PEMBAHASAN
2.5.2 Lambangnya
Angka Korelasi biasa diberi lambing dengan huruf tertentu; misalnya rxy
sebagai lambing koefisien korelasi pada Teknik Korelasi Product Moment,ρ
(baca:Rho) sebagai lambing koefisien korelasi pada Teknik Korelasi Tata Jenjang,φ
(Baca: Phi) sebagai lambing koefisien korelasi pada Teknik Korelasi Phi C atau KK
sebagai lambing koefisien korelasi pada Teknik Korelasi Kontingensi dan lain-lain.
2.5.3 Besarnya
Angka korelasi itu besarnya berkisar antara 0 (nol) sampai dengan ± 1,00;
artinya bahwa angka korelasi itu paling tinggi adalah ± 1,00 dan paling rendah adalah
0. Jika dalam perhitungan diperoleh angka korelasi lebih dari 1,00 hal itu merupakan
petunjuk bahwa dalam perhitungan tersebut telah terjadi kesalahan.
2.5.4 Tandanya
Antara variabel X dan variabel Y dikatakan tidak ada korelasinya jika angka
indeks korelasinya=0. Tanda “plus” dan “minus” yang terdapat didepan angka indeks
korelasi itu bukanlah tanda aljabar.
Tanda plus yang terdapat didepan angka indeks korelasi memberikan petunjuk
bahwa korelasi itu adalah korelasi positif (korelasi searah). Sedangkan tanda minus
yang terdapat didepan angka indeks korelasi memberikan petunjuk bahwa korelasi itu
adalah korelasi negatif (korelasi berlawanan arah). Dengan tanda “minus” yang
terdapat didepan angka indeks korelasi tidak dapat diartikan bahwa korelasi
antarvariabel itu besarnya kurang dari nol, sebab angka korelasi yang paling kecil
adalah nol.
2.5.5 Sifatnya
Angka indeks korelasi yang diperoleh dari proses perhitungan itu sifatnya
relative, yaitu angka yang fungsinya melambangkan indeks hubungan antarvariabel
yang dicari korelasinya. Jadi angka indeks korelasi itu bukanlah angka yang bersifat
eksak, atau angka yang merupakan ukuran pada skala linear yang memiliki unit-unit
yang sama besar, sebagaimana yang terdapat pada mistar pengukur panjang (mistar
penggaris).
Bertahun-tahun yang lalu, para penulis metode penelitian mene- tapkan penelitian
korelasional sebagai salah satu "rancangan" kuan titatif (misalnya, lihat Campbell &
Stanley, 1963). Dengan aplikasi canggih dan prosedur korelasi eksplisit, penelitian
korelasional berhak mengambil tempat di antara rancangan kita di bidang pe- nelitian
kuantitatif. Kedua rancangan korelasi utamanya adalah eksplanasi (penjelasan) dan
prediksi.
Oleh karena salah satu tujuan utama bentuk penelitian korelasional ini adalah untuk
menjelaskan keterkaitan di antara variabel, kita menggunakan istilah pendisian
eksplanatorik dalam diskusi ini. Rancangan penelitian eksplanatorsk adalah suatu
rancangan korelasional yang menarik bagi peneliti terhadap sejauh mana dua variabel
(atau lebih) itu berkovariasi, artinya, perubahan yang terjadi pada salah satu
variabelitu tereflesi dalam perubahan pada variabel lainnya. Rancangan eksplanatorik
terdiri atas hubungan sederhana antara dua variabel (misalnya, selera humor dan
penampilan dalam drama) atau lebih dari dua variabel (misalnya, tekanan dari teman
atau perasaan terasing yang berkontribusi pada binge drinking [minum minuman
keras secara berlebihan]).
Dalam hal ini peneliti mencoba mengantisipasi hasil dengan menggunakan variabel
tertentu sebagai prediktor. Maksud rancangan penelitian prediksi adalah untuk
mengidentifikasi variabel yang akan memprediksi suatu hasil atau kriteria. Dalam
bentuk penelitian ini, peneliti mengidentifikasi satu variabel prediktor atau lebih dan
suatu variabel kriteria (atau hasil). Variabel prediktor adalah variabel yang digunakan
untuk meramalkan ten- tang suatu hasil dalam penelitian korelasional. Hasil yang
diprediksi dalam penelitian korelasional disebut variabel kriteria. Untuk
mengidentifikasi suatu penelitian prediksi, lihat ciri-ciri khusus di bawah ini:
Penelitian prediksi akan melaporkan korelasi dengan meng- gunakan uji statistik
korelasi, tetapi penelitian prediksi itu bisa memasukkan prosedur-prosedur statistik
yang lebih maju.
2.9.2 Penggunaannya
a. Variabel yang kita korelasikan berbentuk gejala atau data yang bersifat
kontinu.
b. Sampel yang diteliti mempunyai sifat homogen, atau setidak-tidaknya
mendekati homogen.
c. Regresinya merupakan regresi linear.
Ada beberapa macam cara yang dapat dipergunakan untuk mencari angka
indeks korelasi Product Moment.
Apabila data yang kita hadapi Data Tunggal (Ungrouped data), sedangkan
Number of Cases-nya kurang dari 30 dengan istilah lain: sampel yang diteliti
merupakan sampel kecil, maka seperti yang dikemukakan oleh Henry E. Garret, Ph.D
angka indeks korelasi Product Moment (rxy) dapat dihitung dengan menggunakan
enam cara, yaitu : (1) Dengan cara menghitung Deviasi Standarnya lebih dahulu, (2)
Dengan cara yang lebih tingkat, yaitu tanpa menghitung Deviasi Standarya, (3)
Dengan cara memperhitungkan skor-skorf aslinya atau ukuran-ukuran kasarnya, (4)
Dengan cara memperhitungkan Mean-nya (yaitu mencari Nilai rata-rata Hitung dari
variabel-variabel yang dicari korelasinya), (5) Dengan cara memperhitungkan selisih
deviasi dan variabel-variabel yang dikorelasikan, terhadap Meannya, dan (6) Dengan
cara memperhitungkan selisih dari masing-masing skor aslinya atau angka kasarnya.
Adapun untuk Data Tunggal yang Number of Cases-nya 30 atau lebih dari 30,
dan untuk Data Kelompakan (Grouped Data), angka indeks korelasi rxy dapat
diperoleh dengan bantuan sebuah peta atau diagram.
Apabila cara kedua ini yang kita tempuh, maka prosedur yang kita lalui secar
berturut-turut adalah sebagai berikut:
2) Menguji kebenaran atau kepalsuan dari hipotesis yang telah kita ajukan
diatas tadi. (Maksudnya : Manakah yang benar H ataukah Ho?), dengan
jalan memperbandingkan besarnya “r” yang telah diperoleh dalam proses
perhitungan atau”r” observasi (ro) dengan besarnya “r” yang tercantum
dalam Tabel Nilai “r” Product Moment (rt), dengan terlebih dahulu
mencari derajat bebasnya (db) atau degrees of freedom-nya (df) yang
rumusnya adalah sebagai berikut :
df = N – nr
df = degrees of freedom
N = Number of Cases
nr = banyaknya variabel yang kita korelasikan (karena teknik analisis
korelasi yang kita bicarakan disini adalah teknik analisis korelasional
bivariate, maka nr akan selalu =2, sebab variabel yang kita korelasikan
hanya dua buah).
Standarnya.
1) Rumus
Apabila dalam mencari Angka Indeks Korelasi “r” Product Moment itu
perhitungannya didasarkan pada Deviasi Standar dari data yang sedang
dicari korelasinya, maka rumus yang diperlukan adalah sebagai berikut:
∑𝑥𝑦
rxy = 𝑁.𝑆𝐷
𝑥 𝑆𝐷𝑦
rxy = Angka Indeks Korelasi antara Variabel X dan Variabel Y
∑xy = Jumlah dari hasil perkalian antara deviasi skor-skor Variabel X
(yaitu:x) dari deviasi dari skor-skor Variabel Y (yaitu:y)
SDx = Deviasi Standar dari Variabel X
SDy = Deviasi Standar dari Variabel Y
N = Number of Cases
2) Langkah
Langkah yang perlu ditempuh adalah :
a. Menyiapkan Tabel Kerja atau Tabel Perhitungan, yang terdiri dari
delapan kolom. Pada Kolom 1 dimuat Subjek Penelitian; Kolom 2
memuat skor Variabel X; Kolom 3 memuat skor variabel Y; Kolom
4 memuat deviasi skor variabel Y; Kolom 4 memuat deviasi skor
variabel X terhadap Mean Groupnya (Mx); Kolom 5 memuat deviasi
skor variabel Y terhadap Mean-Groupnya (My); Kolom 6 memuat
hasil perkalian antara deviasi x dan deviasi y (Kolom 4 dikalikan
dengan kolom 5); Kolom 7 memuat hasil pengkuadrata deviasi x
(yaitu x2) dan Kolom 8 memuat hasil pengkuadratan deviasi y (yaitu
y2).
∑𝑋 2
SDx = √ 𝑁
e. Menghitung Deviasi Standar Variabel Y (yaitu SDy) dengan
menggunakan rumus :
∑𝑌 2
SDy = √ 𝑁
f. Menghitung Angka Indeks Korelasi antara Variabel X dan Variabel
Y(yaitu rxy) dengan menggunakan rumus :
∑𝑥𝑦
rxy = 𝑁.𝑆𝐷
𝑥 𝑆𝐷𝑦
3) Contoh Perhitungan
Misalkan dalam suatu penelitian yang dimaksudkan untuk
mengetahui apakah secara signifikan terdapat korelasi positif antara Nilai
Hasil Belajar para Mahasiswa di Fakultas (Variabel X) dan Nilai Hasil
Belajar mereka pada waktu berada di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(Variabel Y), dalam penelitian mana telah ditetapkan sebagai sampel
sejumlah 20 orang mahasiswa (N kurang dari 30), telah berhasil
dihimpun data berupa: Mean Nilai Hasil Belajar Para Mahasiswa
tersebut pada Ujian Semester dan Mean dari Nilai Hasil Belajar mereka
pada Ujian Akhir Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (sebagaimana
tercantum dalam STTB).
Kolom 1 : Nama Mahasiswa
Kolom 2 : Skor berupa Mean Nilai Hasil Ujian Semester (Variabel
X)
Kolom 3 : Skor berupa Mean Nilai Hasil yang tercantum pada STTB
SLTA (Variabel Y)
Kolom 4 : Deviasi Skor X (diberi lambang x)
Kolom 5 : Deviasi Skor Y (diberi lambang y)
Kolom 6 : Hasil perkalian deviasi x dan deviasi y (yaitu xy)
Kolom 7 : Hasil penguadratan deviasi x (yaitu x2)
Kolom 8 : Hasil penguadratan deviasi y (yaitu y2)
Langkah perhitungan pada Tabel 5.2 berturut-turut adalah sebagai
berikut:
a) Menjumlahkan subjek penelitian (Kolom 1); diperoleh N = 20
b) Menjumlahkan skor X (Kolom 2); diperoleh ∑X = 130,0
c) Menjumlahkan skor Y (Kolom 3); diperoleh ∑Y = 134,0
∑𝑋
d) Menghitung Mean Variabel X dengan rumus: Mx = , telah kita
𝑁
130,0
ketahui: ∑X = 130,0 dan N =20; jadi Mx = = 6,5
20
∑𝑌
e) Menghitung Mean Variabel Y dengan rumus: My = , telah kita ketahui:
𝑁
134,0
∑Y = 134,0 dan N =20; jadi My = = 6,7
20
Telah kita ketahui: ∑xy = 2,18; N= 20; SDx = 0,541; dan SDy =
0,649 dengan demikian
2,18 2,18
rxy = (20)(0,541)(0,649) = 7,02218 = 0,310
2) Langkah
Langkah yang perlu ditempuh adalah :
a. Membuat Tabel Kerja atau Tabel Perhitungan, yang terdiri dari
delapan kolom: Kolom 1 : Subjek Penelitian;
Kolom 2 : Skor Variabel X;
Kolom 3 : Skor variabel Y;
Kolom 4 : Deviasi skor X terhadap Mx;diperoleh dengan rumus x
= X - Mx; Kolom 5 : Deviasi skor Y terhadap My;diperoleh dengan
rumus y = Y - MyKolom 6 : Hasil perkalian antara deviasi skor X
(yaitu x) dan deviasi skor y (yaitu y) = xy
Kolom 7 : Hasil pengkuadratan seluruh deviasi skor X (yaitu x2)
Kolom 8 : Hasil pengkuadratan seluruh deviasi skor Y (yaitu y2).
3) Contoh Perhitungan
Apabila data yang tercantum pada Tabel 5.1 dan telah dihitung
Angka Indeks Korelasinya melalui Tabel 5.2 itu kita pergunakan lagi
maka pada Tabel 5.2 telah berhasil kita peroleh :
∑xy = 2,18 (Lihat Kolom 6 lajur paling bawah)
∑x2 = 5,86 ( Lihat Kolom 7 lajur paling bawah)
∑y2 = 8,42 ( Lihat Kolom 8 lajur paling bawah)
Dengan mensubstitusikan ke dalam rumus kedua maka dapat kita
peroleh :
∑𝑥𝑦 2,18
rxy = =
√(∑𝑥 2 )(∑𝑦 2 ) √(5,86)(8,42)
2,18 2,18
= =
√49,4312 7,024
2.10.2 Penggunaanya
Teknik Analisis Korelasional Tata Jenjang ini dapat efektif digunakan apabila
subjek yang dijadikan sampel dalam penelitian lebih dari Sembilan tetapi kurang dari
tigapuluh; dengan kata lain N antara 10-29. Karena itu apabila N sama dengan atau
lebih dari 30 , sebaliknya jangan digunakan teknik korelasi ini.
2.10.3 Lambangnya
Pada Teknik Korelasi Tata Jenjang ini angka indeks korelasinya
dilambangkan dengan huruf ρ (baca: Rho. Seperti halnya rxy maka angka indeks
korelasi ρ ini besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan ± 1,00.
2.10.4 Rumusnya
Untuk mencari (menghitung) ρ dipergunakan rumus sebagai berikut :
6∑𝐷2
ρ=1-
𝑁 (𝑁2 −1)
Atau
6∑𝐷2
ρ=1-
(𝑁3 −𝑁)
ρ = Angka Indeks Korelasi Tata Jenjang
6 & 1 = Bilangan Konstan (tidak boleh diubah-ubah)
D = Difference, yaitu perbedaan antara urutan skor pada variabel pertama (R1)
dan urutan skor pada variabel pertama (R1) dan urutan skor pada
vanabel kedua (R2); Jadi D = R1 - R2
N = Number of Cases, dalam hal ini adalah banyaknya pasangan yang sedang
dicari korelasinya.
2.10.5 Cara Memberikan Interpretasi terhadap Angka Indeks
Korelasi Tata Jenjang
Untuk memberikan interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Tata Jenjang,
terlebih dahulu kita rumuskan Hipotesis alternative dan Hipotesis Nol-nya:
Ha : Ada korelasi positif yang signifikan antara Variabel I dan Variabel II
Ho : Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara Variabel I dan Variabel II
Setelah diperoleh Angka Indeks Korelasi Tata Jenjangnya (yaitu : Rho), lalu
kita berikan interpretasi dengan menggunakan Tabel Nilai ρ dengan df = N, baik pada
taraf signifikansi 5% maupun pada taraf signifikansi 1%. Jika ρ yang kita peroleh
dalam perhitungan (yaitu ρo) sama dengan atau lebih besar daripada harga ρ yang
tercantum dalam Tabel (yaitu ρt), maka Hipotesis Nol ditolak; sebaliknya Hipotesis
alternative disetujui apabila ρo lebih kecil daripada ρt, maka hipotesis nol disetujui
sebaliknya Hipotesis alternative ditolak.
2.10.6. Contoh Cara Mencari (Menghitung) dan Memberikan
Interpretasi terhadap Angka Indeks Korelasi Tata Jenjang
Ada tiga macam cara mencari (menghitung) Rho, yaitu:
a. Dalam keadaan tidak terdapat urutan yang kembar
b. Dalam keadaan terdapat urutan yang kembar dua, dan
c. Dalam keadaan urutan yang kembar tiga buah atau lebih
Pada pembicaraan berikut akan dikemukakan contohnya satu per satu.
a. Cara mencari (menghitung) dan Memberikan Interpretasi terhadap Angka
Indeks Korelasi Tata Jenjang yang tidak terdapat urutan yang kembar
Misalkan sejumlah 10 orang mahasiswa yang dikenal sebagai tokoh penting
organisasi ekstrauniversiter di sebuah perguruan tinggi ditetapkan sebagai sampel
dalam penelitian yang antara lain bertujuan untuk mengetahui apakah memang secara
signifikan terdapat korelasi positif antara: keaktifan mereka dalam berorganisasi
ekstrauniversiter (Variabel I) dan prestasi studi mereka di fakultas (Variabel II)
Dari kegiatan penelitian tersebut, berhasil diperoleh data berupa skor yang
menunjukkan tingkat keaktifan para mahasiswa tersebut dalam organisasi
ekstrauniversiter, dan skor yang menunjukkan Mean Prestasi Studi mereka di
fakultas, sebagaimana terlihat pada Tabel 5.7
Langkah yang perlu ditempuh untuk mencari Angka Indeks Korelasi Rho
adalah sebagai berikut:
Langkah 1 : Menyiapkan Tabel Kerja atau Tabel Perhitungannya (Lihat Tabel 5.8
berikut ini)
Langkah 2 : Menetapkan urutan kedudukan skor yang terdapat pada Variabel I
(yaitu:R1) Lihat Kolom 5
(𝑎𝑑−𝑏𝑐)
a. Rumus pertama : φ =
√(𝑎+𝑏)(𝑎+𝑐)(𝑏+𝑑)(𝑐+𝑑)
Rumus ini kita pergunakan apabila dalam menghitung atau mencari φ kita
mendasarkan diri pada frekuensi dari masing-masing sel yang terdapat dalam Tabel
Kerja (Tabel Perhitungan)
𝛼𝛿− 𝛽 𝛾
b. Rumus kedua : φ =
√(𝑝)(𝑞)(𝑝′ )(𝑞′ )
Rumus ini kita pergunakan apabila dalam menghitung φ kita mendasarkan diri
pada nilai proporsinya.
𝑋2
c. Rumus ketiga : φ√
𝑁
Rumus ketiga kita pergunakan apabila dalam mencari φ kita terlebih dahulu
menghitung harag Kai Kuadrat (X2); Kai kuadrat itu dapat diperoleh dengan rumus :
(𝑓𝑜 − 𝑓𝑡 )2
X2 = ∑
𝑓𝑡
Berhubung dengan itu, maka Phi Coefficient itu dapat diinterprestasikan dengan
cara yang sama dengan “r” Product Moment dari Pearson.
Misalkan dalam suatu kegiatan penelitian yang antara lain bertujuan untuk
mengetahui secara signifikan terdapat korelasi antara kegiatan mengikuti Bimbingan
Tes yang dilakukan oleh para siswa lulusan SMTA dan Prestasi mereka dalam Tes
Seleksi
Penerimaan Calon Mahasiswa Baru (Sipenmaru), dalam penelitian mana telah
ditetapkan sampel sejumlah 100 orang lulusan SMTA, berhasil diperoleh data
sebagaimana tertera pada Tabel 5.13
Karena Phi disini akan dihitung berlandaskan pada frekuensi selnya, maka masing
masing sel yang terdapat pada Tabel 5.13 itu kita persiapkan lebih dahulu menjadi
Tabel Perhitungan . Disini kita lihat frekuensi sel a=20; b=20; c=25 dan d=35.
(𝑎𝑑−𝑏𝑐)
Φ=
√(𝑎+𝑏)( 𝑎+𝑐)(𝑏+𝑑)(𝑐+𝑑)
Dengan mensubstitusikan a,b,c, dan d (yaitu frekuensi sel) ke dalam rumus, maka :
20 𝑥 35−20 𝑥 25
Φ=
√(20+2)(20+25)(20+35)(25+35)
700−500 200
= = = 0,082
5940000 2437,212
2.12.1 Pengertiannya
Teknik Korelasi Koefisien Kontingensi (Contigency Coefficient Correlation)
adalah salah satu Teknik Analisis Korelasional Bivariat, yang dua buah variabel yang
dikorelasikan adalah berbentuk kategori atau merupakan gejala ordinal. Misalnya :
Tingkat Pendidikan :Tinggi, Menengah, Rendah : Pemahaman terhadap ajaran
Agama Islam: Baik, Cukup, Kurang, dan sebagainya.
Apabila variabel itu hanya terbagi menjadi dua kategori, dan kedua kategori
itu sifatnya diskrit (terpisah menjadi dua kutub yang ekstrem), maka selain
menggunakan Teknik Analisis Korelasional Koefisien Kontingensi, dapat pula
dipergunakan Teknik Analisis Korelasional Koefisien Kontingensi, dapat pula
dipergunakan Teknik Analisis Korelasional Phi Koefisien. Akan tetapi apabila
kategori itu lebih dari dua buah, maka Teknik Analisis Korelasional Phi Koefisien
tidak dapat diterapkan disini.
2.12.2 Lambangnya
Kuat-lemah, tinggi-rendah, atau besar-kecilnya korelasi antar dua variabel
yang sedang kita selidiki korelasinya, dapat diketahui dari besar-kecilnya angka
Indeks korelasi yang disebut Coefficient Contingency, yang umumnya diberi lambing
dengan huruf C atau KK (singkatan dari Koefisien Kontingensi).
2.12.3 Rumusnya
Rumus untuk mencari Koefisien Korelasi Kontingensi adalah :
𝑋2
C=
𝑋 2 +𝑁
𝐶
Φ=
√1− 𝐶 2
Misalkan akan diteliti, apakah terdapat korelasi positif yang signifikan antara
semangat berolah raga dan kegairahan belajar. Sejumlah 200 orang subjek ditetapkan
sebagai sampel penelitian. Hasil pengumpulan data menunjukkan angka sebagaimana
tertera pada Tabel 5.19
Kuadrat (X2) = 18,7194. Setelah harga Kai Kuadrat kita ketahui, maka selanjutnya
kita substitusikan ke dalam rumus Koefisien Kontingensi :
𝑋2 18,7194
C atau KK = C =√ =√
𝑋 2 +𝑁 18,7194+200
18,7194
=√ = √0,0856 = 0,293
218,7194
Interpretasi :
Ha = Ada korelasi positif yang signifikan antara semangat berolahraga dan
kegairahan belajar
Ho = Tidak ada korelasi positif yang signifikan antara semangat berolahraga
dan kegairahan belajar.
Selanjutnya harga φ yang telah kitga peroleh itu kita konsultasikan dengan
Tabel Nilai “r” Product Moment, dengan terlebih dahulu mencari df-nya : df = N –nr
= 200 – 2 = 198 (Dalam Tabel Nilai “r” Product Moment tidak diperoleh df sebesar
198, karena itu digunakan df sebesar 200). Dengan df sebesar 200, diperoleh harga r-
tabel pada taraf signifikasi 5% = 0,138; sedangkan pada taraf signifikasi 1% diperoleh
harga rtabel = 0,181.
Dengan demikian φ (yang berasal dari perubahan terhadap C itu) lebih
besar daripada rtabel baik pada taraf signifikasi 5% maupun1 %. Dengan ini maka
Hipotesis Nol ditolak; berarti ada korelasi positif yang signifikan antara semangat
berolahraga dan kegairahan belajar: makin besar semangat berolahraga tumbuh dalam
diri anak, diikuti dengan semakin besarnya kegairahan belajar mereka.
Sebagai catatan tambahan perlu kiranya dikemukakan disini bahwa dalam
rangka mengubah harga C menjadi φ (untuk diberikan interpretasi dengan
menggunakan Tabel Nilai “r” Product Moment itu) ada cara lain yang dapat
digunakan yaitu dengan menggunakan rumus :
𝑋2
Φ= √
𝑁
Diatas tadi telah kita peroleh harga Kai Kuadrat =18,7194; jika harga Kai
Kuadrat itu kita substitusikan ke dalam rumus di atas, maka :
𝑋2 18,7194
Φ= √ =√ = √0,0903597
𝑁 200
Tenik Korelasi Point Biserial (Point Biserial Correlation) adalah salah satu
Teknik Analisis Korelasional Bivariat yang biasa dipergunakan untuk mencari
korelasi antara dua variabel: Variabel I berbentuk Variabel Kontinum (misalnya :
skor hasil tes), sedangkan Variabel II berbentuk Variabel Diskrit Murni (misalnya
betul atau salahnya calon dalam menjawab butir-butir soal tes).
Teknik Analisis Korelasional Poin Biserial ini juga dapat dipergunakan
untuk menguji validity item(validitas soal) yang telah diajukan dalam tes, dimana
skor hasil tes untuk tiap butir soal dikorelasikan dengan skor hasil tes secara totalitas.
2.13.2 Lambangnya
Angka Indeks Korelasi yang menunjukkan keeratan hubungan antara variabel
yang satu dengan variabel yang lain, pada Teknik Korelasi ini dilambangkan dengan
rpbi.
2.13.3 Rumusnya
Rumus untuk mencari Angka Indeks Korelasi Poin Biserial rpbi adalah :
𝑀𝑝 − 𝑀𝑡 𝑝
rpbi = √𝑞
𝑆𝐷𝑡
Bertitik tolak dari data yang tercantum pada Tabel 5.21 itu, kita ingin menguji
validitas butir soal nomor 1 dan nomor 10. Untuk keperluan tersebut Tabel 5.21 kita
kutip kembali dan kita persiapkan guna mengetahui besarnya Mp,Mt,p,q, dan SD :
Langkah pertama : Mencari Mean total (Mt) dengan rumus :
∑𝑋𝑡
Mt =
𝑁
60
=
10
=6
Langkah kedua: Mencari Deviasi Standar total (SDt) dengan rumus :
Marilah berturut-turut kita uji validitas soal nomor 1 dan validitas soal nomor 10 .
1. Menguji validitas soal nomor 1 :
Diketahui : Mt = 6
SDt = 1,897
P = 0,7
q = 0,3
Mencari Mp :
6+4+9+8+8+6+3 44
Mp = = = 6,286
7 7
Interpretasi : df = N-nr = 10 -2 =8
Dengan df sebesar 8 diperoleh harga rtabel pada taraf signifikasi 5% sebesar
0,632 sedangkan pada taraf signifikasi 1% sebesar 0,765. Karena rpbi yang
kita peroleh jauh lebih kecil dibandingkan dengan rtabel maka dapat
disimpulkan bahwa butir soal nomor 1 adalah invalid atau tidak valid.
2. Menguji validitas soal nomor 10
Diketahui : Mt = 6
SDt = 1,897
P = 0,6
q = 0,4
Kita cari lebih dahulu Mp :
Ternyata untuk butir soal nomor 10, rpbi yang kita peroleh adalah lebih besar
dari rtabel baik pada taraf signifikasi 5 (rt = 0,632) maupun pada taraf
signifikasi 1% dimana rt = 0,765) dengan demikian dapat kita simpulkan
bahwa butir soal nomor 10 itu telah memiliki validitas yang baik