Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Auditor sangat dituntut akan kemampuannya memberikan jasa yang terbaik dalam
setiap pengauditan, dan sesuai dengan yang dibutuhkan serta diperintahkan oleh
pimpinan tertinggi instansi atau badan. Agar audit dapat bermanfaat bagi para
pemakainya, auditor independen memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan pendapat
yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki obyektivitas yang tinggi.
Oleh karena itu sebelum menjalankan proses audit, tentu saja proses audit harus
direncakan terlebih dahulu.
Salah satu tahap audit ialah perencanaan (audit planning). Perencanaan audit adalah suatu
tahapan yang terperinci, yang menyangkut prosedur dan rencana auditor yang akan
digunakan dalam pelaksanaan suatu audit. Tujuan audit, jadwal kerja audit, dan staf yang
akan diikutsertakan dalam proses audit, harus diterangkan secara jelas dalam perencanaan
audit. Tujuan audit planning ialah untuk menentukan pada area mana, bagaimana, kapan
serta oleh siapa (anggota tim yang mana) audit akan dilakukan. Langkah penting dalam
audit planning mengidentifikasikan faktor risiko.
Untuk itu auditor menyiapkan rencana kerja audit (audit program) mengenai batas,
jadwal, dan prosedur untuk mencapai sasaran audit. Setelah audit program disusun dan
team auditor telah dibentuk, selanjutnya para anggota team harus melakukan pengenalan
terhadap sistem yang akan diaudit.
Oleh karena itu, disini akan membahas mengenai langkah kedelapan yang merupakan
langkah terakhir dalam fase perencanaan audit. Langkah yang paling penting ini karena
akan menentukan keseluruhan program audit yang akan diikuti oleh auditor, termasuk
semua prosedur audit, ukuran sampel, unsur-unsur yang dipilih serta waktunya.
Pentingnya membuat keputusan yang tepat dalam membentuk perencanaan audit secara
keseluruhan dan mengembangkan suatu program audit yang terperinci dengan
mempertimbangkan efektivitas bukti maupun efisiensi audit.
Dimana keseluruhan perencanaan audit didiskusikan yang berarti memilih gabungan dari
kelima jenis pengujian yang akan menghasilkan audit yang efektif dan efisien. ini
mencakup pembahasan mengenai kelebihan dan kekurangan dari setiap jenis pengujian,

1
termasuk pertimbangan biaya dari setiap jenis pengujian tersebut. Setelah memutuskan
gabungan jenis pengujian yang paling menghemat biaya, auditor akan merancang
program audit secara terperinci.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Strategi dan Perencanaan Perikatan Audit

Perencanaan audit adalah pengembangan strategi menyeluruh pelaksanaan dan


lingkup audit yang diharapkan disusun setelah Engagement Letter (surat perikatan)
disetujui klien. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas
perencanaan audit yang dibuat oleh auditor. Melalui perencanaan audit yang baik,
tentunya akan memberikan manfaat bagi tim perikatan yang akan melakukan audit atas
laporan keuangan, berikut peran/manfaat yang akan diperoleh: (1) Membantu auditor
untuk mencurahkan perhatian yang tepat terhadap area yang penting dalam audit; (2)
Membantu auditor dalam identifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang
potensial dengan tepat waktu; (3) Membantu auditor dalam mengorganisasi dan
mengelola perikatan audit dengan baik; (4) Membantu dalam pemilihan anggota tim
perikatan dengan tingkat kemampuan dan kompetensi yang tepat dan penugasan
pekerjaan yang tepat sesuai dengan kompetensi anggota perikatan tersebut; (5)
Membantu (jika relevan) dalam pengkoordinasian hasil pekerjaan yang dilakukan oleh
auditor komponen dan pakar.
Ruang lingkup dari perencanaan audit bervariasi sesuai dengan besarnya dan
kompleksitas permasalahan objek yang diperiksa dan pengetahuan mengenai jenis usaha
objek yang diperiksa. Adapun elemen-elemen perencanaan audit menurut Standar Audit
300 tentang perencanaan audit suatu audit laporan keuangan adalah:
a. Perencanaan Awal
b. Memperoleh latar belakang informasi
c. Memperoleh informasi tentang kewajiban sah/tentang undang-undang klien
d. Melaksanakan prosedur menurut penelitian persiapan
e. Materialitas yang diset dan auditor bisa mengambil risiko dan tidak bisa
dipisahkan
f. Memahami struktur pengawasan intern dan menilai risiko kendali
g. Mengembangkan program audit dan rencana audit.

3
Berikut adalah penjelasan dari elemen-elemen perencanaan audit menurut Standar
Audit 300 tentang perencanaan audit suatu audit laporan keuangan adalah:
a. Perencanaan Awal
Beberapa hal penting yang terdapat dalam perencanaan awal ini adalah mengenai
keputusan menerima atau menolak klien baru maupun klien lama, mengidentifikasi
alasan klien untuk diaudit, menentukan staf untuk penugasan dan membuat surat
perikatan. Perencanaan awal itu terdiri dari hal-hal berikut ini:
1. Menyelidiki klien baru
Menyelidiki klien baru adalah hal yang penting bagi auditor sebelum mereka
memutuskan untuk menerima atau menolak klien tersebut. Hal itu dilakukan
dengan cara mengevaluasi prospek klien dalam lingkungan usaha, stabilitas
keuangan dan hubungan klien dengan kantor akuntan terdahulu. Auditor
pengganti diwajibkan untuk berhubungan dengan auditor sebelumnya dan harus
mendapatkan izin dari klien sebelum komunikasi dilakukan.
2. Melanjutkan klien lama
Untuk melanjutkan klien lama juga harus di evaluasi untuk memutuskan apakah
diterima atau tidak dapat dilanjutkan, penyebab tidak bisa dilanjutkannya
pemeriksaan karena perselisihan sebelumnya, jika terjadi tuntutan hukum
terhadap Kantor Akuntan Publik oleh klien.
3. Mengidentifikasi alasan klien untuk diaudit
Dua faktor utama yang mempengaruhi bahan bukti audit yang akan
dikumpulkan adalah siapa pemakai laporan dan maksud penggunaan laporan.
Auditor mungkin akan mengumpulkan lebih banyak bahan bukti audit jika
laporan digunakan secara luas.
4. Menentukan Staf untuk penugasan
Menentukan staf yang pantes untuk penugasan adalah penting untuk memenuhi
standar auditing yang telah ditetapkan dan meningkatkan efisiensi audit.
Pertimbangan yang mempengaruhi penyusunan staf adalah orang-orang yang
diserahi tugas harus akrab dengan bidang usaha klien.
5. Membuat surat perikatan

4
Tujuan dibuatnya surat perikatan adalah untuk mengurangi salah pengertian
sehingga harus dibuat secara tertulis. Surat perikatan adalah kesepakatan antara
KAP dengan klien, isi dari surat tersebut adalah menyatakan batasan dari
penugasan, batas waktu, bantuan akan diberikan atau daftar rincian yang perlu
disiapkan untuk auditor, serta honorariuran.

b. Mendapatkan pemahaman tentang sifat bisnis dan industry auditee

Mendapatkan pemahaman menyeluruh menganai sifat bisnis dan industry serta


sifat operasi auditi merupakan hal yang penting bagi auditor untuk dapat melakukan
audit yang memadai. Hal ini menjadi penting karena :

1) Risiko yang terkait dengan industri spesifik dapat mempengaruhi penilaian


auditor atas risiko bisnis klien dan risiko audit yang dapat diterima
(acceptable audit risk) dan bahkan dapat memengaruhi auditor untuk
menolak perikatan dengan perusahaan dalam industri berisiko, seperti jasa
keuangan dan industri asuransi kesehatan.
2) Risiko yang melekat (inherent risk) yang relative sama untuk perusahaan di
industri tertentu.
3) Banyak industri memiliki persyaratan akuntansi yang unik dan auditor harus
memahami persyaratan tersebut untuk mengevaluasi apakah laporan
keuangan auditee sesuai dengan standar akuntansi.
Mendapatkan pemahaman menyeluruh menganai sifat bisnis dan industry
serta sifat operasi auditi dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
1) Memahami industry dan bisnis auditee
2) Memahami proses dan operasi bisnis auditee
3) Memahami organisasi bisnis dan tata kelola auditee
4) Memahami tujuan dan strategi perusahaan auditee
5) Memahami system pengukuran kinerja auditee
c. Melakukan penilaian risiko bisnis auditee dengan prosedur analitis
Auditor menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari pemahaman bisnis
dan industri auditee untuk menilai risiko bisnisnya (risiko bahwa klien akan gagal

5
mencapai tujuannya) serta risiko salah saji material dalam laporan keuangan
karena risiko bisnis auditee. Cara yang dapat dilakukan untuk menilai risiko bisnis
auditee adalah dengan melakukan berbagai prosedur analitis, dengan
membandingkan berbagai data baik dari eksternal maupun internal perusahaan,
seperti:
1) Membandingkan Saldo tahun ini dengan saldo tahun sebelumnya.
Auditor dapat dengan mudah membandingkan saldo tahun berjalan
dan saldo tahun sebelumnya untuk memutuskan, apakah terdapat akun
yang memiliki kenaikan jumlah signifikan.
2) Membandingkan setiap saldo dengan mendetil dengan
membandingkan detail saldo tahun sebelumnya
Dengan secara singkat membandingkan detail saldo periode saat ini
dengan saldo periode sebelumnya, auditor kadang dapat menentukan
akun yang perlu pemeriksaan lebih lanjut
3) Menghitung rasio keuangan tahun ini dan membandingkan dengan
rasio keuangan tahun sebelumnya
Untuk mengetahui kondisi keuangan auditee, seorang auditor dapat
melakukan beberapa macam rasio keuangan, antara lain : Kemampuan
untuk membayar hutang jangka pendek, rasio likuiditas, kemampuan
untuk membayar hutang jangka panjang, serta rasio keuangan lainnya.

Bagan 1Rasio Kemampuan untuk

membayar hutang jangka pendek

6
Bagan 2 Rasio likuiditas

Bagan 3 Rasio kemampuan untuk

membayar hutang jangka panjang

d. Materialitas

FASB 2 (Financial Accounting Standard Board) mendefinisikan materialitas


sebagai berikut: “Besarnya nilai penghapusan atau kesalahan penyajian informasi
keuangan yang dalam hubungannya dengan sejumlah situasi yang melingkupinya,
membuat hal itu memiliki kemungkinan besar bahwa pertimbangan yang dibuat oleh
seorang yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau kesalahan penyajian tersebut.”
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan
perubahan atas suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan
kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.
ISA 320 alinea 8 menjelaskan bahwa salah satu tujuan auditor menerapkan secara
tepat konsep materialitas dalam merencanakan dan melaksanakan audit. Hal itu
mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan yang berkaitan dengan
entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas
laporan keuangan auditan, karena jumlah yang material dalam laporan keuangan

7
entitas tertentu mungkin tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang
memiliki ukuran dan sifat yang berbeda. Materialitas digunakan dalam membuat dan
mengaudit laporan keuangan dengan mempertimbangkan dampak terhadap
pengambil keputusan ekonomis, situasi yang ada (yang dipengaruhi ukuran dan sifat
salah saji), dan kebutuhan pemakai laporan secara umum. Dalam menentukan
materialitas auditor mengasumsikan pemakai:
1. Memiliki pengetahuan yang cukup mengenai bisnis, kegiatan ekonomis, dan
akuntansi, dan berkeinginan mempelajari informasi dalam laporan keuangan
dengan cukup cermat.
2. Memahami bahwa laporan keuangan dibuat dan diaudit pada tingkat
materialitas
3. Menerima ketidakpastian yang inheren dalam penggunaan estimasi,
judgment, dan pertimbangan mengenai peristiwa di kemudian hari
4. Membuat keputusan ekonomis yang wajar atas dasar informasi dalam
laporan keuangan.

Terdapat lima tahap berurutan yang saling terkait erat satu sama lainnya
dalam penerapan materialitas. Yaitu sebagai berikut:
1. Menetapkan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas

2. Mengalokasikan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas ini


kedalam segmen-segmen

3. Mengestimasi total kesalahan penyajian yang terdapat dalam segmen

4. Mengestimasi kesalahan penyajian gabungan

5. Membandingkan antara estimasi gabungan dan pertimbangan awal atau


pertimbangan yang telah direvisi tentang tingkat materialitas

8
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat
memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain,
bahwa laporan keuangan auditan adalah akurat. Hal ini karena akan
memerlukan waktu dan biaya yang jauh melebihi manfaat yang dihasilkan.
Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor memberikan
keyakinan berikut ini :
1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta
pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan
dikompilasi.

2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup


sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan.

3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat


perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan

9
secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan
dan kecurangan.

2.1.1 Pemanfaatan Teknologi Proses Audit


PSA 07 (SA 326) dan PSA 68 (SA 319) memberikan panduan bagi para auditor
dari entitas-entitas yang menyebarkan, memproses dan menyimpan atau mengakses
informasi penting secara elektronik.Contoh bukti elektronik mencakup catatan transfer
dana elektronik dan permintaan pembelian yang disebarkan melalui pertukaran otomatis,
seperti perbandingan komputer atas permintaan penjualan dengan batas kredit pelanggan
juga dapat berupa format elektonik. Standar audit mengakui bahwa ketika sejumlah besar
bukti audit muncul dalam bentuk elektronik, akan tidak praktis atau tidak mungkin untuk
mengurangi risiko deteksi sehingga ketingkat yang dapat diterima dengan hanya
melakukan pengujian substansif. sebagai contoh, kemungkinan pemasukan atau
perubahan informasi yang tidak tepat dapat menjadi lebih besar jika informasi hanya
disimpan dalam bentuk elektronik. Dalam kondisi semacam itu, auditor harus pengujian
pengendalian untuk mendapatkan bukti yang mendukung tingkat risiko pengendalian
yang dinilai berada dibawah tingkat maksimum untuk asersi-asersi laporan keuangan
yang terpengaruhi. Meskipun beberapa pengujian substantif masih dibutuhkan, auditor
dapat secara signifikan mengurangi pengendalian pengujian substantif jika hasil
pengujian pengendalian mendukung efektivitas pengendalian. Dalam audit atas suatu
perusahaan publik, pengendalian yang dilakukan oleh komputer (yang disebut dengan
pengendalian otomatis) harus di uji ketika auditor meganggapnya sebagai pengendalian
kunci untuk mengurangi kemungkinan salah saji material dalam laporan keuangan.
Karena konsistensi bawaan dalam pemrosesan yang berdasarkan teknologi informasi,
auditor mengkin dapat mengurangi pengujian pengendalian otomatis. Sebagai contoh,
pengendalian yang berbasis perangkat lunak hampir di pastikan hampir berfungsi secara
konsisten kecuali jika programnya diubah. jika auditor memutuskan bahwa pengendalian
otomatis berjalan dengan tepat, auditor dapat memfokuskan pada pengujian selanjutnya
untuk menilai apakah setiap perubahan yang terjadi akan membatasi efektifitas
pengendalian. Untuk menguji pengendalian otomatis atau data, auditor mungkin
memerlukan teknik audit yang dibantu oleh komputer atau menggunakan laporan yang

10
dihasilkan oleh teknologi informasi untuk menguji efektifitas pengendalian umum
teknologi informasi seperti pengendalian untuk perubahan program-program dan
pengendalian atas akses.

2.2 Prosedur Penilaian Risiko


Standar audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk memperoleh pemahaman atas
entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai risiko
kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan klien.
Pada bagian ini auditor fokus pada pemahaman tentang rancangan maupun implementasi
pengendalian internal. Secara bersama-sama, prosedur-prosedur untuk memperoleh
pemahaman mengenai bisnis dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal,
mencerminkan prosedur-prosedur penilaian risiko yang dilakukan auditor untuk menilai
kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan. Hal tersebut sesuai dengan
ketentuan dalam standar audit (SA 315.5) yang berbunyi sebagai berikut :
“Auditor harus melaksanakan proseudr penilaian risiko untuk menyediakan suatu
dasar bagi pengidentifikasian dan penilaian risiko kesalahan penyajian material pada
tingkat laporan keuangan dan asersi. Namun, prosedur penilaian risiko semata tidak
menyediakan bukti audit yang cukup dan tepat sebagai dasar opini audit”

Prosedur Audit Lebih Lanjut

11
Sehubungan dengan hal diatas, SA 330.6 menetapkan Auditor harus merancang dan
mengimplementasikan prosedur audit lebih lanjut yang sifat, saat dan luasnya didasarkan
pada dan merupakan respons terhadap risiko kesalahan penyajian material yang telah
dinilai pada tingkat asersi. Dalam merancang prosedur audit lebih lanjut, standar audit
(SA 330.7) mentapkan bahwa audito harus :
(a) Mempertimbangkan dasar penilaian yang dilakukan atas risiko kesalahan
penyajian material pada tingkat asersi untuk setiap golongan transaksi, saldo
akun, atau pengungkapan termasuk :
(i) Kemungkinan kesalahan penyajian material yang disebabkan oleh
karakteristik tertentu yang relevan dengan golongan transaksi, saldo akun
atau pengungkapan (contoh risiko inheren) dan,
(ii) Apakah penilaian risiko memperhitungkan pengendalian yang relevan
(contoh, risiko pengendalian), dan dengan demikian menuntut auditor
untuk memperoleh bukti audit untuk menentukan apakah pengendalian
berjalan efektif (contoh, auditor bermaksud untuk mengandalkan
efektivitas operasi pengendalian dalam menentukan sifat, saat dan luas
prosedur substantive)
(b) Memperoleh bukti yang lebih meyakinkan ketika auditor menilai risiko yang lebih
tinggi.

2.2.1 Jenis-Jenis Pengujian Dalam Prosedur Audit Lebih Lanjut


Dalam mengembangkan rencana audit keseluruhan, auditor menggunakan lima
jenis pengujian untuk menentukan apakah laporan keuangan telah disajikan secara
wajar. Auditor menggunakan prosedur pengukuran risiko untuk menilai risiko salah saji
material, yang digambarkan oleh gabungan antara risiko bawaan dan risiko pengendalian.
Empat jenis pengujian audit lainnya menggambarkan prosedur audit lanjutan yang
dilakukan untuk menghadapi risiko-risiko yang terindentifikasi.
 Prosedur Penilaian Risiko
 Pengujian Pengendalian
 Pengujian Substantive Golongan Transaksi
 Prosedur Analitis Substantive

12
 Pengujian Rinci Saldo

Pemahaman auditor terhadap pengendalian internal digunakan untuk mengukur


risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit terkait transaksi . Contohnya adalah hasil
pengukuran atas Tujuan akurasi untuk transaksi penjualan adalah rendah sedangkan
untuk tujuan keterjadian adalah sedang. Ketika kebijakan kebijakan pengendalian dan
prosedur diyakini telah dirancang dengan efektif , auditor mengukur risiko pengendalian
pada suatu tingkat yang menggambarkan pada efektifitas relative terhadap pengendalian-
pengendalian tersebut Untuk mendapatkan bukti yang tepat dan mencukupi untuk
mendukung pengukuran tersebut, auditor melakukan pengujian pengendalian.
Pengujian pengendalian, baik secara manual maupun otomatis dapat mencakup
jenis bukti berikut ini perlu dicatat bahwa ketiga prosedur yang pertama sama seprti yang
digunakan untuk mendapatkan pemahaman atas pengendalian internal).
 Melakukan Tanya jawab yang memadai dengan personel klien
 Memeriksa dokumen , catatan dan laporan
 Mengganti aktivitas terkait pengendalian
 Mengerjakan ulang prosedur-prosedur klien.
Auditor melakukan penelusuran sistem sebagai dari prosedur untuk mendapatkan
pemahaman sebagai upaya membantunya dalam melakukan Apakah pengendalian sudah
diterapkan . Penelusuran biasnya diterapkan pada satu atau beberapa transaksi dan
pengikuti transaksi tersebut disepanjang pemrosesanya. Sebagai contoh , auditor memilih
sebuah transaksi penjualan untuk melakukan penelusuran sistem persetujuan kredit,
kemudian mengikuti persetujuan kredit dari awal transaksi penjualan hingga
mendapatkan kredit. Standar ke-2 PCAOB mengharuskan auditor untuk melakukan
penelusuran disemua proses yang penting. Prosedur yang dilakukan auditor untuk
menentukan apakah pengendalian otomatis telah telah diterapkan juga dapat berlaku
sebagai pengujian atas transaksi tersebut, jika auditor menentukan terdapat risiko yang
minimal bahwa pengendalian otomatis telah diubah sejak pemahaman didapatkan oleh
auditor .Selanjutnya tidak ada pengujian tambahan atas pengendalian yang diharuskan .
Jumlah bukti tambahan yang diharuskan untuk menguji pengendalian bergantung pada
dua hal berikut:

13
1) Keluasan bukti yang didapatkan dalam memperoleh pemahaman atas
pengendalian internal.
2) Pengurangan risiko pengendalian yang direncanakan

2.3 Pengujian Substantif Golongan Transaksi


Pengujian subtantif merupakan prosedur yang dirancang untuk menguji salah saji
rupiah (sering kali disebut salah saji moneter) yang secarah langsung berpengaruh pada
ketetapan saldo laporan keuangan. Auditor mengendalikan tiga jenis pengujian subtantif,
ketiga jenis itu adalah
 pengujian subtantif transaksi
 prosedur analitis subtantif
 pengujian terperinci saldo.

Pengujian subtantif transaksi digunakan untuk menentukan apakah keenam tujuan


audit terkait transaksi penjualan adalah transaksi penjualan benar-benar terjadi (tujuan
keterjadian) dan transaksi penjualan yang ada telah dicatat (tujuan kelengkapan). Ketika
auditor yakin bahwa semua transaksi telah dicatat dengan benar ketika mengaudit siklus
penjualan dan penagihan, dengan mempertimbangan keenam tujuan audit terkait
transaksi, ia meyakini bahwa total buku besar sudah benar. Untuk memahami pengujian
pengendalian dan pengujian substansif dengan lebih baik, mari kita pelajari perbedaan
keduanya. Suatu pengecualian dalam pengujian pengendalian hanya mengindikasikan
kemungkinan salah saji yang memengaruhi nilai rupiah dari laporan keuangan,
sedangkan suatu pengecualian dalam pengujian substansif transaksi atau pengujisn
terperinci saldo merupakan suatu salah saji dalam laporan keuangan. Anggaplah
pengendalian klien mengharuskan seorang petugas independen untuk memverifikasi
kuantitas, harga, dan penjumlahan dari setiap faktur penjualan, yang mana setelanya
petugas tesebut harus menuliskan inisial dalam salinan faktur penjualan untuk memadai
verifikasi telah dilakukan.Salah satu prosedur pengujian pengendalian yang dilakukan
adalah untuk memeriksa sebuah sampel salinan faktur penjualan untuk inisial orang yang
memverifikasi informasi tesebut.
Disisi lain, jika tidak ada dokumen, atau hanya beberapa dokumen yang tidak

14
memilki inisial, maka pengendalian akan dianggap efektif sehingga auditor dapat
mengurangi pengujian substansif transaksi dan pengujian terperinci saldo.Namun di
perlukan untuk memeberikan kayakinan bahwa petugas yang melakukan verifikasi tidak
menuliskan inisiakl dalam dokumen tampa benar-benar melakukan prosedur pengendlian
atau denganmelakukannya dengan asal-asalan. Karena kebutuhan untuk menyelesaikan
beberapa pengujian ulang dan perhitungan ulang, banyak auditor pengujian atas
pengendalian awal.

2.4 Prosedur Analitis


Dalam Standar Audit 510 tentang prosedur analitis menyebutkan bahwa prosedur
analitis melibatkan perbandingan-perbandingan jumlah dicatat dengan ekspektasi yang
dikembangkan oleh auditor. Standar audit mengharuskan prosedur analitis dilakukan
selama perencanaan dan penyelesaiaan audit. Meskipun tidak mengharuskan , prosedur
analitis juga dapat dilakukan untuk mengaudit saldo akun. Dua tujuan utama dari
prosedur analaitis dalam mengaudit saldo akun adalah untuk:
1. Menandai adanya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan
2. Memberikan bukti subtantif

Prosedur analitis yang dilakukan selama tahap perencanaan audit biasanya


berbeda dari yang dilakukan dalam tahap pengujian. Bahkan misalnya auditor,
menghitung margin kotor selama fase perencanaan, auditor biasanya melakukanya
dengan menggunakan data interim. Selanjutnya selama menguji saldo akhir akun auditor
akan menghitung ulang rasio dengan menggunakanndata setahun penuh. Jika auditor
yakin jika prosedur analitis tambahan atau memutuskan untuk memodifikasi pengujian
terperinci saldo. Ketika auditor mengembangkan ekspektasi dengan menggunakan
prosedur analitis dan menyimpulakan bahwa saldo akhir klien dalam beberapa akun
Nampak wajar, beberapa pengujian terperinci saldo dapat dihilangkan atau ukuran
sampel dapat dikurangi. Standar audit menyatakan bahwa prosedur analitis merupakan
salah satu jenis pengujian subtantif (yaitu prosedur analitis subtantif) ketika dilakukan
untuk memberikan bukti mengenai saldo akhir akun.

15
2.4 Audit atas Estimasi Akuntansi (Sampling Audit)
Sampling adalah penerapan prosedur audit terhadap kurang dari 100% unsur
dalam suatu populasi audit yang relevan sedemikian rupa sehingga semua unit sampling
memiliki peluang yang sama untuk dipilih untuk memberikan basis memadai bagi auditor
untuk menarik kesimpulan tentang populasi secara keseluruhan. Sampel yang
karakteristiknya hampir sama dengan yang dimiliki oleh populasi. Hasil sampel dapat
menjadi nonrepresentatif akibat kesalahan nonsampling atau kesalahan sampling.
Risiko nonsampling adalah risiko bahwa pengujian audit tidak menemukan
pengecualian yang ada dalam sampel. Penyebab risiko nonsampling adalah kegagalan
auditor untuk mengenali pengecualian dan prosedur audit yang tidak sesuai atau tidak
efektif.
Risiko sampling adalah risiko bahwa auditor mencapai kesimpulan yang salah
karena sampel populasi tidak representatif. Auditor tidak mengukur risiko sampling.
Sebaliknya, auditor memilih item sampel yang diyakini akan memberikan informasi yang
paling bermanfaat, dalam situasi tertentu, dan mencapai kesimpulan mengenai populasi
atas dasar pertimbangan. Jenis sampling ini sering disebut dengan sampling
pertimbangan. Ada tiga jenis metode pemilihan sampel yaitu:
1. Pemilihan sampel terarah
Auditor dengan sengaja memilih setiap item dalam sampel berdasarkan
criteria pertimbangannya sendiri ketimbang menggunakan pemilihan acak.
2. Pemilihan sampel blok
Auditor memilih pos pertama dalam suatu blok, dan sisanya dipilih secara
berurutan.
3. Pemilihan sampel sembarangan
Auditor memilih item atau pos tanpa bias yang disengaja.
4. Pemilihan sampel acak sederhana
Auditor menggunakan sampel ini untuk populasi sampel apabila tidak
ada kebutuhan untuk menekankan satu atau lebih item populasi

16
5. Pemilihan sampel sistematis
Auditor menghitung suatu interval dan kemudian memilih item-item yang
akan dijadikan sampel berdasarkan ukuran interval tersebut.
6. Pemilihan sampel probabilitas yang proporsional dengan ukuran
7. Pemilihan sampel bertahap

17
BAB III
KESIMPULAN

Prosedur pengukuran dilakukan untuk menialai risiko salah saji material dalam
laporan keuangan. auditor melakukan pengujian pengendalian , pengujian subtantif
transaksi, prosedur analitis, serta pengujian atas perincian saldo dalam
melakukan penilaian terhadap salah saji material sebagaimana diharuskan dalam PSA 26
(SA350) .
Pengujian pengendalian, baik secara manual maupun otomatis dapat mencakup
jenis bukti berikut ini perlu dicatat bahwa ketiga prosedur yang pertama sama seprti yang
digunakan untuk mendapatkan pemahaman atas pengendalian internal).
 Melakukan Tanya jawab yang memadai dengan personel klien
 Memeriksa dokumen , catatan dan laporan
 Mengganti aktivitas terkait pengendalian
 Mengerjakan ulang prosedur-prosedur klien.

Pengujian subtantif merupakan prosedur yang dirancang untuk menguji salah saji
rupiah (sering kali disebut salah saji moneter)yang secarah langsung berpengaruh pada
ketetapan saldo laporan keuangan. Auditor mengendalikan tiga jenis pengujian subtantif,
ketiga jenis itu adalah pengujian subtantif transaksi, prosedur analitis subtantif, serta
pengujian terperinci saldo.
Pengujian subtantif transaksi digunakan untuk menentukan apakah keenam tujuan
audit terkait transaksi penjualan adalah transaksi penjualan benar-benar terjadi (tujuan
keterjadian) dan transaksi penjualan yang ada telah dicatat (tujuan kelengkapan).
Jenis-jenis pengujian yang disusun dalam daftar berikut berdasarkan urutan biaya yang
rendah ke yang tinggi.
 Prosedur analitis.
 Prosedur penilaian resiko, termasuk prosedur untuk mendapatkan pemahaman
atas pengendalian internal
 Pengujian pengendalian.
 Pengujian substansif transaksi.

18
 Pengujian terperinci saldo.

Untuk mendapatkan bukti yang tepat dengan memadai untuk menghadapi risiko
risiko-risiko yang teridentifikasi melalui prosedur penilaian risiko, auditor menggunakan
kombinasi antara keempat jenis pengujian lainnya. Kombinasi ini sering kali dinamai
dengan bukti gabungan (envidence mix).
Analisis audit 1 klien ini merupakan sebuah perusahaan besar dengan pengendalian
internal yang rumit dan risiko bawaan yang rendah.
Analisis audit 2 perusahaan ini berukuran sedang, dengan beberapa pengendalian dan
beberap risiko bawaan
Analisis audit 3 perusahaan ini berukuran sedang, namun memiliki beberapa
pengendalian yang efektif dan beberapa risiko bawaan yang signifikan.
Analisis audit 4 rencana wal untuk audit ini adalah mengikuti pendekatan yang
digunakan dalam audit 2. Namun, auditor kemungkinan menemukan deviasi uji
pengendalian yang luas, dan salah saji yang signifikan ketika melakukan pengujian
substantif transaksi dan prosedur analitis substantive
Masing-masing siklus transaksi akan dievaluasi dengan menggunakan seperangkat
subprogram audit yang terpisah. Dalam siklus penjualan dan penagihan, misalnya.
Auditor dapat menggunakan subprogram-subprogram dibawah ini.
 Program audit pengujian pengendalian dan pengujian substantif transaksi untuk
penjualan dan penerimaan kas
 Program audit prosedur analitis substantif untuk keseluruhan fisik
 Program audit pengujian terperinci saldo untuk kas, piutang dagang, beban
piutang tak tertagih, penyisihan piutang tak tertagih dan piutang lain-lain.

Berikut empat fase yang perlu diperhatikan dalam proses pengauditan


Fase I : Merencanakan Dan Merancang Sebuah Pendekatan Audit
Fase II: Melakukan Pengujian Pengendalian Dan Pengujian Substantive Transaksi
Fase III: Melakukan Prosedur Analitis Dan Pengujian Terperinci Saldo
Fase IV: Menyelesaikan Audit Dan Menerbitka Suatu Laporan Audit

19

Anda mungkin juga menyukai