Anda di halaman 1dari 37

1.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM URINARIA


Urinaria adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat–zat yang tidak tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-
zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Sistem urinari terdiri atas:
1. Ginjal, yang mengeluarkan sekret urine
2. Ureter, yang menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kencing
3. Kandung kencing, yang bekerja sebagai penampung
4. Uretra, yang mengeluarkan urine dari kandung kencing
Gambar anatomi sistem urinaria

Sumber: http://cahayahati40.blog.com/files/2011/04/urinary-copy.jpg

1.1 GINJAL
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang.
Sebagai bagian dari sistem urine, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea)
dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari
kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi. Ginjal terletak
pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri
tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, di belakang peritoneum, dank
arena itu di luar rongga peritoneum.

1
Kedudukan ginjal dapat diperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian
vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari kiri, karena hati menduduki banyak ruang disebelah kanan.
Ginjal berjumlah 2 buah, dengan berat kurang lebih 150 gr (125–170 gram pada
laki-laki, 115–155 gram pada perempuan); panjang 5–7,5 cm; tebal 2,5–3 cm.
Bentuk ginjal seperti biji kacang, sisi dalam cekung (hilum) menghadap ke tulang
punggung yang merupakan tempat masuk dan keluar pembuluh-pembuluh ginjal.
Diatas setiap ginjal menjulang kelenjar supratenal.

Gambar ginjal
Sumber: http://withanimewecanhealth.wordpress.com/

Fungsi Ginjal:
1. Mengatur volume cairan dalam tubuh
Kelebihan cairan dalam tubuh dikeluarkan sebagai urine encer dalam jumlah
besar.Kekurangan air atau kelebihan keringat menyebabkan urine diekskresikan lebih
pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relative
normal.
2. Mengatur Keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion
Ini terjadi jika plasma terdapat pemasukan atau pengeluaran abnormal dari ion
ion.Akibat pemasukan garam atau penyakit ginjal akan meningkatkan eksresi ion ion
penting urine : Na, K, Cl, Ca dan Fosfat.

2
3. Mengatur keseimbangan Asam basa dalm tubuh
Hal ini terjadi karena makanan yang dimakan. Apabila banyak makan sayur urine
akan basa. Jika asam terjadi karena campuran makanan.
4. Ekskresi sisa sisa hasil metabolisme
Bahan bahan yang diekskresikan oleh ginjal antara lain zat toksik,obat,hasil
metabolisme hemoglobin dan bahan kimia.
5. Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal akan mengeksresikan hormone rennin yang berfungsi dalam mengatur tekanan
darah.Serta hormone dihidroksi kolekalsifenol atau vitamin D aktif untuk absorbs ion
kalsium dalam usus.
6. Pengatur tekanan darah
Memproduksi enzim rennin,angiotensin dan aldosteron untuk mengatur tekanan
daraah.
7. Pengeluaran zat beracun
Ginjal mengeluarkan polutan dan bahan kimia asing dari tubuh.

Struktur Ginjal
Ginjal terbungkus oleh kapsula renalis yang terdiri dari jaringan fibrous berwarna
ungu tua, lapisan luar disebut korteks, dan lapisan dalam disebut medula.
Bagian medula tersusun atas 15-16 massa berbentuk kerucut disebut piramida
renalis.Puncak-puncaknya (papila renalis) langsung mengarah ke hilum dan berakhir
di kalises. Kalises ini yang menghubungkan dengan pelvis renalis.
Struktur terkecil dari ginjal disebut nefron yang merupakan satuan-satuan
fungsional ginjal yang diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Terdiri dari:
glomerulus/badan Malpighi, kapsula Bowman, tubulus proksimal, lengkung Henle,
tubulus distaldan tubulus kolektivus (penampung). Selain nefron, struktur ginjal juga
berisi pembuluh-pembuluh darah. Arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta
abdominalis mengalirkan darah masuk ke ginjal. Arteri tersebut bercabang-cabang
menjadi arteriol afferen dan membentuk simpul. Inilah yang disebut glomerulus.
Sebuah pembuluh efferen meninggalkan glomerulus dan bercabang-cabang

3
membentuk jaringan kapiler di sekeliling tubulus ginjal. Kapiler-kapiler ini kemudian
bergabung lagi membentuk vena renalis, yang membawa darah dari ginjal ke vena kava
inferior.
1. Badan Malpighi, terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman.
2. Glomerulus, adalah tempat penyaringan darah yang akan menyaring air, garam,
asam amino, glukosa, dan urea. Menghasilkan urin primer.
3. Kapsula bowman, adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus
glomerulus. Kapsula bowman ditemukan oleh Sir William Bowman.
4. Tubulus kontortus proksimal, adalah tempat penyerapan kembali/reabsorpsi
urin primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam amino. Menghasilkan
urin sekunder dengan kadar urea tinggi.
5. Lengkung henle, adalah saluran berbentuk setengah lingkaran dan menjadi
penghubung antara tubulus kontortus proksimal dengan tubulus kontortus distal.
Lengkung henle berfungsi supaya urine tidak kembali ke tubulus kontortus
proksimal.
6. Tubulus kontortus distal, tempat untuk melepaskan zat-zat yang tidak berguna
lagi atau berlebihan ke dalam urin sekunder (disebut proses augmentasi).
Menghasilkan urin sesungguhnya.
7. Tubulus kolektivus, adalah tabung sempit panjang dalam ginjal yang menampung
urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju kandung kemih.

1.2 URETER
Ureter terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke
vesika urinaria. Panjangnya ±25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.
Panjang ureter sekitar 25 cm yang mengantar kemih dan turun ke bawah pada
dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis menurun ke arah luar
dan dalam dan menembus dinding posterior kandung kemih secara serong (oblik). Cara
masuk ke dalam kandung ini penting karena bila kandung kemih sedang terisi kemih

4
akan menekan dan menutup ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke
dalm ureter. Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding luar: jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah: lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam: lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

1.3 VESIKA URINARIA (KANDUNG KEMIH)


Vesika urinaria atau kandung kemih terletak di belakang simpisis pubis,
berfungsi menampung urin untuk sementara waktu. Organ ini bentuknya seperti buah
pir (kendi) dan letaknya berada di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul.
Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. Di dorsal
vesika urinaria, pada laki-laki terdapat rectum dan pada wanita ada uterus, portio
supravaginlis dan vagina. Vesika urinaria inferior pada wanita berhadapan dengan
diafragma pelvis dan pada laki-laki berhadapan dengan prostat.
Terdapat segitiga bayangan yang terdiri atas tiga lubang yaitu dua lubang ureter
dan satu lubang uretra pada dasar kandung kemih yang disebut trigonum/trigon.
Lapisan dinding kandung kemih (dari dalam ke luar): lapisan mukosa, submukosa, otot
polos, lapisan fibrosa. Lapisan otot disebut dengan otot detrusor. Otot longitudinal pada
bagian dalam dan luar lapisan sirkular pada bagian tengah.
Ukuran kandung kemih berbeda-beda. Bentuk dan ukuran vesika urinaria
dipengaruhi oleh derajat pengisian dan organ disekitarnya. Pada usia dewasa kandung
kemih mampu menampung sekitar 300-500 ml urin. Pada keadaan tertentung kandung
kemih dapat menampung dua kali lipat lebih dari jumlah keadaan normal.
Miksi/berkemih/buang air kecil merupakan pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Dua langkah utama, yaitu jika kandung kemih terisi secara
progresif sampai tegangan dindingnya mengingkat di atas nilai ambang akan
mencetuskan refleks miksi dan refleks miksi akan berusaha mengosongkan kandung
kemih, menimbulkan kesadaran akan keinginan berkemih. Meskipun refleks miksi

5
adalah autonomy medulla spinalis, refleks ini juga bisa dihambat atau ditimbulkan oleh
pusat korteks serebri atau batang otak.
Persarafan utama kandung kemih adalah nervus pelvikus yang berhubungan
dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis terutama berhubungan dengan
medulla spinlis segmen S2 dan S3. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada
dinding kandung kemih. Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah
saraf parasimpatis.
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk
kandung kemih yaitu serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju
sfingter ekstemus. Ini adalah serat saraf somatic yang mempersyarafi dan mengontrol
otot lurik pada sfingter. Kandung kemih juga menerima syaraf simpatis dari rangkaian
simpatis melalui nervus hipogastrikus terutama berhubungan dengan segmen L2
medulla spinalis. Serat simpatis ini merangsang pembuluh darah dan sedikit
mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan
melalui saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan penting dalam
menimbulkan sensasi rasa penuh dan rasa nyeri.

1.4 URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
a. Uretra Pria

Gambar uretra pria


sumber: http://urologi-fkunram.blogspot.com/2009/02/striktur-uretra.html

6
Uretra pada pria memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai saluran urin dan saluran
untuk semen dari organ reproduksi. Pada laki- laki uretra berjalan berkelok- kelok
melalui tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus
tulang pubis kebagia penis panjangnya ± 20 cm. Uretra pada laki – laki terdiri dari:
1. Uretra Prostatia
2. Uretra membranosa
3. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki – laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan
lapisan submukosa. Uretra pria mulai dari orifisium uretra interna didalam vesika
urinaria sampai orifisium uretra eksterna. Pada penis panjangnya 17,5-20 cm. Dinding
uretra terdiri dari 3 lapisan:
1. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter urethra menjaga
agar urethra tetap tertutup.
2. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh darah dan saraf.
3. Lapisan mukosa

b. Uretra Wanita
Uretra pada wanita terletak dibelakang
simfisis pubis berjalan miring sedikit kearah atas,
panjangnya ± 3-4 cm. Lapisan uretra pada wanita
terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan
spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara
uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina
(antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya
sebagai saluran ekskresi. Apabila tidak berdilatasi
diameternya 6 cm. Uretra ini menembus fasia
diafragma urogenitalis dan orifisium eksterna
langsung di depan permukaan vagina, 2,5 cm

7
dibelakang gland klitoris. Glandula
uretra bermuara ke uretra, yang terbesar
diantaranya adalah glandula pars
uretralis (skene) yang bermuara
kedalam orifisium uretra yang hanya
berfungsi sebagai saluran ekskresi.
Diafragma urogentalis dan
orifisium eksterna langsung didepan
permukaan vagina 2,5 cm di belakang
gland klitoris. uretra wanita jauh lebih
pendek daripada laki-laki dan terdiri
lapisan otot polos yang diperkuat oleh
sfingter otot rangka pada muaranya
penonjolan berupa kelenjar dan jaringan
ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyak sinus venous mirip jaringan
kavernosus.

2. URINE
Urine adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh
ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi.
Pengeluaran urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh.
Secara umum urin berwarna kuning. Urin encer warna kuning pucat (kuning jernih), urin
kental berwarna kuning pekat, dan urin baru/segar berwarna kuning jernih. Urin yang
didiamkan agak lama akan berwarna kuning keruh. Urin berbau khas jika dibiarkan agak
lama berbau ammonia.
Ph urin berkisar antara 4,8-7,5 urin akan menjadi lebih asam jika mengkonsumsi
banyak protein, dan urin akan menjadi lebih basa jika mengkonsumsi banyak sayuran.
Berat jenis urin 1,015-1,020.

8
Secara kimiawi kandungan zat dalan urin diantaranya adalah sampah nitrogen
(ureum, kreatinin dan asam urat), asam hipurat zat sisa pencernaan sayuran dan buah,
badanketon zat sisa metabolism lemak, ion-ion elektrolit (Na, Cl, K, Amonium, sulfat,Ca
dan Mg), hormone, zat toksin (obat, vitamin dan zat kimia asing), zat abnormal (protein,
glukosa, sel darah Kristal kapur dsb).
Volume urin normal per hari adalah 900 – 1400 ml, volume tersebut dipengaruhi
banyak faktor diantaranya suhu, zat-zat diuretika (teh, alkohol, dan kopi), jumlah air
minum, hormon ADH, dan emosi.

2.1 KOMPOSISI URINE


Komposisi zat-zat dalam urine bervariasi tergantung jenis makanan dan air yang
diminumnya. Urine normal berwarna jernih transparan, sedang warna urine kuning
muda urine berasal dari zat warna empedu (bilirubin dan biliverdin). Urine normal pada
manusia terdiri dari air, urea, asam urat, amoniak, kreatinin, asam laktat, asam fosfat,
asam sulfat, klorida, garam-garam terutama garam dapur, dan zat-zat yang berlebihan
di dalam darah misalnya vitamin C dan obat-obatan. Semua cairan dan materi
pembentuk urine tersebut, berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urine
berubah sepanjang proses reabsorbsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misalnya
glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa ( Kus Irianto,
Kusno Waluyo, 2004).
Urine terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut berikut (Sloane, 2004) :
a. Zat buangan nitrogen, meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari
katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat
dalam jaringan otot.
b. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
c. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal
dalam jumlah kecil.
d. Elektrolit, meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
e. Hormon atau katabolit hormon, ada secara normal dalam urine.

9
f. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara
normal ditemukan dalam jumlah kecil.
g. Konstituen abnormal, meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar
badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan
dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.

2.2 SIFAT FISIK URINE


a. Warna
Urine encer berwarna kuning pucat, dan kuning pekat jika kental. Urine segar
biasanya jernihdan menjadi keruh bila didiamkan.
b. Bau
Urine memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau
ini dapat bervariasi sesuai dengan diet misalnya : setelah makan asparagus. Pada
diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urine.
c. Asiditas atau alkalinitas
pH urine bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya sekita 6,0 , tetapi juga
bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi akan meningkatkan
asiditas (tingkat asam), sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas
(tingkat basa).

2.3 URINE DAN KEHAMILAN


Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang bertujuan
untuk mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urin ini sangat tergantung kepada
fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari
darah untuk membentuk urin. Ureter bertugas mentranspor urin dari ginjal ke kandung
kemih. Kandung kemih berguna untuk menyimpan urin sampai timbul keinginan untuk
berkemih. kandung kemih dalam kondisi normal dapat menampung urin dalam volume
600 ml. Akan tetapi, keinginan untuk berkemih dapat dirasakan pada saat kandung
kandung kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil (150-200 ml pada orang
dewasa). Terjadinya peningkatan volume urin, dinding kandung kemih akan meregang

10
dan mengirim impuls-impuls sensorik ke pusat mikturisi (proses pengosongan kandung
kemih) di medulla spinalis pars sakralis. Impuls saraf parasimpatis dari pusat mikturisi
menstimulus otot detrusor (otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung
kemih) untuk kontraksi secara teratur. Sfingter uretra interna (otot polos di leher
kandung kemih) juga akan berelaksasi sehingga urin dapat masuk kedalam uretra.
Kandung kemih akan berkontraksi, impuls saraf naik ke medulla spinalis sampai ke
pons dan korteks cerebral. Individu akan menyadari keinginannya untuk berkemih, urin
akan keluar dari tubuh melalui uretra.
Banyak faktor yang mempengaruhi volume, kualitas urin dan kemampuan klien
untuk berkemih, yaitu diet dan asupan makanan, respon keinginan awal untuk
berkemih, gaya hidup stress psikologis, tingkat aktivitas, tingkat perkembangan serta
kondisi penyakit. Hal ini juga dapat menyebabkan beberapa perubahan tersebut dapat
terjadi bersifat akut dan kembali pulih atau reversible ataupun dapat pula terjadi
perubahan yang bersifat kronis serta tidak dapat sembuh kembali atau irreversible.
Terjadinya perubahan eliminasi urin juga dapat terjadi pada wanita hamil.
Kehamilan merupakan suatu peristiwa alamiah yang akan dialami setiap wanita.
Seorang wanita atau ibu akan dinyatakan hamil, akan mengalami beberapa perubahan
baik itu perubahan fisiologis maupun psikologis. Beberapa perubahan fisiologis yang
timbul selama masa kehamilan dapat dikenal dengan tanda kehamilan. Perubahan
fisilogis tersebut meliputi perubahan pada perubahan sistem reproduksi dan payudara,
dimana terdiri dari perubahan pada uterus, ovarium, vagina, vulva. Perubahan yang
terjadi pada sistem tubuh secara umum, yaitu meliputi perubahan sistem
kardiovaskuler, perubahan sistem endokrin, perubahan sistem respiratori, perubahan
sistem gastrointestinal, perubahan siste, skeletal, serta perubahan sistem urinaria.
Perubahan sistem urinaria dan ginjal cukup banyak terjadi pada ibu hamil,
dimana kecepatan filtrasi dari glomeulus (GFR) dan aliran darah renal meningkat
sampai 50% sebagai akibat dari kenaikan kardiak output. Terjadi pula sedikit
hidronefrosis (pembengkakan ginjal akibat penumpukkan urin) atau hidroureter
(pembengkakan atau pelebaran ureter), hal ini bisa dikarenakan tonus otot atau adanya
tekanan dari uterus yang memebasar pada kandung kemih. Fungsi ginjal ini berubah

11
akibat adanya hormon kehamilan, peningkatan volume darah, postur wanita, aktivitas
fisik dan asupan makanan. GFR biasanya akan mulai meningkat pada minggu ke-6
kehamilan dan mencapai puncak pada akhir trisemester pertama. Kehamilan trimester
pertama ginjal akan mengalami peningkatan ukuran dan berat. Memasuki kehamilan
usia 10 minggu, pelvis dan ureter akan berdilatasi (peregangan atau pelebaran).
Memasuki usia kehamilan trimester kedua perubahan sistem urinaria yang terjadi
adalah ukuran dan pembuluh kandung kemih meningkat, edema (pembengkakan
karena cairan) fisiologis terjadi pada jaringan kandung kemih. Menurunnya frekuensi
kencing serta meningkatnya ukuran ginjal dan ureter, terutama pada sisi kanan ginjal
membesar. Laju filtrasi glomerulus meningkat sekitar 50% untuk memproduksi limbah
dari ibu dan janin. Trimester ketiga perubahan sistem urinaria yang terjadi seperti
beberapa pelebaran kalises ginjal (buli-buli), panggul, dan ureter terjadi, terutama sisi
bagian kanan. Frekuensi buang air kecil sering terjadi akibat adanya tekanan janin
kearah panggul, terjadi pula hipovolemia (kekurangan volume cairan) fisiologis.
Keseimbangan cairan dan elektrolit terus dipengaruhi oleh interaksi hormon yang
kompleks, meningkatnya konsentrasi plasma albumin, dan faktor lainnya.
Peningkatan volume urin dan peningkatan metabolisme pada ibu selama masa
kehamilan, akan menyebabkan ibu mengalami kehilangan sejumlah air dari dalam
tubuh. Kehilangan sejumlah besar cairan tersebut dapat menjadi masalah baru yang ibu
hadapi selama masa kehamilan. Ibu hamil pada trimester kedua ibu hamil rata-rata
memiliki volume urin lebih dari 1500-1600 ml. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan organ ginjal selama kehamilan. Perubahan juga tidak hanya terjadi pada
organ penting yang berperan pada eliminasi urin, akan tetapi fungsinya mengalami
perubahan. Wanita hamil biasanya akan mengalami peningkatan volume cairan dan
aliran plasma ginjal sekitar 60-80% pada pertengahan trimester dua dan akan menetap
hingga trimester tiga. Terjadinya peningkatan volume cairan aliran plasma ginjal serta
kecepatan filtrasi glomerulus pada ibu hamil dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan volume urin.

12
Infeksi Saluran Kemih
Pada wanita hamil dikenal 2 keadaan infeksi saluran kemih:
1. Infeksi saluran kemih tanpa gejala (Bakteriuria Asimptomatik)
Dimana tempat bakteri dalam urine lebih dari 100.000/ml urine. Urine diambil
porsi tengah dengan cara vulva dan meatus urethra eksternus (lubang kencing)
dibersihkan terlebih dahulu dengan bahan antiseptic. Atau jumlah bakteri antara
10.000-100.000 bila urine diambil dengan cara kateter uretra. Pada urinalisis
(pemeriksaan urin) dapat ditemukan adanya leukosit.
2. Infeksi Saluran kemih dengan gejala (Simptomatik)
Dapat dibagi menjadi:
a. Infeksi saluran kemih bagian bawah (sistitis)
Dengan gejala dapat berupa disuria (nyeri buang air kecil), terkadang
didapatkan hematuria (urine mengandung sel darah merah), nyeri daerah
suprasimpisis (perut bawah), terdesak kencing (urgency), stranguria (susah
kencing disertai otot pinggang yang sakit), tenesmus (perasaan mulas tapi
tidak mengeluarkan feces) dan nokturia (sering buang air kecil di malam hari).
Tetapi jarang sampai menyebabkan demam dan menggigil. Pada urinalisis
dapat dijumpai leukosit dan eritrosit.
b. Infeksi saluran kemih bagian atas (pielonefritis)
Dengan gejala berupa nyeri dan tegang pada daerah sudut “costovertebral”
atau daerah pinggang, demam, mual dan muntah. Dapat juga disertai keluhan
seperti pada infeksi saluran kemih bagian bawah seperti disuria, urgensi dan
polakisuria (kencing yang sedikit-sedikit dan anyang-anyangan), stranguria,
tenesmus, nokturia. Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai kadar ureum
(hasil akhir metabolism protein) dan kreatinin (sisa perombakan protein) yang
meningkat dan pada pemeriksaan urinalisis ditemukan leukosit. Atau pada
pemeriksaan imunologi didapatkan bakteriuria yang diselubungi antibodi.

13
Faktor Risiko
Adapun faktor risiko meningkatnya infeksi saluran kemih sebagi berikut:
1. Perubahan morfologi pada kehamilan.
Karena asal dari traktus genital dan traktus urinarius adalah sama secara
embriologi ditambah lagi letaknya yang sangat berdekatan maka adanya
perubahan pada salah satu sistem akan mempengaruhi sistem yang lain.
Pada saat hamil dapat terjadi perubahan pada traktus urinarius berupa:
a. Dilatasi Pelvis renal dan ureter
Dilatasi ini terjadi terutama setelah kehamilan berusia 20 minggu, lebih sering
terjadi pada perut sebelah kanan dibanding sebelah kiri, hal ini mungkin
disebabkan karena adanya kolon sigmoid (bagian kolon yang berhubungan
dengan rektum) disebelah kiri dan adanya kecenderungan uterus untuk
mengadakan dekstrorotasi (pertumbuhan uterus kea rah kanan) dan
kecenderungan secara anatomi bahwa ureter kanan rentan terhadap dilatasi.
Adanya dilatasi tersebut kemungkinan juga akibat dari hormon progesterone
yang meningkat disamping efek penekanan dari uterus yang makin membesar.
b. Vesika Urinaria terdesak ke anterior dan superior seiring dengan bertambah
besarnya uterus, dan cenderung lebih terletak pada rongga abdominal daripada
di rongga pelvis. Kapasitas penampungan urin akan meningkat tetapi daya
pengosongan akan menurun karena terjadi kelemahan dari otot detrusor (otot
kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung kemih) akibat dari
progesterone (terjadi kelemahan otot polos sehingga tonus akan berkurang,
akibatnya terjadi pelebaran saluran kemih secara keseluruhan dan kontraksi
akan berkurang), mengakibatkan sisa urine sering terjadi sehingga
pertumbuhan bakteri mudah terjadi
2. Sistokel dan Urethrokel
3. Kebiasaan menahan kemih
Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara bakteriuria
asimptomatik dengan partus prematurus (kelahiran bayi pada saat masa kehamilan
kurang dari 259 hari), pertumbuhan janin terhambat dan preeklamsia. Suatu studi

14
yang bersifat meta-analisa melaporkan bahwa eradikasi bakteriuria tersebut dapat
meningkatkan keluaran atau (outcome partus prematurus) sehingga menganjurkan
untuk melakukan screening terhadap semua wanita hamil guna mendeteksi adanya
bakteriuria yang asimptomatik tersebut.
Pengaruh hormone progesteron terhadap tonus dan aktivitas otot-otot dan
obstruksi mekanik (penyempitan) oleh pembesaran uterus dalam kehamilan
merupakan faktor predisposisi (keadaan mudah terjangkit) meningkatkan
kapasitas kandung kemih dan terdapatnya sisa urin setelah buang buang air pada
ibu hamil. Perubahan pH urin yang disebabkan meningkatnya ekskresi bikarbonas
memberikan kemudahan untuk pertumbuhan bakteri. Glikosuria juga sering terjadi
pada kehamilan ini juga merupakan faktor predisposisi berkembangan bakteri
dalam urin.

3. KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT


Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting,
yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol
cairan ekstrasel dengan memperthankan keseimbangan garam dengan mengatur
keluaran garam dan air dalam air sesuai kebutuhan sesuai dengan kebutuhan untuk
menkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.
A. Pengaturan Volume Cairan Ekstrasel
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri
dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume
plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah
jamgka panjang.
Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran air.
Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang keluar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini karena

15
adanya pertukaran cairan antara tubuh dengan lingkungan luar. Water turnover
dibagi dalam:
a) Pertukaran tubuh dengan lingkungan luar. Ada pemasukan air melalui makanan
dan minuman serta pengeluaran air melalui paru-paru dan kulit.
b) Pertukaran cairan antar berbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan
reabsorpsi di kapiler ginjal.
2) Memperhatikan Keseimbangan Garam
Sama halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan
sehingga asupan garam sama dengan pengeluarannya. Permasalahannya adalah
seseorang hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi
sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang
dikonsumsi harus diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan
garam.
Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresikan dengan cara mengontrol
jumlah garam dan mengontrol jumlah yang diabsorbsi di tubulus ginjal. Penurunan
reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningatkan ekskresi urin sehingga
mengembalikan volume darah kembali normal.
B. Pengaturan Osmolaritas Cairan Ekstrasel
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel zat terlarut dalam suatu larutan.
Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi zat terlarut atau semakin
rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis.
Osmosis hanya terjadi jika ada perbedaan konsentrasi zat terlarut yang tidak dapat
menembus membran di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan zat terlarut yang
banyak ditemukan ditemukan di cairan ekstrasel. Sedangkan didalam cairan intrasel,
ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotic cairan intrasel.
Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan
kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik.
Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui:

16
1) Perubahan Osmolaritas Nefron
Disepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal terjadi perubahan osmolaritas
yang akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh.
Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal. Dinding
henle sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi caoran
ke kapiler peritubular. Hal ini menyebabkan cairan didalam lumen tubulus menjadi
hiperosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan saluran koligen bervariasi
bergantung pada ada tidaknya vasopressin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di
saluran koligen dan akhirnya dikeluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung
pada ada tidaknya ADH.
2) Mekanisme Haus dan Peranan Vasopresin (ADH)
Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel akan merangsang osmoreseptor di
hipotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hipotalamus yang
menyintesis ADH. ADH akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah
dan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen, yang akan memicu
terbentuknya aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsicairan ke kapiler
peritubular. Hal ini menyebabkan urin yang terbentuk di duktus koligen menjadi
sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan didalam tubuh tetap
dipertahankan.
Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hipotalamus akibat peningkatan
osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hipotalamus
sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh
kembali normal.

3. 1 PEMBAGIAN CAIRAN TUBUH


A. DISTRIBUSI CAIRAN TUBUH
Komponen terbesar tunggal dari tubuh adalah air. Air bersifat pelarut bagi semua
yang terlarut. Air tubuh total atau total body water (TBW) adalah persentase dari berat
air dibandingkan dengan berat badan total, bervariasi menurut kelamin, umur, dan
kandungan lemak tubuh. Air membentuk sekitar 60% dari berat seorang pria dan

17
sekitar 50% dari berat badan wanita.
Bayi baru lahir 75
%
Pria (20-40 tahun)
60%

Wanita (20-40 tahun)


50%

Usia lanjut (>60 tahun) 45-


50%
Tabel : Air tubuh total dalam presentase berat badan

Jaringan lemak pada dasarnya bebas air. Oleh karena itu jika dibandingkan dengan
orang gemuk dengan kurus maka orang gemuk memiliki TBW yang relatif kecil.
Jaringan otot memiliki kandungan air yang tinggi. Maka jika wanita dibandingkan
dengan pria, akan ditemukan bahwa TBW pria lebih besar karena sedikit jaringan lemak
dan banyaknya masa otot.
Air didistribusikan antara dua kompartemen yang dipisahkan oleh membran sel.
Pada orang dewasa kira-kira 40% berat badannya atau 2/3 dari TBWnya berada di cairan
intrasel atau intracellular fluid (ICF) dan sisanya 1/3 dari TBW atau 20% berada cairan
ekstra sel atau extraxellular fluid (ECF). Cairan ekstrasel terbagi lagi kedalam
kompartemen cairan intravaskular (IVF) sebesar 5% dari TBW dan cairan interstisial
(ISF) sebesar 15%. Sebesar 1-2% tergolong kedalam cairan transeluler seperti cairan
serebrospinal, intraokular dan sekresi saluran cerna dan kesemua bagian ini memiliki
komposisi elektrolit masing-masing.
Zat terlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan non elektrolit.
Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terlarut dan tidak bermuatan lisrtrik yang
terdiri dari protein, urea, glukosa, oksigen, kardondioksida dan asam-asam organik.
Garam yang terurai didalam air menjadi satu atau lebih partikel-partikel bermuatan

18
disebut ion atau elektrolit. Elektrolit tubuh terdiri dari natrium (Na+), kalium (K+2+),
kalsium (Ca2+), magnesium (Mg), klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-2-), fosfat (HPO4)
dan sulfat (SO42-). Ion yang bermuatan posisitf disebut kation dan yang bermuatan
negatif disebut anion.

B. PEMBAGIAN CAIRAN TUBUH


Semua sel dan jaringan tubuh mausia terendam dalam cairan yang komposisinya
mirip dengan air laut, yang mencerminkan awal evolusi manusia. Agar fungsi sel
berlangsung normal komposisi cairan harus relatif konstan. Komposisi cairan
tersebut terdiri dari air dan zat terlarut baik yang termasuk elektrolit ataupun yang non
elektrolit dimana keduanya saling berhubungan dan saling menyeimbangkan.
Cairan dalam tubuh manusia terbagi manjadi cairan intraselular dan ekstraselular,
dan cairan ekstraselular dibagi menjadi cairan interstisial dan intravaskular. Semua
pembagian ini pada prinsipnya saling menyeimbangkan. Jika tubuh melewati batas
kompensasinya maka diperlukan sejumlah besar cairan intravena untuk mengkoreksi
kekurangan cairan. Jika kompensasi ini tidak terjadi atau tidak adanya penanganan
yang adekuat maka akan berdampak perfusi ke jaringan akan terganggu bahkan akan
mengakibatkan kematian jaringan.
a) Cairan Intraseluler
Membran sel bagian luar memegang peranan penting dalam mengatur
volume dan komposisi intraselular. Pompa membran-bound ATP-dependent akan
mempertukarkan Na dengan K dengan perbandingan 3:2. Oleh karena membran sel
relatif tidak permeable tehadap ion Na dan ion K, oleh karenanya potasium akan
dikonsentrasikan di dalam sel sedangkan ion sodium akan dikonsentrasiksn di
ekstra sel. Potasium adalah kation utama ICF dan anion utamanya adalah fosfat.
Akibatnya, potasium menjadi faktor dominant yang menentukan tekanan osmotik
intraselular, sedangkan sodium merupakan faktor terpenting yang menentukan
tekanan osmotik ekstraselular.
Impermeabilitas membran sel terhadap protein menyebabkan konsentrasi
protein intraselular yang tinggi. Oleh karena protein merupakan zat terlarut yang

19
nondifusif (anion),rasio pertukaran yang tidak sama dari 3 Na++ dengan 2 K oleh
pompa membran sel adalah hal yang penting untuk pencegahan hiperosmolaritas
intraselular relatif. Gangguan pada aktivitas pompa Na-K-ATPase seperti yang
terjadi pada keadaan iskemi akan menyebabkan pembengkakan sel.
b) Cairan ekstraselular
Fungsi dasar dari cairan ekstraselular adalah menyediakan nutrisi bagi sel
dan memindahkan hasil metabolismenya. Keseimbangan antara volume ektrasel
yang normal terutama komponen sirkulasi (volume intravaskular)adalah hal yang
sangat penting. Oleh sebab itu secara kuantitatif sodium merupakan kation
ekstraselular terpenting dan merupakan faktor utama dalam menentukan tekanan
osmotik dan volume sedangkan anion utamanya adalah klorida, bikarbonat
(HCO3). Perubahan dalam volume cairan ekstraselular berhubungan dengan
perubahan jumlah total sodium dalam tubuh. Hal ini tergantung dari sodium yang
masuk, ekskeri sodium renal dan hilangnya sodium ekstra renal.
c) Cairan interstisial (ISF)
Normalnya sebagian kecil cairan interstisial dalam bentuk cairan bebas.
Sebagian besar air interstisial secara kimia berhubungan dengan proteoglikan
ekstraselular membentuk gel. Pada umumnya tekanan cairan interstisial adalah
negatif ( kira-kira -5 mmHg). Bila terjadi peningkatan volume cairan iterstisial
maka tekanan interstisial juga akan meningkat dan kadang-kadang menjadi
positif. Pada saat hal ini terjadi, cairan bebas dalam gel akan meningkat secara
cepat dan secara klinis akan menimbulkan edema. Hanya sebagian kecil dari
plasma protein yang dapat melewati celah kapiler, oleh karena itu kadar protein
dalam cairan interstisial relatif rendah (2 g/Dl). Protein yang memasuki ruang
interstisial akan dikembalikan kedalam sistim vaskular melalui sistim limfatik.
d) Cairan intravaskular (IVF)
Cairan intravaskular terbentuk sebagai plasma yang dipertahankan dalam
ruangan intravaskular oleh endotel vaskular. Sebagian besar elektrolit dapat
dengan bebas keluar masuk melalui plasma dan interstisial yang menyebabkan
komposisi elektrolit keduanya yang tidak jauh berbeda. Bagaimanapun juga,

20
ikatan antar sel endotel yang kuat akan mencegah keluarnya protein dari ruang
intravaskular. Akibatnya plasma protein (terutama albumin) merupakan satu-
satunya zat terlarut secara osmotik aktif dalam pertukaran cairan antara plasma
dan cairan interstisial. Peningkatan volume ekstraselular normalnya juga
merefleksikan volume intravaskular dan interstisial. Bila tekanan interstisial
berubah menjadi positif maka akan diikuti dengan peningkatan cairan ekstrasel
yang akan menghasilkan ekspansi hanya pada kompartemen cairan interstisial.
Pada keadaan ini kompartemen interstisial akan berperan sebagai reservoir dari
kompartemen intravaskular. Hal ini dapat dilihat secara klinis sebagai edema
jaringan.
Koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Seperti disebutkan sebelumnya, koloid adalah molekul besar yang tidak melintasi
hambatan diffusional secara mudah seperti kristaloid. Cairan koloid dimasukkan ke
dalam ruang vaskuler. Oleh karena itu, koloid memiliki kecendrungan yang lebih besar
untuk tetap bertahan dan meningkatkan volume plasma dibandingkan dengan cairan
kristaloid.
3. 2 KOMPOSISI ELEKTROLIT DI INTRA DAN EKSTRASELULER
Kompartemen Na+ K+ Cl- HCO3‫־‬ PO4-
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
Intravaskuler 142 4,5 104 24 2,0
Interstitial 145 4,4 117 27 2,3
Intraselular 12 150 4,0 12 40
Transselular 60 7 100 0 -
-Asam lambung 130 7 60 100 -
-Getah pancreas 45 5 58 0 -
-Keringat

Tabel : Unsutabel: unsur utama kompartemen cairan tubuh

21
3. 3 PERTUKARAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT DALAM RUANG ANTARSEL
Pemasukan air setiap harinya (daily intake of water) terutama terjadi melalui oral
misalnya minuman dan makanan. Kira-kira 2/3 dari jumlah air yang masuk ini adalah
dalam bentuk murni dan lainya dalam bentuk makanan. Sebagian kecil air ini
merupakan hasil dari proses oksidasi hydrogen didalam makanan, yang jumlahnya
berkisar 150-250ml/hari, tergantung dari kecepatan metabolisme seseorang. Jumlah
cairan yang masuk, termasuk juga hasil sintesa didalam tubuh yang berkisar 2300
ml/hari.

Pengeluaran Air
Pengeluaran cairan dari tubuh dalam keadaan normal sebagian besar terjadi
melalui urine yang jumlahnya kurang lebih 1400 ml/hari. Namun dalam keadaan-
keadaan tertentu,seperti dalam keadaan latihan yang berat, kehilangan cairan yang
terbesar melalui pengeluaran keringat.
Kehilangan cairan melalui proses difusi melalui kulit dan proses evaporasi
melalui saluran pernafasan biasa disebut juga insensible water loss. Kehilangan cairan
melaui proses ini tidak dapat dirasakan mekanismenya. Kehilangan cairan melalui kulit
yang rata-rata berkisar 350ml/hari terjadi oleh karena berdifusinya molekul air melalui
sel-sel kulit.Berdifusinya cairan melalui kulit dibatasi oleh adanya lapisan epithel
bertanduk yang banyak mengandung cholesterol. Pada penderita luka bakar yang
luas,lapisan ini mengalami kerusakan,sehingga proses difusi akan meningkat dan
kehilangan cairan akan meningkat jumlahnya samapai dapat mencapai 3-5 liter/hari.
Jumlah cairan yang hilang melalui proses evaporasi (penguapan) rata-rata
350ml/hari, oleh karena tekanan atmosfer akan berkurang dengan berkurangnya
suhu,maka kehilangan cairan akan lebih besar pada suhu yang sangat dingin dan lebih
kecil pada suhu yang hangat. Hal ini dapat dirasakan dengan adanya perasaan kering
pada saluran nafas pada suhu dingin. Pada suhu yang sangat panas kehilangan cairan
melaui keringat akan meningkat, sehingga akan menyebabkan berkurangnya cairan
tubuh dengan cepat. Pengeluaran cairan melalui keringat ini berfungsi untuk

22
mengeluarkan panas dari tubuh. Pada latihan fisik yang berat kehilangan cairan tubuh
melalui dua mekanisme yaitu:
a. Latihan fisik menyebabkan meningkatnya kecepatan ventilasi sehingga jumlah
cairan yang hilang melaui saluran pernafasan akan meningkat.
b. Latihan fisik menyebabkan meningkatnya produksi panas pada tubuh dengan
konsekuensi meningkatnya cairan yang hilang melalui keringat.

3. 4 PENGATURAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT


Dalam menjalankan fungsinya, tubuh selalu berusaha mempertahan kan
keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel. Salah satu hal yang
merupakan masalah penting dalam kedokteran klinis adalah mempertahankan cairan
tubuh yang sesuai dan memelihara keseimbangan yang sempurna antara volume cairan
ekstrasel dan volume cairan intrasel pada orang yag sakit. Dalam bahasan ini kita akan
membicarakan berbagai factor yang mempengaruhi keseimbangan cairan serta factor
osmotik yang menyebabkan perpindahan cairan antara ruang ekstrasel dan ruang
intrasel.
1. Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh.
Peristiwa ini terjadi dalam tiga fase yaitu:
a. Fase pertama: Plasma darah pindah dari seluruh tubuh kedalam system
sirkulasi, nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan traktus
gastrointestinal.
b. Fase kedua: Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler
dan sel
c. Fase ketiga: Cairan dan substansi yang ada didalamnya berpindah dari cairan
interstitial masuk kedalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membrane sel
yang merupakan membrane semipermeabel mampu memfilter tidak semua
substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah.
2. Pergerakan cairan tubuh
a. Osmosis dan Tekanan Osmotik

23
Bila suatu membrane yang terletak diantara dua ruangan yang berisi
cairan bersifat permeable terhadap air tetapi tidak terhadap bahan-bahan
tertentu, maka membrane ini disebut bersifat semipermeabel. Bila konsentrasi
bahan tersebut lebih besar pada salah satu sisi membrane dibandingkan
dengan sisi membrane lainya, maka air akan melewati membrane menuju
kesisi yang mempunyai konsentrasi yang lebih besar.Keadaan ini disebut
osmosis.
Osmosis terjadi oleh karena pergerakan kinetic dari setiap partikel dari
ion atau molekul pada larutan pada kedua sisi dari membrane. Hal ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: Bila suhu pada kedua sisi dari membrane adalah
sama,partikel pada kedua sisi membrane akan mempunyai energi untuk
pergerakan kinetic yang sama. Namun oleh karena partikel bahan-bahan yanh
tidak permeable pada kedua larutan menggantikan molekul air, akibatnya
potensi kimia air akan berkurang sesuai dengan konsentrasi bahan-bahan yang
tidak permeable tersebut. Pada daerah dimana konsentrasi bahan-bahan yang
tidak larut itu rendah, maka potensi kimia air akan lebih besar dibandingkan
pada daerah dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeable lebih
rendah ke sisi dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabelnya lebih
tinggi. Na+ adalah ion utama yang mempengaruhi osmolalitas cairan ekstrasel
dan berfungsi mengikat air agar tetap berada diluar sel.Sebaliknya, K+
merupakan ion utama yang mempengaruhi osmolalitas dan berfungsi
menahan air agar tetap berada didalam sel.
Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan proses osmosis
disebut Tekanan osmotik. Tekanan osmotic untuk plasma adalah 5450mmHg
dan cairan intrasel 5430 dan cairan interstitial 5430 mmHg.
b. Difusi
Materi padat, partikel berpindah dari konsentrasi tinggi kerendah. Faktor yang
mempengaruhi laju difusi adalah:
1) Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi
2) Peningkatan permeabilitas

24
3) Peningkatan luas permukaan difusi
4) Berat molekul substansi
5) Jarak yang ditempuh untuk difusi.
c. Filtrasi
Perpindahan air dan substansi yang dapat larut secara bersama sebagai
respon karena tekanan cairan. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan
besar perbedaan tekanan, luas permukaan membrane dan permeabilitas
membrane. Tekanan yang dihasilkan liquid dalam sebuah ruanganya disebut
tekanan hidostatik.
d. Transport Aktif
Memerlukan lebih banyak ATP karena untuk menggerakan berbagai
materi guna menembus membrane sel. Contohnya pompa Na untuk keluar dari
sel dan kalium masuk ke sel.

3. 5 KESEIMBANGAN ASAM BASA


A. Keseimbangan asam-basa cairan tubuh adalah pengaturan konsentrasi ion-ion hidrogen
yang esensial untuk normal sel. Konsentrasi ion hidrogen (dinyatakan sebagai pH)
memengaruhi aktivitas enzimatik, permeabilitas sel,dan struktur sel.
1. Status asam-basa dapat dievaluasi dalam darah arteri sistemik. pH darah arteri
sistemik. pH normal darah arteri adalah 7,4. pH normal darah vena dan cairan
interstisial agak lebih asam karena kandungan CO2 nya yang membentuk asam
karbonat.
2. Asidosis adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan pH darah arteri sampai
dibawah 7,35. Alkalosis terjadi jika pH arteri diatas 7,45. Rentang pH yang sesuai
untuk kehidupan berkisar antara 7,0 sampai 7,70.
B. Tinjauan singkat pengaturan asam basa pH darah
1. Definisi
a) Asam adalah setiap senyawa kimia yang melepas ion hidrogen ke suatu larutan
atau ke senyawa basa. Contoh asam dalam tubuh antara lain asam klorida, asam

25
sulfat, asam nitrat, asam fosfat, asam laktat, asam karbonat, asam asetat, atau ion
amonium (NH4+).
b) Basa adalah senyawa kimia yang menerima ion hidrogen kesuatu larutan atau ke
senyawa basa. Contoh asam dalam tubuh antara lain natrium hidroksida; kalium
hidroksida; dan amonia, laktat, asetat, dan ion bikarbonat.
c) Asam (atau basa) kuat adalah senyawa yang terurai secara keseluruhan saat
dilarutkan dalam air dan menghasilkan jumlah ion hidrogen semaksimum
mungkin. Asam klorida (HCl) adalah asam kuat dan secara keseluruhan dapat
terurai serta hanya meninggalkan sedikit HCl atau tidak sama sekali.
HCl H+ + Cl-
d) Asam (atau basa) lemah adalah senyawa yang hanya sedikit terurai saat dilarutkan
dalam air dan menghasilkan sedikit ion hidrogen per unit asam. Asam karbonat
(H2CO3) adalah asam lemah yang sebagian besar tetap tidak terurai dalam larutan.
H2CO3 H++ HCO3-
e) Bufer asam-basa adalah larutan yang terdiri dari dua atau lebih zat kimia yang
mencegah terjadinya perubahan yang signifikan pada konsentrasi ion hidrogen
(pH ) jika asam atau basa ditambahkan ke dalam larutan.
1) Sistem buffer terdiri dari asam lemah seperti asam karbonat dan garam asam
seperti natrium bikarbonat.
2) Tujuan dari suatu buffer adalah untuk mengganti asam lemah dengan asam
kuat atau basa kuat dengan basa lemah.
2. Sumber ion hidrogen dalam tubuh
a) Sebagian besar ion hidrogen yang dihasilkan merupakan produk sampingan atau
produk akhir dari proses katabolisme sempurna karbohidrat, lemak, dan protein.
Oksidasi karbohidrat dan lemak yang tidak sempurna menghasilkan asam laktat,
asam-asam keto, dan asaqm lemak. Oksidasi sebagian asam amino menghasilkan
asam fosfat, dan metabolisme purin menghasilkan asam urat.
b) Sumber utama lain ion hidrogen adalah melalui produksi karbon dioksida (CO2)
berikatan dengan air (terutama dalam sel darah merah) untuk membentuk asam
karbonat (H2CO3) yang terurai menjadi ion-ion hidrogen.

26
3. 6 EDEMA DAN KEHAMILAN
Pada wanita hamil terdapat kenaikan aliran darah ke ginjal dan juga GFR sekitar
50%. Di samping itu, pada tubulus renal, kapasitas reabsorpsi dari natrium, klorida,
dan air meningkat sebagai konsekuensi dari produksi hormon steroid oleh plasenta dan
korteks adrenal. Hal inilah yang turut membantu retensi cairan bagi wanita hamil.
A. Edema Terjadi pada Ekstremitas Bawah Ibu Hamil
Edema seringkali terjadi pada ekstremitas bawah wanita hamil. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya arus balik darah vena akibat vena cava inferior yang
terkompresi oleh pertumbuhan janin. Penurunan arus balik tersebut mengakibatkan
adanya akumulasi cairan di bagian bawah tubuh apalagi jika wanita hamil berdiri dalam
waktu lama. Selain itu, pada masa kehamilan juga terjadi penurunan tekanan osmotik
koloid interstisial akibat dari meningkatnya volume cairan ekstrasel. Dengan adanya
penurunan tekanan osmotik interstisial, maka osmosis akan lebih mudah terjadi menuju
ke daerah interstisial. Hal ini yang kemudian menyebabkan terjadinya edema yang
umumnya terjadi pada tahap akhir kehamilan.

B. Kondisi Patologis yang Berhubungan dengan Edema pada Ibu Hamil


1. Pre-eklamsia
Sekitar 5 hingga 7% wanita hamil mengalami peningkatan tekanan darah
arteri secara mendadak hingga ke level hipertensi (>140/90 mmHg) pada beberapa
bulan terakhir kehamilan. (Harrison) Hal ini dihubungkan dengan terjadinya
proteinuria (>300 mg/hari). Kondisi yang disebut preeklampsia ini ditandai dengan
retensi air dan garam berlebih oleh ginjal, hipertensi mendadak, proteinuria, sakit
kepala, dan edema yang bersifat general. Terjadi penurunan GFR dan aliran darah
ke ginjal. (Tortora, Guyton) Adapun penyebab dari preeklamsia masih terus
diteliti. Ada yang menyatakan bahwa preeklampsia disebabkan oleh sekresi
plasenta dan hormon adrenal yang berlebih. Adapula yang menyatakan bahwa
preeklamsia merupakan suatu bentuk autoimunitas atau alergi terhadap
keberadaan fetus. Pendapat lain yang cukup kuat nilai evidence-nya adalah
kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga meningkatkan pelepasan zat fms-like

27
tyrosine kinase 1 dari plasenta yang menimbulkan disfungsi pada endotel vaskular,
hipertensi, dan proteinuria. (Harrison, Guyton) Hal tersebut kemudian
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, retensi air dan garam yang
berlebih, dan peningkatan tekanan darah.
Adapun faktor risiko terjadinya preeklampsia adalah riwayat preeklampsia,
usia wanita hamil yang terlalu tua (>35 tahun) atau terlalu muda (<15 tahun),
obesitas, mutasi faktor V Leiden dan/atau gen angiotensinogen T235, sindrom
antibodi antifosfolipid, serta kehamilan ganda atau kembar.
Wanita hamil bisa saja kejang hingga mengalami koma yang berujung pada
kematian. Hal ini disebut eklampsia. Kejadian ini seringkali terjadi menjelang
partus. Meskipun sangat mematikan, wanita dengan eklampsia masih mungkin
diselamatkan jika dengan segera dilakukan terapi vasodilatasi dan terminasi
kehamilan dengan operasi caesar.

2. Kelainan ginjal
Pada kehamilan yang normal, terjadi peningkatan GFR dan creatinine
clearance. Hal ini terjadi sebagai akibat dari peningkatan aliran darah ke ginjal
dan tekanan filtrasi glomerular. Bagian glomerulus dan kapilernya inilah yang
seringkali menjadi subjek dari berbagai kelainan baik akut maupun kronik pada
ginjal. Adapun sindrom glomerulopatik yang menyerang glomerulus ini terdiri
atas: sindrom nefritik akut, glomerulonefritis dengan progres cepat, sindrom
nefrotik, dan glomerulonefritis kronik. Mayoritas penyakit ini dapat ditemukan
pada wanita muda dan mereka yang sedang hamil.
a. Acute nephritic syndrome dan rapidly progressive glomerulonephritis
Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, satu di antaranya
adalah preeklampsia-eklampsia. Glomerulonefritis ditandai dengan onset
hematuria dan proteinuria yang mendadak, diikuti oleh ketidakmampuan
ginjal dalam retensi garam dan air sehingga terjadi edema, hipertensi, dan
kongesti sirkulasi. Penyakit ini nantinya berujung pula pada kerusakan ginjal
tahap akhir atau gagal ginjal.

28
b. Nephrotic syndrome
Sindrom nefrotik sangat khas dengan proteinurianya. Penyebabnya dapat
beraneka ragam dan beberapa sama dengan sindrom nefritik. Adapun sindrom
nefrotik ditandai dengan proteinuria hebat yaitu hingga 3 gram/hari,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Prognosis dari komplikasi
sindrom nefrotik ini bagi ibu dan fetus sama-sama tergantung pada penyebab
terjadinya dan kemampuan ginjal untuk bertahan.
c. Chronic glomerulonephritis
Kelainan ini ditandai dengan kerusakan ginjal yang progresif pada suatu
periode dan berujung pada gagal ginjal (ESRD-end stage renal disease).
Pasien umumnya asimptomatik, proteinuria, anemia, dan kreatinin tinggi.
Masih terdapat banyak lagi kelainan ginjal yang dapat ditemui pada
wanita hamil baik yang terjadi karena infeksi maupun dari tubuh wanita itu
sendiri. Intinya, kemunculan bengkak pada ekstremitas bawah dari wanita
hamil terjadi akibat gangguan transport cairan dalam tubuh yang dipengaruhi
oleh kondisi-kondisi di atas.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anatomi Sistem Urinaria. Diunduh dari: https://www.scribd.com/doc/204771934/53237025-


Anatomi-Sistem-Urinaria-1 diakses tanggal 16 November 2014 pukul 08.50

Cunningham FG, Williams JW. Williams obstetrics. 23rd ed. New York: McGraw-Hilll;
2010. p.

D.A. Pratiwi, dkk. Biologi. 2007. Jakarta: Erlangga


Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11th ed. Philadelphia: Elsevier;
2006. p. 1034-2.

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-yenniprayo-5324-2-7.bab2.pdf
diakses pada tanggal 14 November 2014

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39905/4/Chapter%20II.pdf diakses tanggal


16 November 2014 pukul 08:42

http://www.academia.edu/6255250/54042154-Makalah-Anatomi-Sistem-Perkemihan
diakses pada tanggal 16 november 2014 pukul 12:30
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3keperawatanpdf/0910712011/bab2.pdf diakses pada
tanggal 14 November 2014
http://www.slideshare.net/djuwahir/anatomi-fisiologi-sistem-urinaria Diakses pada tanggal
15 November 2014
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
sumber gambar uretra wanita: http://hadijah-arsyad.blogspot.com/2011/11/uretra.html

Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Syaifuddin. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. 2006. EGC: Jakarta

30
PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh perawat untuk
mendapatkan data subjektif dan objektif yang dilakukan secara sistematis.
Proses pengkajian meliputi tiga fase, yaitu wawancara, pemeriksaan fisik, dan dokumentasi.
Adapun ketiga fase tersebut adalah sebagai berikut :
1.Wawancara
Tujuan wawancara adalah mendapatkan informasi yang diperlukan dalam mengidentifikasi
dan merencanakan tindakan keperawatan, dan memberi kesempatan pada perawat untuk
mulai mengembangkan hubungan saling percaya dengan pasien.
Adapun data-data yang dikumpukan selama fase wawancara terkait pengkajian keperawatan
system perkemihan adalah sebagai berikut :

A. Riwayat kesehatan sekarang


Disfungsi ginjal dapat menimbulkan serangkaian gejala yang kompleks dan tampak di
seluruh tubuh. Riwayat sakit harus mencakup informasi berikut yang berhubungan
dengan fungsi renal dan urinarius.
1. Keluhan utama pasien atau alasan utama mengapa ia datang ke rumah sakit.
2. Adanya rasa nyeri: kaji lokasi, karakter, durasi, dan hubungannya dengan urinasi;
faktor-faktor yang memicu rasa nyeri dan yang meringankannya.
3. Adanya gejala panas atau menggigil, sering lelah, perubahan berat badan, perubahan
nafsu makan, sering haus, retensi cairan, sakit kepala, pruritus, dan penglihatan kabur.
4..Pola eliminasi
a. Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
b. Kaji perubahan warna urin.
c. Kaji adanya darah dalam urin.
d. Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal urinasi, atau akhir
urinasi.
e. Hesitancy; mengejan : nyeri selama atau sesudah urinasi.
f. Inkontinensia (stress inkontinensia; urge incontinence; overflow incontinence;
inkontinensia fungsional). Adanya inkontinensia fekal menunjukkan tanda neurologik

31
yang disebabkan oleh gangguan kandungkemih.
g. Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak adekuatnya
pengosongan kandung kemih.
5. Pola nutrisi – metabolik
a. Kaji jumlah dan jenis cairan yang biasa diminum pasien : kopi, alkohol, minuman
berkarbonat. Minuman tersebut sering memperburuk keadaan inflamasi system
perkemihan.
b. Kaji adanya dehidrasi ; dapat berkontribusi terjadinya infeksi saluran kemih,
pembentukkan batu ginjal, dan gagal ginjal.
c. Kaji jenis makanan yang sering dikonsumsi pasien. Makanan yang mengandung
tinggi protein dapat menyebabkan pembentukkan batu saluran kemih. Makanan pedas
memperburuk keadaan inflamasi system perkemihan.
d. Kaji adanya anoreksia, mual, dan muntah. Keadaan tersebut dapat mempengaruhi
status cairan.
e. Kaji kebiasaan mengkonsumsi suplemen vitamin, mineral, dan terapi herbal.

B. Riwayat kesehatan masa lalu


1. Riwayat infeksi traktur urinarius
a. Terapi atau perawatan rumah sakit yang pernah dialami untuk menanggani
infeksi traktus urinarius, berapa lama dirawat.
b. Adanya gejala panas atau menggigil.
c. Sistoskopi sebelumnya, riwayat penggunaan kateter urine dan hasil-hasil
pemeriksaan diagnostik renal atau urinarius
2. Riwayat keadaan berikut ini :
a. Hematuria, perubahan warna, atau volume urin.
b. Nokturia dan sejak kapan dimulainya.
c. Penyakit pada usia kanak-kanak (“strep throat”, impetigo, sindrom nefrotik).
d. Batu ginjal (kalkuli renal), ekskresi batu kemih ke dalam urin.
e. Kelainan yang mempengaruhi fungsi ginjal atau traktus urinarius (diabetes
mellitus, hipertensi, trauma abdomen, cedera medula spinalis, kelainan neurologi lain,

32
lupus eritematosus sistemik, scleroderma, infeksi streptococcus pada kulit dan saluran
napas atas, tuberculosis, hepatitis virus,
gangguan kongenital, kanker, dan hyperplasia prostate jinak).
3. Untuk pasien wanita : kaji jumlah dan tipe persalinan (persalinan pervaginan,
sectio caesarea); persalinan dengan forseps; infeksi vagina, keputihan atau iritasi;
penggunaan kontrasepsi.
4. Adanya atau riwayat lesi genital atau penyakit menular seksual.
5. Pernahkah mengalami pembedahan ; pelvis atau saluran perkemihan.
6. Pernahkah menjalani terapi radiasi atau kemoterapi.
7. Kaji riwayat merokok. Merokok dapat mengakibatkan risiko kanker kandung
kemih. Angka kejadian tumor kandung kemih empat kali lebih tinggi pada perokok
daripada bukan perokok.

B. Riwayat kesehatan keluarga


1. Kaji adanya riwayat penyakit ginjal atau kandung kemih dalam keluarga (polisistik
renal, abnormalitas kongenital saluran kemih, sindrom Alport’s / nephritis herediter).
2.Kaji adanya masalah eliminasi yang dikaitkan dengan kebiasaan keluarga

D. Riwayat kesehatan sosial


1. Kaji riwayat pekerjaan, apakah terpapar oleh bahan-bahan kimia seperti phenol dan
ethylene glycol. Bau ammonia dan kimia organic dapat meningkatkan risiko kanker
kandung kemih. Pekerja tekstil, pelukis, peñata rambut, dan pekerja industri
mengalami risiko tinggi terkena tumor kandung kemih. Seseorang yang lebih sering
duduk cenderung mengalami statis urin sehingga dapat menimbulkan infeksi dan batu
ginjal.
2. Seseorang yang mengalami demineralisasi tulang dengan keterbatasan aktivitas fisik
menyebabkan peningkatan kalsium dalam urin.
3. Laki-laki cenderung mengalami inflamasi prostat kronik atau epididimis setelah
mengangkat barang berat atau mengendarai mobil dengan jarak jauh.
4. Perlu juga informasi tempat tinggal pasien. Dataran tinggi lebih berisiko terjadi batu

33
saluran kemih karena kandungan mineral meningkat dalam tanah dan air di daerah
dataran tinggi.

E. Pengobatan
1. Diuretik dapat mengubah kuantitas dan karakter output urin.
2. Phenazopyridine (pyridium) dan nitrofurantoin (macrodantin) dapat mengubah
warna urin.
3. Anticoagulant dapat menyebabkan hematuria.
4. Antidepresant, antihistamin, dan obat-obatan untuk mengatasi gangguan neurology
dan musculoskeletal, dapat mempengaruhi kemampuan kandung kemih atau sphinter
untuk berkontraksi atau relaksasi secara normal.

F. Pola persepsi – kognitif


1. Apakah gangguan eliminasi urin mempengaruhi perasaan dan kehidupan normal pasien.
2. Bagaimana perasaan pasien saat menggunakan kateter, kantung urin.

II. PEMERIKSAAN
A. Pemeriksaan Fisik
1. Umum : Status kesehatan secara umum : lemah, letarghi
2. Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu tubuh
3. Pemeriksaan fisik sistem perkemihan
Teknik pemeriksaan fisik Kemungkinan kelainan yang ditemukan

1. Inspeksi
a. Kulit dan membran mukosa. Catat warna, turgor, tekstur, dan pengeluaran keringat.
b. Mulut
c. Wajah
d. Abdomen
Pasien posisi terlentang, catat ukuran, kesimetrisan, adanya massa atau pembengkakan,
kembung, Kulit dan membran mukosa yang pucat, indikasi gangguan ginjal yang

34
menyebabkan anemia. Tampak ekskoriasi, memar, tekstur kulit kasar atau kering.
Penurunan turgor kulit merupakan indikasi dehidrasi.
Edema, indikasi retensi dan penumpukkan cairan.
Stomatitis, napas bau amonia
Moon face
Pembesaran atau tidak simetris, indikasi hernia atau adanya massa. Nyeri permukaan
indikasi disfungsi
renal. Distensi atau perut yang nyeri menetap, distensi, kulit mengkilap atau tegang.
e. Meatus urinary
Laki-laki posisi duduk atau berdiri, tekan ujung gland penis dengan memakai sarung tangan
untuk membuka meatus urinary.
Pada wanita : posisi dorsal litotomi, buka labia dengan memakai sarung tangan. Perhatikan
meatus urinary

3. Palpasi
a. Ginjal
1) Ginjal kiri jarang dapat teraba, meskipun demikian usahakan untuk
mempalpasi ginjal untuk mengetahui ukuran dan sensasi.
Jangan lakukan palpasi bila ragu karena dapat menimbulkan kerusakan
jaringan.
2) Posisi pasien supinasi, palpasi dilakukan dari sebelah kanan.
3) Letakkan tangan kiri dibawah abdomen diantara tulang iga dan lengkung
iliaka. Tangan kanan dibagian atas. mengkilap dan tegang, indikasi retensi
cairan atau ascites. Distensi kandung kemih, pembesaran ginjal. Kemerahan,
ulserasi, bengkak, atau adanya cairan, indikasi infeksi. Pada laki-laki biasanya
terdapat deviasi meatus urinary seperti defek kongenital.
Jika terjadi pembesaran ginjal, maka dapat mengarah ke neoplasma atau
patologis renal yang serius.
Pembesaran kedua ginjal, indikasi polisistik ginjal.
Tenderness/lembut pada palpasi ginjal maka indikasi infeksi, gagal ginjal

35
kronik.
Ketidaksimetrisan ginjal indikasi hidronefrosis.
4) Anjurkan pasien nafas dalam dan tangan kanan menekan sementara tangan
kiri mendorong ke atas.
5) Lakukan hal yang sama untuk ginjal kanan
b. Kandung kemih
Secara normal, kandung kemih tidak dapat dipalpasi, kecuali terjadi distensi
urin maka palpasi dilakukan di daerah simphysis pubis dan umbilicus.

3. Perkusi
a. Ginjal
1) Atur posisi klien duduk membelakangi pemeriksa.
2) Letakkan telapak tangan tidak dominan diatas sudut kostovertebral (CVA),
lakukan perkusi atau tumbukan di atas telapak tangan dengan menggunakan
kepalan tangan dominan.
3) Ulangi prosedur untuk ginjal kanan
Jika kandung kemih penuh maka akan teraba lembut, bulat, tegas, dan sensitif.
Tenderness dan nyeri pada perkusi CVA merupakan indikasi
glomerulonefritis atau glomerulonefrosis.

b. Kandung kemih
1) Secara normal, kandung kemih tidak dapat diperkusi, kecuali volume urin
di atas 150 ml. Jika terjadi distensi, maka kandung kemih dapat diperkusi
sampai setinggi umbilicus.
2) Sebelum melakukan perkusi kandung kemih, lakukan palpasi untuk
mengetahui fundus kandung kemih. Setelah itu lakukan perkusi di atas region
suprapubic.
Jika kandung kemih penuh atau sedikitnya volume urin 500 ml, maka akan
terdengar bunyi dullness (redup) di atas simphysis pubis.

36
4. Auskultasi
Gunakan diafragma stetoskop untuk mengauskultasi bagian atas sudut
kostovertebral dan kuadran atas
abdomen. Jika terdengar bunyi bruit (bising) pada aorta abdomen dan arteri
renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal (stenosis arteri
ginjal)

37

Anda mungkin juga menyukai