbaring di tempat tidur, tanda-
keperawatan baik pasien I dan tanda vital stabil, dan tidak
pasien II memiliki respon yang terjadi komplikasi akibat
baik dan kooperatif selama hambatan mobilitas fisik.
tindakan keperawatan Pada pasien II tidak
dilaksanakan. Kedua pasien terdapat peningkatan kekuatan
memahami tujuan latihan otot, pada rentang gerak sendi
rentang gerak (ROM), mengalami peningkatan pada
mengikuti latihan rentang gerak fleksi bahu dari 45o menjadi
(ROM) dengan kooperatif, 55o dan pada fleksi siku dari
melakukan alih posisi sesuai 30o meningkat menjadi 45o.
dengan jadwal, dan bersedia Pada kemampuan mobilitas
menerima program terapi. pasien perlu bantuan keluarga
4. Evaluasi untuk bangun, duduk, dan
Setelah dilakukan tindakan berpakaian, sedangkan untuk
keperawatan 3x24 jam, penulis berdiri dan berpindah tempat
mengevaluasi sesuai dengan membutuhkan bantuan orang
tujuan kriteria hasil dan rencana lain. Pasien terbaring di tempat
keperawatan. Masalah tidur, tanda-tanda vital stabil
hambatan mobilitas fisik pada dan tidak terjadi komplikasi
pasien I dan pasien II mulai akibat hambatan mobilitas
teratasi dengan data sebagai fisik.
berikut :
Pada kekuatan otot pasien I
mengalami peningkatan, yaitu DAFTAR PUSTAKA
Andani, M., Kristiyawati, S., & Purnomo, M. (2013). Nursing Interventions
E.C. (2016). Efektifitas Alih Baring Classification (NIC). Oxford:
Dengan Masase Punggung Elseiver Global Rights.
Terhadap Resiko Dekubitus Pada
Pasien Tirah Baring Di Rsud Bustan, M. Nadjib. (2015). Pengendalian
Ambarawa, Penyakit Tidak Menular. Jakarta:
(http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id Rineka Cipta.
/index.php/ilmukeperawatan/article/
viewFile/501/500. Diakses pada 12 Dantes, Nyoman. (2012). Metode
Januari 2019). Penelitian. Yogyakarta: ANDI Offset.

Anggraini, Ade Dian dkk. 2009. Faktor- Depkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar
Faktor Yang Berhubungan Dengan 2018. (online),
Kejadian Hipertensi Pada Pasien (http://www.depkes.go.id/resources/
Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa download/info-terkini/hasil-
Puskesmas Bangkinang Periode riskesdas-2018.pdf. Diakses pada
Januari Sampai Juni 2008. tanggal 17 Desember 2018).
Pekanbaru: University of Riau
Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar
Arifin, M. H., Weta, I., & Ratnawati. 2013. (online),
(2016). Faktor-Faktor yang (http://www.depkes.go.id/resources/
Berhubungan dengan Kejadian download/general/Hasil%20Riskesd
Hipertensi pada Kelompok Lanjut as%202013.pdf. Diakses pada
Usia di Wilayah Kerja UPT tanggal 17 Desember 2018).
Puskesmas Petang I Kabupaten
Badung Tahun 2016, Donsu, Jenita Doli Tine. (2016).
(https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum Metodologi Penelitian Keperawatan.
/article/view/21559) Yogyakarta: Pustakabarupress.

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Farida dan Amelia. (2009). Mengantisipasi


Keperawatan, Konsep dan Aplikasi Stroke. Yogjakarta: Penerbit Buku
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Biru
Salemba Medika.
Herdman, H., & Kamitsuru, S. (2018).
Baskara, DM., & S, Warsito. (2016). Nanda International Inc. Nursing
Latihan Range Of Motion (Rom) Diagnoses: Definition &
Pasif Terhadap Rentang Sendi Classification 2018-2020. Jakarta:
Pasien Pasca Stroke, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
(http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ
/article/view/6450. Di akses pada Hidayat, A. A. & Musrifatul Uliyah
tanggal 19 Desember 2018). (2014). Pengertian Kebutuhan
Dasar Manusia, Edisi 2 Buku 1.
Bulechek, G. M., Buthcer, H. K., Jakarta: Salemba Medika.
Dochterman, J. M., & Wagner, C.
Junaidi, Iskandar. (2011). Stroke, Peningkatan Rentang Gerak Sendi
Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: Pada Penderita Stroke Di
ANDI Offset. Kecamatan Tanggul Kabupaten
Maimurahman, H.M & C. N. Fitriah. Jember,
(2012). Keefeektifan Range Of (http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.p
Motion (Rom) Terhadap Kekuatan hp/jks/article/viewFile/466/240.
Otot Ekstremitas Pada Pasien Diakses 12 Januari 2019).
Stroke,
(http://id.portalgaruda.org/?ref=brow Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan
se&mod=viewarticle&article=25009 Keperawatan Klien dengan
7. Diakses 12 Januari 2019). Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Marlina. (2011). Pengaruh Latihan ROM
Terhadap Peningkatan Kekuatan Nastiti, D. (2012). Gambaran Faktor
Otot Pasien Stroke Iskemik di Risiko Kejadian Stroke pada Pasien
RSUDZA Banda Aceh, Stroke Rawat Inap di Rumah Sakit
(http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ Krakatau Medika Tahun 2011.
/article/viewFile/6407/5256. Di Skripsi. Program Studi Kesehatan
akses pada tanggal 20 Desember Masyarakat Peminatan
2018). Epidemiologi. Jakarta: Universitas
Indonesia
Mawarti, H., & Farid. (2012). Pengaruh
Nursalam. (2015). Metodologi Penelitian
Latihan Rom (Range Of Motion)
Ilmu Keperawatan Pendekatan
Pasif Terhadap Peningkatan
Praktis Edisi 4. Jakarta: Salemba
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke
Medika.
Dengan Hemiparase,
(http://id.portalgaruda.org/?ref=brow
Potter, P. A., & Perry , A.G. (2010).
se&mod=viewarticle&article=11652
Fundamental Of Nursing Edisi 7.
6. Diakses 12 Januari 2019).
Jakarta: Salemba Medika.
Misbach, J. (2011). Stroke Aspek
Diagnosis, Patofisiologi, Rahayu, K. (2014). Pengaruh Pemberian
Manajemen. Jakarta: Balai Penerbit Latihan Range Of Motion (Rom)
Fakultas Kedokteran Universitas Terhadap Kemampuan Motorik
Indonesia. Pada Pasien Post Stroke Di Rsud
Gambiran,
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., (http://ejournal.umm.ac.id/index.php
& Swanson, E. (2013). Nursing /keperawatan/article/view/2864.
Outcome Classification (NOC). Diakses pada tanggal 12 Januari
Oxford: Elseiver Global Rights. 2019).

Murtaqib. (2013). Perbedaan Latihan Ramadhanis, Ilham. (2012). Hubungan


Range Of Motion (Rom) Pasif Dan Antara Hipertensi Dan Kejadian
Aktif Selama 1 – 2 Minggu Terhadap Stroke Di Rsud Kraton Kabupaten
Pekalongan. Skripsi thesis, (http://esprint.undip.ac.id/article/vie
Universitas Muhammadiyah w/6482/1)
Surakarta.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013).
Rasyid, Al., & Soertidewi, Lina. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Unit Stroke, Manajemen Stroke Bedah Brunner & Suddarth Edisi 12.
Secara Komprehensif. Jakarta: Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas EGC.
Indonesia
Sukmawati., Setiawan, D., & Widiyanto,
RSUD Tidar Magelang. (2018). B. (2016). Pengaruh Ambulasi Dini
Rekapitulasi Pasien Stroke Non Terhadap Peningkatan Activity Of
Hemoragik Januari – September Daily Living Pada Pasien Post
2018. Bagian Rekam Medis: RSUD Kateterisasi Jantung Di Rs
Tidar Magelang. Telogorejo Semarang,
(http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id
Sastroasmoro, Sugondo., Sofyan Ismael. /index.php/ilmukeperawatan/article/
(2011). Dasar-dasar Metodologi view/482. Diakses 6 Januari 2019).
Penelitian Klinis. Jakarta: Saging
Seto. Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan Sistem Persarafan
Shadine, Mahannad. (2010). Mengenal Edisi II. Jakarta : CV Sagung Seto.
Penyakit Hipertensi, Diabetes,
Stroke dan Serangan Jantung. Wulansari, N.M.A. (2015). Pengaruh
Jakarta: Keenbooks. Ambulasi Dini Terhadap
Peningkatan Pemenuhan Activity
Sitorus, R.J., Hadisaputro, S., dan
Daily Living (ADL) pada Pasien
Kustiowati,E. (2010). Faktor-faktor
Post Operasi Fraktur Ekstremitas Di
Risiko yang Mempengaruhi
RSUD Ambarawa,
Kejadian Stroke pada Usia Muda
(http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.p
Kurang dari 40 Tahun di Rumah
hp/ilmukeperawatan/article/view/464/463.
Sakit di Kota Semarang,
Diakses 12 Januari 2019).

Anda mungkin juga menyukai