Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Teori


1.1.1 Pengertian
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
(Brunner dan suddarth, 2001).
Gagal ginjal kronik (GGK) atau bisa disebut juga dengan Chronic Kidney
Disease (CKD) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi
apabila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 ml/menit. (Suyono, Slamet, 2001).
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangaan gagal ginjal yang progresif dan
lambat, biasanya berlangsung berapa tahun. Ginjal kehilangan kemampuan asupan
diet normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit merusak
nefron ginjal. (Price, Sylvia Anderson, 2004).

1.1.2 Etiologi
1. Infeksi saluran kemih (ISK)
ISK dibagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah
(pielonefritis akut). Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang progresif
berupa kelainan ginjal disebabkan oleh infeksi yang berulang dan menetap
pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan saluran
kemih seperti refluks vesikoureter, obstruksi, kalkuli atau kandung
kemih neurogenik. Kerusakan ginjal pada pielonefritis akut / kronik
atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan refluks urin yang terinfeksi ke
uretra dan masuk kedalam parinkim ginjal. (refluks internal). Piolonefritis
kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan penyebab utama gagal
ginjal pada anak-anak.
2. Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat.
Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal kronik
merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan air,
pengaruh vaso presor dari system renin- angiotensin mungkin juga melalui
defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis menunjukan adanya perubahan
patologis pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini

1
merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada
populasi yang bukan orang kulit putih.
3. Glomerulonefritis
Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai
proteinuria dan atau hemoturia. Meskipun lesi terutama pada glomerulus,
tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,
mengakibatkan gagal ginjal kronik.
4. Penyakit ginjal kronik
Penyakit ginjal polikistik dintandai dengan kista-kista multiple
bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan.ginjal dapat
membesar dan terisi oleh klompok- klompok kista yang menyarupai anggur.
Perjalanan penyakit progresif cepat dan mengakibatkan kematian sebelum
mencapai usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang sering tampak adalah
rasa sakit didaerah pinggang, hematuria, poliuria, proteinuria dan ginjal
membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering terjadi adalah
hipertansi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan
penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.
5. Gout
Gout merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperurisemia (peningkattan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada
gout terutama berupa endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan
tubuh.
Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal
dapat menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan gagal ginjal yang
berjalan progresif lambat.
6. Diabetes mellitus
Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan
yang umum pada penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang sering
dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola, pielonefritis dan
nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi tersebut disebabkan
oleh peningkatan endapan matriks mesingeal. Membrane basalis perifer
juga lebih menebal. Mula-mula lumen kapiler masih utuh tetapi lambat laun
mengalami obliterasi bersamaan dengan berlanjutnya penyakit.
7. Hiperparatirodisme
Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone paratiroid
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan nefrokalasinosis dan
selanjutnya dapat menyebutkan gagal ginjal. Penyebab yang paling sering
adalah adenoma kelenjar paratiroid.

2
8. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25%
dari curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk
kebanyakan obat. Sehingga insufiensi ginjal mengakibatkan peninbunan obat
dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.

1.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas 2 hal yaitu
atas dasar derajat penyakit dan diagnostik etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit dibuat atas satu dari dua persamaan berdasarkan
konsntrasi kreatinin plasma, umur, jenis kelamin, etnik.
Pertama, persamaan dari penelitian modifikasi diet pada penyakit ginjal yaitu:
2
LFG (ml/menit/1,73m ) = 1,86 x ( P cr) - 1,154 x (umur) - 0,023

Keterangan: wanita x 0,742


Kedua, persamaan dari Kockcroft-Gault sebagai berikut :
Creatinin Clearance Test (ml/mnt) = (140 - umur) x BB
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
Keterangan: wanita x 0,85
Klasifikasi menurut NICE 2008
1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK
2. Proteinuria:
a. Urin ACR (albumin clearance ratio)
30mg/mmol atau lebih.
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih.
(dengan perkiraan urinary protein excreation
0,5 g/24jam atau lebih)
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
2
a. LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m (stadium 3A)
2
b. LFG 30 – 44 ml/min/1,73 m (stadium 3B)

Stadium GFR RencanaTatalaksana

(mL/menit/1,73m2 )

1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah

2 60 – 89 Observasi, kontrol tekanan darah dan


faktorrisiko

3a 45 – 59 Observasi, kontrol tekanan darah dan


faktor risiko
3b 30 – 44

3
4 15 – 29 x persiapan untuk RRT ( Renal Replecemen
Therapy)

5 < 15 RRT ( Renal Replecemen Therapy)

Klasifikasi berdasarkan test clearents creatinins dan dapat diklasifikasikan menjadi


4, yaitu :
Klasifikasi gagal ginjal kronik dibagi menjadi 5 stadium berdasarkan nilai GFR
(Glomerular filtration rate):
a. Stadium 1
Kerusakan ginjal dengan GFR normal (90 atau lebih). Kerusakan pada ginjal
dapat dideteksi sebelum GFR mulai menurun. Pada stadium pertama penyakit
ginjal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat perkembangan
CKD dan mengurangi resiko penyakit jantung dan pembuluh darah.

b. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi
ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD
kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan
lain.
c. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium
ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya
bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
d. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan
untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan.
Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk
memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap
menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah
kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta
anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
e. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup
untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialysis atau
pencangkokan ginjal.

1.1.4 Manifestasi Klinis


1. Sistem gastrointestinal
a. Anoreksia, nausea, vomitus yang berhubungan dengan gangguan

4
metabolisme protein.
b. Foter uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
2. Kulit
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksik uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Ekimosis akibat gangguan hematologis.
c. Urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat
3. Sistem hematologi
a. Berkurangnya produksi eritropoitin, sehingga rangsangan eritropoisis pada
sumsum tulsng menurun.
b. Hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritroosit dalam suasana
uremia toksik.
c. Difisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan yang kurang.
d. Perdarahan pada saluran cerna dan kulit
e. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidismesekunder
f. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia akibat agregasi dan
adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III
dan adenosis difosfat.
4. Sistem saraf dan otot
a. Resties leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan.
b. Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar terutama
ditelapak kaki.
c. Ensefalopati metabolik: Lemah tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi
tremor, miokionus dan kejang.
d. Miopati: Kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.
5. Sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas
system renin-angiotensin-aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit
jantung koroner akibat arterosklerosis dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
6. Sistem endokrin
a. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun akibat penurunan
sekresi testosterone dan spermatogenesis.
b. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan sekresi dan insulin.
c. Gangguan metabolisme.

5
d. Gangguan metabolisme vitamin D.
7. Gangguan system lain
a. Tulang: osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteofibfosa,
osteoskerosis dan kalsifikasi metastatik.
b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai
hasil metabolisme
c. Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalsemia, hipokalsemia.

1.1.5 Patofisiologi
Penurunan fungsi nefron

Mekanisme kompesasi dan adaptasi asimtomatik

Peningkatan BUN + Creat, retensinatrium Penumpukan cairan

Penumpukan toksik uremik Edema

GGK asimtomatik kelebihan volume cairan

Haematologis
Gangguan
Oedem pada
metabolisme protein ,
Trombositopenia ekstremitas Hipertensi oedema
peningkatan ureum

Penurunan fungsi Peningkatan renin,


Sindrom uremik Nyeri
lekosit agiotensin, aldosteron

Arteri osklerosis dini


Penurunan eritropoetin
Hiperphospatemia Intoleransi
aktivitas Penurunan curah
Defisiensi besi
Pruritus jantung
Haemolisis
Perubahan
Gangguan Sesak
peristaltic usus
Kelemahan otot integritas kulit
Kerusakan /
Resti cidera Konstipasi
gangguan
pertukaran gas

1.1.6 Komplikasi
1. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium, tamponade jantung
2. Gangguan elekrolit: hiponatremia, asidosis, hiperkalemia (akibat
penuruan ekskresi, asidosis mertabolik, katabolisme dan masukan diet yang
berubah)

6
3. Neurology: iritabilitas, neuromuscular, flap, tremor, koma, gangguan
kesadaran, kejang
4. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, pendarahan
gastrointestinal
5. Hematologi: anemia (akibat penurunan eritropeitin penurunan tentang usia
sel darah merah, perdarahan gastrom testinal akibat iritasi diet toxin, dan
kehilangan darah selama hemodialisis), diatesis, hemoragik
6. Infeksi: pneumonia, septicemia, infeksi nosokomial
7. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin
– angiotensin – aldosteron.
8. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat refensi fosfat, kadar
kalsium peningkatan kadar aluminium

1.1.7 Pemeriksaan Penunjang


Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka
perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun
kolaborasi antara lain :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan
protein dan immunoglobulin).
b. Pemeriksaan UrinWarna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT2.
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi Penyakit ginjal kronik meliputi:


a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opaque.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran pasien terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakkan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d. USG ginjal memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
Indikasi USG (NICE 2008):
2
1) Progresif GGK (LFG turun > 5 ml.min.1,73m dalam 5 tahun).

7
2) Adanya hematuria
3) Ada gejala obstruksi saluran kencing
4) Ada riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik dan berusia lebih
dari 20 tahun.
5) GGK stadium 4 dan 5.
6) Memerlukan biopsi ginjal.
b. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renogarfi dikerjakan bila ada
indikasi
5. Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.

1.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal kronik meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi
obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi
anemia.
3. Dialisis
4. Haemodialisa
5. Transplantasi ginjal. (Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

1.1.9 Konsep Hemodialisa

1. Pengertian Hemodialisis
merupakan terapi untuk pasien gagal ginjal tahap akhir. Metode ini
menggantikan kerja yang biasanya dijalankan ginjal, yaitu pembersihan darah
dari sisa metabolisme, zat toksik, dan pengeluaran timbunan air dalam
tubuh (Agoes, 2010)
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat
toksik lainnya melalui membran semi permeabel sebagai pemisah antara darah
dan dialisat yang sengaja dibuat dalam dializer (LeMone, Burke, & Bauldoff,
2016).
Hemodialisis merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien
gagal ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi
dengan menggunakan sistem dialisis eksternal dan internal (LeMone, Burke,
& Bauldoff, 2016).
Jadi kesimpulannya, hemodialisis merupakan terapi pengganti fungsi
ginjal untuk proses pembersihan darah dari zat sisa-sisa metabolisme,
toksik, dan timbunan elektrolit lainnya di dalam tubuh.
2. Tujuan hemodialisis

8
Tujuan dari terapi hemodialisis untuk pasien gagal ginjal kronik yaitu
(Wijaya & Putri, 2013) :
a. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin
dan asam urat
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding
antara darah dan bagian cairan
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
3. Indikasi hemodialisis
Indikasi dilakukannya terapi hemodialisis adalah (Wijaya & Putri, 2013) :
a. Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih ( laju filtrasi glomerulus < 5
ml).
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan terapi hemodialisis
apabila terdapat indikasi :
1) Hiperkalemia ( K+ darah 6 meq/l)
2) Asidosis Metabolik
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum/ kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%,
kreatinin serum > 6 mEq/l
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat
c. Indikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat. Sindrom hepatorenal
dengan kriteria :
1) K+ pH darah < 7,10 asidosis
2) Oliguri/anuria > 5 hr
3) GFR < 5ml/menit/1,73 m2 pada GGK
4) Ureum darah > 200 mg/dl
4. Kontra indikasi hemodialiasis
Selain indikasi hemodialisa juga kontraindikasi pada :
a. Hipertensi Berat ( TD > 200/ 100 mmHg )
b. Hipotensi ( TD<100 mmHg )
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi
5. Prosedur Pelaksanaan hemodialisis
Prosedur pelaksanaan untuk proses terapi hemodialisis sebagai berikut
(Wijaya &n Putri, 2013) :
a. Tahap Persiapan
1) Mesin sudah siap pakai

9
2) Alat lengkap 1 set Hemodialisis
3) Obat-obatan
4) Administrasi (surat persetujuan HD)
b. Tahap pelaksanaan
1) Penjelasan pada klien dan keluarga
2) Timbang berat badan
3) Atur posisi, observasi TTV
4) Siapkan sirkulasi mesin
5) Persiapan tindakan steril pada daerah punksi
6) Lakukan penusukan vena (out let dan in let) dengan AV fistula lalu
tutup dengan kasa steril
7) Berikan bolus heparin (dosis awal 50-100 IU/kg BB)
8) Memulai hemodialisis
9) Pencatatan dokumentasi selama proses dialisis
c. Tahap penghentian
1) Siapkan alat
2) Ukur TTV
3) Lepaskan outlet dan inlet punksi
4) Ukur TTV
5) Timbang berat badan
6) Analisa keluhan saat dan sesudah HD
6. Prinsip hemodialisa
Prinsip pelaksanaan dari terapi hemodialisis itu meliputi (LeMone,
Burke, & Bauldoff, 2016) :
a. Difusi
Dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang di timbulkan oleh perbedaan
konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi
menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan asam urat dari kompartemen
darah klien ke kompartemen dialisat.
b. Osmosis
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semipermeabel dari
daerah yang kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar partikel lebih
tinggi, osmosis bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama
pada dialiser.
c. Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable
akibat perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.
d. Konveksi

10
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
7. Akses pembulu darah
Akses pembuluh darah dalam pelaksanaan hemodialisis dibagi
sesuai fungsinya (Suharyanto & Madjid, 2009) :
a. Kateter Subklavia / Jugularis dan Femoralis
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis
darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara.
Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis
untuk pemakaian segera dan sementara.
b. Fistula (cimino shunt breschia)
Fistula yang telah permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau
menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side
( dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut
membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu untuk menjadi “matang” sebelum
siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan agar
fistula pulih dan segmen vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga
dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum
ditusukan ke dalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang
akan mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula digunakan untuk
memasukan kembali (reinfus) darah yang sudah terdialisis.
c. Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis,
sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri
atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Baisanya tandur tersebut dibuat
bila pembuluh darah pasien tidak cocok untuk dijadikan fistula.

1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
Adapun yang perlu dilakukan pada klien dengan Gagal Ginjal Kronik adalah
sebagai berikut:
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, alamat,
tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2. Riwayat Keperawatan
Riwayat kesehatan sekarang, meliputi perjalanan penyakitnya, awal

11
gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak atau bertahap,
faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
a. Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit yang berhubungan
dengan penyakit sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat dirumah sakit
dan riwayat penggunaan obat.
b. Riwayat kesehatan keluarga, meliputi adakah keluarga yang mempunyai
penyakit keturunan Hipertensi, Gagal Ginjal dan lain-lain.
c. Riwayat psiko sosial meliputi, adakah orang terdekat dengan klien,
interaksi dalam keluarga, mekanisme koping yang digunakan klien untuk
mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien
menerima keadaannya, masalah yang mempengaruhi klien, persepsi
klien terhadap penyakitnya dan sistem nilai kepercayaan yang bertentangan
dengan kesehatan.
d. Kondisi lingkungan rumah, lingkungan rumah merupakan faktor utama
yang mempengaruhi kesehatan klien.
e. Kebiasaan sehari-hari sebelum sakit dan di rumah sakit, meliputi pola
nutrisi, pola eliminasi, pola personal higiene, pola istirahat tidur, pola aktivitas
dan latihan serta pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
3. Pengkajian Fisik yang dapat dilakukan mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki (head to toe) dengan menggunakan teknik yaitu: inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi, adapun hasil pengkajian dari ujung rambut sampai ujung
kaki dengan teknik tersebut pada klien Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai
berikut:
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus,
penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP,
tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut,
marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia,
mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak
subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan,
gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan,

12
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma.
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah.
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea (+),
batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas.
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas.
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi

1.2.3 Intervensi
NANDA

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

Definisi : peningkatan retensi cairan isotonik

Batasan karakteristik : 16. ketidakseimbangan elektrolit


17. kongesti pulmonal
1. Ada bunyi jantung S3 18. oliguria
2. Anasarka 19. ortopnea
3. Ansietas 20. penambahan berat badan dalam
4. Asupan melebih haluaran waktu sangat singkat
5. Asotemia 21. peningkatan tekanan vena sentral
6. Bunyi nafas tambahan 22. penurunan hematokrit
7. Dispnea 23. penurunan hemoglobin
8. Dispnea nokturnal paroksimal 24. perubahan berat jenis urine
9. Distensi vena jugularis 25. perubahan status mental
10. Edema 26. perubahan tekana arteri pulmonal
11. Efusi pleura 27. refleks hepatojugular positif
12. Gangguan pola nafas
13. Gangguan tekanan darah
14. Gelisah
15. Hepatomegali
Faktor yang berhubungan :

1. gangguan mekanisme regulasi


2. kelebihan asupan cairan
3. kelebihan asupan natrium

NOC

Keseimbangan cairan 0601

Definisi : keseimbangan cairan di dalam ruang intraselular dan ekstraselular tubuh

13
Skala targer outcome Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu

Skala outcome keseluruhan 1 2 3 4 5

060101 Tekanan darah 1 2 3 4 5 NA

060122 Denyut nadi radial 1 2 3 4 5 NA

060102 Tekanan arteri 1 2 3 4 5 NA


rata-rata

060103 Tekanan vena 1 2 3 4 5 NA


sentral

060104 Tekanan baji paru- 1 2 3 4 5 NA


paru

060105 Denyut perifer 1 2 3 4 5 NA

060107 Keseimbangan 1 2 3 4 5 NA
intake dan output
dalam 24 jam

060109 Berat badan stabil 1 2 3 4 5 NA

060116 Turgor kulit 1 2 3 4 5 NA

060117 Kelembapan 1 2 3 4 5 NA
membran mukosa

060118 Serum elektrolit 1 2 3 4 5 NA

060119 Hematokrit 1 2 3 4 5 NA

060120 Berat jenis urine 1 2 3 4 5 NA

berat Cukup Sedang ringan Tidak ada


berat

060106 Hipotensi 1 2 3 4 5 NA
ortostatik

060108 Suara nafas 1 2 3 4 5 NA


adventif

060110 Asites 1 2 3 4 5 NA

060111 Distensi vena 1 2 3 4 5 NA


leher

060112 Edema perifer 1 2 3 4 5 NA

060113 Bola mata cekung 1 2 3 4 5 NA


dan lembek

14
060114 Konfusi 1 2 3 4 5 NA

060115 Kehausan 1 2 3 4 5 NA

060123 Kram otot 1 2 3 4 5 NA

060124 Pusing 1 2 3 4 5 NA

NIC

Pemantaun monitor eletrolit 2020

Definisi : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur keseimbangan


elektrolit

Aktivitas-aktivitas : 20. monitor tanda/gejala hipernatremia:


haus hebat, demam, membran mukosa
1. monitor serum elektrolit
2. monitor serum albumin dan kadar kering dan lengket, takikardia,
protein total, sesuai dengan indikasi hipotensi, letargi, bingung, perubahan
3. monitor ketidakseimbangan asam basa mental dan kejang
4. identifikasi kemungkinan penyebab 21. monitor tanda/gejala hipokalsemia :
ketidakseimbangan elektrolit iritabilitas, tetanus otot, tanda
5. kenali dan laporkan adanya
chvostek’1s (spasme otot wajah, tanda
ketidakseimbangan elektrolit
6. monitor adanya kehilangan cairan dan trauseau (spasme pada daerah kartal).
elektrolit, jika diperlukan Kebas dan kesemutan pada daerah
7. monitor tanda chvostek dan /atau perifer kram otot, penurunan curah
tanda trousseau jantung, perpanjangan segmen ST dan
8. monitor manifestasi
interval IT, perdarahan dan fraktur
ketidakseimbangan elektrolit pada 22. monitor tanda/gejala hiperkalsemia:
sistem saraf (misalnya, perubahan nyeri tulang dalam, haus yang
sensori dan kelemahan) berlebihan, anoreksia, letargi,
9. monitor kepatenan ventilasi
10. monitor kadar osmolalitas serum dan kelemahan otot dan perpendekan
urine segmen QT, pelebaran gelomban T,
11. monitor rekaman EKG untuk pelebaran kompleks QRS, dan
mengetahui perubahan abnormal yang perpanjangan interval P-R
berkaitan dengan kadar kalium, 23. monitor tanda/gejala hipomagnesemia:
kalsium, dan magnesium depresi otot pernafasan, apatis, tanda
12. catat adanya perubahan sensasi pada chvostek’1s (spasme otot wajah), tanda
daerah perifer, termasuk kebas dan trauseau (spasme pada daerah kartal),
tremor konfulsi, facial tics, spasticity, disritmia
13. catat kekuatan otot

15
14. monitor adanya mual muntah dan jantung
24. monitor tanda/gejala hipermagnesemia:
diare
15. identifikasi tindakan yang berakibat kelemahan otot, tidak mampu menelan,
pada status elektrolit, termasuk hiporefleksia, hipotensi, bradikardia,
penghisapan pada saluran cerna, depresi sistem saraf pusat, depresi
penggunaan obat deuretik, pernafasan, letargi, koma dan depresi
25. monitor tanda/gejala hipofosfatemia:
antihipertensi, dan penghambat kanal
kecederungan perdarahan, kelemahan
kalsium
16. monitor adanya penyakit medis yang otot, parastesia, anemia hemolitik,
dapat menyebabkan ketidakseimbang- fungsi sel darah putih menurun, mual,
an kadar elektrolit muntah, demineralisasi tulang
17. monitor tanda/gejala hipokalemia : 26. monitor tanda/gejala hiperfosfatemia:
kelemahan otot, irregularitas jantung takikardi, mual muntah, kram abdomen,
(PVC), perpanjangan interval QT, kelemahan otot, paralisis yang lemah,
depresi gelombang T, serpresi segmen dan peningkatan refleks
27. monitor tanda/gejala hipokloremia:
ST, adanya gelombang I, kelelahan
hiperiritabilitas, tetanus, rangsangan
parastesia, penurunan reflek anoreksia,
otot, pernafasan lambat, dan hipotensi
konstipasi, penurunan mobilitas usus,
28. monitor tanda/gejala hiperkloremia:
pusing, dingin, peningkatan
kelemahan, letargi, pernafasan dalam
sensitivitas terhadap digitalis, dan
dan cepat, dan koma
depresi pernafasan ) 29. berikan suplemen elektrolit sesuai resep,
18. monitor tanda atau gejala
jika diperlukan
hiperkalemia: iritabilitas, gelisah, 30. berikan diet yang tepat pada pasien
kecemasan, muntah, kram abdomen, dengan ketidakseimbangan elektrolit
kelemahan, paralisis yang lemah, (makanan kaya kalium, dan diet rendah
kebas sirkumural dan kesemutan, natrium)
31. ajarkan kepada pasien cara mencegah
takikardia menuju bradikardia,
atau meminimalisasi ketidakseimbangan
takikardia ventrikular/fibrilasi, puncak
elektrolit
gelombang T memanjang, pendataran
32. anjurkan kepada pasien dan keluarga
P, meluasnya kompleks QRS, dan
mengenai modifikasi diet khusus jika
henti jantung yang menuju ke aras
diperlukan
asistol) 33. konsultasikan kepada dokter jika tanda
19. monitor tanda/gejala hiponatremia:
dan gejala ketidakseimbangan cairan
disorientasi, kedutan otot, mual dan
dan/atau elektrolit menetap atau
muntah, kram abdomen, sakit kepala,
memburuk
perubahan kepribadian, kejang, letargi,
keletihan, menarik diri, dan koma

NIC

Manajemen Hipervolemia 4170

16
Definisi: pengurangan volume cairan ekstraseluler dan atau intraselular dan pencegahan
komplikasi pada pasien yang mengalami kelebihan cairan.

Aktivitas-aktivitas 18. Hindari penggunaan cairan iv hipotonik


19. Tinggikan kepala tempat tidur untuk
1. timbang berat badan setiap hari dengan memperbaiki ventilasi sesuai kebutuhan
waktu yang tepat atau sama (misalnya, 20. Fasilitasi intubasi endotrakeal dan
setelang buang air kecil, sebelum inisiasi ventilasi mekanik pada pasien
sarapan) dan monitor kecendrungannya. dengan edema pulmonal berat, sesuai
2. Monitor status hemodinamik, meliputi kebutuhan
denyut nadi, tekanan darah, MAP, CVR, 21. Pertahankan pengaturan ventilator
PAP,PCWP, CO Dan CI, jika tersedia. mekanik yang diberikan ( misalnya FiO2
3. Monitor pernapasan untuk mengetahui mode, pengaturan volume atau tekanan
adanya gejala edema pulmonal PEEP). Sesuai kebutuhan
(misalnya cemas, sesak napas, ortopnea, 22. Gunakan suksion sister tertutup pada
dyspnea, takipnea, batuk, produksi pasien dengan edema pulmonal pada
sputum kental, dalam napas pendek. ventilasi mekanik dengan PEEP, sesuai
4. Monitor suara paru apnormal kebutuhan
5. Monitor suara jantung abnormal 23. Gunakan suksion sistem tertutup pada
6. Monitor distensi vena jugularis
7. Monitor edema perifer pasien dengan edema pulmonal pada
8. Monitor data laboratorium yang ventilasi mekanik dengan PEEP, sesuai
menandakan adanya hemokonsetrasi kebutuhan
( misalnya, natrium, BUN, Hematokrit, 24. Siapkan pasien untuk dilakukan dialysis
gravitasispesifik urin) jika tersedia (misalnya bantu pemasangan kateter
9. Monitor dta laboratorium yangdialysis) sesuai kebutuhan
mendapatkan adanya potensi terjadinya 25. Pertahankan alat akses vascular dyalisis
26. Tentukan perubahan berat badan pasien
peningkatan tekanan onkolitik plasma
sebelum dan sesudah setiap sesi dialisis
(misalnya, peningkatan protein dan 27. Monitor respon hemodinamik pasuen
albumin) jika tersedia selama dan setelah pada setiap sesi
10. Monitor data laboratoriu tentang
dyalisis
penyebab yang mendasari terjadinya 28. Tentukan volume dialisat dan volume
hipervolemia (misalnya, B-type yang kembali setelah setiap pertukaran
natriuretik dc peptide untuk gagal dyalisis peritonial.
jantung: BUN, kreatinin, dan GFR 29. Monitor kembalinya sisa peritonial
untuk gagal ginjal) jika tersedia. sebagai indikasi terjadinya komplikasi
11. Monitor intake dan output ( misalnya, infeksi, perdarahan yang
12. Berikan obat yang diresepkan untuk
berlebihan dan gumpalan)
mengurangi preload (misalnya 30. Reposisi pasien edema dependen secara
furosemide, spironolakton, morphine, teratur, sesuai kebutuhan
dan mitrogliserin). 31. Monitor integritas pada pasien yang
13. Monitor tanda berkurangnya preloade megalami imobilisasi dengan edema
(misalnya, meningkatkan urin out put,
dependen.
perbaikan suara paru apnormal, 32. Tingkatkan itegritas kulit (misalnya
penurunan tekanan darah, MAP, CVP, mencegah gesekan, hindari kelembapan
PCWP, CO,CI). yang berlebihan, dan berikan nutrisi

17
14. Monitor adanya efek pengobatan yang adekuat) pada pasien yang mengalami
berlebihan (misalnya dehidrasi, imobilisasi dengan edema dependen,
hipotensi, takikardi, hipokalemia). sesuai kbutuhan
15. Instruksikan pasien mengenai 33. Instruksikan pasien dan keuarga
penggunaan obat untuk mengurangi menggunakan catatan asupan out put,
preloade sesuai kebutuhan
16. Berikan infes iv ( misalnya, cairan, 34. Instruksi pasien dan keluarga mengenai
produk darah) secara perahan untuk intervesi yang direncanakan untuk
mencegah peningkatan preloade yang menangani hipervolemia
35. Batasi asupan natrium, sesuai indikasi
cepat.
36. Tingkatkan citra diri dan harga diri yang
17. Batasi intake cairan bebas pada pasien
positif jika pasien mengekspresikan
dengan hyponatremia dilusi.
kepedulian akibat retensi cairan yang
berlebih.

NANDA
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
Kerusakan Integritas Kulit (00046)

Definisi : Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis

Batasan Karaktersistik :

 Benda asing menusuk permukaan kulit


 Kerusakan integritas kulit
Faktor yang Berhubungan : Internal

Eksternal  Gangguan metabolisme


 Gangguan pigmentasi
 Agens farmaseutikal  Gangguan sensasi (akibat cedera
 Cedera kimiawi kulit (mis., luka medula spinalis, diabetes melitus,
bakar, kapsaisin, metilen klorida, dll)
agens mustard)  Gangguan sirkulasi
 Faktor mekanik (mis., daya gesek,  Gangguan turgor kulit
 Gangguan volume cairan
tekanan, imobilitas fisik)
 Imunodefisiensi
 Hipertermia
 Nutrisi tidak adekuat
 Hipotermia
 Perubahan hormonal
 Kelembapan
 Tekanan pada tonjolan tulang
 Lembap
 Terapi radial
 Usia ekstrem

NOC

Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa (1101)

Definisi : Keutuhan struktur dan fungsi fisiologis kulit dan selaput lendir secara
normal

18
Skala Target Outcome : Dipertahankan pada..... Ditingkatkan ke.....

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


tergangg tergangg tergangg tergangg tergangg
u u u u u

SKALA OUTCOME 1 2 3 4 5 N/A


KESELURUHAN

INDIKATO
R

110101 Suhu kulit 1 2 3 4 5 N/A

110102 Sensasi 1 2 3 4 5 N/A

110103 Elastisitas 1 2 3 4 5 N/A

110104 Hidrasi 1 2 3 4 5 N/A

110106 Keringat 1 2 3 4 5 N/A

110108 Tekstur 1 2 3 4 5 N/A

110109 Ketebalan 1 2 3 4 5 N/A

110111 Perfusi 1 2 3 4 5 N/A


jaringan

110112 Pertumbuh 1 2 3 4 5 N/A


an rambut
pada kulit

110113 Integritas 1 2 3 4 5 N/A


kulit

Berat Cukup Sedang Ringan Tidak


Berat Ada

110105 Pigmentas 1 2 3 4 5 N/A


i abnormal

110115 Lesi pada 1 2 3 4 5 N/A


kulit

110116 Lesi pada 1 2 3 4 5 N/A


mukosa
membran

110117 Jaringan 1 2 3 4 5 N/A


parut

110118 Kanker 1 2 3 4 5 N/A


kulit

110119 Pengelupa 1 2 3 4 5 N/A

19
san kulit

110120 Penebalan 1 2 3 4 5 N/A


kulit

110121 Eritema 1 2 3 4 5 N/A

110122 Wajah 1 2 3 4 5 N/A


pucat

110123 Nekrosis 1 2 3 4 5 N/A

110124 Pengerasa 1 2 3 4 5 N/A


n [kulit]

110125 Abrasi 1 2 3 4 5 N/A


kornea

NIC

Perawatan Daerah (Area) Sayatan (3440)

Definisi : Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses penyebuhan luka yang


ditutup dengan jahitan, klip, atau steples

Aktivitas-aktivitas :  Jaga posisi selang drainase


 Berikan plester untuk menutup
 Jelaskan prosedur pada pasien,  Berikan salep aseptik
 Lepaskan jahitan, steples, atau klip,
gunakan persiapan sensorik
 Periksa daerah sayatan terhadap sesuai indikasi
 Ganti pakaian dengan interval [waktu]
kemerahan, bengkak, atau tanda-tanda
yang tepat
dehiscence atau eviserasi
 Gunakan pakaian yang sesuai untuk
 Catat karakteristik drainase
 Monitor proses penyembuhan di melindungi sayatan
 Fasilitasi pasien untuk melihat luka insisi
daerah sayatan
 Arahkan pasien cara merawat luka insisi
 Bersihkan daerah sekitar sayatan
selama mandi
dengan pembersihan yang tepat
 Arahkan pasien bagaimana
 Bersihkan mulai dari area yang bersih
meminimalkan tekanan pada daerah
ke area yang kurang bersih
 Monitor sayatan untuk tanda dan insisi
 Arahkan pasien dan/atau keluarga cara
gejala infeksi
 Gunakan kapas steril untuk merawat luka insisi, termasuk tanda-
pembersihan jahitan benang luka yang tanda dan gejala infeksi
efisien, luka dalam dan sempit, atau
luka berkantong
 Bersihkan area sekitar drainase atau
pada area selang drainase

Perawatan Luka Tekan (3520)

20
Definisi : Fasilitasi proses penyembuhan luka tekan/dekubitus

Aktivitas-aktivitas :  Berikan obat-obatan oral


 Monitor tanda dan gejala infeksi di area
 Catat karakteristik luka tekan setiap luka
hari, meliputi ukuran (panjang x lebar  Ubah posisi setiap 1-2 jam sekali untuk
x dalam), tingkatan luka (I-IV), lokasi, mencegah penekanan
 Gunakan tempat tidur khusus anti
eksudat, granulasi atau jaringan
dekubitus
nekrotik, dan epitelisasi
 Gunakan alat-alat pada tempat tidur
 Monitor warna, suhu, udem,
untuk melindungi pasien
kelembapan, dan kondisi area sekitar
 Yakinkan asupan nutrisi yang adekuat
luka  Monitor asupan nutrisi
 Jaga agar luka tetap lembap untuk  Pastikan bahwa pasien mendapat diit
membantu proses penyembuhan tinggi kalori protein
 Berikan pelembab yang hangat di  Ajarkan pasien dan keluarga akan adanya
sekitar area luka untuk meningkatkan tanda kulit pecah-pecah
perfusi darah dan suplai oksigen  Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
 Bersihkan kulit sekitar luka dengan perawatan luka
sabun yang lembut dan air  Fasilitasi pasien agar dapat berkonsultasi
 Lakukan debridement jika diperlukan dengan perawat ahli luka, jika
 Bersihkan luka dengan cairan yang
dibutuhkan
tidak berbahaya, lakukan pembersihan
dengan gerakan sirkuler dari dalam
keluar
 Gunakan jarum suntik ukuran 19 dan
suntikan 35 cc untuk membersihkan
luka dalam
 Catat karakteristik cairan luka
 Pasang balutan adesif yang elastik
pada luka, jika memungkinkan
 Berikan saline untuk menggosok jika
diperlukan
 Berikan salep jika dibutuhkan
 Lakukan pembalutan dengan tepat

Pengecekan Kulit (3590)

Definisi : Pengumpulan dan analisis data pasien untuk menjaga kulit dan integritas
membran mukosa

Aktivitas-aktivitas :  Monitor kulit untuk adanyan kekeringan


yang berlebihan dan kelembapan
 Periksa kulit dan selaput lendir terkait  Monitor sumber tekanan dan gesekan
dengan adanya kemerahan,  Monitor infeksi, terutama dari daerah
kehangatan ekstrim, edema, atau edema
 Periksa pakaian yang terlalu ketat
drainase
 Dokumentasikan perubahan membran
 Amati warna, kehangatan, bengkak,
mukosa

21
pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi  Lakukan langkah-langkah untuk
pada ekstremitas mencegah kerusakan lebih lanjut
 Periksa kondisi lika operasi, dengan
(misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan
tepat
reposisi)
 Gunakan alat pengkajian untuk
 Ajarkan anggota keluarga/pemberi
mengidentifikasi pasien yang berisiko
asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan
mengalami kerusakan kulit (misalnya,
kulit
Skala Braden)
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor kulit dan selaput lendir
terhadap area perubahan warna,
memar, dan pecah
 Monitor kulit untuk adanya ruam dan
lecet

Perawatan Luka (3660)

Definisi : Pencegahan komplikasi luka dan peningkatan penyembuhan luka

Aktivitas-aktivitas :  Periksa luka setiap kali perubahan


balutan
 Angkat balutan dan plester perekat  Bandingkan dan catat setiap perubahan
 Cukur rambut di sekitar daerah yang
luka
terkena, sesuai kebutuhan  Posisikan untuk menghindari
 Monitor karakteristik luka, termasuk
menempatkan ketegangan pada luka,
drainase, warna, ukuran, dan bau
 Ukur luas luka, yang sesuai dengan tepat
 Singkirkan benda-benda yang  Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam,

tertanam [pada luka] (misalnya, dengan tepat


 Dorong cairan, yang sesuai
serpuhan, kutu, kaca, kerikil, logam)  Rujuk pada praktisi ostomy, dengan tepat
 Bersihkan dengan normal saline atau  Rujuk pada ahli diet, dengan tepat
pembersih yang tidak beracun, dengan  BeriUnit TENS (stimulasi saraf
tepat transkuta listrik) untuk meningkatkan
 Tempatkan area yang terkena pada air penyembuhan luka, dengan tepat
yang mengalir, dengan tepat  Temaptkan alat-alat untuk mengurangi
 Berikan rawatan insisi pada luka yang tekanan (yaitu, tempat tidur isi udara,
diperlukan busa, atau kasur gel; bantalan tumit atau
 Berikan perawatan ulkus pada kulit,
siku; bantal kursi), dengan tepat
yang diperlukan  Bantu pasien dan keluarga untuk
 Oleskan salep yang sesuai kulit/lesi
 Berikan balutan yang sesuai dengan mendapatkan pasokan
 Anjurkan pasien dan keluarga mengenai
jenis luka
 Perkuat balutan [luka] sesuai cara penyipanan dan pembuangan

kebutuhan balutan dan pasokan/suplai


 Pertahankan teknik balutan steril  Anjurkan pasien atau anggota keluarga

ketika melakukan perawatan luka, pada prosedur perawatan luka


 Anjurkan pasien dan keluargauntuk
dengan tepat
mengenal tanda dan gejala infeksi

22
 Ganti balutan sesuai dengan jumlah
eksudat dan drainase
 Dokumentasikan lokasi luka, ukuran,
dan tampilan

1.2.4 Evaluasi
1. Pasien tidak merasa gatal
2. Warna kulit normal
3. Pasien tidak edema
4. Berat badan normal

23
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC).Yogyakarta : Mocomedia

Herdman T.Heather. 2015. Diagnosa Kkeperawatan. Jakarta : EGC

Moorhead. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Yogyakarta : Mocomedia

Price, Sylvia A..2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta:EGC

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.Smeltzer,

Suzanne C,

2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2

Edisi 8. Jakarta: EGC.

Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI

https://id.scribd.com/doc/45251774/Gagal-Ginjal-Kronik diakses pada 22 oktober

2019 jam 11. 30

https://id.scribd.com/doc/222210341/LAPORAN-PENDAHULUAN-GAGAL-

GINJAL-KRONIK diakses pada 22 oktober 2019 jam 11.35

https://id.scribd.com/doc/310768545/Hipertensi-Pada-CKD diakses pada 22 oktober

2019 jam 11.47

https://id.scribd.com/document/361828903/Lp-CKD-Hipertensi diakses pada 23

oktober 2019 jam 5.00

24

Anda mungkin juga menyukai