Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM KEPERAWATAN

BUDAYA SUKU DAYAK SIANG

Dosen Pengampu : Novia Heriani, Ns.,M.Kep

Disusun Oleh Kelompok I

Erma Apriani 1714201110071


Dewi Chintiya 1714201110069
Anggi Adhela 1714201110068
Dina Okhtiarini 1714201110070
Hesty Noor Oktaviani 1714201110075
Nadia Khairunnida 1714201110080
Nadya Nailil Ghina 1714201110081
Yuni 1714201110093
Rusmiati 1714201110094

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2018/2019
Daftar isi

Cover

Daftar isi…………………………………………………………………………….. i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………… 1
C. Tujuan……………………………………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Asal Usul Suku Dayak Siang………………………………………………. 3


B. Pola Hidup Suku Dayak Siang…………………………………………….. 3
1. Keragaman Bahasa Suku Dayak Siang………………………………… 3
2. Keagamaan Suku Dayak siang………………………………………… 5
3. Kehidupan Sosial Suku Dayak Siang…………………………………. 5
4. Kesenian Suku Dayak Siang………………………………………….. 6
C. Pandangan Suku Dayak Siang Terhadap Rentang Sehat-Sakit………… 7
1. Balian………………………………………………………………… 8
2. Kehamilan……………………………………………………………. 11
3. Bidan Kampung……………………………………………………… 12
4. Pandangan Terhadap Suatu Penyakit……………………………….. 12
5. Kematian…………………………………………………………….. 12
D. Penindaklanjutan Terhadap Pandangan Suku Dayak Siang Murung….. 13
1. Balian………………………………………………………………… 13
2. Kehamilan…………………………………………………………… 13
3. Bidan Kampung……………………………………………………... 14
4. Pandangan Terhadap Suatu Penyakit………………………………. 14
5. Kematian…………………………………………………………….. 14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpuan……………………………………………………………… 16
B. Saran…………………………………………………………………….. 17
Daftar Pustaka……………………………………………………………............. 18

i
1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau
adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya
di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Dayak merupakan unsur
terpenting, akar identitas bagi manusia Dayak. Kebudayaan dapat diartikan sebagai
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna,
1996). Jika pengertian tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka
paralel dengan itu, kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan
milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat
yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak
melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan
diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi
ke generasi.
Berdasarkan atas pengertian kebudayaan tersebut, bila merujuk pada wujud
kebudayaan sebagaimana yang dikemukakan Koentjaraningrat, maka dalam
kebudayaan Dayak juga dapat ditemukan ketiga wujud tersebut yang meliputi: Pertama,
wujud kebudayan sebagai suatu himpunan gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan-peraturan. Wujud itu merupakan wujud hakiki dari kebudayaan atau yang
sering disebut dengan adat, yang berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,
mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku manusia Dayak,
tampak jelas di dalam berbagai upacara adat yang dilaksanakan berdasarkan siklus
kehidupan, yakni kelahiran, perkawinan dan kematian, juga tampak dalam berbagai
upcara adat yang berkaitan siklus perladangan; Kedua, wujud kebudayaan sebagai
sejumlah perilaku yang berpola, atau lazim disebut sistem sosial.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asal Usul Suku Dayak Siang ?
2. Bagaimana keragaman Bahasa dan Pola hidup suku Dayak siang ?
3. Bagaimana Prilaku Keagamaan suku Dayak Siang ?
4. Bagaimana Kehidupan sosial Suku Dayak Siang ?
5. Apa Saja Kesenian Suku Dayak Siang ?
6. Bagaimana Pandangan Suku Dayak Siang terhadap Rentang Sehat Sakit serta
Positif Negatif nya ?
7. Bagaimana penindaklanjutan dari pandangan sehat sakit dalam suku Dayak ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Asal Usul Suku Dayak Siang ?
2. Untuk Mengetahui Bagaimana keragaman Bahasa dan Pola hidup suku Dayak
siang ?
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Prilaku Keagamaan suku Dayak Siang ?
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Kehidupan sosial Suku Dayak Siang ?
5. Untuk Mengetahui Apa Saja Kesenian Suku Dayak Siang
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Pandangan Suku Dayak Siang terhadap Rentang
Sehat Sakit serta Positif Negatif nya
7. Untuk Mengetahui Bagaimana penindaklanjutan dari pandangan sehat sakit dalam
suku Dayak ?

2
3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Usul Suku dayak siang
Suku Dayak Siang adalah sebuah suku yang mendiami sebagian
besar wilayah Kabupaten Murung Raya - Propinsi Kalimantan Tengah,
tepatnya bagian timur-laut propinsi Kalimantan Tengah. Wilayah Murung Raya
berada di bagian hulu sungai Barito. Dari beberapa Kecamatan yang ada di
Kabupaten Murung Raya, terdapat dua kecamatan yang merupakan
konsentrasi pemukiman suku Dayak Siang, yaitu : Kecamatan Tanah Siang dan
Kecamatan Siang Selatan. Suku Dayak Siang-Murung merupakan suku yang
dianggap pendu'duk asli daerah hulu sungai Barito yang berdiam di pesisir sungai
Barito sampai ke daerah dataran tinggi.
Menurut legenda mitologi, sejarah suku Dayak Siang, bahwa suku Dayak
Siang adalah salah satu kelompok suku yang diturunkan oleh Ranying Hattala
Langit (Tuhan Pencipta) di Puruk Kambang Tanah Siang sekitar wilayah desa Oreng
kecamatan Tanah Siang Selatan, kabupaten Murung Raya provinsi Kalimantan
Tengah yang diturunkan dengan Palangka Bulau.
Istilah Siang, berasal dari sejarah yang berawal di sungai Mantiat.Di hulu
sungai ini ada sebuah pohon yang diberi nama siang, karena kayu telah tua dan lapuk,
maka kayu ini tumbang, dan bekas tumbangnya pohon ini kemudian menjadi aliran
sungai yang mengalir ke sungai Mantiat Pari di desa Mantiat Pari sekarang. Orang
yang hidup di Lowu Korong Pinang menggunakan air sungai yang berasal dari pohon
siang ini, akhirnya masyarakat yang hidup di Lowu Korong Pinang ini kemudian
disebut sebagai suku Dayak Siang. Suku Dayak Siang ini kemudian berkembang
membentuk beberapa perkampungan baru dan tersebar di beberapa tempat hingga
sekarang ini. Sedangkan kampong atau lowu, tempat asal usul mereka adalah Lowu
Tomolum yang sekarang ini bernama desa Tambelum. Desa Tambelum yang menjadi
pemukiman pertama suku Dayak Siang ini telah ada jauh sebelum zaman Belanda dan
sebelum adanya Negara Republik Indonesia ini

B. Pola Hidup Suku Dayak Siang


1. Bahasa dan Pola Hidup Suku Dayak Siang
Bahasa Siang adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan oleh Suku Dayak Siang
Murung (Sondang dan Murung]]) di wilayah Kabupaten Murung
4

Raya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Bahasa Siang adalah sebuah bahasa yang
sangat unik, karena memiliki beberapa perbedaan dalam kebahasaan dari segi
dialek/logat serta hal lainnya. Dari segi dialek, Bahasa Siang memiliki dialek atau
logat yang amat berbeda dari Bahasa Indonesia atau Bahasa Daerah kebanyakan
lainnya, karena Bahasa Siang memiliki penekanan yang khas pada sebagian besar
kosakata, terutama pada logat Siang Murung. Contoh saat mengucapkan kata
"Ongkan" yang artinya "Malas" tidaklah diucapkan atau dilafalkan "Ongkan"
biasa, tetapi " Ong-katn", demikian juga keunikan pada kosakata lainnya.
Keunikan lainnya adalah pelafalan beberapa huruf seperti L, S, Mb, Nd, Ngg,
yang jika ditaruh di tempat tertentu/posisi dalam kata, maka akan diucapkan
berbeda, contoh huruf "L", saat mengucapkan kata "Laut" dalam bahasa
Indonesia, maka Suku Siang akan melafalkannya seperti ada huruf R dan L
dengan lidah dihempas ke langit-langit, mak seolah didengar kata "llrrraaa-uuu't",
demikian pula huruf "S' jika ditaruh di akhir kata maka pelafalannya bukan "Es"
tetapi "Eiyh/Aiyh", contoh "Malas" dalam bahasa Indonesia, jika dilafalkan Suku
Siang menjadi " Malllrrraaa-aaiyhh" atau "Ma-laiyh". Demikian juga dengan
Huruf lainnya seperti yang disebutkan diatas.contohnya :
Bahasa dayak siang murung

⁃ Conon = yang itu

⁃ Cotuh = yang ini

⁃ Comoh = yang mana

⁃ Cohit = malam

⁃ Dallo = keterlaluan

⁃ Dai = nanti

⁃ Darui = jelek

⁃ Darom = kedinginan

⁃ Daha = darah

⁃ Dotong = tenggelam

4
⁃ Era = makan

⁃ Ela = jangan

⁃ Hatoi = kesini

⁃ Hamoh = kemana

2. Keagamaan Suku Dayak siang


Kaharingan adalah kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan, ketika
agama lain belum memasuki Kalimantan. Istilah Kaharingan artinya tumbuh atau
hidup, seperti dalam istilah danum kaharingan (air kehidupan), maksudnya agama
suku atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Ranying Hatalla Langit),
yang hidup dan tumbuh secara turun temurun dan dihayati oleh masyarakat Dayak
di Kalimantan. Ibadah atau sembahyang biasanya dilakukan dirumah salah
seorang umat kharingan dan dilakukan setiap hari kamis menggunakan Bahasa
Dayak dan dipimpin oleh majelis kharingan ibadah ini dilakukan oleh umat
kharingan baik muda,tu,laki-laki, perempuan. Kemudian kebanyakan yang
menganut agama kharingan menyebut Tuhan dengan istilah Ranying Hatalla
Langit dalam kepercayaan mereka ini memiliki wujud yang menyerupai dirinya
(jata balawang bulau) dan jata balawang bulau ini kemudian bertugas menjaga dan
memberi ketentraman bagi kehidupan manusia serta bertugas sebagai penguasa
alam bawah. Jadi selain itu suku Dayak siang murung juga mengenal roh baik
yang bernama tondoi dan kahang Dahari, yang mengambil wujud seorang
perempuan. Kedua roh baik tersebut di percaya dapat membantu manusia,
Khususnya membantu seorang perempuan ketika berada dalam masa kehamilan
sampai ketika menjalani proses melahirkan. Kedua roh baik tersebut memberikan
bantuannya melalui perantara bidan kampong.
3. Kehidupan sosial Suku Dayak Siang
Ada beberapa organisasi sosial dalam suku Dayak siang
a. Keluarga Inti
Keluarga inti ini terjadi pada anggota masyarakat yang sudah menikah,setelah
menikah akan meninggalkan rumah orang tuanya dan membangun rumah
tangga sendiri. Dalam keluarga inti tersebut terdapat pembagian kerja dan
pembagian peran dalam mewakili keluarga kemudian pemenuhan kebbutuhan
ekonomi keluarga dan keputusan untuk hamil.
5
b. Sistem kekerabatan
Dalam masyarakat suku Dayak siang murung masyarakat biasanya memberi
nama berdasarkan kesenangan orang tua nya dan tidak ada permasalahan
dalam keluarga saat pemberian nama. Kemudian masyarakat tidak lagi
mengenal seperti marga, sehingga tidak ada pengelompokan berdasarkan
marga.
Masyarakat Suku Dayak siang tidak bisa terlepas dari bercocok tanam yaitu
ladang berpindah untuk menanam padi(pokok utama),sayuran dan buah-buahan.
proses pembuatan ladang dari bulan Juni sampai Oktober dan dipanen bulan
Maret sampai April,keseluruhan waktu sampai panen satu tahun. Selain itu
berburu mencari babi hutan dengan memasang jerat/hosing,jipah (jebakan tali),
mencari ikan seperti memancing(mosi)di sungai,dan lainnya. Usaha sehari-hari
jaman modern(sekarang)nyedap karet,masuk hutan mencari gaharu,dan lainya.
4. Kesenian
Macam-macam seni tarian suku Dayak siang yaitu:
a. Tari Tantulo
Esensi tarian tantulo adalah sebuah tarian ucapan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa atas segala limpahan berkatNya yang memelihara dan
melindungi kehidupan mereka. Keuinikan tari ini adalah kedua telunjuk
penari diacungkan keatas seakan-akan ingin membuktikan bahwa satu-
satunya yang berkuasa hanyala Tuhan Yang Maha Esa.
b. Tari Manasai
Sama halnya dengan deder, tari manasai adalah tari pergaulan mengelilingi
sangkai lunuk. Sekarang di Kalimantan Tengah tarian ini popular ditampilkan
dalam pesta menyambut tamu yang dihormati.
c. Tari Baboja
Baboja berarti memecah piring atau dalam istilah lain disebut HOSAMAT.
Tarian ini merupakan kebiasaan suku Dayak Siang menyambut sanak-
familinya yang baru datang dari rantau yang jauh. Dilakukan pula saat Pisur
menawur untuk mengusir roh-roh jahat supaya tidak mengganggu mereka
yang melaksanakan upacara adat. Pada sat itu dilaksanakan upacara
memecahkan piring yang berisi beras diatas kepala, maksudnya dengan
pecahnya piring tadi maka roh jahat akan menjauh dan tidak lagi mengganggu
kehidupan mereka.

6
C. Pandangan Suku Dayak Siang Terhadap Rentang Sehat-Sakit
Konsep sehat menurut masyarakat dayak yaitu ketika keadaan tubuh seimbang
dan seseorang dapat melakukan aktivitas sehari-hari serta dapat melaksanakan
perannya di masyarakat. Selain itu sehat juga diartikan tidak adanya gangguan pada
tubuh yang dipengaruhi oleh unsur personalistik, seperti roh jahat dan makhluk halus
lainnya.
Konsep sakit menurut masyarakat dayak yaitu ketika seseorang mengalami
gangguan fungsi tubuh yang dikarenakan ketidakseimbangan unsur-unsur dalam
tubuh dan oleh personalistik.
Asal mula datangnya penyakit menurut masyarakat dayak yaitu berasal dari
hal yang bersifat personalistik, misalnya makhluk halus atau roh-roh jahat yang
menggangu seseorang dan menyebabkan menjadi sakit. Selain itu adanya suatu
penyakit juga disebabkan oleh perbuatan yang membuat dewa atau leluhur mereka
marah sehingga memberikan sakit kepada orang tersebut. Perawatan kesehatan
masyarakat dayak ketika sakit yaitu dengan melakukan ritual mantra belian sebagai
penyembuhan. Dalam ritual mantra belian tidak hanya dilakukan oleh pihak keluarga
yang sakit, tetapi juga dari peran serta masyarakat, sehingga dengan demikian
terdapat ikatan sosial yang berfungsi sebagai perekat nilai kebersamaan dalam
masyarakat. Dalam ritual pengobatan mantra belian ini terdapat tangga sebagai bagian
dari alat-alat ritual yang memiliki makna sebagai tempat turunnya arwah. Selain itu
juga terdapat sesaji untuk pengobatan yang macam-macam benda atau
perlengkapannya ditentukan oleh keluhan dan sakit dari pasien. Pengobatan dilakukan
sedikitnya selama tiga malam berturut-turut tergantung pada berat ringannya penyakit.
Jika penyakit yang dialami oleh seseorang dianggap berat, maka pengobatan dapat
mencapai 40 malam. Dalam pengobatan mantra belian ini penuh dengan suasana
mistis, karena setelah arwah turun, kemudian dilanjutkan dengan tarian yang diiringi
dengan musik khas suku dayak. Setelah itu kemudian pembelian pergi ke tengah
hutan untuk memanggil arwah untuk merasuki dirinya, kemudian kembali pada pasien

7
yang sakit untuk menyembuhkan dengan cara menyedot tubuh pasien, yang kemudian
akan keluar batu kecil, sebagai pertanda keluarnya penyakit dari tubuh pasien.
Pengobatan Mantra Belian pada suku Dayak merupakan pengobatan tradisional yang
menyimpan kearifan lokal dan unsur magis yang tersirat dalam ritual tersebut. Dengan
demikian adanya pandangan sakit dan pengobatan tradisioanl masyarakat dayak tidak
lepas dari kondisi lingkungan masyarakat setempat yang jauh dari pusat kota dan
pengobatan medis modern sehingga dalam menangani sakit masyarakat lebih
mengarah pada kepercayaan yang mereka yakini dan unsur-unsur tradisonal dalam
kehidupan masyarakat dayak itu sendiri.
1. Balian
(Ritual Pengobatan Tradisional masyarakat dayak Siang-Murung)
Etnis dayak merupakan salah satu etnis yang ada di Indonesia khususnya di
pulau Kalimantan. Ada banyak macam etnis dayak tersebar di seluruh wilayah
Kalimantan dengan bahasa yang berbeda setiap daerahnya, akan tetapi walaupun
berbeda sebenarnya mereka memiliki ikatan batin yang kuat meskipun mereka
berada di lokasi yang berbeda. Suku dayak Siang-Murung adalah salah satu
diantara banyak suku dayak yang ada di pulau Kalimantan. Suku dayak Siang-
Murung ini banyak kita jumpai khususnya di desa Dirung Bakung, kabupaten
Murung Raya. Masyarakat dayak Siang Murung Desa Dirung Bakung ini sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya. Kurang lebih 60 persen masyarakat desa
Dirung Bakung merupakan pemeluk agama suku yaitu agama Kaharingan.
Masyarakat dayak Siang-Murung menyebut Tuhan mereka dengan istilah Ranying
Hatalla Langit. Dalam kepercayaan mereka, Ranying Hatalla Langit memiliki
wakil di bumi yang bertugas menjaga dan memberi ketentraman bagi kehidupan
manusia. Orang kepercayaan Ranting Hatalla langit tersebut ialah jata balawang
bulau.
Masyarakat Dayak Siang Murung juga percaya terhadap keberadaan roh baik
dan roh jahat dalam kehidupan mereka. Roh baik dipercaya bisa membantu
seseorang khususnya terkait upaya kesehatan sedangkan roh jahat dapat
mengganggu kehidupan seseorang, contohnya ketika seseorang sedang sakit.
Dalam budaya dayak Siang Murung bahwa sakit seseorang itu bisa disebabkan
oleh dua hal, yaitu karena sakit medis dan juga sakit yang disebabkan oleh
gangguan roh jahat. Pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai yang ada di
masyarakat mengenai suatu penyakit dapat mempengaruhi bagaimana tindakan

8
yang dilakukan maupun cara mereka dalam menangani penyakit tersebut dan
salah satunya adalah ritual “balian”.
Basir atau Basi
Ritual balian merupakan ritual pengobatan secara budaya pada masyarakat
dayak Siang-Murung yang dipimpin oleh seorang basi atau basir. Basir atau basi
sendiri merupakan orang yang dipercaya memiliki kemampuan yang diperoleh
secara turun-temurun dalam upaya penyembuahan suatu penyakit. Basir atau basi
dalam ritual pengobatan ini biasanya adalah basi laki-laki. Karena dalam
masyarakat desa Dirung Bakung dikenal ada dua basi yakni basi bawe atau basi
perempuan dan juga basi laki-laki. Basi laki-laki memiliki kemampuan dan
tugas untuk mengobati penyakit sedangkan basi perempuan bertugas memimpin
dalam ritual upacara adat kematian atau perkawinan. Upacara atau ritual balian
biasanya dilakukan pada saat malam hari, dimana pada saat ritual pengobatan
tersebut basi akan mengalami kesurupan atau dimasuki roh. Roh tersebut
merupakan roh baik yang dipercaya bisa membantu menyembuhkan suatu
penyakit dan roh tersebut biasanya adalah sahabat dari basi tersebut.
Sebelumnya peralatan dan sesaji yang diperlukan dalam ritual balian sudah
disiapkan. Sesaji tersebut diantaranya adalah lemang atau kukusan ketan yang
dimasak dalam bambu, kain yang digantung di dinding rumah, hati ayam yang
direbus dan ditancapkan pada beberapa lemang, darah ayam, darah babi, berbagai
macam bunga, akar-akaran dan dedaunan, arang dari akar-akaran, air, timba,
anding atau tuak (minuman beralkohol asli buatan masyarakat setempat),
keranjang dari anyaman bambu, ayunan dari rotan yang digantung pada dinding
rumah mangkuk dan lilin, beras, sepasang ayam jantan dan betina dan telur.
Selain itu ada alat musik pukul yaitu gendang berjumlah 3 buah. Sesajen yang
dibutuhkan dalam suatu ritual balian itu berbeda-beda tergantung penyakitnya.
Ketika pasien terkena penyakit budaya seperti tenung, santet atau dalam istilah
masyarakat dayak Siang-Murung ini terkena “pali”, maka dalam sesajennya harus
ada “bale pali”.
Bale pali
Sebelum ritual dimulai itu Basi bersiap mengenakan pakaian dan
perlengkapannya untuk ritual tersebut, diantaranya ada kain seperti sarung
berwarna hitam, sabuk dari kain, ikat kepala, asesoris berupa tali dengan hiasan
manik-manik dan juga taring hewan yang diikatkan menyilang di tubuhnya

9
kemudian basi mengenakan gelang dipergelangan tangannnya masing-masing 2
buah gelang besi yang sekaligus sebagai alat musik. Selain itu basi juga
mengoleskan kapur di lengan dan dadanya seperti yang tampak pada gambar di
bawah ini.Kemudian basi yang sudah berpakaian ritual lengkap duduk di depan
sesaji sambil mengucapkan mantra, tak lama basi mengambil beras dalam piring
dan menyebar sedikit beras di sekitar basi atau yang dikenal dengan istilah
“nabui”. Setelah itu istri basi memberikan sepasang ayam yang kemudian
dikibaskan diatas kepala pasien. Setelah itu basi berdiri dan memegang kain
seperti selendang yang diikatkan pada dinding rumah sambil basi membaca
mantra dengan bahasa sangian, hal tersebut dilakukan untuk berkomunikasi
dengan arwah atau roh leluhurnya. Setelah itu basi meniup seperti peluit kecil
yang terbuat dari taring beruang, bersamaan dengan itu alat musik mulai dipukul
dengan suara yang sangat keras sehingga timbul suara yang sangat bising. Musik
tersebut terkadang berhenti sejenak dan dimainkan kembali. Kurang lebih ada 10
kali jeda berhenti dari musik dalam ritual tersebut. Mantra dengan bahasa
sangiang terus diucapkan selama ritual berlangsung.
Kemudian basi berjalan menuju pintu rumah dan menghadap keluar rumah
sambil membaca mantra dan menari dengan mangkok berisi lilin yang diletakkan
diatas kepalanya. Istri basi menyiapkan air mandi dalam timba yang didalamnya
terdapat dedaunan, bunga dan akar-akaran untuk memandikan pasien. Pasien pun
duduk didepan pintu kemudian basi memandikan pasien dengan iar yang ada di
timba tersebut sambil membaca mantra. Ketika itu orang dilarang berdiri di luar
rumah, karena dipercaya penyakit pasien akan berpindah ke orang yang ada diluar
rumah tersebut selain itu juga dilarang melakukan dokumentasi berupa video
ataupun foto.
Setelah itu basi menuju ketempat awal. Sementara pasien disuruh berbaring
didekat basi. Basi mengambil 2 lemang yang ujungnya ada hati ayam, kemudian
dicelupkan ke dalam wadah yang berisi darah ayam dan babi. Menurut
kepercayaan masyarakat itu adalah tanda dimana arwah atau roh nenek moyang
sudah mulai merasuki tubuh basi. Proses memakan lemang tersebut dilakukan
berkali-kali. Setelah itu lampu yang ada di dalam ruangan tersebut mulai
dimatikan, itu tandanya basi sudah mulai kerasukan roh yang akan membantu
mengobati pasien. Ketika basi sedang kerasukan tidak boleh ada cahaya
sedikitpun dalam ruangan tersebut, semua lampu tempel dimatikan jika ada lampu

10
yang menyala maka basi tersebut akan langsung pingsan dan tidak bisa mengobati
pasien. Proses kesurupan atau kerasukan tersebut terjadi kurang lebih dalam
waktu 15 menit. Ritual balian ini biasanya tidak boleh dilakukan saat ada orang
yang meninggal dunia. Karena dipercaya basi yang dirasuki roh tersebut bisa lari
menuju tempat orang yang sedang meninggal tersebut. Sebagai langkah antispasi
digunakan piring putih polos yang kemudian diletakkan di kepala basi saat berada
di depan pintu rumah tadi.
Ketika pasien yang diobati sudah sembuh, maka pasien tersebut akan
melakukan ritual “totoh balian”. Ritual ini merupakan acara puncak dari upacara
belihan, dimana saat itu disediakan banyak sesaji yang mana sebagai wujud
syukur kepada roh yang telah menyembuhkan dan juga sebagai alat untuk menipu
roh jahat agar tidak mengganggu lagi, karena sesaji dipercaya sebagai makanan
dari roh-roh yang dianggap jahat oleh masyarakat. setelah selesai pengobatan
maka lampu akan dihidupkan kembali dan acara totoh belihan selesai. Totoh
balian biasanya dimulai pada malam hari antara pukul 22.00 wib hingga pukul
02.00 atau pukul 03.00 wib dini hari.
2. Kehamilan
Masyarakat suku dayak siang murung percaya bahwa kolong rumah atau jarak
antara tanah dengan bangunan rumah merupakan tempat bernaungnya roh jahat
atau yang disebut hantuen. Mereka percaya bahwa hantuen tersebut bisa
mengganggu ibu yang sedang hamil dan anak kecil, terlebih yang masih berusia
40 hari. Anak kecil yang diganggu hantuen sering menangis terus menerus tidak
mau berhenti disertai demam. Masyarakat menyebutnya dengan istilah darom.
Ciri lain anak tersebut tidak mau makan dan minum. Sementara pada ibu hamil,
hantuen akan mengganggu dengan cara merasuki tubuh ibu hamil. Mereka
percaya hantuen mengganggu ibu hamil karena darahnya berbau harum. Untuk
menghindari gangguan hantuen, masyarakat yang memiliki anak kecil atau dalam
keluarganya terdapat ibu hamil, setiap sore dan menjelang malam salah satu
anggota keluarga membakar akar-akaran yang menghasilkan asap, lalu diletakkan
di bawah atau kolong rumah untuk mengusir hantuen. Selain itu, masyarakat juga
menyimpan jimat serta memasang ongui.
Masyarakat suku dayak siang murung memiliki kepercayan bahwa ibu hamil
tidak boleh makan sayur umbat yang memiliki duri karena nanti anaknya susah
keluar pada saat persalinan, tidak boleh makan ikan lele karena dianggap bisa

11
menyebabkan alergi dan gatal-gatal pada bayi yang nanti akan dilahirkan, tidak
boleh makan tungkul pisang yang bisa mengakibatkan bayi menangis terus-
menerus ketika nanti sudah dilahirkan, tidak boleh makan telur karena dianggap
akan membuat lapisan selaput ketuban tebal seperti halnya telur serta tidak boleh
memakan sayur-sayuran yang merambat karena akan mengakibatkan tali pusat
lengket dan mengakibatkan lilitan pada tali pusat.
3. Bidan Kampung
Bidan kampung dengan usia yang tua dan juga bekal pengalaman yang banyak
dalam membantu melahirkan, membuat masyarakat tetap menjadikan bidan
kampung sebagai pilihan dalam melakukan pemeriksaan pada masa
kehamilannya, baik untuk mengetahui hamil atau tidaknya seorang ibu sampai
letak bayi di dalam perut. Bahkan bidan kampung dianggap mampu mengetahui
posisi bayi dalam perut hanya dengan memegang perut si ibu tanpa alat apa pun.
Mereka pun bisa melakukan pemijatan untuk mengembalikan posisi bayi yang di
rasa bisa membahayakan pada saat proses persalinan dan ini pula yang
menyebabkan ibu hamil lebih memeriksa ke bidan kampung karena pijatan bidan
kampung dapat membuat badan mereka enak.
4. Pandangan Terhadap Suatu Penyakit
Masyarakat suku dayak siang murung percaya apabila seseorang mengalami
sakit seperti demam, batuk anjing, diare, malaria serta gangguan pada paru paru
seperti TBC disebabkan karena pulih. Pulih ialah semacam racun yang diberikan
oleh seseorang kepada orang lain baik melalui makanan ataupun minuman. Sakit
yang disebabkan karena pulih hanya bisa disembuhkan oleh orang-orang tertentu,
yaitu orang yang memiliki atau menyimpan pulih itu sendiri. Orang yang terkena
pulih biasanya sembuh tidak dengan menggunakan obat medis, melainkan obat
tradisional. Untuk mengobati penyakit diare biasanya diobati dengan kayu cemahu
yang diolah dengan cara direbus lalu diminum. Untuk penyakit malaria biasanya
mereka mencari akar pasak bumi yang kemudian direbus atau disimpan dalam
botol yang berisi air lalu diminum.
5. Kematian
Kematian dalam pandangan masyarakat suku dayak siang murung disebabkan
oleh beberapa hal. Selain karena faktor usia lanjut, kematian juga disebabkan
karena faktor budaya dalam kaitannya dengan kepercayaan masyarakat itu sendiri.
Bagi mereka, kematian disebabkan karena kepuhunan dan pali. Kepuhunan ialah

12
celaka atau malapetaka yang dialami oleh seseorang karena ia tidak tulus
memakan sesuatu. Artinya, ketika ia hendak memakan makanan tertentu atau
ketika ia ditawari makanan oleh orang lain, ia menolaknya dan dan tidak
melakukan cicok (mencicipi makanan yang ditawarkan oleh seseorang kepada
kita). Menurut keyakinan mereka, orang tersebut akan mengalami malapetaka
yang bisa menyebabkan kematian. Penyebab kematian yang lain adalah pali. Pali
ialah pantangan yang tidak boleh dilanggar. Sebagian masyarakat masih percaya
akan hal tersebut. Misalnya, pali dalam memakan daging hewan tertentu, misalnya
daging rusa atau babi jantan. Apabila pali dilanggar maka akan berakibat buruk,
yaitu mendatangkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara medis, bahkan
dapat menyebabkan kematian. Penyakit yang diderita misalnya tubuh menjadi
bengkak dan tidak bisa berbicara. Kepuhunan dan pali bisa disembuhkan hanya
oleh orang tertentu, yaitu basi.

D. Penindaklanjutan Terhadap Pandangan Suku Dayak Siang Murung


1. Balian
Dampak balian ini bersifat negative terhadap kesehatan karena masyarakat suku
Dayak siang murung percaya bahwa roh tersebut yang mengakibatkan seseorang
sakit dan roh juga yang mampu menyembuhkan penyakit melalui perantara basi .
jadi suku Dayak siang murung tidak ingin melakukan pengobatan secara medis
sehingga menyebabkan penyakit tersebut semakin parah dan pengetahuan mereka
tentang penyebab suatu penyakit sangat terbatas.
Kepercayaan ini dapat di negosiasi karena setiap kebudayaan masyarakat yang
sudah turun temurun sulit untuk di rubah. Maka tenaga kesehatan hanya dapat
mengarahkan agar mereka juga melakukan pengobatan medis serta melakukan
pengobatan tradisional.
2. Kehamilan
kepercayaan suku Dayak siang tentang pengobatan asap untuk anak kecil yang
demam dan ibu hamil ini bersifat negative, karena suku ini percaya bahwa ada roh
jahat yang bisa menyebabkan anak kecil demam dan menggangu ibu hamil
sehingga mereka membakar akar akaran agar asapnya dapat mengusir roh jahat.
dampaknya dari segi kesehatan dapat menyebabkan demam pada anak semakin
parah jika tidak segara di obati,dan asap dari pembakaran dapat menyebabkan
gangguan pernapasan pada orang yang menghirupnya khusunya pada ibu hamil

13
yang juga dapat berpengaruh pada janinnya, kemudian suku Dayak siang juga
melarang ibu hamil untuk mengosumsi makanan tertentu salah satunya adalah
telur, sedangkan telur sangat diperlukan karna kaya akan protein yang baik untuk
ibu hamil.
Kepercayaan ini seharusnya di restrukturisasi karna dapat menimbulkan masalah
kesehatan pada anak yang demam dan pada ibu yang hamil, tenaga kesehatan
harusnya memberikan edukasi tentang penyebab demam agar suku Dayak mampu
mengambil pengobatan yang tepat untuk anak demam. Untuk pantangan ibu hamil
tentang makanan ada beberapa yang perlu dinegosiasi dan di restrukturisasi sesuai
dengan kondisi ibu hamil.
3. Bidan Kampung
Kepercayaan suku Dayak siang terhadap kemampuan bidan kampung yang dapat
membantu proses melahirkan dan mampu mengambalikan posisi janin dengan
pijatan ini sangat berbahaya dan bisa berdampak negatif,dilihat dari kemampuan
bidan kampung yang hanya berdasarkan pengalaman tanpa pengetahuan sehingga
akan terjadi hal buruk dari pemijatan yang dilakukan.
Kepercayaan ini perlu dinegosiasi, dengan bekerjasamanya tenaga kesehatan
dengan bidan kampung,sehingga masyarakat tidak hanya bergantung pada bidan
kampung, disini peran tenaga kesehatan harus mampu menyesuaikan dan
mengarahkan ibu hamil dan juga bidan kampung untuk bisa bekerja sama dengan
baik. Namun untuk pemijatan pada ibu hamil oleh bidang kampung sebaiknya di
restrukturisasi karena dari segi kesehatan dapat berbahaya bagi janin.
4. Pandangan Terhadap Suatu Penyakit
Kepercayaan suku Dayak siang terhadap penyakit seperti diare, malaria, TBC
disebabkan oleh racun yang diberi orang yang melalui makanan dan minuman dan
mereka percaya yang mampu menyembuhkan penyakit tersebut hanyalah
pengobatan tradisional seperti akar pasak bumi. Ini berdampak negative,dari
penyakit yang akan semakin bertambah parah karena pengobatan yang kurang
tepat, sehingga menurunnya kesehatan masyarakat akibat pandangan yang salah
dari suatu penyakit dan pengobatannya.
Kepercayaan ini perlu di restrukturisasi karena melihat bahaya yang di akibatkan
diare, malaria, dan TBC pada penderita, tenaga kesehatan perlu melakukan
pendekatan untuk bisa membantu merubah kebiasaan masyarakat, dan melakukan
edukasi serta perawatan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesehatan suku ini.

14
5. Kematian
Kepercayaan suku Dayak siang terhadap kematian disebabkan oleh kepuhunan
dan pali, ini sangat berdampak negative karena masyarakat akan berfikir jika
seseorang mati hanya disebabkan karena kepuhuann yang tidak ada hubungan
dengan kesehatan. Sehingga masyarakat hanya bisa menerima begitu saja, tidak
berusaha untuk mencari penyebab dan pengobatan selanjutnya untuk mencegah
terjadinya kematian tersebut.
Kepercayaan ini harus di restrukturisasi, dan peran tenaga kesehatan memberikan
penkes agar masyarakat mampu meningkatkan pengetahuan tentang penyebab
suatu penyakit yang jika tidak diberikan pengobatan yang tepat bisa
mengakibatkan kematian, sehingga masyarakat dapat melakukan pencegahan
dengan menerapkan pola hidup sehat.

15
16
16

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau
adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama secara tepat dengan suku bangsa lainnya
kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia
Dayak dengan belajar.
Suku Dayak Siang Sondang dan Murung memiliki asal dan akar atau bahasa
yang sama, namun karena perbedaan wilayah tempat tinggal, dan dalam waktu yang
agak lama maka keduanya memiliki sedikit perbedaan dalam beberapa kosakata
bahasa, Suku Siang atau Dayak Siang Murung adalah suku Siang yang mendiami tepi
sungai Barito dan sekitarnya serta dataran pesisir dekat sungai besar, sedangkan siang
Sondang adalah Suku Siang pegunungan atau masih berdiam di wilayah asli asal suku
dayak siang, yakni Tanah Siang dan Wilayah sekitarnya. Biasanya bahasa Dayak
Siang Murung memiliki bahasa yang lebih menekan logatnya "(dalam bahasa
Siang)Noka'n". Suku Dayak Siang baik Sondang maupun Murung memiliki bahasa
yang amat unik dan berbeda dari bahasa Dayak kebanyakan, dan jika ada Suku Dayak
lain kebanyakan mencoba mempelajari Bahasa Dayak Siang akan mengalami
kesulitan pada pelafalan dari beberapa kata dan dialek yang sulit. Sebagai contoh,
huruf "S" jika berada diujung kata tidak dibaca "Es" tetapi lebih menyerupai "Eyhs",
demikian juga huruf "L" tidak dilafalkan "L" biasa dalam kebanyakan kata, tetapi
lebih ke pelafalan antara "L" dan "R", contoh misal ada kata "Luas" maka dibaca
"Lr'uayhs" sesuai lidah Dayak Siang. Selain itu masih banyak pelafalan huruf-huruf
tertentu yang berbeda dari bahasa Indonesia dan Dayak pada umumnya. Suku Dayak
Siang asli kebanyakan memiliki wajah oriental (Asia/Kecina-cinaan) dan mata sipit
serta kulit kuning, hal ini adalah juga jawaban atas asal usul Suku Dayak Siang yang
merupakan keturunan bangsa dari Dataran Tiongkok Selatan, sehingga kadangkala
digolongkan juga Ras Neo-Mongoloid (Proto Melayu tidak tepat). Tetapi kini karena
perbauran berbagai suku bangsa, terutama juga karena Suku Siang merupakan suku
yang memiliki toleransi dan penerimaan tinggi terhadap orang luar, Suku Siang
banyak berbaur dengan Suku dayak lainnya, bahkan Suku luar pulau seperti Jawa, dan
lain-lainnya yang membuat Suku Siang kebanyakan juga memiliki ciri-ciri mirip
orang Indonesia kebanyakan
B. Saran
Sebagai warga negara Indonesia kita perlu mengetahui kebudayaan
kebudayaan yang ada di kota kita sendiri kadang kita lebih mengenal budya yang ada
di kota orang lain dari pada budaya sendiri, salah satu budaya yang kami ambil dan
kami cari bagaima pola hidup nya yaitu suku Dayak, tentu tidak hanya budaya Dayak
yang harus kita ketahui tapi juga budaya budaya yang da di Indonesia sehingga kita
dapat mengetahui positif negative nya tentang adat dalam suatu budaya dan kita juga
sebagai seorang mahasiswa mampu memilih adat budaya mana yang dapat
bermanfaat dan tidak dan kita sebagai penerus bangsa harus bisa mengubah pola
pikirmasyarakat kalau terdapat adat yang dapat membahayakan. Dan dalam pelajaran
psikososial dan budaya dalam keperawatan kita di harapkan mampu memahami
bagaimana pola piker di berbagai budaya tentang konsep sehat dan sakit dan apabila
ada yang berdampak buruk kita sebagai tenaga kesehatan harus meng edukasi
masyarakat agar berubah dari kebiasaannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://www.kabmurungraya.go.id ( di akses online pada tanggal 20 januari 2019 jam 04.03)


https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_Siang_Murung (di akses online tanggal 20 Januari
2019 jam 03.02 )
https://folksofdayak.wordpress.com/2017/10/20/macam-seni-tarian-suku-dayak-siang/ (di
akses online pada tanggal 20 januari 20199 pada jam 04.25 )
Nuraini Syarifah, M Gullit Agung W, dkk.2012.Buku Seri Etnografi Ibu dan Anak.Badan
penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI :
Raju Amontius. 2017. Aspek kehidupan masyarakat Dayak Siang(secara singkat).Makalah
masyarakat Dayak Siang.( di akses online pada web
https://asramuraadressblog.blogspot.com/2017/08/aspek-kehidupan-masyarakat-
dayak.html pada tanggal 20 januari 2019 jam 03.25)
Romi.2014. Jalan Hadat Perkawinan Dayak Siang-Murung. ( diakses pada web
http://romicheaver.blogspot.com/2014/04/jalan-hadat-perkawinan-dayak-siang.html
pada tanggal 20 januari jam 04.12 )

18

Anda mungkin juga menyukai