Anda di halaman 1dari 52

BAB 1

KORELASI

1.1 PENGERTIAN KORELASI


Teknik korelasi merupakan teknik analisis yang melihat kecenderungan pola dalam
satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel yang lain. Maksudnya, ketika
satu variabel memiliki kecenderungan untuk naik maka kita melihat kecenderungan dalam
variabel yang lain apakah juga naik atau turun atau tidak menentu. Jika kecenderungan dalam
satu variabel selalu diikuti oleh kecenderungan dalam variabel lain, kita dapat mengatakan
bahwa kedua variabel ini memiliki hubungan atau korelasi. Jadi, Korelasi adalah istilah
statistic yang menyatakan kekuatan atau derajat hubungan linier antrara dua variable atau
lebih, yang ditemukan oleh Karl Pearson pada awal 1900. Menurut M. Iqbal Hasan (1999),
Korelasi biasanya digunakan untuk menyatakan pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikatnya, sebagai contoh yaitu bila X menyatakan besarnya biaya iklan dan Y besarnya
penjualan tahunan total, maka mungkin akan timbul pernyataan dalam diri kita apakah
penurunan biaya iklan juga kemungkinan besar diikuti dengan penurunan nilai penjualan
tahunan. Studi yang membahas tentang derajat hubungan antara variable-variabel dikenal
dengan nama analisis korelasi. Analisis korelasi menurut Walpole (1995) adalah ukuran
kekuatan hubungan antara 2 peubah melalui sebuah bilangan. Apabila terdapat hubungan
antarvariabel maka perubahan-perubahan yang terjadi pada salah satu variable akan
mengakibatkan terjadinya perubahan pada variable lainnya. Jadi, dari analisis korelasi, dapat
diketahui hubungan antarvariabel tersebut, yaitu merupakan suatu hubungan kebetulan atau
memang hubungan yang sebenarnya. Ukuran yang dipakai untuk mengetahui derajat
hubungan, terutama untuk data kuantitatif, dinamakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi
linier yaitu pengukuran kakuatan linear antara 2 peubah X dan Y diduga dengan koefisien
korelasi contoh r (Walpole). Sedangkan menurut M. Iqbal Hasan (1999) koefisien korelasi
linear yaitu indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau
tidak ada) hubungan antara variabel dan memiliki nilai antara -1 dan +1 (-1 ≤ KK ≤ + 1).
Akibatnya, dalam korelasi dikenal penyebab dan akibatnya. Data penyebab atau yang
mempengaruhi disebut variable bebas. Dan data akibat atau yang dipengaruhi disebut
variable terikat. Istilah bebas disebut juga independen yang biasa dilambangkan dengan
huruf X atau X1, X2, X3, …, Xn (tergantung banyaknya variable bebas). Sedangkan istilah
terikat disebut juga dependen. Yang biasanya dilambangkan dengan huruf Y.

1
Variable-variabel yang akan dihubungkan terdiri atas berbagai tingkatan data.
Tingakatan data meliputi data nominal, data ordinal, interval, dan rasio. Tingkatan data
tersebut menentukan analisis korelasi mana yang paling tepat digunakan. Oleh sebab itu,
sebelum mempelajari analisis korelasi maka macam-macam tingkatan data tersebut harus
sudah dipahami sebelumnya.

1.2 KEGUNAAN KORELASI

Korelasi digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang
lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala
interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal; Chi Square
menggunakan data nominal. Jadi, tujuan melakukan korelasi adalah untuk memungkinkan
kita untuk membuat prediksi tentang satu variabel berdasarkan apa yang kita ketahui tentang
variabel lain.

Misalnya, ada korelasi antara pendapatan dan pendidikan. Kami menemukan bahwa
orang dengan pendapatan yang lebih tinggi memiliki tahun lebih dari pendidikan. (Anda juga
dapat ungkapan bahwa orang dengan tahun lagi pendidikan memiliki pendapatan lebih
tinggi.) Ketika kita tahu ada korelasi antara dua variabel, kita dapat membuat prediksi. Jika
kita tahu pendapatan kelompok, kita dapat memprediksi tahun pendidikan mereka.

1.3 KARAKTERISTIK KORELASI


Korelasi mempunyai karakteristik-karakteristik diantaranya:
Kisaran Korelasi
Kisaran (range) korelasi mulai dari 0 sampai dengan 1. Korelasi dapat positif
dan dapat pula negatif.
Korelasi Sama Dengan Nol
Jika tidak ada hubungan antara dua variable tersebut bahwa nilai satu variable
dan variable lainnya tetap konstan disebut tidak ada korelasi atau nol.
Korelasi Positif
Korelasi dalam arah yang sama (searah) disebut korelasi positif. Korelasi sama
dengan + 1 artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier sempurna (membentuk
garis lurus) positif . Jika salah satu variable meningkat, maka variabel lainnya juga
meningkat dan jika salah satu variable mengalami penurunan, maka variabel lain juga
menurun. Sebagai contoh, panjang besi akan meningkat dengan meningkatnya suhu.
2
Korelasi Negatif
Korelasi dalam arah yang berlawanan (tidak searah) disebut sebagai korelasi
negative. Korelasi sama dengan -1 artinya kedua variabel mempunyai hubungan linier
sempurna (membentuk garis lurus) negatif. Jika salah satu variable mengalami
peningkatan, maka lainnya adalah penurunan atau sebaliknya. Misalnya volume gas
akan berkurang karena peningkatan tekanan atau permintaan komoditi tersebut
menurun.

Gambar 1.3
1.4 INTERPRETASI KORELASI

Ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi, meliputi: pertama, melihat kekuatan hubungan
dua variabel; kedua, melihat signifikansi hubungan; dan ketiga, melihat arah hubungan.

Untuk melakukan interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel dilakukan dengan
melihat angka koefesien korelasi hasil perhitungan dengan menggunakan kriteria sbb:

 Jika angka koefesien korelasi menunjukkan 0, maka kedua variabel tidak mempunyai
hubungan
 Jika angka koefesien korelasi mendekati 1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan semakin kuat
 Jika angka koefesien korelasi mendekati 0, maka kedua variabel mempunyai
hubungan semakin lemah
 Jika angka koefesien korelasi sama dengan 1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan linier sempurna positif.
 Jika angka koefesien korelasi sama dengan -1, maka kedua variabel mempunyai
hubungan linier sempurna negatif.
3
Interprestasi angka korelasi menurut Prof. Sugiyono (2007)

 0 - 0,199 : Sangat lemah

 0,20 - 0,399 : Lemah

 0,40 - 0,599 : Sedang

 0,60 - 0,799 : Kuat

 0,80 - 1,0 : Sangat kuat

Interpretasi berikutnya melihat signifikansi hubungan dua variabel dengan didasarkan


pada angka signifikansi yang dihasilkan dari penghitungan. Interpretasi ini akan
membuktikan apakah hubungan kedua variabel tersebut signifikan atau tidak.

Interpretasi ketiga melihat arah korelasi. Dalam korelasi ada dua arah korelasi, yaitu
searah dan tidak searah. Arah korelasi dilihat dari angka koefesien korelasi. Jika koefesien
korelasi positif, maka hubungan kedua variabel searah. Searah artinya jika variabel X
nilainya tinggi, maka variabel Y juga tinggi. Jika koefesien korelasi negatif, maka hubungan
kedua variabel tidak searah. Tidak searah artinya jika variabel X nilainya tinggi, maka
variabel Y akan rendah.

Dalam kasus, misalnya hubungan antara kepuasan kerja dan komitmen terhadap
organisasi sebesar 0,86 dengan angka signifikansi sebesar 0 akan mempunyai makna bahwa
hubungan antara variabel kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi sangat kuat,
signifikan dan searah. Sebaliknya dalam kasus hubungan antara variabel mangkir kerja
dengan produktivitas sebesar -0,86, dengan angka signifikansi sebesar 0; maka hubungan
kedua variabel sangat kuat, signifikan dan tidak searah.

4
BAB 2
JENIS - JENIS ANALISIS KORELASI

2.1 ANALISIS KORELASI LINIER SEDERHANA

Analisis korelasi linier sederhana digunakan untuk mengukur derajat keeratan


hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) . Bilangan
yang mengukur kekuatan hubungan antara dua peubah disebut dengan koefisien korelasi ( r ).
Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 sampai dengan 1. r = 1 artinya hubungan antara X
dan Y kuat dan searah (positif) ; r = -1 artinya hubungan antara X dan Y kuat dan berlawanan
arah (negatif) ; r = 0 artinya hubungan antara X dan Y lemah atau hubungan antara X dan Y
bukan hubungan yang linier.
Sebelum dapat melakukan analisis korelasi linier sederhana diperlukan syarat-syarat atau
asumsi sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan logika antara peubah yang akan dikorelasikan
2. Skala peubah sekurang-kurangnya skala selang (interval)
3. Terdapat studi awal (penelitian, referensi, jurnal, pustaka, dll) yang menunjukan
indikasi hubungan antara 2 peubah yang akan dikorelasikan *
Syarat nomor 3 di atas merupakan opsional, jika penelitian mengenai hubungan antara
peubah yang dikorelasikan belum pernah dilakukan sebelumnya.
Koefisien korelasi pearson ( r ) didapatkan dari rumus sebagai berikut :

Untuk melihat hubungan antara peubah x dan y secara grafik digunakan diagram pencar
(scatter diagram). Secara umum hubungan antara dua peubah dapat berupa bentuk seperti
gambar di bawah ini :

5
Gambar (1) menunjukan hubungan antara peubah X dan peubah Y kuat dan searah
(positif), ditandai oleh nilai r yang mendekati 1
Gambar (2) menunjukan hubungan antara peubah X dan peubah Y kuat dan berlawanan
arah (negatif), ditandai oleh nilai r yang mendekati -1
Gambar (3) menunjukan hubungan antara peubah X dan peubah Y yang lemah, ditandai
oleh nilai r yang mendekati 0
Gambar (4) menunjukan hubungan antara peubah X dan peubah Y yang bukan linier,
ditandai oleh nilai r yang mendekati 1
Untuk nilai-nilai r antara 0 dan 1 dengan 0 dan -1 tidak ada patokan pasti yang
menentukan batas kekuatan hubungan antara 2 peubah. Namun demikian dapat digunakan
konvensi sebagai berikut :
a. Hubungan antara peubah X dan Y disebut kuat dan searah jika 0.75 ≤ r ≤ 1.
b. Hubungan antara peubah X dan Y disebut kuat dan berlawanan arah jika -1 ≤ r ≤ -
0.75.
c. Hubungan antara peubah X dan Y disebut lemah jika -0.75 < r < 0.75.

Jika r dikuadratkan maka akan didapatkan suatu nilai yang disebut dengan koefisien
determinasi. Koefisien determinasi menunjukkan seberapa besar pengaruh satu peubah
terhadap peubah lainnya.
Misal r2 = a maka artinya :
a x 100% keragaman dalam nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan X.
sumbangan peubah X terhadap naik turunnya Y ialah a x 100%
Contoh :
Diketahui 2 peubah X dan Y sebagai berikut :

X 12 10 14 11 12 9
Y 18 17 23 19 20 15
Tentukan kekuatan hubungan antara kedua peubah di atas, dan tentukan pula besar pengaruh
satu peubah terhadap peubah lainnya.
Jawaban :

6
X Y X2 Y2 XY
12 18 144 324 216
10 17 100 289 170
14 23 196 529 322
11 19 121 361 209
12 20 144 400 240
9 15 81 225 135
68 112 786 2128 1292

r2 = 0,90
Hubungan antara peubah X dan Y kuat dan positif

90% keragaman dalam nilai-nilai Y dapat dijelaskan oleh hubungan liniernya dengan X.

2.2 ANALISIS KORELASI GANDA


Jika pada korelasi tunggal atau sederhana berkenaan hubungan antara dua variabel; maka
dalam korelasi ganda (multipel atau jamak), yang berkenaan dengan hubungan antara tiga
variabel atau lebih, di mana sekurang-kurangnya dua variabel bebas secara bersama-sama
dihubungkan dengan variabel terikatnya. Adapun bentuk hubungannya dapat digambarkan
sebagai berikut:

X Y

Gambar: Korelasi biasa

X1
X2

Gambar: Korelasi Ganda

7
Keterangan:

X, X1, X2, X3, …. Xn = Variabel bebas

Y = variabel terikat

Sebagai dasar untuk menghitung korelasi ganda, maka korelasi tunggal haruslah benar-
benar sudah dikuasai cara mencari nilai r-nya. Jika dalam korelasi biasa koefisien korelasinya
dinyatakan dengan R. Kelayakan nilai R dan makna nilai R sama seperti yang diuraikan pada
r tunggal di muka.

Seperti telah dinyatakan bahwa korelasi ganda ialah hubungan antara dua variabel bebas
atau lebih yang secara bersama-sama dihubungkan dengan variabel terikatnya (Y). Hubungan
dua variabel atau lebih secara bersama-sama bukan berarti bahwa koefisien korelasi
gandanya (R) sama dengan ry×1 + ry×2 , tetapi harus dihitung dengan rumus tersendiri pula.
Untuk jelasnya digambarkan pengertian uraian ini sebagai berikut:

X1
X2 Y

GUNA KORELASI GANDA

Korelasi digunakan untuk mencari hubungan antara dua varabel bebas atau lebih yang
secara bersama-sama dihubungkan dengan variabel terikatnya (Y), sehingga akhirnya dapat
diketahui besarnya sumbangan seluruh variabel bebas yang menjadi objek penelitian terhadap
variabel terikatnya.

Seperti halnya dengan korelasi tunggal, maka sebelum korelasi ganda dihitung perlu
dibuktikan atau dipenuhi asumsi yang berlaku yaitu seperti halnya pada korelasi tunggal.
Dalam penelitian, korelasi ganda biasanya dilakukan setelah korelasi tunggal dianalisis
terlebih dahulu sehingga ditemukan nilai-nilai r. Karena korelasi ganda merupakan kelanjutan
dari korelasi tuggal, maka semua asumsi yang diperlukan pada analisis korelasi ganda tidak
perlu lagi disebutkan.

8
Langkah-langkah menghitung koefisien ganda (R)
1. Jika harga-harga r belum diketahui, maka hitunglah harga r. Biayanya sudah ada
karena kelanjutan dari korelasi tunggal.
2. Hitunglah rhitung dengan rumus sebagai berikut : untuk dua variabel bebas (X1
dan X2) rumusnya :

ryx2 1  ryx2 2  2 ryx1 ryx2 rx1x2


R yx1x2 
1  rx21x2

Dimana: Ryx1x2 = koefisien korelasi ganda antara variabel X1 dan X2


secara bersama-sama dengan variabel Y.

ryx1 = koefisien korelsi X1 terhadap Y.

ryx2 = koefisien korelsi X2 terhadap Y.

rx1x2 = koefisien korelsi X1 terhadap X2.

3. Tetapkan taraf signifikansinya (α), sebaiknya disamakan dengan α terdahulu.


4. Tentukan kriteria pengujian signifikansi R, yaitu :
Ha : Tidak siginifikan

H0 : Signifikan

Ha : Ryx1x2 = 0

H0 : Ryx1x2 ≠ 0

Jika Fhitung ≤ Ftabel maka H0 diterima atau signifikan.

5. Cari Fhitung dengan rumus :

R2
F k
(1  R 2 )
n  k 1
6. Cari Ftabel = F(1-α), kemudian dengan
dkpembilang = k

9
dkpenyebut = n-k-1

dimana: k = banyaknya variabel bebas dan

n = banyaknya anggota sampel

dengan melihat tabel f didapat nilai Ftabel.

7. Bandingkan Fhitung dengan Ftabel dan konsultasikan dengan kriteria pada langkah 4
di atas.
8. Buatlah kesimpulannya.

CONTOH SOAL :

Diketahui data sebagai berikut :

X1 X2 Y

1 3 3

2 1 4

3 4 5

4 5 7

5 2 6

Buktikanlah bahwa: Ada hubungan linear positif dan signifikan antara variabel X1 dan X2
secara bersama-sama dengan variabel Y.

Jawab :

Langkah-langkah:

1. Dengan menggunakan kalkulator Casio fx-5000F didapat nilai-nilai :


ryx1 = +0,900

ryx2 = +0,500

10
rx1x2 = +0,200

2. hitunglah rhitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : untuk dua variabel
bebas (X1 dan X2) rumusnya :

ryx2 1  ryx2 2  2 ryx1 ryx2 rx1x2


Ryx1x2 
1  rx21x2

0,902  0,502  2.0,90.0,50.0,20


Ryx1x2 
1 0,202

= 0,95

3. Taraf signifikansinya (α) = 0,05


4. Tentukan kriteria pengujian signifikansi R, yaitu :
Ha : Tidak siginifikan

H0 : Signifikan

Ha : Ryx1x2 = 0

H0 : Ryx1x2 ≠ 0

Jika Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima atau signifikan.

5. Cari Fhitung dengan rumus :

R2
F  0,95 k2
(1  R 2 )
F  n  2k 21
(1 0,95 )
5  2 1

𝐹=9

6. Cari Ftabel = F(1-α), kemudian dengan


dkpembilang = k
dkpenyebut = n − k − 1

11
Ftabel dengan α = 0,05

Dengan dkpembilang = 2

dkpenyebut = 5-2-1 = 2 dari

Ftabel(0,95)(2,2) = 19,00

7. Ternyata 9 < 19 atau Fhitung < Ftabel, sehingga H0 diterima atau signifikan.
8. kesimpulannya : Hipotesis nol yang berbunyi, ” terdapat hubungan yang signifikan
antara X1 bersama-sama dengan X2 dengan Y”, diterima. Sebaliknya hipotesis
alternatif yang berbunyi, ” Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara X1
bersama-sama dengan X2 dengan Y”, ditolak.

2.3 KORELASI PARSIAL

PENGERTIAN KORELASI PARSIAL

Korelasi parsial adalah pengukuran hubungan antara dua variabel, dengan


mengontrol atau menyesuaikan efek dari satu atau lebih variabel lain. Singkatnya r1234
adalah korelasi antara 1 dan 2, dengan mengendalikan variabel 3 dan 4 dengan asumsi
variabel 1 dan 2 berhubungan linier terhadap variabel 3 dan 4. Korelasi parsial dapat
digunakan pada banyak kasus, misalnya apakah nilai penjualan suatu komoditi terkait kuat
kepada pembelanjaan iklan ketika efek harga dikendalikan. Jika korelasi parsialnya nol,
maka dapat disimpulkan bahwa korelasi yang dihitung sebelumnya adalah semu.

Penggunaan teknik analisis korelasi parsial,pada dasarnya yaitu untuk melakukan


control terhadap hasil korelasi dua variable dengan cara mengintrodusir melalui variable lain.
Sebagai ilustrasi seorang peneliti sedang melakuan suatu kajian mengenai hubungan antara
intensitas motivasi kerja dengan produktivitas kerja buruh wanita. Setelah dilakukan analisis
dari data yang terkumpul menunjukkan bahwa,ada korelasi yang signifikan antara intensitas
motivasi kerja dengan tingkat produktivitas kerja bagi buruh wanita. Hasil penelitian atau
kajian ini di dalam konteks penelitian ilmu-ilmu sosial yang dirancang dengan desain non
eksperimental belum dapat dikategorikan sebagai hasil penelitian yag akurat yang berdaya
guna tinggi (aplikatif) karena tingkat produktivitas kerja buruh wanita tidak hanya terkait
dengan variable intensitas motivasi kerja saja, akan tetapi masih banyak variable lain yang

12
mempunyai kontribusi riil terhadap tinggi rendahnya tingkat produktivitas kerja tersebut, jika
seorang peneliti melakukan control dengan mengintrodusir variable lain yang secara
konseptual mempunyai kontribusi riil terhadap makna korelasi kedua variable diatas,
misalnya hubungan dua variabel tersebut diintrodusir dengan variabel usia buruh wanita, hal
ini akan menambah kadar akurasi temuan penelitiannya.

Dengan melakukan control melalui introdusir variabel usia buruh wanita, maka hasil
penelitian tersebut akan lebih spesifik dan akurat. Untuk itu agar hubungan antara dua
variabel intensitas motivasi kerja dengan produktivitas kerja lebih tegas dan akurat. Untuk itu
agar hubungan antara dua variabel intensitas motivasi kerja dengan produktivitas kerja lebih
tegas dan akurat, maka variabel usia buruh wanita perlu dikontrol. Jika peneliti menghadapi
permasalahan seperti ilustrasi ini maka analisis data yang tepat adalah menggunakan rumusan
korelasi parsial.

Persyaratan yang harus terpenuhi jika hendak menggunakan aalisis korelsi parsial,
adalah sebagai berikut: 1). Data semuanya berskala interval; 2). Desain penelitiannya adalah
rancangan korelasional; 3). Variabel penelitiannya lebih dari dua variabel, di mana variabel
pengintrodusir yang hendak dikontrol dapat lebih dari satu. 4). Notasi yang digunakan
sebagai symbol variabel digunakan angka sebagai berikut: Variabel X=1;variabel Y=2; angka
3 ;4….. ke-n menunjukkan symbol variabel introduktornya.

Berikut ini diformulasikan dua macam rumusan,sedangkan pengembangan rumusan


lebih lanjut dapat dikembangkan dengan mengkaji dua rumusan diformulaskan dua macam
rumusan, sedangkan pengembangan rumusan lebih lanjut dapat dikembangkan dengan
mengkaji dua rumusan yang dicontohkan berikut ini.

r12 − r13 r23 R.08a: Korelasi parsial dengan satu variabel


r12.3 =
√(1 − r13 2 )(1 − r23 2 ) introduktor

Keterangan:

r12.3 = Koefisien korelasi parsial antara variabel 1 dan 2 yang diintroduksi


dengan variabel 3

r12 = Koefisien korelasi variabel 1 dan 2

r23 = Koefisien korelasi variabel 2 dan 3


13
r13 = Koefisien korelasi 1 dan 3

Contoh perhitungan rumus 08a:

Seperti permasalahan penelitian pada ilustrasi di atas, yaitu hubungan antara variabel
intensitas motivasi kerja (variabel 1) dan produktivitas kerja buruh wanita (variabel 2), yang
diintrodusir dengan variabel (3). Yaitu usia buruh wanita. Di mana besarnya koefisien
korelasi antara variabel intensitas motivasi kerja buruh wanita dengan produktivitas kerja r12
= 0.78; Besarnya koefisien korelasi antara variabel intensitas motivasi kerja dengan usia
buruh wanita r13 = 0,52; sedangkan koefisien korelasi antara variabel tingkat
produktivitas kerja dengan usia buruh wanita r23 = 0.54.

0.78 − (0.52)(0.54)
r12.3 =
√(1 − 0.522 )(1 − 0.542 )

r12.3 = 0.69

Formulasi rumusan korelasi parsial dengan 2 (dua) introduktor, dapat


dikembangkan sebagai berikut:

r12.3 − r14.3 r24.3


r12.34 = R.08b: Korelasi parsial dengan dua
√(1 − r2 14.3 )(1 − r2 24.3 )
variabel inductor

Keteranngan:

r12.34 : Koefisien korelasi parsial antara variable 1 dan 2 yang diintroduksi


dengan variable 3 dan 4.

r12.3 : Koefisien korelasi parsial antara variable 1 dan 2 yang diintroduksi


dengan variable 3.

r14.3 : Koefisien korelasi parsial antara variable 1 dan 4 yang diintroduksi


dengan variable 3.

14
r24.3 : Koefisien korelasi parsial antara variable 2 dan 4 yang diintroduksi
dengan variable 3.

Contoh perhitungan rumus 08b:

Suatu missal dalam permasalahan penelitian diatas, di mana variable


introduktornya tidak hanya usia buruh wanita akan tetapi dikontrol pula dengan
mengintrodusir variable keempat yaitu besarnya insentif yang diterimakan pada buruh
wanita dari perudahaan di mana mereka bekerja. Dari hasil perhitungan dasar
diperoleh koefisien korelasi parsial antara variable intensitas motivasi dan
produktivitas kerja buruh wanita yang diintrodusir dengan variable usia buruh wanita
(r12.3 ) = 0.69; koefisien korelasi antara variabel intensitas motivasi dan besarnya
insentif yang diintrodusir dengan variabel usia buruh wanita (r14.3 ) = 0.75; sedagkan
koefisien korelasi antara variabel tingkat produktivitas kerja dan variabel besarnya
insentif yang diintrodusir dengan variabel usia buruh wanita (r24.3 ) = 0.50. Maka
koefisien korelasi parsial dari empat variabel di atas, dapat dihitung sebagai berikut:

0.69 − 0.75 ∙ 0.50


r12.34 =
√(1 − 0.5625)(1 − 0.25)

0.69 − 0.375 0.315


r12.34 = = = 0.55
√0.4375 ∙ 0.75 0.5728

Tes signifikansi untuk keperluan pengujian hipotesis penelitian pada analisis


korelasi parsial dapat menggunakan formulasi sebagai berikut:

R.08c: Tes signifikansi untuk tiga variabel.


r12.3 √N − 3
t N−3 =
√1 − r 212.3

Keterangan:

r12.3 : Koefisien korelasi parsial yang ditemukan.

N : Jumlah responden atau kasus

15
Contoh Perhitungan R.08c

Pada perhitungan dengan menggunakan rumus 08a, diperoleh r12.3 =0.69, seandainya
jumlah respondennya ada 100, maka N = 100. Dengan menggunakan formulasi rumus 08c,
dapat diperoleh besarnya harga t sebagai berikut:

0.69√100 − 3
t N−3 =
√1 − 0.476

r12.3 ∙ 9.85
t N−3 =
0.72

t N−3 = 9.439

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh harga t = 9.439, jika hasil perhitungan ini
dikonsultasikan dengan harga kritik untuk table-t, dengan mendasarkan pada derajat
kebebasan (db) atau degree of freedom (df) = N-3 = 97, maka diperoleh besarnya harga t
dalam table kritik sebagai berikut: a). Untuk taraf kepercayaan 95% diperoleh harga kritik
sebesar 2.000, sedangkan b). Untuk taraf kepercayaan 99% diperoleh harga kritik sebesar
2.617. Dengan demikian ternyata harga t hasil perhitungan jauh lebih kecil dibandingkan
dengan harga kritiknya, baik itu untuk taraf kepercayaan 95% (sebagai indicator korelasi
yang meyakinkan) maupun 99% (indicator korelasi sangat meyakinkan).

Berdasarkan hasil tes signifikan di ats, maka seorang peneliti dapat menolak hipotesis
nihil (Ho) yang diajukannya, dan menerima hipotesis alternative atau hipotesis kerjanya.
Seandainya hipotesis nihil yang diajukan dalam penelitiannya sebagai berikut:

“Tidak ada hubungan yang signifikan antara intensitas motivasi kerja dengan tingkat
produktivitas kerja buruh wanita setelah diintroduksi dengan variabel usia buruh
wanita”.

Maka peneliti dapat menolak hipotesis nihil tersebut, dalam artian bahwa antara intensitas
motivasi kerja mempunyai korelasi (hubungan) yang signifikan dan sangat meyakinkan
dengan tingkat produktivitas kerja, di mana setelah dilakukan penhontrolan terhadap variabel
usia buruh wanita.

16
Tes signifikansi dalam analisis parsial, di mana variabel introduktornya ada 2 (dua),
dapat menggunakan formulasi rumusan sebagai berikut:

r12.34 √N − 4
t N−4 =
√1 − r 212.34 R.08d: Tes signifikan untuk empat variabel

Keterangan:

r12.34 : Koefisien korelasi yang diketemukan

N : Jumlah responden atau kasus

Contoh perhitungan R.08d:

Pada hasil perhitungan analisis parsial menggunakan rumus 08d di muka,diperoleh


koefisien korelasi parsial r1234=0,55 dan apabila N=100 maka perhitungan tes signifikansinya
dapat dilakukan dengan menggunakan formulasi rumus 08d. Jika peneliti merumuskan
hipotesis nihilnya sebagai berikut:

“Tidak ada korelasi secara signifikan antara intensitas motivasi kerja dan produktivitas kerja
buruh wanita,setelah diintroduksi dengan variabel usia buruh wanita dan besarnya insentif
kerja”.

Untuk menguji kebenaran hipotesis nihil tersebut,peneliti dapat melakukan


perhitungan tes signifikansinya melalui prosedur sebagai berikut:

0,55√100−4
tN-4=
√1−0,552

5.10
tN-4=
0,835

tN-4=6,107

Dengan derajat kebebasan (db)= N-4=100-4=96,maka diperoleh besarnya harga


kritik pada table sebagai berikut.

Untuk taraf kepercayaan 95%=1,980 dan untuk taraf kepercayaan 99%=2,617.


Oleh karena hasil daripada kritiknya,baik untuk taraf kepercayaan 95% maupun

17
99%,maka hipotesis nihil yang diajukan diatas ditolak,dan berarti hipotesis kerjanya
diterima. Sehingga peneliti dapat membuat kesimpulan bahwa,korelasi antara
intensitas motivasi kerja dan produktivitas kerja,yang diintrodusir dengan variabel
usia buruh wanita dan besarnya insentif kerja dan produktivitas kerja mempunyai
hubungan yang signifikan dengan taraf kepercayaan sangat myakinkan.

Rumus yang digunakan dalam korelasi parsial adalah:

rxy.z = [ rxy – (rxz) (ryz) ] / [ 1 - r2xz 1 - r2yz ]

dimana:
rxy.z = korelasi parsial antara X dan Y, dengan mengendalikan Z

Ilustrasi:

Hubungan antara Produksi (ton), nilai ekspor (US$), dan inflasi diberikan dengan tabel
sebagai berikut:
Produksi Nilai Inflasi
(ton) Ekspor
(US$)
3000 300 2
5000 460 5
4500 350 6
3800 200 3
2700 198 5
8500 490 3
6500 400 2
3000 170 4

KORELASI PARSIAL DAN KAUSALITAS

Disini akan dipelajari bagaimana mengukur keeratan hubungan antara Y dengan


X2 sedangkan X1 dikontrol, atau korelasi parsial. Pengaruh variable yang dikontrol, disini X1,

18
dikeluarkan. Yaitu, hitung X2’ = X2 – (b2X1 + a2) dan Y’ = Y – (b1X1 + a1), tetapi harga-harga
a dan b disini dicari melalui regresi linear. Setelah hasilnya diperoleh diperlukan regresi X2’
dengan Y’ :

Y’ = b3X2’ + a3

Korelasi yang sejalan dengan kecocokan ini adalah korelasi parsial X2 dengan Y
sedangkan X1 dibuat konstan.

Suatu Contoh Korelasi Parsial

Perhatikan kembali kaitan antara heterogenitas dan mobilitas, sementara integrasi


dibuat konstan. Langkah pertama ialah mengeluarkan pengaruh linear integrasi dari mobilitas
dan heterogenitas, dimana kecocokan regresi linear adalah :

Y = -1,831X1 + 45,98 atau Mobilitas = -1,831 (integrasi) + 45,98

Sisa dari kecocokan ini, atau Y’ = Y – (-1,831X1 + 45,98) disajikan pada table 2.1. Juga kita
keluarkan pengaruh linear integrasi dari log heterogenitas.

TABEL 2.3. Bilangan yang diperlukan untuk menghitung korelasi parsial

X1 = Integrasi, X2 = Log Heterogenitas, Y = Mobilitas

X1 Y Y’ = Y – bX1 – a X2 X2’ = X2 - bX1 - a

19.0 15.0 3.809 1.31 -0.0002

16.4 13.6 -2.352 1.34 0.0328

15.8 17.6 0.550 1.24 -0.0665

15.2 14.7 -3.449 1.35 0.0442

14.2 19.4 -0.580 1.03 -0.2746

14.6 18.6 -1.746 1.60 0.2956

13.8 35.1 14.388 1.03 -0.2741

13.0 15.8 -6.377 1.37 0.0668

19
12.7 21.6 -1.126 1.28 -0.0229

12.0 12.1 -11.908 1.66 0.3580

11.3 22.1 -3.190 1.31 0.0088

10.9 31.2 5.178 1.25 -0.0508

9.6 38.9 10.498 1.09 -0.2092

8.8 23.1 -6.767 1.47 0.1717

7.2 35.8 3.003 1.21 -0.0864

Y ' = -0.069 X 2 '  0.0068

(Y ' ) 2
 628.3785 ( X 2 ' )2  0.461886

X 2 'Y '  13.1394 ; rx1x2 = 0.02; rx1y = -0.64; rx2y = -0.60

Dengan menggunakan rumus-rumus regresi linear baku, diperoleh :

X2 = 0.00117X1 + 1.288

Heterogenitas = 0.00117 (Integrasi) + 1.288

Sisanya, X2’ = X2 – 0.00117X1 – 1.288, diterakan pada table di atas.

Seterusnya kita gambarkan Y’ dan X2’ pada table dibawah, yang menunjukkan kaitan antara
heterogenitas dan mobilitas bila integrasi dibuat konstan.

20
20

15

10

-5

-10

-15
-0.3 -0.1 0.1 0.3

Gambar ini mirip sekali dengan gambar cara eksplorasi yang sejajar, table 1.7.
Kedua gambar dihasilkan dengan cara yang sama : pengaruh linear dalam Y dan X2 dicari
lalu dikeluarkan, kemudian sisa digambarkan untuk menunjukkan bagaimana kemungkinan
kaitan Y dan X2 dengan keluarnya X1.

Kita teruskan dengan analisa konfirmasi dan mengukur eratnya kecocokan antara
heterogenitas dan mobilitas, sedangkan integrasi dikontrol, dengan menghitung korelasi X2’
dan Y’ :

N  X 2 'Y '  ( X 2 ' )( Y ' )


rY’X2’ =
[ N  ( X 2 ' ) 2  ( X 2 ' ) 2 ][ N  (Y ' ) 2  ( Y ' ) 2 ]

15(13.1394)  (0.0068)(0.069)
=
[15(0.461886)  0.00004624][15(628.3785)  0.004761]

= -0.77

Dengan membuat integrasi konstan dinamakan korelasi parsial mobilitas dan


heterogenitas. Lebih mudah menyatakan eratnya korelasi parsial ini dalam r2, kuadrat
korelasi, disini (-0.77)2 = 0.59, yang berarti bahwa heterogenitas menyebabkan 59% dari
variable pada mobilitas bila integrasi dikontrol. Bagian yang tidak dijelaskan, yaitu 1 – 0.59 =
0.41, berkorespondensi dengan nisbah dq pada cara eksplorasi sebesar :

21
dq Y ' '
 0.60
dq Y '

Kedua pendekatan menunjukkan bahwa sesudah pengaruh integrasi dikeluarkan,


heterogenitas banyak menambah pengertian kita tentang mobilitas.

Perlu dicatat bahwa juga pada analisa konfirmasi, kaitan antara heterogenitas dan
mobilitas lebih erat sesudah integrasi dikontrol. Tanpa pengontrolan, korelasi “ordo–nol” log
heterogenitas dan mobilitas adalah -0.60. Jadi, heterogenitas hanya menjelaskan 36% variasi
mobilitas, sesudah pengontrolan integrasi heterogenitas menjelaskan 59% variasi pada
mobilitas, jadi lebih dari setengahnya.

Perlu ditegaskan kembali bahwa pengontrolan suatu variable tidak selalu


mempererat kaitan antara 2 variabel. Kadang-kadang akan melemahkan, menghilangkan
kaitan lainnya, atau tak mempengaruhinya, atau membalikkan arah kaitannya : setiap hal
dapat terjadi. Satu-satunya jalan ialah mencoba serta melihatnya sendiri, control X1 dan
ambillah X2’ dan Y’.

Menghitung Langsung Korelasi Parsial

Mengontrol suatu variable sangat berguna karena itu sebaiknya kita dapat
mengerjakannya dengan cepat. Rumus sederhana untuk menghitung korelasi parsial :

rX 2Y  (rX 2 X 1 )( rYX 1 )
Korelasi parsial = rX2Y.X1 =
1 r 2 X 2 X 1 1 r 2YX 1

Notasi : rX2Y.X1 : korelasi parsial X2 dengan Y sedangkan X1 dikontrol

rX2Y – (rX2X1)(rYX1) :

Menggabungkan korelasi korelasi sederhana, dimulai dengan r untuk X2 dan Y,


korelasi sebelum X1 dikontrol; kemudian dikeluarkan (dikurangi) korelasi X1 dengan Y dan
X2 (rX2X1 dan rYX1).

(1 r 2 X 2 X 1 ) (1 r 2YX 1 ) :

22
1 – r2 menyatakan bagian variable terikat yang tak diterangkan : jadi disini terdapat bagian X2
dab Y yang tak diterangkan oleh X1.

Dalam contoh diatas,

 0.60  (0.02)(0.64)
rX2Y.X1 =
1 0.0004 1 0.41

 0.59
=
(1)( 0.77)

= -0.77

Harganya sama dengan harga korelasi X2’ dan Y’ yang perhitungannya lebih panjang, tetapi
secara numerik identik.

Pengujian Kesignifikanan Korelasi Parsial

 r 2 X 2Y . X 1 
F1, N-3 =  N  3
1 r X 2Y . X 1 
2

Dihitung hasil bagi (nisbah) variansi yang dijelaskan dengan yang tak dijelaskan
(parsial r kuadrat dibagi 1 kurang parsial r kuadrat) dan dikalikan dengan derajat kebebasan
(N-3). Derajat kebebasannya menjadi 1 dan N-3 bukan 1 dan N-2 (korelasi sederhana),
karena digunakan satu variable lagi (kita control X1).

Pada contoh tadi, kuadrat korelasi parsial antara heterogenitas dan mobilitas bila
integrasi dikontrol adalah :

 0.59 
r2X2Y.X1 = 0.59 jadi F1, 12 =   (12)
 1 1.59 

= 17.268

Yang signifikan melampaui taraf 1%. Jadi pengaruh heterogenitas nyata atas
mobilitas, integrasi dikontrol. Seperti korelasi sederhana, korelasi parsial simetris : tak dapat
ditentukan apakah heterogenitas yang variable bebas dan mobilitas variable tak bebas,
ataupun sebaliknya. Sering diamati bahwa korelasi yang besar antara X dan Y tidak berarti
bahwa X penyebab Y.

23
Variabel Yang Berkaitan dan Hubungan Kausal

Apakah Anda tahu bahwa kecepatan membaca dan panjang jempol berkorelasi
positif dalam populasi dan korelasinya pun cukup erat? Apakah itu berarti bahwa keduanya
berkaitan secara kausal? Ada kaitan antara kedua variable tadi, tapi bukan kausal. Orang-
orang yang bertubuh kecil biasanya bertubuh kecil pula, umumnya anak-anak, dan anak-anak
biasanya membaca lebih lambat daripada orang dewasa. Dengan meningkatnya umur, jempol
pun bertambah panjang begitupun kecepatan membaca. Karena itu, bila umur dikontrol mka
korelasi antara panjang jempol dan kecepatan membaca akan hilang. Situasi ini digambarkan
dengan diagram kecil dimana hubungan kausal dinyatakan dengan anak panah. Tanda plus
pada anak panah menunjukkan hubungannya positif dan tanda minus bila negatif.,

+ Panjang Jempol

Umur
Kecepatan
+
Membaca

Umur berkaitan secara kausal baik dengan panjang jempol maupun kecepatan
membaca. Panjang jempol tidaklah mempunyai kaitan kausal dengan kecepatan membaca
(tidak ada anak panah di antaranya). Akan tetapi panjang jempol dan kecepatan membaca
berkorelasi positif karena keduanya berkaitan dengan umur. Korelasi seperti ini disebut
“korelasi maya” : suatu korelasi antara dua variable dimana yang satu tidak punya pengaruh
atas yang lainnya, tetapi berkaitan akibat pengaruh yang dialami bersama dari variable dan
variable-variabel lainnya. Hubungan maya ini dapat dikenali bila punya informasi mengenai
variabel yang maya itu; kontrollah variable tersebut dan lihat apakah korelasinya menjadi
kecil.

Contoh lain : Pengeluaran perkapita untuk minuman keras menurut waktu


berkaitan erat secara positif dengan rata-rata gaji pendeta. Seolah-olah jalan mencegah agar
orang-orang tidak mabuk ialah dengan membiarkan para pendeta miskin. Rasanya ini tidak
benar, karena itu kita anggap bahwa penghasilan pendeta tak berkaitan secara kausal dengan
pengeluaran untuk alkohol. Tetapi, mungkin ada hubungan kausal dalam arah yang
berlawanan : kenaikan pengeluaran untuk alkohol mungkin menimbulkan masalah sosial
yang lebih besar sehingga permintaan bantuan pendeta bertambah besar pula. Tetapi
kemungkinan yang terbesar ialah inipun merupakan korelasi maya.

24
Barangkali hubungannya sebagai berikut :

+ Pengeluaran per
jiwa untuk alkohol
PNB per jiwa

+ Gaji pendeta

Bila PNB per jiwa dikontrol maka korelasi antara gaji pendeta dan pengeluaran untuk alkohol
mestinya menjadi kecil.

Korelasi Parsial dan Kausalitas: Suatu Contoh

Lihat contoh dari World Handbook, diperoleh tingkat kematian per 1000
penduduk berkaitan terbalik dengan urbanisasi (r = -0.33). Urbanisasi didefinisikan sebagai
persentase penduduk yang tinggal di suatu kemungkinan yang penduduknya lebih dari 20000
orang. Banyak cara korelasi yang kausal mempunyai arti, misalnya biasanya di daerah
perkotaaan lebih banyak dokter dan rumah sakit, kebersihan lebih baik, dll, tetapi inipun
aspek variable lainnya, kekayaan umum. Bagaimana korelasi PNB per jiwa dengan variable
lainnya.

PNB Tingkat kematian Urbanisasi

per jiwa (per 1000)

PNB per jiwa 1,0

Tingkat kematian -0,41 1,0

Urbanisasi 0,71 -0,33 1,0

Cara penulisan dalam bentuk matriks korelasi ini menyatakan korelasi antar variable,
memudahkan bila banyak variable yang terlibat.

Suatu model dimana kekayaan umum merupakan penyebab meningkatnya


urbanisasi dan turunnya tingkat kematian, yaitu :
25
+ Urbanisasi (U)

PNB per jiwa


(P)
- Tingkat kematian (K)

Bila model ini benar, maka korelasi antara urbanisasi dengan tingkat kematian haruslah nol
bila PNB per jiwa dikontrol. Dengan memasukkan harga-harganya diperoleh :

 0.33  (0.41)(0.71)
rUK.P = = -0.06
1 (0,41)2 1 (0,71)2

Harganya kecil sekali, mendukung kuat bagi model di atas. Akan tetapi, dari segi konsepsi
masih mungkin model alternatifnya yang berlaku; kekayaan dapat menjadi penyebab
urbanisasi seperti pada model sebelumnya, tetapi kesehatan mungkin lebih terjamin di kota.
Maka modelnya akan menjadi :

+ -
PNG per jiwa Urbanisasi Tingkat kematian

 0.41 (0.71)( 0.33)


rPK.U = = -0.27
1 0.712 1 (0.33)2

Jelas terlihat bahwa model yang pertama lebih dapat diterima daripada yang kedua

Cara Eksplorasi dan Konfirmasi

Pengontrolan X1 pada Y dan X2 membersihkan kotoran-kotorannya sehingga


hubungan X2 dengan Y bertambah jelas. Cara eksplorasi dan konfirmasi persis sama, kecuali
macam kecocokan liniernya (eksplorasi atau konfirmasi) yang dipakai.

Bila kaitan yang dikontrol antara Y’ dan X2’ tersebut diperiksa, maka kelihatan
bahwa bagian dari Y’ yang tak diterangkan oleh X2’ adalah :

dq Y "
dq Y '

dalam analisa eksplorasi, dan adalah :

1 – r2X2Y.X1
26
dalam analisa konfirmasi.

2.4 POINT-BISERIAL CORRELATION ( KORELASI BISERIAL TITIK )

PENGERTIAN KORELASI BISERIAL TITIK

Menurut Grimm (1993) metode yang tepat untuk menganalisis keeratan hubungan
antara 2 variabel, dimana 1 variabel memiliki data kontinu (interval, rasio) sedangkan variabel
yang satunya lagi adalah data nominal (kategori), adalah point-biserial correlation. Yang harus
diperhatikan adalah bahwa data nominal (kategori) yang digunakan adalah harus murni nominal,
bukan data hasil transformasi dari tipe data lain. Misal, umur pada awalnya bertipe rasio, namun
setelah ditransformasi bisa menjadi data kategorik. Contoh, umur 0-10= kecil, 10-17 = remaja,
17-25= dewasa, dst… Tipe data ini tidak diperkenankan untuk digunakan dalam point-biserial
corelation.Point-biserial correlation merupakan penyederhanaan dari korelasi Pearson, dimana
seperti yang diketahui bersama bahwa korelasi Pearson melibatkan 2 variabel yang sama-sama
bertipe kontinu.

Antara teknik korelasi biserial dan korelasi point-biserial,secara operasional analisisnya


hampir sama,satu hal yang perlu mendapatkan perhatian,adalah bahwa untuk korelasi point-
biserial ini datanya harus berskala nominal (asli atau bukan hasil pengubahan peneliti) dan
data berskala interval. Formulasi rumusnya adalah sebagai berikut:

X p − Xq
𝑟𝑝𝑏𝑖 = √𝑝𝑞
𝑆𝑡

Keterangan:

rpbi : Koefisien korelasi Point-biserial

X p : Mean dari nilai kelompok pertama

Xq : Mean dari nilai kelompok kedua

St : Standar deviasi

p : Proporsi dari kelompok pertama

27
q : Proporsi dari kelompok kedua

Contoh perhitungan dari rumus diatas:

Misalkan seoran peneliti ingin membutikan apakah jenis kelamin berkorelasi secara
signifikan dengan prestasi mahasiswa dalam praktek mengajar di kelas-kelas bawah pada
Sekolah Dasar (SD).Dari sampel penelitian sebanyak 51 mahasiswa,dimana 24 orang adalah
mahasiswa (berjenis kelamin wanita),sisanya sebanyak 27 orang adalah mahasiswa (bejenis
kelamin laki-laki). Setelah data terkumpul diperoleh besarnya mean (rata-rata) sebagai
berikut,untuk kelompok mahasiswa diperoleh mean (xp)=67.8 , sedangkan mean kelompok
mahasiswa (xq)=56.6. Standar deviasi (st) hasil perhitungan adalah sebesar 13.2 ,dengan
menghitung besaran proporsi p=24/51=0.471 dan q=27/51=0.529 ,maka koefisien korelasi
biserialnya dapat dihitung sebagai berikut:

67.8 − 56.6
𝑟𝑝𝑏𝑖 = √(0.471)(0.529)
13.2
𝑟𝑝𝑏𝑖 = 0,42

Untuk melakukan tes signifikan terhadap besaran hasil korelasi point biserial,dalam
rangka melakukan pengujian hipotesis nihil penelitian dapat menggunakan formulasi t-tes.

Dengan formulasi rumusan tersebut diperoleh besaran t=3.24,selanjutnya dilakukan


konsultasi dengan besarnya harga kritik dalam table dengan db= N-2=51-2=49. Untuk taraf
kepercayaan 95% diperoleh harga kritik = 2.021 sedang pada taraf kepercayaan 99%
diperoleh harga=2.704. Bila kita perbandingkan antara besarnya t perhitungan dengan t table
ternyata harga t perhitungan jauh lebih besar dari harga kritik dalam table t table (3.24 >
2.021 atau 2.704).

Berdasarkan tes signifikan ini,jika peneliti mengetengehkan hipotsis nihilnya sebagai


berikut:

“jenis kelamin tidak berkorelasi secara signifikan dengan prestasi mahasiswa dalam
praktek mengajar di kelas-kelas rendah pada sekolah dasar”.

Maka hipotesis tersebut ditolak, ini berarti bahwa hipotesis alternatifnya diterima pada taraf
kepercayaan 95% dan atau 99%. Sehingga peneliti dapat menyimpulkan,bahwa jenis kelamin

28
mempunyai korelasi secara signifikan dan dalam taraf kepercayaan sangat meyakinkan
dengan prestasi praktek mengajar mahasiswa di kelas-kelas rendah pada sekolah dasar.

2.5 KORELASI BISERIAL (THE BISERIAL COEFFICIENT OF CORRELATION)


Teknik korelasi biserial pada dasarnya dirancang untuk menganalisis dua variable penelitian
yang mempunyai data kontinu, tetapi salah satu variable dibuat kategoris (prnggolongan) atas
dasar kontinum tersebut sedangkan variable yang teatap berdata dengan skala interval.
Formulasi rumusan korelasi biserial adalah sebaai berikut :

̅̅
𝑋̅𝑝̅ − ̅𝑋̅̅𝑞̅ 𝑝𝑞
𝑟𝑏𝑖𝑠 = ( )
𝑆𝑡 𝑌

Keterangan :

rb : Koefisien korelasi biserial

Xp : Mean dari kelompok kategori pertama

Xq : Mean dari kelompok kategori kedua

p : Proporsi dari kelompok kategori pertama

q : Proporsi dari kelompok kategori kedua

Y : Tinggi ordinat p dan q

St : Standard deviasi total variable X

2.6 KORELASI PHI

Jika peneliti berhadapan dengan data berskala nominal dengan nominal yang dikotomi, maka
rumusan koefisien Phi merupakan formula yang tepat untuk melakukan analisis data. Oleh
karena data yang akan dianalisis berupa data dikotomi, maka perhitungannya menggunakan
tabel 2x2.

29
Koefisen phi dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:

𝑎𝑑 − 𝑏𝑐
∅=
√(𝑎 + 𝑏)(𝑐 + 𝑑)(𝑎 + 𝑐)(𝑏 + 𝑑)

Keterangan :

∅ : koefisien phi

abcd : Kategori – kategori dalam tabel kerja

N : jumlah sampel (kasus)

BAB 3
KOEFISIEN KORELASI

30
3.1 Pengertian Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi KK merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk
mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antarvariabel.
Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 dan +1 (−1 ≤ 𝐾𝐾 ≤ +1).
a. Jika KK bernilai positif maka variabel-variabel berkolerasi positif. Semakin dekat nilai KK ke +1
semakin kuat korelasinya, demikian pula sebaliknya.
b. Jika KK bernilai negatif maka variabel-variabel berkolerasi negatif. Semakin dekat nilai KK ke -1
semakin kuat korelasinya, demikian pula sebaliknya.
c. Jika KK bernilai 0 (nol) maka variabel-variabel tidak menunjukkan korelasi.
d. Jika KK bernilai +1 atau -1 maka variabel-variabel menunjukkan korelasi positif atau
negatif yang sempurna.

Untuk menentukan keeratan hubungan atau korelasi antarvariabel tersebut berikut ini
diberikan nilai-nilai dari KK sebagai patokan.

1. KK = 0, tidak ada korelasi


2. 0 < 𝐾𝐾 ≤ 0,20, korelasi sangat rendah/lemah tapi pasti
3. 0,20 < 𝐾𝐾 ≤ 0,40, korelasi rendah/lemah tapi pasti
4. 0,40 < 𝐾𝐾 ≤ 0,70, korelasi yang cukup berarti
5. 0,70 < 𝐾𝐾 ≤ 0,90, korelasi yang tinggi, kuat
6. 0,90 < 𝐾𝐾 ≤ 1,00, korelasi yang sangat tinggi, kuat sekali, dapat diandalkan
7. KK = 1, korelasi sempurna.

3.2 Kegunaan Koefisien Korelasi


Koefisien korelasi ini digunakan untuk:
a. Menentukan arah atau bentuk dan kekuatan hubungan
- Arah hubungan → positif (𝑋 ↑ 𝑌 ↑ atau 𝑋 ↓ 𝑌 ↓) atau negatif (𝑋 ↑ 𝑌 ↓ atau 𝑋 ↓ 𝑌 ↑)
atau tidak ada.
- Kekuatan hubungan → sempurna, kuat, lemah, atau tidak ada.
b. Menentukan kovariasi, yaitu bagaimana dua variabel random (X dan Y) bercampur.
Kovariasi dirumuskan:

Kovarian = (𝑆𝑋 )(𝑆𝑌 )(𝐾𝐾)

Keterangan:
SX = simpang baku (standar deviasi) variabel X

31
SY = simpang baku (standar deviasi) variabel Y
KK = koefisien korelasi

3.3 Jenis-Jenis Koefisien Korelasi


a. Koefisien Korelasi Pearson
Koefisien korelasi pearson adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data interval atau rasio.
Disimbolkan dengan ”r”.
Koefisien korelasi pearson dapat ditentukan dengan dua metode yaitu:
1) Metode least square
Koefisien korelasi linier dengan metode least square dirumuskan:

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∙ ∑ 𝑌
𝑟=
√(𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 )(𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 )

2) Metode product moment


Koefisien korelasi linier (r) dengan metode product moment dirumuskan:

∑ 𝑥𝑦
𝑟=
√∑ 𝑥 2 ∙ ∑ 𝑦 2

Keterangan:
r = koefisien korelasi
x = deviasi rata-rata variabel X
= 𝑋 − 𝑋̅
y = deviasi rata-rata variabel Y
= 𝑌 − 𝑌̅

Contoh soal:
Jika X = hasil panen (dalam kuintal)
Y = pemupukan (dalam 10 kg)
Berikut ini diberikan hasil pengamatan pemupukan dan hasil panen padi untuk 5 percobaan yang
telah dilakukan.
X 3 6 9 10 13
Y 12 23 24 26 28

a. Tentukan koefisien korelasinya (r) dengan metode least square dan metode product moment!
b. Sebutkan jenis korelasinya dan apa artinya!

32
Penyelesaian:
X Y X2 Y2 XY x y x2 y2 xy
3 12 9 144 36 -5,2 -10,6 27,04 112,36 55,12
6 23 36 529 138 -2,2 0,4 4,84 0,16 -0,88
9 24 81 576 216 0,8 1,4 0,64 1,96 1,12
10 26 100 676 260 1,8 3,4 3,24 11,56 6,12
13 28 169 784 364 4,8 5,4 23,04 29,16 25,92
41 113 395 2.709 1.014 58,80 155,20 87,40

a. Metode least square


𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∙ ∑ 𝑌
𝑟=
√(𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 )(𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 )

(5)(1.1014) − (41)(113)
𝑟=
√((5)(395) − (41)2 ) ((5)(2.709) − (113)2 )

437
=
√228.144
= 0,19

Metode product moment

∑ 𝑥𝑦
𝑟=
√∑ 𝑥 2 ∙ ∑ 𝑦 2

87,40
𝑟=
√(58,80)(155,20)

= 0,91

b. Jenis korelasinya adalah korelasi positif dan sangat kuat, artinya hubungan antara pemupukan
dan hasil panen padi bersifat positif. Jika pemupukan bertambah maka hasil panen pun akan
naik.

b. Koefisian Rank Spearman

33
Koefisien korelasi rank Spearman adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data ordinal (data
bertingkat/data ranking). Disimbolkan dengan “r”. Koefisien korelasi rank Spearman
dirumuskan:

6 ∑ 𝑑2
𝑟𝑠 = 1 −
𝑛(𝑛2 − 1)

Keterangan:
Rs = koefisien korelasi rank Spearman
d = selisih dalam rank
n = banyaknya pasangan rank
Untuk menghitung koefisien korelasi rank, dapat digunakan langkah-langkah berikut.
1) Nilai pengamatan dari dua variabel yang akan diukur hubungannya diberi ranking.
Pemberian ranking dimulai dari data terbesar atau terkecil. Jika ranking sama, diambil rata-
rata.
2) Setiap pasang ranking dihitung perbedaannya.
3) Perbedaan setiap pasang ranking tersebut dikuadratkan dan dihitung jumlahnya.
4) Nilai rs dihitung dengan rumus di atas.

Contoh soal:

Berikut ini data mengenai nilai matematika dan statistik dari 10 mahasiswa.

TABEL 8.4 NILAI MATEMATIKA DAN STATISTIK DARI 10 MAHASISWA

Matematika 82 75 85 70 77 60 63 66 80 89
Statistik 79 80 89 65 67 62 61 68 81 84
a. Hitunglah koefisien korelasinya!
b. Sebutkan jenis korelasinya dan apa artinya!

Penyelesaian:

Untuk perhitungan, nilai matematika disebut sebagai variabel X dan nilai statistik disebut
sebagai variabel Y.

X Y Ranking X Ranking Y d d2

34
82 79 8 6 +2 4
75 80 5 7 -2 4
85 89 9 10 -1 1
70 65 4 3 +1 1
77 67 6 4 +2 4
60 63 1 2 -1 1
63 61 2 1 +1 1
66 68 3 5 -2 4
80 81 7 8 -1 1
89 84 10 9 +1 1
Jumlah 22

6 ∑ 𝑑2
a. 𝑟𝑠 =1−
𝑛(𝑛2 −1)

6(22)
=1−
10(102 − 1)

= 1 − 0,133

= 0,867

b. Jenis korelasinya adalah korelasi positif dan kuat, artinya jika nilai matematika tinggi
maka nilai statistik juga cenderung tinggi.

c. Koefisien Korelasi Rank Kendall


Koefisien korelasi rank Kendall merupakan pengembangan dari koefisien korelasi Rank
Spearman. Disimbolkan dengan “T” (baca tau). Koefisien korelasi ini digunakan pada
pasangan variabel atau data X dan Y dalam hal ketidaksesuaian rank, yaitu untuk
mengukur ketidakteraturan. Koefisien korelasi rank Kendall dirumuskan :

𝑆 𝐶 −𝐷
𝜏= =
1 1
(2) 𝑁(𝑁 − 1) (2) 𝑁(𝑁 − 1)

35
Keterangan:
S = statistik untuk jumlah konkordansi dan diskordansi
C = 1- konkordansi
D = 1- diskordansi
1- = banyaknya pasangan
N = jumlah pasangan X dan Y

Untuk menghitung koefisien korelasi ini, dapat digunakan langkah-langkah seperti


berikut ini.
1. Nilai pengamatan dari variabel yang akan diukur hubungan diberi ranking.
Pemberian ranking dimulai dari data terbesar atau terkecil. Jika ranking sama
diambil nilai rata-ratanya.
2. Tentukn nilai patokan berurut dengan menyusun salah satu dari ranking tersebut
secara berurutan, dimulai dari pertama, kedua, dan seterusnya dalam menghitung
nilai konkordansi dan diskordansi.
3. Tuntukan nilai konkordansi (+1) dan nilai diskordansi (-1) dari nilai-nilai ranking
yang bukan patokan.
4. Tentukan nilai statistik S dengan menjumlahkan setiap nilai konkordansi dan nilai
diskordansi tersebut.
5. Nilai 𝜏 dihitung dengan rumus di atas.

Contoh soal:

Berikut ini adalah nilai statistik dan nilai matematika dari lima orang mahasiswa.

Nama Subjek
Mata pelajaran P Q R S T
Nilai Matematika 9 8 7 5 3
Nilai Statistik 6 8 5 7 4
a. Tentukan nilai koefisien korelasi rank kendallnya!
b. Apa artinya?

Penyelesaian:

1. Perhitungan nilai ranking dari kedua nilai subjek tersebut.

36
Ranking
Mata pelajaran P Q R S T
Nilai Matematika 1 2 3 4 5
Nilai Statistik 3 1 4 2 5
2. Misalkan patokan berurut adalah nilai statistik.
3. Untuk menentukan nilai konkordansi atau diskordansi hanya dilihat satu nilai saja.
Karena nilai patokan berurut sudah ditentukan yaitu nilai statistik maka nilai
konkordansi dan diskordansi dihitung dari nilai matematika. Dengan demikian nilai
konkordansi dan diskordansinya adalah:
- Dilihat dari P
(P,Q) = -1 (P,R) = +1 (P,S) = -1 (P,T) = +1
- Dilihat dari Q
(Q,R) = +1 (Q,S) = +1 (Q,T) = +1
- Dilihat dari R
(R,S) = -1 (R,T) = +1
- Dilihat dari S
(S,T) = +1

Catatan:

(P,Q) = -1 → diskordansi, bilangan yang ada di depannya lebih kecil dari bilangan
yang ada di belakangnya.

(P,R) = +1 → konkordansi, bilangan yang ada di depan lebih besar dari bilangan
yang ada di belakangnya.

4. Nilai S didapat dengan menjumlahkan nilai konkordansi dan diskordansinya.


S = −1 + 1 − 1 + 1 + 1 + 1 + 1 − 1 + 1 + 1
= +4
a. Nilai koefisien korelasi kendallnya adalah
𝑆
𝜏=
1
(2) 𝑁(𝑁 − 1)
+4
=
1
( ) 5(5 − 1)
2
= 0,4

37
b. Artinya, ada hubungan positif dan lemah antara nilai matematika dan statistik. Jika nilai
matematika naik maka nilai statistik juga akan naik. Jika di antara nilai-niali
pengamatan niali yang sama maka rumus koefisien korelasinya menjadi:

𝑆
𝜏=
√(1) 𝑁(𝑁 − 1) − 𝑇𝑥 √(1) 𝑁(𝑁 − 1) − 𝑈𝑦
2 2

Keterangan:

Tx = banyaknya tied pada kelomok X (I)

Uy = banyaknya tied pada kelompok Y (II)

1
Tx = 𝑡𝑥 (𝑡𝑥 − 1)
2

1
Uy = 2 𝑈𝑦 (𝑈𝑦 − 1)

Catatan:

Tied = peringkat sama (Blalock, 1979;438)

Tx = peringkat sama untuk data X

Uy = peringkat sama untuk data Y

Nilai Uy ini mempertimbangkan banyaknya tied pada kelompok nilai I ditambah


dengan banyaknya skor tied pada nilai kelompok II.

d. Koefisien Korelasi Bersyarat (Koefisien Kontingensi)

Koefisien Korelasi bersyarat digunakan untuk data kualitatif. Data kualitatif adalah
data yang tidak berbentuk angka-angka, tetapi berupa kategori-kategori, misalnya data
yang berkategorikan kurang, cukup, sangat cukup atau tinggi, menengah atau sedang,
rendah, atau gejala-gejala yang bersifat nominal (data nominal).

38
Seperti halnya koefisien korelasi data kuantitatif, koefisien korelasi bersyarat ini
disimbolkan “C” dan mempunyai interval nilai antara -1 dan 1 (−1 ≤ 𝐶 ≤ 1).
Koefisien korelasi bersyarat dirumuskan:

𝜒2
𝐶=√ 2
𝜒 +𝑛

Keterangan:

𝜒 2 = kai kuadrat

𝑛 = jumlah semua frekuensi

𝐶 = koefisien korelasi bersyarat

𝑛 𝑞
2
(𝑛𝑖𝑗 − 𝑒𝑖𝑗 )2
𝜒 = ∑∑
𝑒𝑖𝑗
𝑖=1 𝑗=1

(𝑛𝑖 − 𝑛𝑗 )
𝑒𝑖𝑗 = = frekuensi harapan
𝑛

Contoh soal:

Seseorang ingin mengamati apakah ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dan
kebiasaan rekreasi. Untuk maksud itu diambil sampel sebanyak 400 orang untuk diteliti.
Datanya adalah sebagai berikut.

Tabel 3.4

Pendidikan Rekreasi
Tidak Pernah (1) Jarang (2) Sering (3)
Tidak ada (I) 145 58 8

Menengah (II) 77 13 27

Sarjana (III) 21 32 19

39
Hitunglah koefisien korelasi bersyaratnya dan apa artinya?

Penyelesaian :

1 2 3 Jumlah
I 145 58 8 211
(128,2) (54,3) (28,5)
II 77 13 27 117
(71,1) (30,1) (15,8)
II 21 32 19 72
(43,7) (18,5) (9,7)
Jumlah 243 103 54 400

𝑛1 = 211 𝑛2 = 117 𝑛3 = 72

𝑛.1 = 243 𝑛.2 = 103 𝑛.3 = 54

𝑛 = 400

𝑛1 𝑛.1 (211)(243) 𝑛1 𝑛.2 (211)(103)


𝑒11 = = = 128,2 𝑒12 = = = 54,3
𝑛 400 𝑛 400

𝑛1 𝑛.3 (211)(54) 𝑛2 𝑛.1 (117)(243)


𝑒13 = = = 28,5 𝑒21 = = = 71,1
𝑛 400 𝑛 400

𝑛2 𝑛.2 (117)(103) 𝑛2 𝑛.3 (117)(54)


𝑒22 = = = 30,1 𝑒23 = = = 15,8
𝑛 400 𝑛 400

𝑛3 𝑛.1 (72)(243) 𝑛3 𝑛.2 (72)(103)


𝑒31 = = = 43,7 𝑒32 = = = 18,5
𝑛 400 𝑛 400

𝑛3 𝑛.3 (72)(54)
𝑒33 = = = 9,7
𝑛 400

𝑛𝑖𝑗 −𝑒𝑖𝑗
𝜒 2 = ∑3𝑖=1 ∑3𝑗=1
𝑒𝑖𝑗

(145 − 128,2)2 (58 − 54,3)2 (8 − 28,5)2 (77 − 71,1)2 (13 − 30,1)2


= + + + +
128,2 54,3 28,5 71,1 30,1

40
(27−15,8)2 (21−43,7)2 (32−18,5)2 (19−9,7)2
+ + + +
15,8 43,7 18,5 9,7

= 65,9

𝜒2
𝐶=√
𝜒2 +𝑛

(65,9)2
= √(65,9)2
+400

= 0,38

Hasil dari koefisien korelasinya adalah 0,38 dan ini menunjukkan adanya hubungan positif,
lemah tapi pasti.

e. Koefisien Korelasi Data Berkelompok

Koefisien korelasi berkelompok adalah indeks angka-angka yang digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan antarvariabel dalam distribusi bivariabel. Koefisien korelasi data
berkelompok dapat dihitung dengan menggunakan metode coding dan metode simpangan
baku.

1. Metode Coding
Koefisien korelasi data berkelompok dengan metode coding dirumuskan :

𝑛 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 𝑢𝑦 − (∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 )(∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 )
𝑟=
2
√(𝑛 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 2 − (∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 )2 ) (𝑛 ∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 2 − (∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 ) )

Contoh soal :

Berikut ini data mengenai nilai matematika dengan nilai sejarah dari sekelompok mahasiswa.
Tentukan koefisien relasinya (r) !

TABEL 3.5 Nilai matematika dan sejarah 100 orang mahasiswa

41
Y 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 91-100 Σ
X
91-100 3 5 4 12
81-90 3 6 6 2 17
71-80 1 4 9 5 2 21
61-70 5 10 8 1 24
51-60 1 4 6 5 16
41-50 2 4 4 10
Σ 7 15 15 23 20 10 100

X = nilai matematika Y = nilai sejarah

Penyelesaian :

41- 51- 61- 71- 81- 91- 𝑓𝑦 𝑢𝑦 𝑓𝑦 𝑢𝑦 𝑓𝑦 𝑢𝑦 2 𝑓𝑦 𝑢𝑦 𝑢𝑥


X 50 60 70 80 90 100

Y
91-100 3 5 4 12 3 36 108 -33
81-90 3 6 6 2 17 2 34 68 -20
71-80 1 4 9 5 2 21 1 21 21 3
61-70 5 10 8 1 24 0 0 0 0
51-60 1 4 6 5 16 -1 -16 16 -31
41-50 2 4 4 10 -2 -20 40 -44
𝑓𝑥 7 15 15 23 20 10 100 3 55 253 -125
𝑢𝑥 -2 -1 0 1 2 3 3
𝑓𝑥 𝑢𝑥 -14 -15 0 23 40 30 64
sama
𝑓𝑥 𝑢𝑥 2 28 15 0 23 80 90 236
𝑓𝑥 𝑢𝑥 𝑢𝑦 -32 -31 0 1 -24 -39 -125

𝑓𝑦 𝑢𝑦 𝑢𝑥

 3(3)(-2) + 5(3)(-1) + 4(3)(0) = -33


 3(2)(-2) + 6(2)(-1) + 6(2)(0) + 2(2)(1) = -20

42
 1(1)(-2) + 4(1)(-1) + 9(1)(0) + 5(1)(1) + 2(1)(2) = 3
 0
 1(-1)(0) + 4(-1)( 1) + 6(-1)(2) + 5(-1)(3) = -31
 2(-2)(1) + 4(-2)(2) + 4(-2)(3) = -44

𝑓𝑥 𝑢𝑥 𝑢𝑦

 3(-2)(3) + 3(-2)(2) + 1(-2)(1) = -32


 5(-1)(3) + 6(-1)(2) + 4(-1)(1) = -31
 0
 2(1)(2) + 5(1)(1) + 10(1)(0) + 4(1)(-1) + 2(1)(-2) = 1
 2(2)(1) + 8(2)(0) + 6(2)(-1) + 4(2)(-2) = -24
 1(3)(0) + 5(3)(-1) + 4(3)(-2) = -39

𝑛 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 𝑢𝑦 −(∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 )(∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 )
𝑟= 2 2
√(𝑛 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 −2 (∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 ) )(𝑛 ∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 2 −(∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 ) )

100(−125)−(64)(55)
=
√(100(236)−(64)2 )(100(253)−(55)2 )

−12.500−3.520
=
√(23.600−4.096)(25.300−3.025)

−16.020
=
20.843,5

= −0,77

2. Metode Simpangan Baku


Koefisien korelasi data berkelompok dengan metode simpangan baku dapat dirumuskan
sbb:

43
𝑠𝑥𝑦
𝑟=
𝑠𝑥 . 𝑠𝑦

∑ 𝑓𝑢𝑥 𝑢𝑦 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 ∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦
𝑠𝑥𝑦 = 𝐶𝑥 . 𝐶𝑦 ( −( )( ))
𝑛 𝑛 𝑛

∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 2 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 2
𝑠𝑥 = 𝐶𝑥 √ −( )
𝑛 𝑛

∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 2 ∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 2
𝑠𝑦 = 𝐶𝑦 √ −( )
𝑛 𝑛

Contoh soal :

Dengan menggunakan table 3.5, tentukan nilai r dengan metode simpangan baku !

Penyelesaian :

Dari perhitungan pada jawaban contoh soal sebelumnya, didapatkan:

∑ 𝑓𝑢𝑥 𝑢𝑦 = −125 ; ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 = 64 ; ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 2 = 236; ∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 = 55 ; ∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 2 = 253

∑ 𝑓𝑢𝑥 𝑢𝑦 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 ∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦
𝑠𝑥𝑦 = 𝐶𝑥 . 𝐶𝑦 ( −( )( ))
𝑛 𝑛 𝑛

−125 63 55
= 10.10 ( −( )( ))
100 100 100

= 100(−1,25 − 0,3520)

= −160,2

∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 2 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 2
𝑠𝑥 = 𝐶𝑥 √ −( )
𝑛 𝑛

236 64 2
= 10√ 100 − (100)

= 13,966

44
∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 2 ∑ 𝑓𝑦 𝑢𝑦 2
𝑠𝑦 = 𝐶𝑦 √ −( )
𝑛 𝑛

253 55 2
= 10√ 100 − (100)

= 14,925

𝑠𝑥𝑦
𝑟=
𝑠𝑥 .𝑠𝑦

−160,2
= (13,966)(14,925)

= −0,77

f. Koefisen Penentu (KP) atau koefisien Determinasi

Jika koefisien korelasi dikuadratkan maka akan menjadi koefisien penentu (KP) atau
koefisiem determinasi, yang artinya penyebab perubahan pada variable Y yang datang dari
variable X, sebesar kuadrat koefisen korelasinya. Koefisien penentu ini menjelaskan besarnya
pengaruh nilai suatu variable (variabel X) terhadapa naik/turunnya (variasi) nilai variable
lainnya (variable Y). koefisien penentu dirumuskan :

𝐾𝑃 = 𝑅 2 = (𝐾𝐾)2 × 100%

Keterangan :

KK = koefisien korelasi

Jika koefisisen korelasinya adalah koefisien korelasi Pearson (r) maka koefisisen penentunya
adalah :
𝐾𝑃 = 𝑅 2 = 𝑟 2 × 100%

Dalam bentuk rumus, koefisien penentu (KP) dituliskan :

2
((𝑛)(∑ 𝑋𝑌) − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌))
𝐾𝑃 = 2 2
[(𝑛)(∑ 𝑋 )−(∑ 𝑋)2 ][(𝑛)(∑ 𝑌 )−(∑ 𝑌)2 ]

45
Contoh soal :

1) Dengan menggunakan data pada contoh soal pada koefisien korelasi Pearson, tentukan:
a. Koefisien penentunya:
b. Apa artinya!
Penyelesaian :
Dari jawaban contoh soal tersebut diperoleh nilai r = 0,91
a. 𝐾𝑃 = 𝑟 2 × 100%
= (0,91)2 × 100%
= 0,8281 × 100%
= 82,81%
b. Pengaruh variable X (pemupukan) terhadap naik turunnya (variasi) variable Y (hasil
panen) hanya sebesar 82,81%, selebihnya 7,19% berasal dari faktor-faktor lain,
seperti bibit, curah hujan, dan sebagainya, tetapi tidak dimasukkan dalam perhitungan.
2) Apabila X = pendapatan (puluhan ribu rupiah)
Y = konsumsi (puluhan ribu rupiah)
X 40 55 60 75 87 95 120
Y 25 40 50 55 65 73 90

Hitumg koefisien determinasinya, dan apa artinya!


Penyelesaian :
X Y 𝑋2 𝑌2 XY
40 25 1.600 625 1.000
55 40 3.025 1.600 2.200
60 50 3.600 2.500 3.000
75 55 5.625 3.025 4.125
87 65 7.569 4.225 5.655
95 73 9.025 5.329 6.935
120 90 14.400 8.100 10.800

532 398 44.844 25.404 33.715

2
((𝑛)(∑ 𝑋𝑌)−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌))
𝐾𝑃 = 2 2
[(𝑛)(∑ 𝑋 )−(∑ 𝑋)2 ][(𝑛)(∑ 𝑌 )−(∑ 𝑌)2 ]

46
2
((7)(33.715)−(532)(398))
= [(7)(44.844)−(532)2][(7)(25.404)−(398)2 ]
(236.005−211.736)2
= [313.908−283.024][177.828−158.404]
588.984.361
=
599.890.816
2
((7)(33.715)−(532)(398))
= [(7)(44.844)−(532)2][(7)(25.404)−(398)2 ]

= 0,982

KP =0,982 (98,2%), artinya sumbangan atau pengaruh pendapatan terhadap konsumsi


(naik turunnya konsumsi) adalah 98,2% sisanya 1,8% disebabkan oleh faktor lain.

47
KESIMPULAN

Teknik korelasi merupakan teknik analisis yang melihat kecenderungan pola dalam
satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel yang lain. Jadi, Korelasi
adalah istilah statistik yang menyatakan kekuatan atau derajat hubungan linier antrara dua
variable atau lebih. Sedangkan studi yang membahas tentang derajat hubungan antara
variable-variabel dikenal dengan nama analisis korelasi. Ukuran yang dipakai untuk
mengetahui derajat hubungan, terutama untuk data kuantitatif, dinamakan koefisien korelasi.

Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang
lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala
interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal; Chi Square
menggunakan data nominal. Kuat lemah hubungan diukur diantara jarak (range) 0 sampai
dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed).
Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai
koefesien korelasi negatif, korelasi disebut tidak searah. Jika koefesien korelasi diketemukan
tidak sama dengan nol (0), maka terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika
koefesien korelasi diketemukan +1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi
sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika koefesien
korelasi diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau
hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif. Dalam korelasi sempurna
tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis, karena kedua variabel mempunyai hubungan linear
yang sempurna. Artinya variabel X mempengaruhi variabel Y secara sempurna. Jika korelasi
sama dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.

Adapun jenis-jenis analisis korelasi adalah

 Analisis korelasi linier sederhana, digunakan untuk mengukur derajat keeratan hubungan
antara dua variabel, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Dirumuskan dengan :

 Analisis korelasi ganda, digunakan untuk mengukur derajat keeratan hubungan antara
dua varabel bebas atau lebih yang secara bersama-sama dihubungkan dengan variabel
terikatnya (Y), sehingga akhirnya dapat diketahui besarnya sumbangan seluruh variabel
bebas yang menjadi objek penelitian terhadap variabel terikatnya. Dirumuskan dengan :
48
ryx2 1  ryx2 2  2 ryx1 ryx2 rx1x2
Ryx1x2 
1  rx21x2

 Korelasi biserial, digunakan untuk menganalisis dua variable penelitian yang


mempunyai data kontinu, tetapi salah satu variable dibuat kategoris (penggolongan) atas
dasar kontinum tersebut sedangkan variable yang tetap berdata dengan skala interval.
Dirumuskan dengan :

̅̅̅̅
𝑋𝑝 −𝑋̅̅̅̅
𝑞 𝑝𝑞
𝑟𝑏𝑖𝑠 = ( )
𝑆𝑡 𝑌

 Korelasi phi, digunakan untuk sering digunakan untuk menentukan validitas item
variabel pertama adalah benar atau salahnya subjek dalam menjawab item, sedangkan
variabel kedua adalah skor total yang dibuat dikotomi. Dirumuskan dengan :

𝑎𝑑 − 𝑏𝑐
∅=
√(𝑎 + 𝑏)(𝑐 + 𝑑)(𝑎 + 𝑐)(𝑏 + 𝑑)

 Korelasi Point-biserial Yang harus diperhatikan dalam koefisien biseral titik adalah
bahwa data diolah merupakan data yang berupa nominal (kategori) dan memang benar-
benar harus murni nominal, bukan data hasil transformasi dari tipe data lain. Untuk
melakukan tes signifikan terhadap besaran hasil korelasi point biserial,dalam rangka
melakukan pengujian hipotesis nihil penelitian dapat menggunakan formulasi t-tes.

X p − Xq
𝑟𝑝𝑏𝑖 = √𝑝𝑞
𝑆𝑡

 Korelasi parsial. Penggunaan teknik analisis korelasi parsial,pada dasarnya yaitu untuk
melakukan control terhadap hasil korelasi dua variable dengan cara mengintrodusir
melalui variable lain. Persyaratan yang harus terpenuhi jika hendak menggunakan aalisis
korelsi parsial, adalah sebagai berikut: 1). Data semuanya berskala interval; 2). Desain
penelitiannya adalah rancangan korelasional; 3). Variabel penelitiannya lebih dari dua
variabel, di mana variabel pengintrodusir yang hendak dikontrol dapat lebih dari satu. 4).
Notasi yang digunakan sebagai symbol variabel digunakan angka.

49
r12 − r13 r23 Korelasi parsial dengan satu variabel
r12.3 =
√(1 − r13 2 )(1 − r23 2 ) induktor

r12.3 − r14.3 r24.3


r12.34 = Korelasi parsial dengan dua variabel
√(1 − r 214.3 )(1 − r 2 24.3 )
inductor

Adapun jenis-jenis koefisien korelasi adalah

Koefisien korelasi pearson adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur keeratan
hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data interval atau rasio. Disimbolkan
dengan ”r”. Dirumuskan dengan :

𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋 ∙ ∑ 𝑌 ∑ 𝑥𝑦
𝑟= 𝑟=
√(𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 )(𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 ) atau √∑ 𝑥 2 ∙ ∑ 𝑦 2

Koefisien korelasi rank Spearman adalah indeks atau angka yang digunakan untuk mengukur
keeratan hubungan antara dua variabel yang datanya berbentuk data ordinal (data bertingkat/data
ranking). Dirumuskan dengan :

6 ∑ 𝑑2
𝑟𝑠 = 1 −
𝑛(𝑛2 − 1)

Koefisien korelasi rank Kendall, digunakan pada pasangan variabel atau data X dan Y
dalam hal ketidaksesuaian rank, yaitu untuk mengukur ketidakteraturan. Dirumuskan
dengan:

𝑆 𝐶 −𝐷
𝜏= =
1 1
(2) 𝑁(𝑁 − 1) (2) 𝑁(𝑁 − 1)

Koefisien Korelasi bersyarat (Koefisien Kontingensi), digunakan untuk data kualitatif,


yaitu data yang tidak berbentuk angka-angka, tetapi berupa kategori-kategori, misalnya

50
data yang berkategorikan kurang, cukup, sangat cukup atau tinggi, menengah atau
sedang, rendah, atau gejala-gejala yang bersifat nominal (data nominal). Dirumuskan
dengan :

𝜒2
𝐶=√ 2
𝜒 +𝑛

Koefisien korelasi berkelompok adalah indeks angka-angka yang digunakan untuk


mengukur keeratan hubungan antarvariabel dalam distribusi bivariabel. Dirumuskan
dengan :

𝑛 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 𝑢𝑦 − (∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 )(∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑦 ) 𝑠𝑥𝑦
𝑟= Atau
2 𝑟=
√(𝑛 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 2 − (∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑥 )2 ) (𝑛 ∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑦 2 − (∑ 𝑓𝑥 𝑢𝑦 ) ) 𝑠𝑥 . 𝑠𝑦

Koefisiem determinasi, yang artinya penyebab perubahan pada variable Y yang datang
dari variable X, sebesar kuadrat koefisen korelasinya. Dirumuskan dengan :

𝐾𝑃 = 𝑅 2 = 𝑟 2 × 100%

51
52

Anda mungkin juga menyukai