Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH

MENGANALISIS PERAKARAN, BENTUKA ISTIMEWA, DAN


KEMAMPUAN KEMBANG KERUT TANAH
DOSEN PENGAMPU : ARIF ASHARI, M.Sc

DISUSUN OLEH :

NAMA : AISYAH NURUL LATHIFAH


NIM : 15405241014
KELAS/KELOMPOK : A/01
ASISTEN PRAKTIKUM : DEWI RAHMAWATI

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016

28
I. JUDUL
Menganalisis Perakaran, Bentukan Istimewa, dan Kemampuan Kembang Kerut
Tanah.

II. TUJUAN
1. Menganalisis perakaran tanah.
2. Menganalisis bentukan istimewa tanah.
3. Menganalisis kemampuan kembang kerut tanah.

III. DASAR TEORI


A. Perakaran
Sebagian besar akar tanaman dalam Darmawijaya (1992:182) terdapat
dalam horison tanah paling atas. Umumnya akar rumput-rumputan hampir
seluruhnya terdapat dangkal di permukaan tanah. Makin dalam makin
kurang jumlah akar. Beberapa akar pohon dapat menembus sampai dalam,
tetapi makin dalam lambat laun makin berkurang jumlah volume akar.
Dalamnya tergantung jenis tanaman dan jenis tanah. Umumnya pohon
berdaun jarum (conifereae) sebagian besar akarnya lebih dangkal daripada
akar pohon berkayu keras.
Umumnya pengamatan perakaran dalam profil tanah dalam
Darmawijaya (192:183) berupa membandingkan jumlah akar yang ada
dalam satu horison dengan luas horison tersebut yang nampak dalam profil
tanah. Pengamatan ini biasanya disertai pengamatan kadar bahan organik
berupa humus. Kadar bahan organik yang diwujudkan dengan warna kelam
dan didalamnya penyebaran bahan organik sangat tergantung pada jenis
vegetasi yang tumbuh di atasnya.
Dalam pengamatan ini kita membedakan selain banyaknya juga
besarnya akar. Berdasarkan banyaknya dibedakan atas (Darmawijaya,
1992:183) :

29
- Banyak sekali (hampir seluruh horison dipenuhi dengan akar).
- Banyak (banyaknya akar lebih dari sepertiga luas horison).
- Sedang (akar menjalar ke sana-sini dan masih nyata tampak).
- Sedikit (akarnya hanya ada sedikit).
- Tanpa (tak ada akar sama sekali).
Berdasarkan besarnya dibedakan atas (Darmawijaya, 1992:183) : besar
(biasanya akar tunggang pohon berkayu), sedang (akar-akar pohon
lainnya), kecil (akar serabut, akar rambut, atau akar rumput-rumputan).
B. Bentukan Istimewa
Dalam horizon tanah kadang-kadang ada bentukan khusus, misalnya
bentukan seperti (Sugiharyanto, dkk, 2009:64) :
1. Padas, yaitu tanah memampat sehingga padat dan keras. Bentukan ini
menunjukkan dalamnya pengaruh pengolahan tanah terhadap penetrasi
air. Padas adalah lapisan tanah yang mampat, padat dan keras
terbentuk selama bagian proses pembentukan tanah atau warisan suatu
daur pelapukan menjadi bahan induk tanah yang sekarang ada (Isa
Darmawiajaya, 1997: 177). Beberapa bentuk padas antara lain :
Laterit, ortstein, croutecalcaire, claypan dan lain-lain.
2. Konkresi, yaitu konsentrasi lokal dari berbagai senyawa kimia yang
membentuk butir-butir atau batang-batang keras, berupa gumpalan
gumpalan, seperti kapur, Fe, Mn, dan lain-lain.
3. Efflorescences, yaitu gumpalan-gumpalan kristal garam, dan umumnya
merupakan senyawa karbonat, chlorida, dan sulfat dari Ca, Mg, dan
Na.
Dalam Darmawijaya (1992:177) padas dapat terbentuk karena (a)
terlalu beratnya massa yang ada di atasnya, (b) pemaatan akibat cuaca yang
membekukan, (c) agregasi tanah disertai perubahan temperatur, atau (d)
karena pengikatan yang sangat erat berupa sementasi, baik oleh bahan
perekat besi, bahan organik, silika ataupun lempung.

30
C. Kembang Kerut Tanah
Batas mengkerut (Bm) adalah kadar air ketika terjadi penurunan atau
peningkatan kadar air tanah antara kondisi padat dan semiplastis tidak
menjai penyebab perubahan volume tanah. Kondisi padat dicapai ketika
contoh tanah sedang mengering, pada akhirnya mencapai suatu batas atau
volume minimum. Di luar titik ini, pengeringan lebih lanjut tidak lagi
mengurangi volume, tetapi bisa menyebabkan pecah (Sartono, dkk).
Tanah mengembang mempunyai karakter kembang susut yang besar,
mengembang pada kondisi basah dan menyusut pada waktu kering. Jenis
mineral yang terkandung pada tanah seperti ini sangat mempengaruhi besar
pengembangan tanah (swelling) dan tingkat plastisitas tanah. Air masuk di
antara partikel-partikel tanah, misalnya montmorillonite akan menyebabkan
jarak antar unit dasar semakin besar sehingga hal ini menyebabkan
bertambah besarnya volume tanah. Air tertarik ke sekeliling partikel,
sehingga menyebabkan berkurangnya tegangan efektif dari tanah,
mengurangi tegangan pengikat antar unit partikel (Yahya, 2015).

IV. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
a. Sampel tanah berjumlah lima untuk dianalisis perakaran, bentukan
istimewa, dan kemampuan kembang kerutnya.
b. Aquades untuk menetesi sampel tanah yang tersedia agar mengetahui
kembang kerut pada masing-masing sampel tanah.
c. Kardus bekas untuk meletakkan gulungan tanah yang sudah ditetesi
aquades.
d. Alat tulis untuk mencatat hasil praktikum.
e. Penggaris untuk membandingkan panjang gulungan tanah sesudah dan
sebelum dijemur.
f. Lembar pengamatan untuk menulis hasil pengamatan yang telah diperoleh.

31
V. LANGKAH KERJA
Dalam praktikum pada kesempatan kali ini, langkah kerja yang digunakan
adalah antara lain sebagai berikut :
1. Perakaran
a. Mengambil segenggam tanah atau lebih.
b. Meletakkan sampel tanah pada kertas folio putih.
c. Mengamati sampel tanah tersebut ada tidaknya perakaran.
d. Mencatat hasil pengamatan.
2. Bentukan Istimewa
a. Mengambil satu per satu sampel tanah.
b. Mengamati sampel tanah tersebut ada tidaknya konkresi yang dilihat
dari kolaborasi warna tanah.
c. Mencatat hasil pengamatan.
3. Perubahan Volume
a. Mengambil satu per satu sampel tanah.
b. Menetesi sampel tanah dengan aquades.
c. Membentuk sampel tanah menjadi gulungan-gulungan.
d. Meletakkan gulungan tanah pada kardus bekas.
e. Memberi tanda di ujung masing-masing gulungan pada kardus
tersebut.
f. Menjemur atau membiarkan gulungan tersebut kering kurang lebih
selama satu minggu.
g. Mencatat hasil penyusutan tanah.

32
VI. HASIL PRAKTIKUM
Tabel 1.1 Hasil pengamatan perakaran, bentukan istimewa dan perubahan
volume tanah.
Perubahan Volume
Nama Sampel Perakaran Bentukan Istimewa
Awal Akhir
Desa Pangkah, Konkresi merah
Sedikit, kecil 7 cm 6 cm
Prambanan dominan kuning
Dusun
Semoyo, Agak banyak Konkresi merah 5.6 cm 5,3 cm
Berbah
Godean Banyak Konkresi merah 7 cm 5,7 cm
Kampus FIS Sedikit, kecil Tidak ada konkresi 6.5 cm 6,5 cm

VII. PEMBAHASAN PRAKTIKUM


A. Perakaran
Praktikum mengenai perakaran tanah ini dilakukan pada tanggal 18 Maret
2016.
Keterangan lampiran :
1. Sampel I
Sampel pertama diambil dari Desa Pangkah, Prambanan.
Perakaran pada tanah ini berdasarkan banyaknya merupakan tanah
yang perakarannya sedikit. Sedangkan berdasarkan besarnya, tanah ini
memiliki perakaran yang kecil. Indikator perakaran tanah sedikit
berdasarkan dasar teori disebabkan oleh akar yang ditemukan hanya
ada sedikit seperti akar serabut, akar rambut, atau akar rumput-
rumputan. Pada sampel ini terdapat bercak kuning yang menunjukan
bahwa tanah ini mengandung Fe dan tidak mengandung banyak humus
sehingga tidak baik untuk tanaman. Selain itu, bercak kuning tersebut

33
juga memungkinkan dipengaruhi oleh iklim yang sedikit lembab. Jika
dikaitkan dengan struktur tanah, tanah ini memiliki struktur gumpal
bersudut. Gumpal pada tanah sampel pertama dikarenakan pepohonan
tertiup angin yang akan menyebabkan turut bergeraknya akar sehingga
membentuk tanah gumpal. Dilihat dari horison tanah, memungkinkan
bahwa tanah tersebut berhorison B di samping terdapat pada iklim
sedikit lembab, tanah ini juga mengandung Fe atau mengalami
penimbunan (iluviasi) maksimum liat, Fe dan Al oksida, kadang-
kadang bahan organik (sedikit BO).
2. Sampel II
Sampel kedua diambil dari Dusun Semoyo, Berbah. Perakaran
pada tanah ini berdasarkan banyaknya merupakan tanah yang
perakarannya sedang. Indikator perakaran tanah sedang berdasarkan
dasar teori disebabkan oleh akar menjalar ke sana-sini dan masih nyata
tampak. Pada sampel ini tanah berwarna cokelat dan terdapat rongga-
rongga berwarna cokelat karena mengalami oksidasi dan penetrasi.
Hal ini memungkinan bahwa tanah tersebut diambil dari tanah yang
mengandung Fe tetapi melalui proses oksidasi (Fe3+). Dilihat dari
horison tanah, memungkinkan bahwa tanah tersebut berhorison A
menyerupai B karena horison mengalami iluviasi (penimbunan) dari
bahan-bahan yang tercuci di atasnya (lempung, Fe, Al, bahan organik).
Namun bahan organik pada tanah ini lebih banyak dibandingkan
sampel pertama sehingga dikatakan tanah memiliki horison A
menyerupai B. Di samping itu, akar berwarna kecokelatan berasal
dari tanaman lapuk. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa
tempat tersebut terdapat banyak tanaman karena mengandung bahan
organik.

34
3. Sampel III
Sampel ketiga diambil dari Godean. Perakaran pada tanah ini
berdasarkan banyaknya merupakan tanah yang perakarannya banyak.
Indikator perakaran tanah banyak berdasarkan dasar teori disebabkan
oleh banyaknya akar lebih dari sepertiga luas horison. Pada sampel ini
memiliki konkresi tanah berwarna merah. Hal ini memungkinan
bahwa tanah tersebut menganung Fe. Jika dikaitkan dengan struktur
tanah, tanah ini memiliki struktur masif/pejal bertekstur lempung,
memiliki gumpal yang sulit ditembus oleh akar. Tetapi akar pada
tanah ini banyak mungkin dikarenakan tanah ini berada pada lapisan
atas karena akar pohon-pohon terkumpul di lapisan teratas. Hal
tersebut sesuai dengan dasar teori di atas yang menyatakan bahwa
sebagian besar akar tanaman terdapat dalam horison tanah paling atas.
Gumpal pada tanah sampel ini dikarenakan pepohonan tertiup angin
yang akan menyebabkan turut bergeraknya akar sehingga membentuk
tanah gumpal kemudian jika dirombak dan diubah dengan penanaman
akar dangkal, maka akan kehilangan strukturnya dan menjadi pejal.
Walaupun memiliki akar banyak namun akar ini berwarna putih yang
menunjukan bahwa tanah ini mengandung kapur (CaCO3) dan kita
dapat pula memperkirakan akar tersebut milik tanaman yang masih
muda. Selain itu struktur gumpal juga dapat dipengaruhi oleh
lempung. Lempung memiliki kelekatan yang membuat tanah dapat
membentuk suatu gumpalan.
4. Sampel IV
Sampel terakhir diambil dari Kampus FIS, UNY. Perakaran pada
tanah ini berdasarkan banyaknya merupakan tanah yang perakarannya
sedikit. Sedangkan berdasarkan besarnya, tanah ini memiliki perakaran
yang kecil. Indikator perakaran tanah sedikit berdasarkan dasar teori
disebabkan oleh akar yang ditemukan hanya ada sedikit seperti akar

35
serabut, akar rambut, atau akar rumput-rumputan. Tanah ini memiliki
warna cokelat kehitaman yang menunjukan menunjukan bahwa tanah
ini memiliki kandungan bahan organik atau memiliki kandungan asam
humus. Dilihat dari horison tanah, memungkinkan bahwa tanah
tersebut berhorison A. Harizon A terdiri dari top soil atau lapisan
tanah atas, yaitu materi organik berwarna gelap tercampur dengan
butiran mineral akibat aktivitas organisme.

B. Bentukan Istimewa
Praktikum mengenai bentukan istimewa tanah ini dilakukan pada
tanggal 18 Maret 2016.
Keterangan lampiran :
1. Sampel I
Sampel pertama diambil dari Desa Pangkah, Prambanan.
Konkresi pada tanah ini yaitu konkresi merah dominan kuning.
Konkresi terjadi akibat adanya oksidasi pada tanah sehingga tanah
memiliki butiran warna berbeda dengan butiran tanah yang lain.
Tanah ini mengandung banyak besi. Konkresi ini dalam bentuk
bulatan atau lonjong yang padat dan keras. Biasanya terdapat
dalam lapisan tanah di mana terjadi reduksi dan oksidasi akibat
naik turunnya permukaan air. Makin merah maka semakin banyak
mengandung Fe. Bercak kuning merupakan dampak dari Fe2O3
(limonit). Padas laterit kaya akan besi berwarna merah karat
hampir menyerupai lapisan bata dan merupakan tanda lanjutnya
proses latolisasi dengan menurunnya air tanah. Air dan akar masih
mungkin menyusup melalui retakan ataupun lubang sempit,
seperti keterangan perakaran sampel pertama bahwa tanah
memiliki perakaran sedikit dan kecil.

36
2. Sampel II
Sampel kedua diambil dari Dusun Semoyo, Berbah. Konkresi
pada tanah ini yaitu konkresi merah. Tanah ini mengandung
banyak besi. Konkresi ini dalam bentuk bulatan atau lonjong yang
padat dan keras. Biasanya terdapat dalam lapisan tanah di mana
terjadi reduksi dan oksidasi akibat naik turunnya air. Makin merah
maka semakin banyak mengandung Fe.
3. Sampel III
Sampel ketiga diambil dari Godean. Konkresi pada tanah ini
yaitu konkresi merah. Tanah ini mengandung banyak besi.
Konkresi ini dalam bentuk bulatan atau lonjong yang padat dan
keras. Biasanya terdapat dalam lapisan tanah di mana terjadi
reduksi dan oksidasi akibat naik turunnya permukaan tanah.
Makin merah maka semakin banyak mengandung Fe. Pada
struktur tanah, tanah ini memiliki struktur pejal/masif bertekstur
lempung. Hal ini memungkinkan bahwa tanah mempunyai padas
claypon. Padas ini memiliki tekstur lempung yang tinggi
merupakan padas yang mampat, padat, dan keras. Pada umumnya
, mineral di dalamnya tidak mengalami pelapukan kuat sehingga
unsur haranya rendah. Dapat juga dikaitkan dengan perakaran
berwarna putih yang menandakan bahwa tanah tersebut rendah zat
hara. Lempung dapat terbentuk karena hasil iluviasi ataupun
berasal dari batuan induk kaya akan lempung. Memungkinkan
pula tanah pada sampel ini merupakan padas croute calcaire
karena tanah mengandung kapur dan berhubungan dengan kadar
air yang tinggi.
4. Sampel IV
Pada sampel keempat yang diambil dari Kampus FIS, UNY
tidak mengalami konkresi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh struktur

37
tanah yang remah. Remah tanah dapat menyebabkan butiran tanah
mudah larut akan terbawa ke bawah akibat pencucian dan
perpindahan butiran liat. Selain itu dapat juga dilihat dari
konsistensi tanah yang mudah lepas dan hancur saat dipijit
sehingga tanah tidak mengalami konkresi atau campuran
kandungan pada tanah.

C. Kembang Kerut Tanah


Praktikum mengenai kembang kerut tanah ini dilakukan pada tanggal
18 sampai dengan 23 Maret 2016.
1. Sampel I
Sampel pertama diambil dari Desa Pangkah, Prambanan.
Tanah ini mengalami pengerutan 1 cm dengan panjang awal 7 cm
dam panjang akhir 6 cm. Kondisi padat dicapai ketika tanah
sedang mengering, pada akhirnya mencapai suatu batas atau
volume minimum. Hal ini menunjukan bahwa tanah memiliki
volume minimum 6 cm. Faktor yang mempengaruhi penyusutan
ini adalah iklim, suhu, dan penyinaran matahari. Tanah susut dapat
mengalami kerusakan seperti tanah mengalami retakan-retakan,
kaca rumah pecah, bahkan membuat jembatan miring akibat
pergeseran tanah. Kembang kerut pada tanah ini dipengaruhi
adanya tekstur lempung pada tanah. Tanah di Desa Pangkah,
Prambanan sendiri memiliki tekstur geluh berlempung.
2. Sampel II
Sampel kedua diambil dari Dusun Semoyo, Berbah. Tanah ini
mengalami pengerutan 0,3 cm dengan panjang awal 5,6 cm dam
panjang akhir 5,3 cm. Kondisi padat dicapai ketika tanah sedang
mengering, pada akhirnya mencapai suatu batas atau volume
minimum. Hal ini menunjukan bahwa tanah memiliki volume

38
minimum 5,3 cm. Faktor yang mempengaruhi penyusutan ini
adalah iklim, suhu, dan penyinaran matahari. Tanah susut dapat
mengalami kerusakan seperti tanah mengalami retakan-retakan,
kaca rumah pecah, bahkan membuat jembatan miring akibat
pergeseran tanah. Kembang kerut pada tanah ini dipengaruhi
adanya tekstur lempung pada tanah.
3. Sampel III
Sampel kedua diambil dari Godean. Tanah ini mengalami
pengerutan 1,3 cm dengan panjang awal 7 cm dam panjang akhir
5,7 cm. Kondisi padat dicapai ketika tanah sedang mengering,
pada akhirnya mencapai suatu batas atau volume minimum. Hal
ini menunjukan bahwa tanah memiliki volume minimum 5,3 cm.
Faktor yang mempengaruhi penyusutan ini adalah iklim, suhu, dan
penyinaran matahari. Tanah susut dapat mengalami kerusakan
seperti tanah mengalami retakan-retakan, kaca rumah pecah,
bahkan membuat jembatan miring akibat pergeseran tanah.
Kembang kerut pada tanah ini dipengaruhi adanya tekstur
lempung pada tanah. Tanah di Godean sendiri memiliki tekstur
lempung berdebu.
4. Sampel IV
Sampel terakhir diambil dari Kampus FIS UNY. Sampel ini
tidak mengalami penyusutan. Panjang awal dan akhir sampel ini
6,5 cm. Hal ini menunjukan bahwa tanah tersebut merupakan
tanah yang baik dan tidak menimbulkan berbagai kerusakan
disebabkan kembang kerut tanah. Struktur tanah remah
menyebabkan tanah mudah larut terbawa ke bawah akibat
pencucian dan perpindahan butiran liat. Selain itu dapat juga
dilihat dari konsistensi tanah yang mudah lepas dan hancur saat
dipijit sehingga tanah tidak mengalami kembang kerut bahkan saat

39
percobaan tanah juga sulit dibentuk gulungan. Kembang kerut
pada tanah ini dipengaruhi adanya tekstur lempung pada tanah.
Tanah di Kampus FIS UNY sendiri tidak memiliki kadar lempung.
Tektur tanah pada Kampus FIS UNY adalah pasir bergeluh.

VIII. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah :
1. Tanah di Desa Pangkah, Prambanan memiliki perakaran sedikit, memiliki
bercak kuning, konkresi merah dominan kuning yang menunjukan tanah
mengandung besi dan mengalami limonit, memiliki padas laterit, serta
mangalami kembang kerut 1 cm dipengaruhi oleh iklim, suhu, dan
penyinaran matahari.
2. Tanah di Semoyo, Berbah memiliki perakaran sedang, memiliki rongga
berwarna cokelat, konkresi merah yang menunjukan tanah mengandung
besi, memiliki padas limonit, serta mangalami kembang kerut 0,3 cm
dipengaruhi oleh iklim, suhu, dan penyinaran matahari.
3. Tanah di Godean memiliki perakaran banyak, memiliki akar berwarna
putih, konkresi merah yang menunjukan tanah mengandung besi, memiliki
padas claypon atau croute calcaire, dan mangalami kembang kerut 1,3 cm
dipengaruhi oleh iklim, suhu, dan penyinaran matahari.
4. Tanah di Kampus FIS, UNY memiliki perakaran sedikit dan kecil, tidak
berkonkresi, tidak memiliki padas, dan tidak mangalami kembang kerut.

40
DAFTAR PUSTAKA

Darmawijaya, Isa. 1992. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: UGM PRESS.

Sartono, dkk. (-). Penetapan Plastisitas Tanah. Diakses tanggal 21 Maret 2016 pada
www.balitanah.litbang.pertanian.go.id

Sugiharyanto, dkk. 2009. Diktat Mata Kuliah Geografi Tanah (PGF-207).


Yogyakarta.

Yahya, Robby Gunawan. 2015. Kerusakan Jalan Raya Akibat Tanah Mengembang.
Jurnal Teknik Sipil vol. 11 no 1.

41

Anda mungkin juga menyukai