LAPORAN PENDAHULUAN
1.1.2 Etiologi
1. Infeksi saluran kemih (ISK)
ISK dibagi dalam dua subkatagori yaitu ISK bagian bawah
(pielonefritis akut). Pielonefritis kronik adalah cedera ginjal yang progresif
berupa kelainan ginjal disebabkan oleh infeksi yang berulang dan menetap
pada ginjal, yang menyebabkan kelainan anatomi pada ginjal dan saluran
kemih seperti refluks vesikoureter, obstruksi, kalkuli atau kandung
kemih neurogenik. Kerusakan ginjal pada pielonefritis akut / kronik
atau disebut juga nefropati refluks diakibatkan refluks urin yang terinfeksi ke
uretra dan masuk kedalam parinkim ginjal. (refluks internal). Piolonefritis
kronik yang disertai refluks vesikoureter merupakan penyebab utama gagal
ginjal pada anak-anak.
2. Nefrosklerosis Hipertensif
Hipertensi dan gagal ginjal kronik memiliki kaitan yang erat.
Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer atau penyakit ginjal kronik
merupakan pemicu hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan air,
pengaruh vaso presor dari system renin- angiotensin mungkin juga melalui
defisiensi prostaglandin. Nefrosklerosis menunjukan adanya perubahan
patologis pada pembuluh darah ginjal sebagai akibat hipertensi. Keadaan ini
1
merupakan salah satu penyebab utama gagal ginjal kronik, terutama pada
populasi yang bukan orang kulit putih.
3. Glomerulonefritis
Glomerulonepritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam glomerulus dan bermanifestasi sebagai
proteinuria dan atau hemoturia. Meskipun lesi terutama pada glomerulus,
tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan,
mengakibatkan gagal ginjal kronik.
4. Penyakit ginjal kronik
Penyakit ginjal polikistik dintandai dengan kista-kista multiple
bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan.ginjal dapat
membesar dan terisi oleh klompok- klompok kista yang menyarupai anggur.
Perjalanan penyakit progresif cepat dan mengakibatkan kematian sebelum
mencapai usia 2 tahun. Tanda dan gejala yang sering tampak adalah
rasa sakit didaerah pinggang, hematuria, poliuria, proteinuria dan ginjal
membesar teraba dari luar. Komplikasi yang sering terjadi adalah
hipertansi dan infeksi saluran kemih. Penyakit ginjal polikistik merupakan
penyebab ketiga tersering gagal ginjal stadium akhir.
5. Gout
Gout merupakan suatu penyakit metabolik yang ditandai oleh
hiperurisemia (peningkattan kadar asam urat plasma). Lesi utama pada
gout terutama berupa endapan dan kristalisasi urat dan dalam cairan
tubuh.
Pada gout kronik endapan kristal urat dalam interstisium ginjal
dapat menyebabkan nefritis interstisial, nefrosklerosis dan gagal ginjal yang
berjalan progresif lambat.
6. Diabetes mellitus
Nefropati diabetika merupakan penyebab kematian dan kecacatan
yang umum pada penderita diabetes militus. Lesi ginjal yang sering
dijumpai adalah nefrosklerosis akibat lesi pada arteriola, pielonefritis dan
nekrosis papila ginjal dan glomerulus sklerosis. Lesi tersebut disebabkan
oleh peningkatan endapan matriks mesingeal. Membrane basalis perifer
juga lebih menebal. Mula-mula lumen kapiler masih utuh tetapi lambat laun
mengalami obliterasi bersamaan dengan berlanjutnya penyakit.
7. Hiperparatirodisme
Hiperparatiroidisme primer akibat hipersekresi hormone paratiroid
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan nefrokalasinosis dan
selanjutnya dapat menyebutkan gagal ginjal. Penyebab yang paling sering
adalah adenoma kelenjar paratiroid.
2
8. Nefropati toksik
Ginjal rentan terhadap efek toksik, karena ginjal menerima 25%
dari curah jantung dan ginjal merupakan jalur ekskresi obligatorik untuk
kebanyakan obat. Sehingga insufiensi ginjal mengakibatkan peninbunan obat
dan meningkatkan konsentrasi dalam cairan tubulus.
1.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas 2 hal yaitu
atas dasar derajat penyakit dan diagnostik etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit dibuat atas satu dari dua persamaan berdasarkan
konsntrasi kreatinin plasma, umur, jenis kelamin, etnik.
Pertama, persamaan dari penelitian modifikasi diet pada penyakit ginjal yaitu:
2
LFG (ml/menit/1,73m ) = 1,86 x ( P cr) - 1,154 x (umur) - 0,023
(mL/menit/1,73m2 )
3
4 15 – 29 x persiapan untuk RRT ( Renal Replecemen
Therapy)
b. Stadium 2
Kerusakan ginjal dengan penurunan ringan pada GFR (60-89). Saat fungsi
ginjal kita mulai menurun, dokter akan memperkirakan perkembangan CKD
kita dan meneruskan pengobatan untuk mengurangi resiko masalah kesehatan
lain.
c. Stadium 3
Penurunan lanjut pada GFR (30-59). Saat CKD sudah berlanjut pada stadium
ini, anemia dan masalah tulang menjadi semakin umum. Kita sebaiknya
bekerja dengan dokter untuk mencegah atau mengobati masalah ini.
d. Stadium 4
Penurunan berat pada GFR (15-29). Teruskan pengobatan untuk
komplikasi CKD dan belajar semaksimal mungkin mengenai pengobatan
untuk kegagalan ginjal. Masing-masing pengobatan membutuhkan persiapan.
Bila kita memilih hemodialisis, kita akan membutuhkan tindakan untuk
memperbesar dan memperkuat pembuluh darah dalam lengan agar siap
menerima pemasukan jarum secara sering. Untuk dialisis peritonea, sebuah
kateter harus ditanam dalam perut kita. Atau mungkin kita ingin minta
anggota keluarga atau teman menyumbang satu ginjal untuk dicangkok.
e. Stadium 5
Kegagalan ginjal (GFR di bawah 15). Saat ginjal kita tidak bekerja cukup
untuk menahan kehidupan kita, kita akan membutuhkan dialysis atau
pencangkokan ginjal.
4
metabolisme protein.
b. Foter uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga nafas berbau amonia.
2. Kulit
a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksik uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit.
b. Ekimosis akibat gangguan hematologis.
c. Urea frost akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat
3. Sistem hematologi
a. Berkurangnya produksi eritropoitin, sehingga rangsangan eritropoisis pada
sumsum tulsng menurun.
b. Hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritroosit dalam suasana
uremia toksik.
c. Difisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan yang kurang.
d. Perdarahan pada saluran cerna dan kulit
e. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidismesekunder
f. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia akibat agregasi dan
adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya faktor trombosit III
dan adenosis difosfat.
4. Sistem saraf dan otot
a. Resties leg syndrome: Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan.
b. Burning feet syndrome: Rasa semutan dan seperti terbakar terutama
ditelapak kaki.
c. Ensefalopati metabolik: Lemah tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi
tremor, miokionus dan kejang.
d. Miopati: Kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.
5. Sistem kardiovaskuler
a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas
system renin-angiotensin-aldosteron.
b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit
jantung koroner akibat arterosklerosis dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
6. Sistem endokrin
a. Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun akibat penurunan
sekresi testosterone dan spermatogenesis.
b. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan sekresi dan insulin.
c. Gangguan metabolisme.
5
d. Gangguan metabolisme vitamin D.
7. Gangguan system lain
a. Tulang: osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteofibfosa,
osteoskerosis dan kalsifikasi metastatik.
b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai
hasil metabolisme
c. Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalsemia, hipokalsemia.
1.1.5 Patofisiologi
Penurunan fungsi nefron
Haematologis
Gangguan
Oedem pada
metabolisme protein ,
Trombositopenia ekstremitas Hipertensi oedema
peningkatan ureum
1.1.6 Komplikasi
1. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium, tamponade jantung
2. Gangguan elekrolit: hiponatremia, asidosis, hiperkalemia (akibat
penuruan ekskresi, asidosis mertabolik, katabolisme dan masukan diet yang
berubah)
6
3. Neurology: iritabilitas, neuromuscular, flap, tremor, koma, gangguan
kesadaran, kejang
4. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, pendarahan
gastrointestinal
5. Hematologi: anemia (akibat penurunan eritropeitin penurunan tentang usia
sel darah merah, perdarahan gastrom testinal akibat iritasi diet toxin, dan
kehilangan darah selama hemodialisis), diatesis, hemoragik
6. Infeksi: pneumonia, septicemia, infeksi nosokomial
7. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin
– angiotensin – aldosteron.
8. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat refensi fosfat, kadar
kalsium peningkatan kadar aluminium
7
2) Adanya hematuria
3) Ada gejala obstruksi saluran kencing
4) Ada riwayat keluarga penyakit ginjal polikistik dan berusia lebih
dari 20 tahun.
5) GGK stadium 4 dan 5.
6) Memerlukan biopsi ginjal.
b. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renogarfi dikerjakan bila ada
indikasi
5. Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan rontgen
dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.
1.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap gagal ginjal kronik meliputi :
1. Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2. Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida
untuk terapi hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi
obat yang dapat menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi
anemia.
3. Dialisis
4. Haemodialisa
5. Transplantasi ginjal. (Reeves, Roux, Lockhart, 2001)
1. Pengertian Hemodialisis
merupakan terapi untuk pasien gagal ginjal tahap akhir. Metode ini
menggantikan kerja yang biasanya dijalankan ginjal, yaitu pembersihan darah
dari sisa metabolisme, zat toksik, dan pengeluaran timbunan air dalam
tubuh (Agoes, 2010)
Hemodialisis adalah proses pembuangan zat-zat sisa metabolisme, zat
toksik lainnya melalui membran semi permeabel sebagai pemisah antara darah
dan dialisat yang sengaja dibuat dalam dializer (LeMone, Burke, & Bauldoff,
2016).
Hemodialisis merupakan suatu tindakan yang digunakan pada klien
gagal ginjal untuk menghilangkan sisa toksik, kelebihan cairan dan untuk
memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dengan prinsip osmosis dan difusi
dengan menggunakan sistem dialisis eksternal dan internal (LeMone, Burke,
& Bauldoff, 2016).
Jadi kesimpulannya, hemodialisis merupakan terapi pengganti fungsi
ginjal untuk proses pembersihan darah dari zat sisa-sisa metabolisme,
toksik, dan timbunan elektrolit lainnya di dalam tubuh.
2. Tujuan hemodialisis
8
Tujuan dari terapi hemodialisis untuk pasien gagal ginjal kronik yaitu
(Wijaya & Putri, 2013) :
a. Membuang sisa produk metabolisme protein seperti : urea, kreatinin
dan asam urat
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding
antara darah dan bagian cairan
c. Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh
3. Indikasi hemodialisis
Indikasi dilakukannya terapi hemodialisis adalah (Wijaya & Putri, 2013) :
a. Pasien yang memerlukan hemodialisis adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih ( laju filtrasi glomerulus < 5
ml).
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan terapi hemodialisis
apabila terdapat indikasi :
1) Hiperkalemia ( K+ darah 6 meq/l)
2) Asidosis Metabolik
3) Kegagalan terapi konservatif
4) Kadar ureum/ kreatinin tinggi dalam darah (Ureum > 200 mg%,
kreatinin serum > 6 mEq/l
5) Kelebihan cairan
6) Mual dan muntah hebat
c. Indikasi obat dan zat kimia
d. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berat. Sindrom hepatorenal
dengan kriteria :
1) K+ pH darah < 7,10 asidosis
2) Oliguri/anuria > 5 hr
3) GFR < 5ml/menit/1,73 m2 pada GGK
4) Ureum darah > 200 mg/dl
4. Kontra indikasi hemodialiasis
Selain indikasi hemodialisa juga kontraindikasi pada :
a. Hipertensi Berat ( TD > 200/ 100 mmHg )
b. Hipotensi ( TD<100 mmHg )
c. Adanya perdarahan hebat
d. Demam tinggi
5. Prosedur Pelaksanaan hemodialisis
Prosedur pelaksanaan untuk proses terapi hemodialisis sebagai berikut
(Wijaya &n Putri, 2013) :
a. Tahap Persiapan
1) Mesin sudah siap pakai
9
2) Alat lengkap 1 set Hemodialisis
3) Obat-obatan
4) Administrasi (surat persetujuan HD)
b. Tahap pelaksanaan
1) Penjelasan pada klien dan keluarga
2) Timbang berat badan
3) Atur posisi, observasi TTV
4) Siapkan sirkulasi mesin
5) Persiapan tindakan steril pada daerah punksi
6) Lakukan penusukan vena (out let dan in let) dengan AV fistula lalu
tutup dengan kasa steril
7) Berikan bolus heparin (dosis awal 50-100 IU/kg BB)
8) Memulai hemodialisis
9) Pencatatan dokumentasi selama proses dialisis
c. Tahap penghentian
1) Siapkan alat
2) Ukur TTV
3) Lepaskan outlet dan inlet punksi
4) Ukur TTV
5) Timbang berat badan
6) Analisa keluhan saat dan sesudah HD
6. Prinsip hemodialisa
Prinsip pelaksanaan dari terapi hemodialisis itu meliputi (LeMone,
Burke, & Bauldoff, 2016) :
a. Difusi
Dihubungkan dengan pergeseran partikel-partikel dari konsentrasi
tinggi ke konsentrasi rendah oleh tenaga yang di timbulkan oleh perbedaan
konsentrasi zat-zat terlarut di kedua sisi membran dialisis, difusi
menyebabkan pergeseran urea, kreatinin dan asam urat dari kompartemen
darah klien ke kompartemen dialisat.
b. Osmosis
Mengangkut pergeseran cairan lewat membran semipermeabel dari
daerah yang kadar partikel-partikel rendah ke daerah yang kadar partikel lebih
tinggi, osmosis bertanggung jawab atas pergeseran cairan dari klien terutama
pada dialiser.
c. Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable
akibat perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.
d. Konveksi
10
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan
akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan
tersebut.
7. Akses pembulu darah
Akses pembuluh darah dalam pelaksanaan hemodialisis dibagi
sesuai fungsinya (Suharyanto & Madjid, 2009) :
a. Kateter Subklavia / Jugularis dan Femoralis
Akses segera ke dalam sirkulasi darah pasien pada hemodialisis
darurat dicapai melalui katerisasi subklavia untuk pemakaian sementara.
Kateter femoralis dapat dimasukan ke dalam pembuluh darah femoralis
untuk pemakaian segera dan sementara.
b. Fistula (cimino shunt breschia)
Fistula yang telah permanen dibuat melalui pembedahan (biasanya
dilakukan pada lengan bawah) dengan cara menghubungkan atau
menyambung (anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side
( dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). Fistula tersebut
membutuhkan waktu 4 sampai 6 minggu untuk menjadi “matang” sebelum
siap digunakan. Waktu ini diperlukan untuk memberi kesempatan agar
fistula pulih dan segmen vena fistula berdilatasi dengan baik sehingga
dapat menerima jarum berlumen besar dengan ukuran 14-16. Jarum
ditusukan ke dalam pembuluh darah agar cukup banyak aliran darah yang
akan mengalir melalui dialiser. Segmen arteri fistula digunakan untuk
memasukan kembali (reinfus) darah yang sudah terdialisis.
c. Tandur
Dalam menyediakan lumen sebagai tempat penusukan jarum dialisis,
sebuah tandur dapat dibuat dengan cara menjahit sepotong pembuluh arteri
atau tandur vena safena dari pasien sendiri. Baisanya tandur tersebut dibuat
bila pembuluh darah pasien tidak cocok untuk dijadikan fistula.
11
gejala yang dirasakan klien, keluhan timbul secara mendadak atau bertahap,
faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
a. Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi penyakit yang berhubungan
dengan penyakit sekarang, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat dirumah sakit
dan riwayat penggunaan obat.
b. Riwayat kesehatan keluarga, meliputi adakah keluarga yang mempunyai
penyakit keturunan Hipertensi, Gagal Ginjal dan lain-lain.
c. Riwayat psiko sosial meliputi, adakah orang terdekat dengan klien,
interaksi dalam keluarga, mekanisme koping yang digunakan klien untuk
mengatasi masalah dan bagaimana motivasi kesembuhan dan cara klien
menerima keadaannya, masalah yang mempengaruhi klien, persepsi
klien terhadap penyakitnya dan sistem nilai kepercayaan yang bertentangan
dengan kesehatan.
d. Kondisi lingkungan rumah, lingkungan rumah merupakan faktor utama
yang mempengaruhi kesehatan klien.
e. Kebiasaan sehari-hari sebelum sakit dan di rumah sakit, meliputi pola
nutrisi, pola eliminasi, pola personal higiene, pola istirahat tidur, pola aktivitas
dan latihan serta pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan.
3. Pengkajian Fisik yang dapat dilakukan mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki (head to toe) dengan menggunakan teknik yaitu: inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi, adapun hasil pengkajian dari ujung rambut sampai ujung
kaki dengan teknik tersebut pada klien Gagal Ginjal Kronik adalah sebagai
berikut:
1. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus,
penurunan ROM
2. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP,
tachycardia, hipotensi orthostatic, friction rub
3. Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut,
marah, irritable
4. Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat
warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5. Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia,
mual, muntah, rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak
subkutan
6. Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan,
gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan,
12
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
koma.
7. Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah.
8. Pernafasan
Pernafasan Kussmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea (+),
batuk produkrif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
9. Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie,
ekimosis, fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas.
10. Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas.
11. Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya.
1.2.3 Intervensi
NANDA
NOC
13
Skala targer outcome Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
060107 Keseimbangan 1 2 3 4 5 NA
intake dan output
dalam 24 jam
060117 Kelembapan 1 2 3 4 5 NA
membran mukosa
060119 Hematokrit 1 2 3 4 5 NA
060106 Hipotensi 1 2 3 4 5 NA
ortostatik
060110 Asites 1 2 3 4 5 NA
14
060114 Konfusi 1 2 3 4 5 NA
060115 Kehausan 1 2 3 4 5 NA
060124 Pusing 1 2 3 4 5 NA
NIC
15
14. monitor adanya mual muntah dan jantung
24. monitor tanda/gejala hipermagnesemia:
diare
15. identifikasi tindakan yang berakibat kelemahan otot, tidak mampu menelan,
pada status elektrolit, termasuk hiporefleksia, hipotensi, bradikardia,
penghisapan pada saluran cerna, depresi sistem saraf pusat, depresi
penggunaan obat deuretik, pernafasan, letargi, koma dan depresi
25. monitor tanda/gejala hipofosfatemia:
antihipertensi, dan penghambat kanal
kecederungan perdarahan, kelemahan
kalsium
16. monitor adanya penyakit medis yang otot, parastesia, anemia hemolitik,
dapat menyebabkan ketidakseimbang- fungsi sel darah putih menurun, mual,
an kadar elektrolit muntah, demineralisasi tulang
17. monitor tanda/gejala hipokalemia : 26. monitor tanda/gejala hiperfosfatemia:
kelemahan otot, irregularitas jantung takikardi, mual muntah, kram abdomen,
(PVC), perpanjangan interval QT, kelemahan otot, paralisis yang lemah,
depresi gelombang T, serpresi segmen dan peningkatan refleks
27. monitor tanda/gejala hipokloremia:
ST, adanya gelombang I, kelelahan
hiperiritabilitas, tetanus, rangsangan
parastesia, penurunan reflek anoreksia,
otot, pernafasan lambat, dan hipotensi
konstipasi, penurunan mobilitas usus,
28. monitor tanda/gejala hiperkloremia:
pusing, dingin, peningkatan
kelemahan, letargi, pernafasan dalam
sensitivitas terhadap digitalis, dan
dan cepat, dan koma
depresi pernafasan ) 29. berikan suplemen elektrolit sesuai resep,
18. monitor tanda atau gejala
jika diperlukan
hiperkalemia: iritabilitas, gelisah, 30. berikan diet yang tepat pada pasien
kecemasan, muntah, kram abdomen, dengan ketidakseimbangan elektrolit
kelemahan, paralisis yang lemah, (makanan kaya kalium, dan diet rendah
kebas sirkumural dan kesemutan, natrium)
31. ajarkan kepada pasien cara mencegah
takikardia menuju bradikardia,
atau meminimalisasi ketidakseimbangan
takikardia ventrikular/fibrilasi, puncak
elektrolit
gelombang T memanjang, pendataran
32. anjurkan kepada pasien dan keluarga
P, meluasnya kompleks QRS, dan
mengenai modifikasi diet khusus jika
henti jantung yang menuju ke aras
diperlukan
asistol) 33. konsultasikan kepada dokter jika tanda
19. monitor tanda/gejala hiponatremia:
dan gejala ketidakseimbangan cairan
disorientasi, kedutan otot, mual dan
dan/atau elektrolit menetap atau
muntah, kram abdomen, sakit kepala,
memburuk
perubahan kepribadian, kejang, letargi,
keletihan, menarik diri, dan koma
NIC
16
Definisi: pengurangan volume cairan ekstraseluler dan atau intraselular dan pencegahan
komplikasi pada pasien yang mengalami kelebihan cairan.
17
14. Monitor adanya efek pengobatan yang adekuat) pada pasien yang mengalami
berlebihan (misalnya dehidrasi, imobilisasi dengan edema dependen,
hipotensi, takikardi, hipokalemia). sesuai kbutuhan
15. Instruksikan pasien mengenai 33. Instruksikan pasien dan keuarga
penggunaan obat untuk mengurangi menggunakan catatan asupan out put,
preloade sesuai kebutuhan
16. Berikan infes iv ( misalnya, cairan, 34. Instruksi pasien dan keluarga mengenai
produk darah) secara perahan untuk intervesi yang direncanakan untuk
mencegah peningkatan preloade yang menangani hipervolemia
35. Batasi asupan natrium, sesuai indikasi
cepat.
36. Tingkatkan citra diri dan harga diri yang
17. Batasi intake cairan bebas pada pasien
positif jika pasien mengekspresikan
dengan hyponatremia dilusi.
kepedulian akibat retensi cairan yang
berlebih.
NANDA
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
Kerusakan Integritas Kulit (00046)
Batasan Karaktersistik :
NOC
Definisi : Keutuhan struktur dan fungsi fisiologis kulit dan selaput lendir secara
normal
18
Skala Target Outcome : Dipertahankan pada..... Ditingkatkan ke.....
INDIKATO
R
19
san kulit
NIC
20
Definisi : Fasilitasi proses penyembuhan luka tekan/dekubitus
Definisi : Pengumpulan dan analisis data pasien untuk menjaga kulit dan integritas
membran mukosa
21
pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi Lakukan langkah-langkah untuk
pada ekstremitas mencegah kerusakan lebih lanjut
Periksa kondisi lika operasi, dengan
(misalnya, melapisi kasur, menjadwalkan
tepat
reposisi)
Gunakan alat pengkajian untuk
Ajarkan anggota keluarga/pemberi
mengidentifikasi pasien yang berisiko
asuhan mengenai tanda-tanda kerusakan
mengalami kerusakan kulit (misalnya,
kulit
Skala Braden)
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor kulit dan selaput lendir
terhadap area perubahan warna,
memar, dan pecah
Monitor kulit untuk adanya ruam dan
lecet
22
Ganti balutan sesuai dengan jumlah
eksudat dan drainase
Dokumentasikan lokasi luka, ukuran,
dan tampilan
1.2.4 Evaluasi
1. Pasien tidak merasa gatal
2. Warna kulit normal
3. Pasien tidak edema
4. Berat badan normal
23
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta:EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.Smeltzer,
Suzanne C,
2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 Edisi 8. Jakarta: EGC
Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta:
https://id.scribd.com/doc/222210341/LAPORAN-PENDAHULUAN-GAGAL-
24