Anda di halaman 1dari 48

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korelasi

Kata “korelasi” berasal dari bahasa Inggris correlation. Dalam bahasa


Indonesia sering diterjemahkan dengan “hubungan” atau “saling hubungan”,
atau “hubungan timbal balik”. Dalam Ilmu Statistik istilah “korelasi” diberi
pengertian sebagai “hubungan antardua variabel atau lebih”. Hubungan
antardua variabel dikenal dengan istilah : bivariate correlation, sedangkan
hubungan antarlebih dari dua variabel disebut multivariate correlatin.

Hubungan antar dua variabel misalnya hubungan atau korelasi antara


prestasi studi (Variabel X) dan kerajinan kuliah (Variabel Y) maksudnya
prestasi studi ada hubungan dengan kerajinan kuliah. Hubungan antarlebih
dari dua variabel, misalnya hubungan antara prestasi studi (Variabel X1)
dengan kerajinan kuliah (Variabel X2), keaktifan mengunjungi perpustakaan
(Variabel X3) dan keaktifan berdiskusi (Variabel X4).Dalam contoh diatas,
variabel prestasi studi disebut dependent variable, yaitu variabel yang
dipengaruhi; sedangkan variabel kerajinan kuliah, keaktifan mengunjungi
perpustakaan, dan keaktifan berdiskusi disebut independent variable, yaitu
variabel bebas, dalam arti : bermacam-macam variabel yang dapat
memberikan pengaruh terhadap prestasi studi (Sudijono:2008).

Menurut Sutrisno (2015), Korelasi berarti hubungan timbal balik.


Hubungan timbal balik ini seringkai menjadi pusat perhatian para ahli
penyelidik, misalnya hubungan antara permintaan dan penawaran, hubungan
antara keadaan lingkungan dengan sifat pribadi, hubungan antara kemiskinan
dan kejahatan, dan sebagainya.
Jika ada korelasi antara dua gejala, misalnya antara kemiskinan dan
kejahatan, biasanya orang segera menarik kesimpulan bahwa antara dua gejala
itu terdapat hubungan sebab akibat. Kesimpulan semacam itu seringkali tidak
benar, sebab meskipun semua rangkaian sebab akibat menunjukkan korelasi,
tidak semua korelasi menunjukkan sebab akibat. Misalnya, antara tinggi
badan dan berat badan terdapat korelasi yang meyakinkan. Akan tetapi, itu
tidak berarti bahwa berat badan menjadi sebab dari tinggi badan atau tinggi
badan mengakibatkan berat badan. Dalam hal semacam ini harus diketahui
apa tidak ada faktor lain yang menjadi sebab dari kedua gejala yang timbul
bergandengan tangan itu.
Analisis korelasi dengan menggunakan uji statistic dimaksudkan untuk
mengukur derajat korelasi dari dua variabel, atau untuk mengetahui signifikan
tidaknya hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Jenis
teknik statistik korelasi yang digunakan untuk menguji hipotesis harus sesuai
dengan skala data masing-masing dari kedua variabel penelitiannya, yaitu data
nominal,ordinal,data interval, atau datau, atau kombinasi dari dua jenis
skalanya untuk variabel independen dan variabel dependen.
Tabel dibawah ini adalah pedoman untuk memilih teknik statistic
korelasi dan jenis uji hipotesis yang tepat berdasarkan jenis skala datanya
dalam pengujian hipotesis:

2.2 Arah Korelasi

Menurut Widiyono (2013), Nilai koefisien korelasi (r) terletak dalam


rentang -1 dan +1 atau dinotasikan -1≤ r ≤ 1. Nilai koefisien korelasi (r)
bertanda positif (+) mennjukkan adanya korelasi sejajar, yaitu semakin
meningkat nilai X maka semakin meningkat nilai Y (kenaikan nilai X diikuti
dengan kenaikan nilai Y) atau semakin menurun nilai X maka semakin
menurun nilai Y (penurunan nilai X diikuti dengan penurunan nilai Y).
sedangkan nilai r bertanda negative (-) menunjukkan adanya korelasi sejajar
berlawanan arah, yaitu semakin meningkat nilai X maka semakin menurun
nilai Y (kenaikan nilai X diikuti dengan penurunan nilai Y) atau semakin
menurun nilai X maka semakin meningkat nilai Y (kenaikan nilai X diikuti
dengan penurunan nilai Y).

Secara ringkas arah korelasi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Hubungan antarvariabel itu jika ditilik dari segi arahnya, dapat


dibedakan menjadi dua macam, yaitu hubungan yang sifatnya satu arah, dan
hubungan yang sifatnya berlawanan arah.

Contoh Korelasi Positif: Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)


diikuti dengan kenaikan ongkos angkutan; sebaliknya jika harga BBM rendah,
maka ongkos angkutan pun murah (rendah). Dalam dunia pendidikan
misalnya, terdapat korelasi positif antara nilai hasil belajar matematika dan
nilai hasil belajar fisika, kimia, biologi dan sebagainya.

Contoh Korelasi Negatif : Makin meningkatnya kesadaran hukum di


kalangan masyarakat diikuti dengan makin menurunnya angka kejahatan atau
angka pelanggaran; makin giat berlatih makin sedikit kesalahan yang
diperbuat oleh seseorang, makin meningkatnya jumlah aseptor Keluarga
Berencana diikuti dengan makin menurunnya angka kelahiran;atau
sebaliknya. Dalam dunia pendidikan misalnya, makin kurang dihayati dan
diamalkannya ajaran agama Islam oleh para remaja akan diikuti oleh makin
meningkatnya frekuensi kenalkan remaja;atau sebaliknya.

2.3 Pedoman Keeratan Korelasi

Untuk dapat membuat prediksi terhadap nilai koefisien korelasi, yaitu


untuk menetukan keeratan hubungan atau korelasi antara variabel independen
(X) engan variabel dependen (Y), maka sebagai pedoman untuk menetukan
interval kelas nilai r, sebagai berikut :

Bila peneliti menginginkan interval korelasi sebanyak lima kelas,


maka sebagai pedoman sebagai berikut:

Bila peneliti menginginkan interval korelasi sebanyak empat kelas,


maka sebagai pedoman sebagai berikut:
2.4 Peta Korelasi

Arah hubungan variabel yang kita cari korelasinya, dapat diamati


melalui sebuah peta atau diagram, yang dikenal dengan nama Peta Korelasi.
Dalam peta korelasi itu dapat kita lihat pencaran titik atau momen dari
variabel yang sedang kita cari korelasinya; karena itu peta korelasi juga
disebut Scatter Diagram (Diagram Pencaran Titik).

Ciri yang terkandung dalam peta korelasi itu adalah :

a. Jika korelasi antara variabel X dan variabel Y merupakan


Korelasi Positif Maksimal, atau Korelasi Positif Tertinggi, atau
Korelasi Positif Sempurna, maka pencaran titik yang terdapat
pada Peta Korelasi apabila dihubungkan antara satu dengan
yang lain, akan membentuk satu buah garis lurus yang condong
ke arah kanan.
b. Jika korelasi antara variabel X dan variabel Y merupakan
Korelasi Negatif Maksimal, atau Korelasi Negatif Tertinggi,
atau Korelasi Negatif Sempurna, maka pencaran titik yang
terdapat pada Peta Korelasi apabila dihubungkan antara satu
dengan yang lain, akan membentuk satu buah garis lurus yang
condong ke arah kiri.
c. Jika korelasi antara variabel X dan variabel Y termasuk
Korelasi Positif yang Tinggi atau Kuat, maka pada Peta
Korelasi pencaran titiknya sedikit mulai menjauhi garis liniear
(garis lurus seperti telah disebutkan diatas), yaitu titik tersebut
terpencar atau berada disekitar garis lurus tersebut, dengan
kecondongan kearah kanan.
d. Jika korelasi antara variabel X dan variabel Y termasuk
Korelasi Negatif yang Tinggi atau Kuat, maka pencaran titik
yang terdapat pada Peta Korelasi itu juga sedikit mulai
menjauhi garis liniear, dengan kecondongan kearah kiri.
e. Baik Korelasi Positif maupun Korelasi Negatif dikatakan
sebagai Korelasi yang Cukup atau Sedang dan Korelasi
Rendah atau Lemah, apabila pencaran titik pada Peta Korelasi
itu semakin jauh tersebar/ menjauhi garis liniear.

2.5 Angka Korelasi


2.5.1 Pengertiannya

Tinggi-rendah, kuat-lemah atau besar kecilnya suatu korelasi dapat


diketahui dengan melihat besar-kecilnya suatu angka (koefisien) yang
disebut Angka Indeks Korelasi atau Coefficient of Correlation.
Jadi Angka Indeks Korelasi adalah sebuah angka yang dapat dijadikan
petunjuk untuk mengetahui seberapa besar kekuatan korelasi diantara variabel yang
sedang diselidiki korelasinya.

2.5.2 Lambangnya

Angka Korelasi biasa diberi lambing dengan huruf tertentu; misalnya rxy
sebagai lambing koefisien korelasi pada Teknik Korelasi Product Moment,ρ
(baca:Rho) sebagai lambing koefisien korelasi pada Teknik Korelasi Tata Jenjang,φ
(Baca: Phi) sebagai lambing koefisien korelasi pada Teknik Korelasi Phi C atau KK
sebagai lambing koefisien korelasi pada Teknik Korelasi Kontingensi dan lain-lain.

2.5.3 Besarnya

Angka korelasi itu besarnya berkisar antara 0 (nol) sampai dengan ± 1,00;
artinya bahwa angka korelasi itu paling tinggi adalah ± 1,00 dan paling rendah adalah
0. Jika dalam perhitungan diperoleh angka korelasi lebih dari 1,00 hal itu merupakan
petunjuk bahwa dalam perhitungan tersebut telah terjadi kesalahan.

2.5.4 Tandanya

Korelasi antara variabel X dan variabel Y disebut Korelasi Positif apabila


angka indeks korelasinya bertanda “plus” (+); misalnya rxy = +0,235; rxy = +0,751 dan
sebagainya. Sebaliknya, apabila angka indeks korelasi antara variabel X dan variabel
Y bertanda “minus” (-), maka korelasi yang demikian itu disebut Korelasi Negatif;
misalnya: rxy = -0,115;rxy = -0,587.

Antara variabel X dan variabel Y dikatakan tidak ada korelasinya jika angka
indeks korelasinya=0. Tanda “plus” dan “minus” yang terdapat didepan angka indeks
korelasi itu bukanlah tanda aljabar.

Tanda plus yang terdapat didepan angka indeks korelasi memberikan petunjuk
bahwa korelasi itu adalah korelasi positif (korelasi searah). Sedangkan tanda minus
yang terdapat didepan angka indeks korelasi memberikan petunjuk bahwa korelasi itu
adalah korelasi negatif (korelasi berlawanan arah). Dengan tanda “minus” yang
terdapat didepan angka indeks korelasi tidak dapat diartikan bahwa korelasi
antarvariabel itu besarnya kurang dari nol, sebab angka korelasi yang paling kecil
adalah nol.

2.5.5 Sifatnya

Angka indeks korelasi yang diperoleh dari proses perhitungan itu sifatnya
relative, yaitu angka yang fungsinya melambangkan indeks hubungan antarvariabel
yang dicari korelasinya. Jadi angka indeks korelasi itu bukanlah angka yang bersifat
eksak, atau angka yang merupakan ukuran pada skala linear yang memiliki unit-unit
yang sama besar, sebagaimana yang terdapat pada mistar pengukur panjang (mistar
penggaris).

Sebagai contoh, misalkan angka korelasi antara variabel X dan variabel Y =


0,75 (rxy = 0,75), sedangkan angka korelasi antara variabel Y dan variabel Z = 0,25
(rxy = 0,25). Disini kita tidak dapat menyatakan bahwa: rxy = 3 kali lipatnya ryz atau
menyatakan bahwa ryz = 1/3 nya rxy .

2.6 Tipe-Tipe Rancangan Korelasional

Bertahun-tahun yang lalu, para penulis metode penelitian mene- tapkan penelitian
korelasional sebagai salah satu "rancangan" kuan titatif (misalnya, lihat Campbell &
Stanley, 1963). Dengan aplikasi canggih dan prosedur korelasi eksplisit, penelitian
korelasional berhak mengambil tempat di antara rancangan kita di bidang pe- nelitian
kuantitatif. Kedua rancangan korelasi utamanya adalah eksplanasi (penjelasan) dan
prediksi.

2.6.1 Rancangan Eksplanatorik

Oleh karena salah satu tujuan utama bentuk penelitian korelasional ini adalah untuk
menjelaskan keterkaitan di antara variabel, kita menggunakan istilah pendisian
eksplanatorik dalam diskusi ini. Rancangan penelitian eksplanatorsk adalah suatu
rancangan korelasional yang menarik bagi peneliti terhadap sejauh mana dua variabel
(atau lebih) itu berkovariasi, artinya, perubahan yang terjadi pada salah satu
variabelitu tereflesi dalam perubahan pada variabel lainnya. Rancangan eksplanatorik
terdiri atas hubungan sederhana antara dua variabel (misalnya, selera humor dan
penampilan dalam drama) atau lebih dari dua variabel (misalnya, tekanan dari teman
atau perasaan terasing yang berkontribusi pada binge drinking [minum minuman
keras secara berlebihan]).

Cara mengidentifikasi suatu penelitian korelasional eksplanatorik adalah dengan


mencari ciri-ciri khusus di bawah ini, yang lazim terdapat dalam tipe penelitian ini:

 Peneliti mengorelasikan dua variabel atau lebih.


 Penelit mengumpulkan data pada satu titik waktu.
 Peneliti menganalisis seluruh partisipan sebagai suatu kelompok tunggal.
 Peneliti mendapatkan paling sedikit dua skor untuk setiap individu dalam
kelompok-satu untuk masing-masing variabel.
 Peneliti melaporkan penggunaan uji statistik korelasional (atau perluasannya)
dalan analisis data.
 Peneliti memibuat interpretasi atau menarik kesimpulan dari hasil uji statistik.

Untuk memahami faktor-faktor yang menjelaskan kesuksesan akademis siswa-siswa


Anderson dan Keith (1997) melaksanakan suatu penelitian korelasional. Mereka
mengusulkan suatu model yang terdiri atas delapan variabel (status sosial-ekonomi
keluarga, etnisitas, gender, kemampuan, kualitas sekolah, keterlibatan orang tua,
motivasi, dan tugas akademis) dan variabel hasil (prestasi akademis). Mereka
meneliti suatu kelompok siswa kelas dua di SMA yang menunjukkan bahwa mereka
bukan dari kelompok minoritas Asia dan memiliki skor komposit status sosial
ekonomi (SES) dalam kuartil bawah rentang SES. Pengumpulan datanya melibatkan
me- ngumpulkan informasi selama tahun basal (1980) dan 2 tahun setelah itu (1982),
tetapi untuk maksud analisis, peneliti menganalisis datanya bersama-sama dari kedua
tahun tersebut, seakan-akan data itu dikumpulkan pada satu titik waktu. Untuk
seluruh partisipan (N - 7.355), mereka mengumpulkan ukuran pada masing-masing
variabel dan mengorelasikan seluruh variabel. Mereka menemukan bahwa masing-
masing variabel, kecuali keterlibatan orangtua, menjelaskan variansi yang besarnya
signifikan dalam prestasi akademis.

2.6.2 Rancangan Prediksi

Dalam hal ini peneliti mencoba mengantisipasi hasil dengan menggunakan variabel
tertentu sebagai prediktor. Maksud rancangan penelitian prediksi adalah untuk
mengidentifikasi variabel yang akan memprediksi suatu hasil atau kriteria. Dalam
bentuk penelitian ini, peneliti mengidentifikasi satu variabel prediktor atau lebih dan
suatu variabel kriteria (atau hasil). Variabel prediktor adalah variabel yang digunakan
untuk meramalkan ten- tang suatu hasil dalam penelitian korelasional. Hasil yang
diprediksi dalam penelitian korelasional disebut variabel kriteria. Untuk
mengidentifikasi suatu penelitian prediksi, lihat ciri-ciri khusus di bawah ini:

 Penulis biasanya memasukkan kata prediksi dalam judulnya.


 Peneliti biasanya mengukur variable (-variabel) prediktor pada satu titik
waktu dan variabel kriteria pada titik waktu.
 Penulis meranalkan kinerja di masa depan.

Penelitian prediksi akan melaporkan korelasi dengan meng- gunakan uji statistik
korelasi, tetapi penelitian prediksi itu bisa memasukkan prosedur-prosedur statistik
yang lebih maju.

2.7 Ciri-Ciri Khusus Kunci Dari Rancangan Korelasional

Seperti ditunjukkan oleh rancangan eksplanatoris dan prediksi, pe- nelitian


korelasional mencakup ciri-ciri khusus tertentu:

 Men-display skor-skor (scatter plot dan matriks)


 Keterkaitan diantara skor-skor (arah, bemtuk, dan kekuatan)
 Analisis banyak variable (korelasi parsial dan regresi ganda)

2.8 Teknik Analisis Korelasi

Teknik Analisis Korelasional ialah teknik analisis statistic mengenai


hubungan antardua variabel atau lebih. Teknik Analisis Korelasional memiliki tiga
tujuan, yaitu :

a. Ingin mencari bukti (berlandaskan pada data yang ada), apakah


memang benar antara variabel yang satu dan variabel yang lain
terdapat hubungan atau korelasi.
b. Ingin menjawab pertanyaan apakah hubungan antarvariabel itu (jika
memang ada hubungannya), termasukhubungan yang kuat,
cukupan, ataukah lemah.
c. Ingin memperoleh kejelasan dan kepastian (secara matematik),
apakah hubungan antarvariabel itu merupakan hubungan yang
berarti atau meyakinkn (signifikan), ataukah hubungan yang tidak
berarti atau tidak meyakinkan.

Teknik Analisis Korelasional dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu


Teknik Analisis Korelasional Bivariat dan Teknik Analisis Korelasional
Multivariat.

Teknik Analisis Korelasional Bivariat ialah teknik analisis korelasi yang


mendasarkan diri pada dua buah variabel. Contoh :Korelasi antara prestasi belajar
dalam bidang studi Agama Islam (Variabel X) dan sikap keagamaan siswa
(Variabel Y).

Adapun Teknik Analisis Korelasional Multivariat ialah teknik analisis


korelasi yang mendasarkan diri pada lebih dari dua variabel. Contoh : Korelasi
antara sikap keagamaan siswa (Variabel X1) dengan suasana keagamaan
dilingkungan keluarga (Variabel X2), Lingkungan keagamaan siswa di
masyarakat (Variabel X3), Tingkat pengetahuan agama orang tua siswa (Variabel
X4), dan prestasi belajar siswa dalam bidang studi Agama Islam (Variabel X5)

2.8.1 Cara mencari Korelasi pada Teknik Analisis Korelasional Bivariat

Sebagaimana dikemukakan oleh Borg dan Gall dalam bukunya Educational


Research, terdapat 10 macam teknik perhitungan yang termasuk dalam Teknik
Analisis Korelasional Bivariat yaitu :

1. Teknik Korelasi Product Moment (Product Moment Correlation)


2. Teknik Korelasi Tata Jenjang (Rank Difference Correlation atau Rank
Order Correlation)
3. Teknik Korelasi Koefisien Phi (Phi Coefficient Correlation)
4. Teknik Korelasi Kontingensi (Contingency Coefficient Correlation)
5. Teknik Korelasi Poin Biserial (Point Biserial Correlation)
6. Teknik Korelasi Biserial (Biserial Correlation)
7. Teknik Korelasi Kendall Tau (Kendall’s tau Correlation)
8. Teknik Korelasi Rasio (Correlation Rasio)
9. Teknik The Widespread Correlation
10. Teknik Korelasi Tetrakorik (Tetrachoric Correlation).

Penggunaan teknik korelasi tersebut diatas akan sangat tergantung kepada


jenis data statistik yang akan dicari korelasinya, disamping pertimbangan atau
alasan tertentu yang harus dipenuhi.

2.9 Teknik Korelasi Pearson Product Moment


2.9.1 Pengertiannya

Product Moment Correlation atau lengkapnya Product of the Moment


Correlation adalah salah satu teknik untuk mencari korelasi antar dua variabel yang
kerap kali digunakan. Teknik korelasi ini dikembangkan oleh Karl Pearson, yang
karenanya sering dikenal dengan istilah Teknik Korelasi Pearson.
Disebut Product Moment Correlation karena koefisien korelasinya diperoleh
dengan cara mencari hasil perkalian dari momen-momen variabel yang dikorelasikan
(Product of the moment). (Sudijono.20008).

Menurut Widiyono (2013), Besar dan eratnya hubungan dua variabel


dinyatakan dalam angka yang disebut koefisien korelasi merupakan indeks atau
bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antarvarabel. Teknik
koefisien korelasi ini pertama kali dikenalkan oleh Karl Pearson yang disebut
Koefisien Korelasi Produk Momen (Pearson Product Moment Correlation
Coefficient) atau lazimnya disebut Korelasi Pearson atau disebut juga Korelasi
Produk Momen

2.9.2 Penggunaannya

Teknik Korelasi Product Moment kita pergunakan apabila kita berhadapan


dengan kenyataan berikut ini:

a. Variabel yang kita korelasikan berbentuk gejala atau data yang bersifat
kontinu.
b. Sampel yang diteliti mempunyai sifat homogen, atau setidak-tidaknya
mendekati homogen.
c. Regresinya merupakan regresi linear.

Teknik Korelasi Pearson digunakan untuk mengukur keeratan ddan


membuktikan hipotesis hubungan antara variabel independen (X) dan variabel
dependen (Y). data skala kedua variabel tersebut berbentuk data interval atau rasio,
sedangkan sumber data dari kedua jenis variabel tersebut adalah sama, dan data
masing-masing variabel tersebut membentuk distribusi normal. Dengan demikian,
Korelasi Pearson termasuk ruang lingkup statistik parametris.
2.9.3 Lamabangnya

Kuat-lemah atau tinggi-rendahnya korelasi antar dua variabel yang sedang


kita teliti dapat diketahui dengan melihat besar-kecilnya angka indeks korelasi, yang
pada Teknik Korelasi Product Moment diberi lambing “r” (sering disebut “r” Product
Moment). Angka indeks korelasi Product Moment ini diberi indeks dengan huruf
kecil dari huruf-huruf yang dipergunakan untuk dua buah variabel yang sedang dicari
korelasinya. Jadi apabila variabel pertama diberi lambing X dan variabel kedua diberi
lambing Y, maka angka indeks korelasinya dinyatakan dengan lambing rxy.

2.9.4 Cara Mencari Angka Indeks Korelasi Product Moment

Ada beberapa macam cara yang dapat dipergunakan untuk mencari angka
indeks korelasi Product Moment.

Apabila data yang kita hadapi Data Tunggal (Ungrouped data), sedangkan
Number of Cases-nya kurang dari 30 dengan istilah lain: sampel yang diteliti
merupakan sampel kecil, maka seperti yang dikemukakan oleh Henry E. Garret, Ph.D
angka indeks korelasi Product Moment (rxy) dapat dihitung dengan menggunakan
enam cara, yaitu : (1) Dengan cara menghitung Deviasi Standarnya lebih dahulu, (2)
Dengan cara yang lebih tingkat, yaitu tanpa menghitung Deviasi Standarya, (3)
Dengan cara memperhitungkan skor-skorf aslinya atau ukuran-ukuran kasarnya, (4)
Dengan cara memperhitungkan Mean-nya (yaitu mencari Nilai rata-rata Hitung dari
variabel-variabel yang dicari korelasinya), (5) Dengan cara memperhitungkan selisih
deviasi dan variabel-variabel yang dikorelasikan, terhadap Meannya, dan (6) Dengan
cara memperhitungkan selisih dari masing-masing skor aslinya atau angka kasarnya.

Adapun untuk Data Tunggal yang Number of Cases-nya 30 atau lebih dari 30,
dan untuk Data Kelompakan (Grouped Data), angka indeks korelasi rxy dapat
diperoleh dengan bantuan sebuah peta atau diagram.

2.9.5 Cara Memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi


“r” Product Moment
Dalam hubungan ini ada dua macam cara dapat kita tempuh, yaitu:

1. Interpretasi terhadap angka indeks korelasi “r” Product Moment itu


dilakukan dengan secara kasar atau dengan cara yang sedurhana, dan
2. Interpretasi itu diberikan dengan terlebih dahulu berkonsultasi pada tabel
Nilai r Product Moment.

a. Memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Product


Moment Secara Kasar (Sederhana)

Dalam memberikan interpretasi secara sederhana terhadap Angka Indeks


Korelasi “r” Product Moment (rxy) pada umumnya dipergunakan pedoman atau ancar-
ancar sebagai berikut:

Besarnya “r” Product Interpretasi


Moment (rxy)
0,00 – 0,20 Antara Variabel X dan Variabel Y memang terdapat
korelasi, akan tetapi korelasi itu sangat lemah atau sangat
rendah sehingga korelasi itu diabaikan (dianggap tidak ada
korelasi antara Variabel X dan Variabel Y).
0,20 – 0,40 Antara Variabel X dan Variabel Y terdapat korelasi yang
lemah atau rendah.
0,40 – 0,70 Antara Variabel X dan Variabel Y terdapat korelasi yang
kuat atau tinggi
0,90 – 1,00 Antara Variabel X dan Variabel terdapat korelasi yang
sangat kuat atau sangat tinggi.

b. Memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi “r” Product


Moment, dengan jalan berkorealitasi pada Tabel Nilai “r” Product
Moment
Pemberian interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment,
dengan jalan berkorealitasi pada Tabel Nilai “r” Product Moment yang biasanya
selalu tercantum dalam buku-buku statistic sebagai lampiran dipandang lebih teliti
dari pada cara pemberian interpretasi seperti yang telah dikemukakan diatas.

Apabila cara kedua ini yang kita tempuh, maka prosedur yang kita lalui secar
berturut-turut adalah sebagai berikut:

1) Merumuskan (membuat) Hipotesis alternative (Ha) dan Hipotesis nihil


atau Hipotesis nol (Ho).

Hipotesis alternatifnya (Ha) kita rumsukan sebagai berikut : “Ada


(atau:terdapat) korelasi positif (atau: korelasi negative) yang signifikan
(meyakinkan antara variabel X dan variabel Y.”

Adapun rumusan Hipotesis Nihilnya (Ho) adalah sebagai berikut : “Tidak


ada (atau tidak terdapat) korelasi positif (atau korelasi negatif) yang
signifikan (meyakinkan) antara variabel X dan variabel Y.”

2) Menguji kebenaran atau kepalsuan dari hipotesis yang telah kita ajukan
diatas tadi. (Maksudnya : Manakah yang benar H ataukah Ho?), dengan
jalan memperbandingkan besarnya “r” yang telah diperoleh dalam proses
perhitungan atau”r” observasi (ro) dengan besarnya “r” yang tercantum
dalam Tabel Nilai “r” Product Moment (rt), dengan terlebih dahulu
mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of freedom-nya (df) yang
rumusnya adalah sebagai berikut :
df = N – nr
df = degrees of freedom
N = Number of Cases
nr = banyaknya variabel yang kita korelasikan (karena teknik analisis
korelasi yang kita bicarakan disini adalah teknik analisis korelasional
bivariate, maka nr akan selalu =2, sebab variabel yang kita korelasikan
hanya dua buah).

Dengan diperolehnya db atau df maka dapat dicari besarnya “r” yang


tercantum dalam Tabel Nilai "r" Product Moment, baik pada taraf
signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%. Jika ro sama dengan atau
lebih besar daripada rt maka Hipotesis alternatif (Ha) disetujui atau diterima
atau terbukti kebenarannya. Berarti memang benar antara Variabel X dan
Variabel Y terdapat korelasi positif (atau korelasi negatif) yang signifikan.
Sebaliknya, Hipotesis Nihil (Ho) tidak dapat disetujui atau tidak dapat
diterima atau tidak terbukti kebenarannya. Ini berarti bahwa Hipotesis Nihil
yang menyatakan tidak adanya korelasi antara Variabel X dan Variabel Y itu
salah.

2.9.6 Contoh Cara Mencari (Menghitung) dan Memberikan


Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi “r” Product
Moment

a. Cara Mencari (menghitung) dan Memberikan Interpretasi terhadap


Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment untuk Data Tunggal, dimana
N kurang dari 30 dengan terlebih dahulu memperhitungkan Deviasi

Standarnya.
1) Rumus
Apabila dalam mencari Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment itu
perhitungannya didasarkan pada Deviasi Standar dari data yang sedang
dicari korelasinya, maka rumus yang diperlukan adalah sebagai berikut:
∑𝑥𝑦
rxy = 𝑁.𝑆𝐷
𝑥 𝑆𝐷𝑦
rxy = Angka Indeks Korelasi antara Variabel X dan Variabel Y
∑xy = Jumlah dari hasil perkalian antara deviasi skor-skor Variabel X
(yaitu:x) dari deviasi dari skor-skor Variabel Y (yaitu:y)
SDx = Deviasi Standar dari Variabel X
SDy = Deviasi Standar dari Variabel Y
N = Number of Cases

2) Langkah
Langkah yang perlu ditempuh adalah :
a. Menyiapkan Tabel Kerja atau Tabel Perhitungan, yang terdiri dari
delapan kolom. Pada Kolom 1 dimuat Subjek Penelitian; Kolom 2
memuat skor Variabel X; Kolom 3 memuat skor variabel Y; Kolom
4 memuat deviasi skor variabel Y; Kolom 4 memuat deviasi skor
variabel X terhadap Mean Groupnya (Mx); Kolom 5 memuat deviasi
skor variabel Y terhadap Mean-Groupnya (My); Kolom 6 memuat
hasil perkalian antara deviasi x dan deviasi y (Kolom 4 dikalikan
dengan kolom 5); Kolom 7 memuat hasil pengkuadrata deviasi x
(yaitu x2) dan Kolom 8 memuat hasil pengkuadratan deviasi y (yaitu
y2).

b. Menghitung Mean dari Variabel X (yaitu Mx) dengan menggunakan


rumus :
∑𝑋
Mx = 𝑁
c. Menghitung Mean dari Variabel Y (yaitu My) dengan menggunakan
rumus :
∑𝑌
My = 𝑁
d. Menghitung Deviasi Standar Variabel X (yaitu SDx) dengan
menggunakan rumus :

∑𝑋 2
SDx = √ 𝑁
e. Menghitung Deviasi Standar Variabel Y (yaitu SDy) dengan
menggunakan rumus :

∑𝑌 2
SDy = √ 𝑁
f. Menghitung Angka Indeks Korelasi antara Variabel X dan Variabel
Y(yaitu rxy) dengan menggunakan rumus :
∑𝑥𝑦
rxy = 𝑁.𝑆𝐷
𝑥 𝑆𝐷𝑦

3) Contoh Perhitungan
Misalkan dalam suatu penelitian yang dimaksudkan untuk
mengetahui apakah secara signifikan terdapat korelasi positif antara Nilai
Hasil Belajar para Mahasiswa di Fakultas (Variabel X) dan Nilai Hasil
Belajar mereka pada waktu berada di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(Variabel Y), dalam penelitian mana telah ditetapkan sebagai sampel
sejumlah 20 orang mahasiswa (N kurang dari 30), telah berhasil
dihimpun data berupa: Mean Nilai Hasil Belajar Para Mahasiswa
tersebut pada Ujian Semester dan Mean dari Nilai Hasil Belajar mereka
pada Ujian Akhir Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (sebagaimana
tercantum dalam STTB).
Kolom 1 : Nama Mahasiswa
Kolom 2 : Skor berupa Mean Nilai Hasil Ujian Semester (Variabel
X)
Kolom 3 : Skor berupa Mean Nilai Hasil yang tercantum pada STTB
SLTA (Variabel Y)
Kolom 4 : Deviasi Skor X (diberi lambang x)
Kolom 5 : Deviasi Skor Y (diberi lambang y)
Kolom 6 : Hasil perkalian deviasi x dan deviasi y (yaitu xy)
Kolom 7 : Hasil penguadratan deviasi x (yaitu x2)
Kolom 8 : Hasil penguadratan deviasi y (yaitu y2)
Langkah perhitungan pada Tabel 5.2 berturut-turut adalah sebagai
berikut:
a) Menjumlahkan subjek penelitian (Kolom 1); diperoleh N = 20
b) Menjumlahkan skor X (Kolom 2); diperoleh ∑X = 130,0
c) Menjumlahkan skor Y (Kolom 3); diperoleh ∑Y = 134,0
∑𝑋
d) Menghitung Mean Variabel X dengan rumus: Mx = , telah kita
𝑁
130,0
ketahui: ∑X = 130,0 dan N =20; jadi Mx = = 6,5
20
∑𝑌
e) Menghitung Mean Variabel Y dengan rumus: My = , telah kita ketahui:
𝑁
134,0
∑Y = 134,0 dan N =20; jadi My = = 6,7
20

f) Menghitung deviasi (penyimpangan) masing-masing skor X terhadap Mx


(Kolom 4), dengan rumus: x=X – Mx. Untuk mengecek apakah perhitungan
pada Kolom 4 itu sudah betul, semua deviasi x kita jumlahkan, hasilnya
harus sama dengan nol, atau ∑x = 0
g) Menghitung deviasi masing-masing skor Y terhadap My (Kolom 5), dengan
rumus: y=Y – My. Untuk mengecek apakah perhitungan pada Kolom 5 itu
sudah betul, semua deviasi y kita jumlahkan, hasilnya harus sama dengan
nol, atau ∑y = 0
h) Memperkalikan deviasi x dan deviasi y (Kolom 4 diperkalikan dengan
Kolom 5); hasilnya dapat diperiksa pada Kolom 6. Setelah selesai lalu
dijumlahkan, diperoleh ∑xy= 2,18
i) Menguadratkan seluruh deviasi x (Kolom 7); setelah selesai lalu
dijumlahkan, sehingga diperoleh ∑x2 = 5,86
j) Menguadratkan seluruh deviasi y (Kolom 8); setelah selesai dijumlahkan,
sehingga diperloeh ∑y2 = 8,42
k) Menghitung besarnya Deviasi Standar (SD) dari Variabel X, dengan rumus:
∑𝑋 2
SDx = √ 𝑁

Telah diketahui: ∑x2 = 5,86 sedangkan N = 20 jadi


5,86
SDx = √ 20 = √0,293 = 0,541

l) Menghitung besarnya Deviasi Standar (SD) dari Variabel Y, dengan rumus:


∑𝑌 2
SDy = √ 𝑁

Telah diketahui: ∑y2 = 8,42 sedangkan N = 20 jadi


8,42
SDy = √ 20 = √0,421 = 0,649

m) Mencari koefisien korelasi yang menunjukan kuat-lemahnya hubungan


antara variabel X dan variabel Y dengan menggunakan rumus:
∑𝑥𝑦
rxy = 𝑁.𝑆𝐷
𝑥 𝑆𝐷𝑦

Telah kita ketahui: ∑xy = 2,18; N= 20; SDx = 0,541; dan SDy =
0,649 dengan demikian
2,18 2,18
rxy = (20)(0,541)(0,649) = 7,02218 = 0,310

n) Memberikan interpretasi terhadap rxy atau ro


Seperti yang telah dikemukakan pada pembicaraan terdahulu, dalam
memberikan interpretasi terhadap rxy atau ro dapat kita tempuh dengan dua
macam cara,yaitu:
(1) Interpretasi secara Sederhana
Dari perhitungan diatas, telah berhasil kita perolah rxy sebesar 0,310. Jika
kita perhatikan, maka angka indeks korelasi yang telah kita peroleh itu tidak
bertanda negatif. Ini berarti korelasi antara Variabel X (Prestasi Studi di
Fakultas) dan Variabel Y (Prestasi Studi di SLTA) terdapat korelasi positif di
antara kedua variabel tersebut. Artinya : Para mahasiswa yang pada waktu
duduk di SLTA memiliki nilai hasil belajar yang baik, setelah berada di
fakultas juga dapat mencapai nilai hasil belajar yang baik; demikian
sebaliknya. Selanjutnya apabila kita lihat besarnya rxy yang kita peroleh itu
(yaitu =0,310) ternyata terletak antara 0,20 -0,40. Berdasarkan pedoman atau
ancar-ancar yang telah dikemukakan diatas kita dapat menyatakan bahwa
korelasi antara variabel X dan variabel Y itu adalah korelasi yang tergolong
lemah atau rendah. Dengan demikian, secara sederhana dapat kita berikan
interpretasi terhadap rxy tersebut, yaitu bahwa sekalipun trdapat korelasi positif
antara Variabel X dan Variabel Y, namun korelasi itu adalah korelasi yang
lemah (hubungan diantara kedua variabel itu lemah atau rendah).
(2) Interpretasi dengan menggunakan Tabel Nilai “r” Product Moment
Langkah I :
Merumuskan Hipotesis alternatifnya: “Ada (terdapat) korelasi positif yang
signifikan antara Variabel X dan Variabel Y.”
Langkah II:
Merumuskan Hipotesis nihilnya: “Tidak ada (tidak terdapat) korelasi positif
yang signifikan antara Variabel X dan Variabel Y.”
Langkah III:
Mencari df atau db, dengan rumus: df = N-nr
Mahasiswa yang kita teliti adalah 20 orang dengan demikian N=20.
Variabel yang kita cari korelasinya adalah Variabel X dan Variabel Y; adi
nr=2. Maka dfnya yaitu : df = 20 – 2 =18
Langkah IV:
Berkonsultasi pada Tabel Nilai “r” Product Moment. Dengan melihat Tabel
Nilai “r” Product Moment, maka dapat kita ketahui bahwa dengan df
sebesar 18, diperoleh “r” Product Moment pada taraf signifikansi 5% =
0,444 dan pada taraf signifikansi 1% = 0,561. Dengan istilah lain :
rt pada t.s. 5% = 0,444
rt pada t.s 1% = 0,561
Langkah V:
Membandingkan besarnya “rxy" atau “ro" dengan "rt". Seperti yang
diketahui ro yang kita peroleh adalah = 0,310, sedangkan rt masing-masing
sebesar 0,444 dan 0,561. Dengan demikian ternyata bahwa ro adalah lebih
kecil daripada rt baik pada taraf signifikansi 5% maupun pada taraf
signifikansi 1%. Karena ro lebih kecil dari pada rt ( baik pada taraf
signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%), maka Hipotesis
alternative ditolak, sedang Hipotesis nihil diterima atau disetujui.
Kesimpulan yang dapat kita tarik: Korelasi positif antara Prestasi Studi di
Fakultas dan Prestasi Studi di SLTA (secara matematik) disini bukanlah
merupakan korelasi positif yang meyakinkan.
b. Cara Mencari (Menghitung dan Memberikan Interpretasi terhadap
Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment untuk Data Tunggal dimana
N kurang dari 30, dengan tidak usah menghitung Deviasi Standarnya
1) Rumus
Rumus yang kita pergunakan adalah :
∑𝑥𝑦
rxy =
√(∑𝑥 2 )(∑𝑦 2 )
rxy = Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment
∑x2 = Jumlah deviasi skor X setelah terlebih dulu dikuadratkan
∑y2 = Jumlah deviasi skor Y setelah terlebih dulu dikuadratkan

2) Langkah
Langkah yang perlu ditempuh adalah :
a. Membuat Tabel Kerja atau Tabel Perhitungan, yang terdiri dari
delapan kolom: Kolom 1 : Subjek Penelitian;
Kolom 2 : Skor Variabel X;
Kolom 3 : Skor variabel Y;
Kolom 4 : Deviasi skor X terhadap Mx;diperoleh dengan rumus x
= X - Mx; Kolom 5 : Deviasi skor Y terhadap My;diperoleh dengan
rumus y = Y - MyKolom 6 : Hasil perkalian antara deviasi skor X
(yaitu x) dan deviasi skor y (yaitu y) = xy
Kolom 7 : Hasil pengkuadratan seluruh deviasi skor X (yaitu x2)
Kolom 8 : Hasil pengkuadratan seluruh deviasi skor Y (yaitu y2).

b. Menghitung Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment antara


Variabel X dan Variabel Y(yaitu rxy) dengan rumus :
∑𝑥𝑦
rxy =
√(∑𝑥 2 )(∑𝑦 2 )
c. Memberikan interpretasi terhadap rxy atau ro serta menarik
kesimpulannya, yang dapat dilakukan secara sederhana atau
dilakukan dengan jalan berkonsultasi pada tabel nilai “r” Product
Moment.

3) Contoh Perhitungan
Apabila data yang tercantum pada Tabel 5.1 dan telah dihitung
Angka Indeks Korelasinya melalui Tabel 5.2 itu kita pergunakan lagi
maka pada Tabel 5.2 telah berhasil kita peroleh :
∑xy = 2,18 (Lihat Kolom 6 lajur paling bawah)
∑x2 = 5,86 ( Lihat Kolom 7 lajur paling bawah)
∑y2 = 8,42 ( Lihat Kolom 8 lajur paling bawah)
Dengan mensubstitusikan ke dalam rumus kedua maka dapat kita
peroleh :
∑𝑥𝑦 2,18
rxy = =
√(∑𝑥 2 )(∑𝑦 2 ) √(5,86)(8,42)
2,18 2,18
= =
√49,4312 7,024

= 0,310 (Hasilnya persis sama dengan rumus pertama)


Interpretasi :
Karena rxy sebesar 0,310 itu telah kita berikan interpretasi (baik secara
sederhana maupun dengan jalan berkonsultasi pada Tabel Nilai “r” Product
Moment), maka cara pemberian interpretasinya pun sama dengan apa yang
telah dikemukakan diatas.

2.10 Teknik Korelasi Tata Jenjang (Rank Order Correlation)


2.10.1 Pengertiannya
Teknik Korelasi Tata Jenjang dalam dunia statistic dikenal sebagai Teknik
Analisis Korelasional yang paling sederhana jika dibandingkan dengan Teknik
Analisis Korelasional lainnya. Pada Teknik Korelasi Tata Jenjang ini, besar-kecil
atau kuat-lemahnya korelasi antara variabel yang sedang kita selidiki korelasinya,
kita ukur berdasarkan perbedaan urutan kedudukan skornya (rank of difference);
jadi bukan didasarkan pada skor hasil pengukuran yang sebenarnya.
Dengan kata lain, datanya adalah data ordinal atau data berjenjang atau data
urutan. Misalnya: siswa yang IQ-nya menempati jenjang (ranking) paling tinggi,
juga menempati jenjang paling tinggi dalam hal prestasi belajar Matematika; siswa
yang IQ-nya paling rendah, prestasi belajar Matematikanya juga menempati jenjang
yang paling rendah.

2.10.2 Penggunaanya
Teknik Analisis Korelasional Tata Jenjang ini dapat efektif digunakan apabila
subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian lebih dari Sembilan tetapi kurang dari
tigapuluh; dengan kata lain N antara 10-29. Karena itu apabila N sama dengan atau
lebih dari 30 , sebaliknya jangan digunakan teknik korelasi ini.
2.10.3 Lambangnya
Pada Teknik Korelasi Tata Jenjang ini angka indeks korelasinya
dilambangkan dengan huruf ρ (baca: Rho. Seperti halnya rxy maka angka indeks
korelasi ρ ini besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan ± 1,00.
2.10.4 Rumusnya
Untuk mencari (menghitung) ρ dipergunakan rumus sebagai berikut :
6∑𝐷2
ρ=1-
𝑁 (𝑁2 −1)

Atau
6∑𝐷2
ρ=1-
(𝑁3 −𝑁)
ρ = Angka Indeks Korelasi Tata Jenjang
6 & 1 = Bilangan Konstan (tidak boleh diubah-ubah)
D = Difference, yaitu perbedaan antara urutan skor pada variabel pertama (R1)
dan urutan skor pada variabel pertama (R1) dan urutan skor pada
vanabel kedua (R2); Jadi D = R1 - R2
N = Number of Cases, dalam hal ini adalah banyaknya pasangan yang sedang
dicari korelasinya.
2.10.5 Cara Memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks
Korelasi Tata Jenjang
Untuk memberikan interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Tata Jenjang,
terlebih dahulu kita rumuskan Hipotesis alternative dan Hipotesis Nol-nya:
Ha : Ada korelasi positif yang signifikan antara Variabel I dan Variabel II
Ho : Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara Variabel I dan Variabel II
Setelah diperoleh Angka Indeks Korelasi Tata Jenjangnya (yaitu : Rho), lalu
kita berikan interpretasi dengan menggunakan Tabel Nilai ρ dengan df = N, baik pada
taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%. Jika ρ yang kita peroleh
dalam perhitungan (yaitu ρo) sama dengan atau lebih besar daripada harga ρ yang
tercantum dalam Tabel (yaitu ρt), maka Hipotesis Nol ditolak; sebaliknya Hipotesis
alternative disetujui apabila ρo lebih kecil daripada ρt, maka hipotesis nol disetujui
sebaliknya Hipotesis alternative ditolak.
2.10.6. Contoh Cara Mencari (Menghitung) dan Memberikan
Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Tata Jenjang
Ada tiga macam cara mencari (menghitung) Rho, yaitu:
a. Dalam keadaan tidak terdapat urutan yang kembar
b. Dalam keadaan terdapat urutan yang kembar dua, dan
c. Dalam keadaan urutan yang kembar tiga buah atau lebih
Pada pembicaraan berikut akan dikemukakan contohnya satu per satu.
a. Cara mencari (menghitung) dan Memberikan Interpretasi terhadap Angka
Indeks Korelasi Tata Jenjang yang tidak terdapat urutan yang kembar
Misalkan sejumlah 10 orang mahasiswa yang dikenal sebagai tokoh penting
organisasi ekstrauniversiter di sebuah perguruan tinggi ditetapkan sebagai sampel
dalam penelitian yang antara lain bertujuan untuk mengetahui apakah memang secara
signifikan terdapat korelasi positif antara: keaktifan mereka dalam berorganisasi
ekstrauniversiter (Variabel I) dan prestasi studi mereka di fakultas (Variabel II)
Dari kegiatan penelitian tersebut, berhasil diperoleh data berupa skor yang
menunjukkan tingkat keaktifan para mahasiswa tersebut dalam organisasi
ekstrauniversiter, dan skor yang menunjukkan Mean Prestasi Studi mereka di
fakultas, sebagaimana terlihat pada Tabel 5.7
Langkah yang perlu ditempuh untuk mencari Angka Indeks Korelasi Rho
adalah sebagai berikut:
Langkah 1 : Menyiapkan Tabel Kerja atau Tabel Perhitungannya (Lihat Tabel 5.8
berikut ini)
Langkah 2 : Menetapkan urutan kedudukan skor yang terdapat pada Variabel I
(yaitu:R1) Lihat Kolom 5

Langkah 3 : Menetapkan urutan kedudukan skor yang terdapat pada Variabel II


(yaitu:R2) Lihat Kolom 6
Langkah 4 : Menghitung perbedaan urutan kedudukan untuk masing-masing
pasangan yang dikorelasikan (D = R1 – R2). Lihat Kolom 7. Jumlah D atau ∑D harus
sama dengan nol
Langkah 5 : Menguadratkan D (yaitu: D2) setelah selesai lalu dijumlahkan, sehingga
diperoleh ∑D2 = 312 (Lihat Kolom 8)
Langkah 6 : Menghitung Rho dengan rumus:
6∑𝐷2
ρ=1-
𝑁(𝑁2 −1)

telah kita ketahui ∑D2 = 312, sedangkan N= 10, dengan demikian:


60 𝑥 312 1872
ρ=1- =1- = 1 – 1,891 = -0,891
10(100−1) 990

Langkah 7 : Memberikan interpretasi terhadap Rho


Dari perhitungan diatas ternyata Rho kita peroleh sebesar -0,891.
Dengan melihat tanda yang terdapat didepan Angka Indeks Korelasi
tersebut (yaitu : tanda minus), maka hal ini mengandung arti bahwa
antara Keaktifan Berorganisasi Ekstra-Universiter dan Prestasi Studi di
Fakultas terdapat korelasi yang berlawanan arah (korelasi negative),
dalam arti: Makin aktif seorang mahasiswa dalam kegiatan organisasi
tersebut, diikuti dengan makin menurunnya Prestasi Belajar di Fakultas.
Selanjutnya, terhadap Rho sebesar 0,891 itu kita berdasarkan
interpretasi dengan berkonsultasi pada Tabel Nilai Rho, df = N = 10.
Dengan df sebesar 10, diperoleh Rhotabel. Karena itu Ho ditolak.
Kesimpulan kita: memang secara signifikan keaktifan dalam
organisasi ekstrauniversiter berkolerasi negative dengan prestasi studi
para mahasiswa tersebut di fakultas.
2.11 Teknik Korelasi Phi (Phi Coefficient Correlation)
2.11.1 Pengertiannya
Teknik Korelasi Phi adalah salah satu teknik analisis korelasional
yang dipergunakan apabila data yang dikorelasikan adalah data yang
benar-benar dikotomik (terpisah atau dipisahkan secara tajam); dengan
istilah lain: Variabel yang dikorelasikan itu adalah variabel diskrit murni;
misalnya : Laki-laki Perempuan, Hidup-Mati, Lulus-Tidak Lulus,
Menjadi Pengurus Organisasi-Tidak Menjadi Pengurus Organisasi,
Mengikuti Bimbingan Tes-Tidak Mengikuti Bimbingan Tes, dan
seterusnya. Apabila variabelnya bukan merupakan variabel diskrit dan
kita ingin menganalisis data, tersebut dengan menggunakan Teknik
Analisis Korelasional Phi, maka variabel tersebut terlebih dahulu harus
diubah menjadi Variabel Diskrit.
2.11.2 Lambangnya

Besar kecil, kuat-lemah, atau tinggi-rendahnya korelasi antar dua


variabel yang kita selidiki korelasinya, pada Teknik Korelasi Phi ini,
ditunjukkan oleh besar-kecilnya Angka Indeks Korelasi yang
dilambangkan dengan huruf φ (Phi). Seperti halnya rxy dan Rho, maka
φ besarnya juga berkisar antara 0,00 sampai dengan ±1,00.
2.11.3 Rumusnya

(𝑎𝑑−𝑏𝑐)
a. Rumus pertama : φ =
√(𝑎+𝑏)(𝑎+𝑐)(𝑏+𝑑)(𝑐+𝑑)

Rumus ini kita pergunakan apabila dalam menghitung atau mencari φ kita
mendasarkan diri pada frekuensi dari masing-masing sel yang terdapat dalam Tabel
Kerja (Tabel Perhitungan)

𝛼𝛿− 𝛽 𝛾
b. Rumus kedua : φ =
√(𝑝)(𝑞)(𝑝′ )(𝑞′ )

Rumus ini kita pergunakan apabila dalam menghitung φ kita mendasarkan diri
pada nilai proporsinya.

𝑋2
c. Rumus ketiga : φ√
𝑁

Rumus ketiga kita pergunakan apabila dalam mencari φ kita terlebih dahulu
menghitung harag Kai Kuadrat (X2); Kai kuadrat itu dapat diperoleh dengan rumus :

(𝑓𝑜 − 𝑓𝑡 )2
X2 = ∑
𝑓𝑡

fo = frekuensi yang diobservasi atau observed frequency, atau frekuensi yang


diperoleh dalam penelitian

ft = frekuensi teoritik atau theoritycal frequency, atau frekuensi secara teoritik.

2.11.4 Cara Memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi


Phi (φ)
Pada dasarnya, Phi merupakan Product Moment Correlation. Rumus untuk
menghitung Phi merupakan variasi dari rumus dasar Pearson sebagaimana yang telah
dikemukakan pada pembicaraan terdahulu, yaitu :
∑𝑥𝑦
rxy =
√(∑𝑥 2 )(∑𝑦 2 )

Berhubung dengan itu, maka Phi Coefficient itu dapat diinterprestasikan dengan
cara yang sama dengan “r” Product Moment dari Pearson.

2.11.5 Contoh Cara Mencari (Menghitung) Angka Indeks Korelasi


Phi
a. Cara Mencari Angka Indeks Korelasi Phi dengan mendasarkan diri pada
frekuensi dari masing-masing sel yang terdapat dalam Tabel Kerja (Tabel
Perhitungan)

Misalkan dalam suatu kegiatan penelitian yang antara lain bertujuan untuk
mengetahui secara signifikan terdapat korelasi antara kegiatan mengikuti Bimbingan
Tes yang dilakukan oleh para siswa lulusan SMTA dan Prestasi mereka dalam Tes
Seleksi
Penerimaan Calon Mahasiswa Baru (Sipenmaru), dalam penelitian mana telah
ditetapkan sampel sejumlah 100 orang lulusan SMTA, berhasil diperoleh data
sebagaimana tertera pada Tabel 5.13

Kita rumuskan lebih dahulu Ha dan Ho nya:

Ha : Ada korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para lulusan SMTA


dalam Bimbingan Tes dan keberhasilan mereka dalam Tes Sipenmaru

Ho : Tidak ada korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para lulusan


SMTA dalam Bimbingan Tes dan keberhasilan mereka dalam Tes
Sipenmaru

Karena Phi disini akan dihitung berlandaskan pada frekuensi selnya, maka masing
masing sel yang terdapat pada Tabel 5.13 itu kita persiapkan lebih dahulu menjadi
Tabel Perhitungan . Disini kita lihat frekuensi sel a=20; b=20; c=25 dan d=35.

Rumus yang kita pergunakan adalah :

(𝑎𝑑−𝑏𝑐)
Φ=
√(𝑎+𝑏)( 𝑎+𝑐)(𝑏+𝑑)(𝑐+𝑑)
Dengan mensubstitusikan a,b,c, dan d (yaitu frekuensi sel) ke dalam rumus, maka :

20 𝑥 35−20 𝑥 25
Φ=
√(20+2)(20+25)(20+35)(25+35)

700−500 200
= = = 0,082
5940000 2437,212

Interpretasi : φ disini kita anggap sebagai rxy

Df = N – nr = 100-2 = 98 (Konsultasi Tabel Nilai “r”). dalam tabel tidak dijumpai df


sebesar 98; karena itu kita pergunakan df sebesar 100. Dengan df sebesar 100,
diperoleh rtabel pada taraf signifikansi 5% = 0,195, sedangkan pada taraf signifikansi
1% = 0,254. Dengan demikian φ yang kita peroleh (yaitu 0,082) adalah lebih kecil
jika dibandingkan dengan rtabel (yaitu 0,195 dan 0,254). Dengan demikian Hipotesis
Nol diterima/disetujui. Berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara
keikutsertaan para siswa lulusan SMTA dalam Bimbingan Tes, dan Prestasi yang
mereka capai dalam Tes Sipenmaru. Dengan memperhatikan kembali frekuensi sel
dalam Tabel 5.14 dapat kita tarik kesimpulannya bahwa keberhasilan para siswa
lulusan SMTA dalam Tes Sipenmaru itu secara signifikan tidak ada hubungannya
(tidak dipengaruhi) oleh ikut tidaknya mereka dalam kegiatan Bimbingan Tes Masuk
Perguruan Tinggi.

2.12 Teknik Korelasi Koefisien Kontingensi

2.12.1 Pengertiannya
Teknik Korelasi Koefisien Kontingensi (Contigency Coefficient Correlation)
adalah salah satu Teknik Analisis Korelasional Bivariat, yang dua buah variabel yang
dikorelasikan adalah berbentuk kategori atau merupakan gejala ordinal. Misalnya :
Tingkat Pendidikan :Tinggi, Menengah, Rendah : Pemahaman terhadap ajaran
Agama Islam: Baik, Cukup, Kurang, dan sebagainya.
Apabila variabel itu hanya terbagi menjadi dua kategori, dan kedua kategori
itu sifatnya diskrit (terpisah menjadi dua kutub yang ekstrem), maka selain
menggunakan Teknik Analisis Korelasional Koefisien Kontingensi, dapat pula
dipergunakan Teknik Analisis Korelasional Koefisien Kontingensi, dapat pula
dipergunakan Teknik Analisis Korelasional Phi Koefisien. Akan tetapi apabila
kategori itu lebih dari dua buah, maka Teknik Analisis Korelasional Phi Koefisien
tidak dapat diterapkan disini.
2.12.2 Lambangnya
Kuat-lemah, tinggi-rendah, atau besar-kecilnya korelasi antar dua variabel
yang sedang kita selidiki korelasinya, dapat diketahui dari besar-kecilnya angka
Indeks korelasi yang disebut Coefficient Contingency, yang umumnya diberi lambing
dengan huruf C atau KK (singkatan dari Koefisien Kontingensi).
2.12.3 Rumusnya
Rumus untuk mencari Koefisien Korelasi Kontingensi adalah :
𝑋2
C=
𝑋 2 +𝑁

X2 dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :


(𝑓𝑜 −𝑓𝑡 )2
X2 = ∑
𝑓𝑡

2.12.4 Cara Memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi


Kontingensi

Pemberian interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Kontingensi C atau KK


itu adalah dengan jalan terlebih dahulu mengubah harga C menjadi Phi, dengan
mempergunakan rumus sebagai berikut :

𝐶
Φ=
√1− 𝐶 2

Setelah harga φ diperoleh, selanjutnya kita konsultasikan dengan Tabel Nilai


“r” Product Moment dengan df sebesar N – nr. Jika Angka Indeks Korelasi yang kita
peroleh dalam perhitungan (dalam hal ini adalah C yang telah diubah menjadi Phi dan
“dianggap” rxy) itu sama dengan atau lebih besar daripada rtabel, maka Hipotesis nihil
ditolak dan apabila lebih kecil daripada rtabel maka Hipotesis nihil diterima atau
disetujui.

2.12.5 Contoh Cara Mencari (Menghitung) Angka Indeks Korelasi


Kontingensi

Misalkan akan diteliti, apakah terdapat korelasi positif yang signifikan antara
semangat berolah raga dan kegairahan belajar. Sejumlah 200 orang subjek ditetapkan
sebagai sampel penelitian. Hasil pengumpulan data menunjukkan angka sebagaimana
tertera pada Tabel 5.19

Karena Angka Indeks Korelasi Kontingensi C atau KK itu harus dihitung


dengan Kai Kuadrat, maka langkah pertama yang harus kita temput adalah
mengetahui besarnya Kai Kuadrat tersebut. Untuk keperluan itu kita siapkan Tabel
Kerjanya.
(𝑓𝑜 −𝑓𝑡 )2
Dari tabel 5.20 telah berhasil kita peroleh ∑ = 18,7194 karena itu Kai
𝑓𝑡

Kuadrat (X2) = 18,7194. Setelah harga Kai Kuadrat kita ketahui, maka selanjutnya
kita substitusikan ke dalam rumus Koefisien Kontingensi :

𝑋2 18,7194
C atau KK = C =√ =√
𝑋 2 +𝑁 18,7194+200

18,7194
=√ = √0,0856 = 0,293
218,7194

Interpretasi :
Ha = Ada korelasi positif yang signifikan antara semangat berolahraga dan
kegairahan belajar
Ho = Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara semangat berolahraga
dan kegairahan belajar.

Untuk memberikan interpretasi terhadap C atau KK itu, harga C terlebih


dahulu kita ubah menjadi Phi (φ), dengan rumus :
𝐶
Φ=
√1− 𝐶 2
0,293 0,293
Φ= 2
=
√1− (0.293) √1− 0,086
0,293 0,293
= = = 0,306
√0,914 0,956

Selanjutnya harga φ yang telah kitga peroleh itu kita konsultasikan dengan
Tabel Nilai “r” Product Moment, dengan terlebih dahulu mencari df-nya : df = N –nr
= 200 – 2 = 198 (Dalam Tabel Nilai “r” Product Moment tidak diperoleh df sebesar
198, karena itu digunakan df sebesar 200). Dengan df sebesar 200, diperoleh harga r-
tabel pada taraf signifikasi 5% = 0,138; sedangkan pada taraf signifikasi 1% diperoleh
harga rtabel = 0,181.
Dengan demikian φ (yang berasal dari perubahan terhadap C itu) lebih
besar daripada rtabel baik pada taraf signifikasi 5% maupun1 %. Dengan ini maka
Hipotesis Nol ditolak; berarti ada korelasi positif yang signifikan antara semangat
berolahraga dan kegairahan belajar: makin besar semangat berolahraga tumbuh dalam
diri anak, diikuti dengan semakin besarnya kegairahan belajar mereka.
Sebagai catatan tambahan perlu kiranya dikemukakan disini bahwa dalam
rangka mengubah harga C menjadi φ (untuk diberikan interpretasi dengan
menggunakan Tabel Nilai “r” Product Moment itu) ada cara lain yang dapat
digunakan yaitu dengan menggunakan rumus :

𝑋2
Φ= √
𝑁

Diatas tadi telah kita peroleh harga Kai Kuadrat =18,7194; jika harga Kai
Kuadrat itu kita substitusikan ke dalam rumus di atas, maka :

𝑋2 18,7194
Φ= √ =√ = √0,0903597
𝑁 200

= 0,306 (Hasilnya persis sama)

2.13 teknik Korelasi Poin Biserial


2.13.1 Pengertian dan Penggunaannya

Tenik Korelasi Point Biserial (Point Biserial Correlation) adalah salah satu
Teknik Analisis Korelasional Bivariat yang biasa dipergunakan untuk mencari
korelasi antara dua variabel: Variabel I berbentuk Variabel Kontinum (misalnya :
skor hasil tes), sedangkan Variabel II berbentuk Variabel Diskrit Murni (misalnya
betul atau salahnya calon dalam menjawab butir-butir soal tes).
Teknik Analisis Korelasional Poin Biserial ini juga dapat dipergunakan
untuk menguji validity item(validitas soal) yang telah diajukan dalam tes, dimana
skor hasil tes untuk tiap butir soal dikorelasikan dengan skor hasil tes secara totalitas.

2.13.2 Lambangnya
Angka Indeks Korelasi yang menunjukkan keeratan hubungan antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain, pada Teknik Korelasi ini dilambangkan dengan
rpbi.

2.13.3 Rumusnya
Rumus untuk mencari Angka Indeks Korelasi Poin Biserial rpbi adalah :

𝑀𝑝 − 𝑀𝑡 𝑝
rpbi = √𝑞
𝑆𝐷𝑡

rpbi = Angka Indeks Korelasi Poin Biserial


Mp = Mean (Nilai Rata-Rata Hitung
Mt = Mean skor total
SDt = Deviasi Standar Total
P = Proporsi peserta tes

2.13.4 Cara Memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi


Poin Biserial
Untuk memberikan interpretasi terhadap rpbi, kita pergunakan tabel Nilai “r”
Product Moment dengan terlebih dahulu mencari dfnya (df = N –nr). Jika rpbi yang
kita peroleh dalam perhitungan ternyata sama dengan atau lebih besar daripada rtabel,
maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kedua variabel yang sedang kita cari
korelasinya, ternyata secara signifikan memang berkolerasi. Jika rpbi lebih kecil dari
pada rtabel berarti tidak ada korelasi yang signifikan.
2.13.5 Contoh Cara Mencari (Menghitung) Angka Indeks Korelasi Poin
Biserial
Misalkan dalam suatu penelitian yang antara lain bertujuan untuk menguji
validitas soal yang telah dikeluarkan dalam tes (bila soal yang dikeluarkan dalam tes
tersebut berbentuk tes objektif) sejumlah 10 orang calon (testee) dihadapkan kepada
10 butir soal; skor yang berhasil dicapai oleh testee adalah sebagai berikut : (Catatan
: pada contoh ini testee yang menjawab butir soal dengan betul diberi skor 1,
sedangkan testee yang menjawab salah diberi skor 0. (Lihat Tabel 5.21) .

Bertitik tolak dari data yang tercantum pada Tabel 5.21 itu, kita ingin menguji
validitas butir soal nomor 1 dan nomor 10. Untuk keperluan tersebut Tabel 5.21 kita
kutip kembali dan kita persiapkan guna mengetahui besarnya Mp,Mt,p,q, dan SD :
Langkah pertama : Mencari Mean total (Mt) dengan rumus :
∑𝑋𝑡
Mt =
𝑁
60
=
10

=6
Langkah kedua: Mencari Deviasi Standar total (SDt) dengan rumus :
Marilah berturut-turut kita uji validitas soal nomor 1 dan validitas soal nomor 10 .
1. Menguji validitas soal nomor 1 :
Diketahui : Mt = 6
SDt = 1,897
P = 0,7
q = 0,3
Mencari Mp :
6+4+9+8+8+6+3 44
Mp = = = 6,286
7 7
Interpretasi : df = N-nr = 10 -2 =8
Dengan df sebesar 8 diperoleh harga rtabel pada taraf signifikasi 5% sebesar
0,632 sedangkan pada taraf signifikasi 1% sebesar 0,765. Karena rpbi yang
kita peroleh jauh lebih kecil dibandingkan dengan rtabel maka dapat
disimpulkan bahwa butir soal nomor 1 adalah invalid atau tidak valid.
2. Menguji validitas soal nomor 10
Diketahui : Mt = 6
SDt = 1,897
P = 0,6
q = 0,4
Kita cari lebih dahulu Mp :

Ternyata untuk butir soal nomor 10, rpbi yang kita peroleh adalah lebih besar
dari rtabel baik pada taraf signifikasi 5 (rt = 0,632) maupun pada taraf
signifikasi 1% dimana rt = 0,765) dengan demikian dapat kita simpulkan
bahwa butir soal nomor 10 itu telah memiliki validitas yang baik

Anda mungkin juga menyukai