Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsepdasar Penyakit Thypus Abdominalis


1. Pengertian
a. Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, dan C. Sinonim dari penyakit ini
adalah Typhoid dan Paratyphoid Abdominalis (Syaifullah Noer, 1998).
b. Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari Tujuh hari, gangguan pada saluran
cerna, gangguan kesadaran, dan dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12-13
tahun(70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan di atas usia pada anak 12-
13 tahun sebanyak (5%-10%) (Mansjoer Arif, 1999).
c. Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari1 minggu, gangguan pencernaan
dan gangguan kesadaran (FKUI, 1999).
d. ThypusAbdominalisadalahpenyakkitinfeksiakut yang
biasanyaterdapatpadasalurancernadengangejalademamlebihdarisatuminggudanterda
patgangguankesadaran (Suriadi, Yuliani Rita, 2001). Jadi tifus abdominalis adalah
penyakit infeksi akutyang disebabkan oleh kuman salmonella typhi dan terdapat
pada saluran pencernaan yang disertai dengan demam lebih dari satuminggu, dan
gangguan kesadaran.

2. Etiologi
FaktorEtiologidaridemam typhoid adalahdisebabkanolehmakanan yang tercemaroleh
salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang
ditularkanmelaluimakanan, jaritangan, lalatdanfeses,
sertamuntahdiperberatbilaklienmakantidakteratur. Faktorpredisposisinyaadalahminum
air mentah, makanmakanan yang tidakbersihdanpedas,
tidakmencucitangansebelumdansesudahmakan, dari WC danmenyiapkanmakanan.
Salmonella typhosa, merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora. Mempunyai sekurang kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen O
(Ohne Hauch) yaitu somatic antigen (tidak menyebar), terdiri dari zat kompleks
lipopolisakarida, antigen H (Hauch/menyebar) terdapat pada flagella, antigen Vi
merupakan polisakarida kapsul verilen. Ketiga jenis antigen tersebut didalam tuibuh
manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibody yang lazim disebut
aglutinin
(Ngastiyah,1997).SelainitupenyakitTipusAbdomnalisjugabisadidukungolehfaktor-
faktorantara lain : pengetahuantentangkesehatandiridanlingkungan yang relative
ren```dah, penyediaan air bersih yang tidakmemadai. Keluargadengan hygiene sanitasi
yang rendah, pemasalahanpadaidentifikasidanpelaksanaankarier,
keterlambatanmembuat diagnosis yang pasti, patogenesisdanfaktorvirulensi yang
belumdimengertisepenuhnyasertabelumtersedianyavaksin yang efektif, amandanmurah
Pang dalam (SoegijantoSoegeng, 2002).
3. PATOFISIOLOGI
Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi,
setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah
(bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan
limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial sistem
(RES) dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9
hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder)
dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama limpa, kandung empedu yang
selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus
dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa bakteremia ini kuman mengeluarkan
endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit
pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di darah
mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang mengakibatkan timbulnya
gejala demam.
Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines yang
menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler,
depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung
eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel
ini beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam usus halus, jaringan limfe
mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi
(minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi
ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal.
PATHWEY THYPUS ABDOMINALIS
Bakteri salmonella
thypi

Sebagian di musnahkan di Peradanganpadausushalus


dalamlambung Masuk kesaluran cerna
melalui makanan dan \reaksiinflamasi
minuman
Peningkatanproduksiasamla
mbung MK nyeri
Peradanganpadasalurancern
a
Mual, muntah

Merangsangpelepasanzatpir Sebagianmenembus lamina


Penurunannafsumakan ogenleukosit propia

Beratbadanmenurun
Zatpirogenberedardalamdar Masukkealirandarah
ah
MK
nutrisikurangdarikebutuhant Masuk di
hipotalamus
ubuh perbesaranhatidanlinva

Merespondenganmeningkat Hipatomegali,splenomegali
kansuhutubuh
( pembesaranhatidanlinva )

DEMAM THIPOID/THYPUS
Peningkatansuhutubuh Infasikumanpadausushalus
ABNOMINALIS

MK hiperemi
Sebagianmenetapdanhidup
Tubuhbanyakkehilangancaira Perdarahandanperforasi di ileum terminalis
ndarah

Kuranginformasi MK kurangpengetahuan
MK kekuranganfolumecairan
4. MANIFESTASI KLINIK/TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat
adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, masa tunas
terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi,
mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-gejala
klinis sebagai berikut :
a. Demam
Demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan dengan suhu
tubuh yang tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu berangsur-angsur
meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Pada minggu kedua, penderita terus demam dan pada minggu ketiga demam
penderita berangsur-angsur normal.
b. Gangguan pada Saluran Pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated
tounge) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar,
disertai nyeri pada perabaan.
c. Gangguan Kesadaran
Kesadaran menurun, walaupun tidak terlalu merosot, yaitu apatis sampai samnolen
atau somnolence (keinginan untuk tidur dan terus tidur). Di samping gejala-gejala
tersebut , pada punggung dan anggota gerak juga dijumpai adanya roseola, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.
5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian sebagai berikut
(Rahmad Juwono, 1996) :
a. Perawatan
1) Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari.
2) Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.
3) Mobilisasi sesuai kondisi.
b. Diet
1) Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya (mula-
mula air, lalu makanan lunak, dan kemudian makanan biasa).
2) Makanan mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak
gas.
c. Obat
1) Antimikroba : Kloramfenikol, Tiamfenikol, Co-trimoksazol (Kombinasi
Trimetoprim dan Sulkametoksazol).
2) Obat Symptomatik ; Antipiretik, Kortikosteroid diberikan pada pasien yang
toksik.
3) Supportif : vitamin-vitamin.
4) Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuropsikiatri.
6. KOMPLIKASI
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, dan tromboflebitis.
2) Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik.
3) Paru : pneumoni, empiema, pleuritis.
4) Hepar dan kandung empedu : hipatitis dan kolesistitis.
5) Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6) Tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT THYPUS


ABDOMINALIS
1. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1) Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, No.
Registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan dan
tanggal MRS.
2) Keluhan utama
Pada pasien Typhoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas, dan demam.
3) Riwayat Penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit Typhoid, dan apakah
menderita penyakit lainnya.
4) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien Typhoid demam, anorexia, mual, muntah, diare,
perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri otot,
lidah kotor, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Typhoid atau
sakit yang lainnya.

6) Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa
yang di deritanya.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan napsu makan selama sakit, lidah
kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi berubah.
b) Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta
pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
c) Pola tidur dan aktivitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah, pada waktu tidur.
d) Pola Eliminasi
Kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas yang
meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
e) Pola reproduksi dan seksual
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah menikah
akan terjadi perubahan.
f) Pola persepsi dan pengetahuan
Bagaimanakah persepsi terhadap status kesehatan saat ini dan sampai
sejauh mana pasien memahami penyakit dan perawatannya.
g) Pola konsep diri: Adakah gangguan konsep diri.
h) Pola Penaggulangan Stres
Kaji apakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi setiap stressor.
i) Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal
dan mengalami hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
j) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Biasanya pada pasien Typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual,
perut tidak enak, dan anorexia.
b) Kepala dan leher
Konjungtiva anemia, mataa cowong, muka pucat/bibir kering, lidah kotor,
ditepi dan di tengah merah.
c) Dada dan abdomen
Di daerah abdomen ditemukan nyeri tekan
d) Sistem integument
Turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
e) Sistem eliminasi
Pada pasien Typhoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih
pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal), normal ½ - 1 cc/kg
BB/jam.
9) Pemeriksaan Penunjang
Untuk melakukan diagnosis penyakit typhus abdominalis, perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan-pemeriksaan sebagai
berikut ;
a) Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
b) Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita
biasanya dalam minggu pertama sakit.
c) Uji Widal
d) Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella Thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
 Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
 Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
 Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman).
 Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien
menderita typhoid.
10) Pemeriksaan SGOT/SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

b. Analisa data
Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk menentukan
masalah klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang
meliputi data subyek dan dan data obyek. Data subyek adalah data yang diambil
dari ungkapan klien atau keluarga klien sedangkan data obyek adalah data yang
didapat dari suatu pengamatan atau pendapat yang digunakan untuk menentukan
diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus
demam typhus abdominalis yaitu sebagai berikut :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan
makanan yang tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual, dan
kembung.
3. Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kurangnya asupan (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual
dan muntah) dan pembatasan aktivitas.
5. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan
kurangnya informasi.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan klien
pada dasarnya sesuai dengan masalah yang ditemukan pada klien dengan demam
tifoid dan hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ada. Perencanaan
berisi suatu tujuan pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang akan digunakan
itu untuk mencapai tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan diagnosa
keperawatan diatas, maka perencanaan yang dibuat sebagai berikut :
a. Diagnosa 1
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
1) Suhu dalam batas normal.
2) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
3) Turgor kulit elastis
4) Pengisian kapiler kurang dari 3.
5) Membrane mukosa

Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 atau 4 1. Tindakan ini sebagai dasar untuk
jam. menentukan intervensi.
2. Observasi membrane mukosa, pengisian 2. Untuk mengidentifikasi tanda-tanda
kapiler, dan turgor kulit. dehidrasi akibat panas.
3. Berikan minum 2-2,5 liter sehari selama 3. Kebutuhan cairan dalam tubuh cukup
24 jam. mencegah terjadinya panas.
4. Berikan kompres hangat pada dahi, 4. Kompres hangat memberi efek
ketiak, dan lipat paha. vasodilatasi pembuluh darah, sehingga
5. Anjurkan pasien untuk tirah baring (bed mempercepat penguapan tubuh.
rest) sebagai upaya pembatasanaktivitas 5. Menurunkan kebutuhan metabolisme
selama fase akut. tubuh sehingga turut menurunkan panas.
6. Anjurkan pasien untuk menggunakan 6. Pakaian tipis memudahkan penguapan
pakaian yang tipis dan menyerap panas. Saat suhu tubuh naik, pasien akan
keringat. banyak mengeluarkan keringat.
7. Berikan terapi obat golongan antipiretik 7. Untuk menurunkan atau mengontrol
sesuai program medis evaluasi panas badan.
efektivitasnya. 8. Untuk mengatasi infeksi dan mencegah
8. Pemberian antibiotik sesuai program penyebaran infeksi.
medis. 9. Penggantian cairan akibat penguapan
9. Pemberian cairan parenteral sesuai panas tubuh.
program medis.

b. Diagnosis 2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan
yang tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual, dan kembung.
1) Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak memadai
2) Kriteria hasil :
3) Tidak terjadi mual dan kembung
4) Nafsu makan meningkat
5) Pasien mampu menghabiskan satu porsi makanan
6) Berat badan meningkat/normal

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji pola makan dan status pasien 1. Sebagai dasar untuk menentukan
2. Berikan makan yang tidak merangsang intervensi.
(pedas, asam, dan mengandung gas). 2. Mencegah iritasi usus dan distensi
3. Berikan makanan lunak selama fase abdomen.
akut(masih ada panas atau suhu lebih 3. Mencegah terjadinya iritasi usus dan
dari normal). komplikasi perforasi usus.
4. Berikan makan dalam porsi kecil tapi 4. Mencegah rangsangan mual/muntah.
sering. 5. Untuk mengetahui masukan
5. Timbang berat badan pasien setiap hari. makanan/penambahan berat badan.
6. Lakukan perawatan mulut secara teratur 6. Meningkatkan nafsu makan.
dan sering. 7. Agar pasien bersikap kooperatif dalam
7. Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang pemenuhan nutrisi.
memadai. 8. Untuk mengontrol mual dan muntah,
8. Berikan terapi antiematik sesuai sehingga dapat meningkatkan masukan
program medis. makanan.
9. Berikan nutrisi parenteral sesuai 9. Untuk mengistirahatkan gastrointestinal
program terapi medis, jika pemberian dan memberikan nutrisi penting untuk
makanan oral tidak dapat diberikan. metabolisme tubuh.

c. Diagnosis 3
Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan
kurangnya asupan (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
1) Tujuan : keseimbangan cairan tubuh memadai.
2) Kriteria hasil :
a) Asupan (intake) dan keluaran (output) cairan seimbang
b) Tanda-tanda vital dalam batas normal
c) Membran mukosa lembab.
d) Pengisian kapiler baik (<3).
e) Produksi urine normal.
f) Berat badan normal.
g) Hematokrit dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam. 1. Hipotensi, takikardia, dan demam
2. Monitor tanda-tanda kekurangan cairan menunjukkan respon terhadap kehilangan
(turgor kulit tak elastis, produksi urine cairan tubuh.
menurun, membran mukosa kering, bibir 2. Tanda-tanda tersebut menunjukkan
pecah-pecah, dan pengisian kapiler kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
lambat). 3. Untuk mendeteksi keseimbangan cairan
3. Observasi dan catat masukan serta dan elektrolit.
keluaran cairan setiap 8 jam. 4. Untuk pemenuhan kebutuhan cairan
4. Berikan cairan per oral 2-2,5 liter per hari, tubuh.
jika pasien tidak muntah. 5. Berat badan merupakan indikator
5. Timbang berat badan pasien setiap hari kekurangan cairan dan status nutrisi.
dengan alat ukur yang sama. 6. Untuk memperbaiki kekurangan volume
6. Berikan cairan parenteral sesuai program cairan.
medis. 7. Indikator status cairan pasien, evaluasi
7. Awasi data laboratorium (hematokrit). adanya hemokonsentrasi.
d. Diagnosis 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual dan
muntah) dan pembatasan aktivitas.
1) Tujuan : toleran terhadap aktivitas
2) Kriteria hasil :
a) Tidak ada keluhan lelah
b) Tidak ada takikardia dan takipnea saat melakukan aktivitas.
c) Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat toleransi pasien terhadap 1. Sebagai dasar untuk menentukan
intervensi
aktivitas.
2. Untuk mengidentifikasi asupan nutrisi
2. Kaji jumlah makanan yang dikonsumsi pasien
pasien.
3. Anjurkan tirah baring (bed rest) selama 3. Untuk menurunkan metabolisme tubuh
dan mencegah iritasi usus
fase akut.
4. Jelaskan pentingnya pembatasan 4. Untuk mengurangi gerak peristaltik
usus, sehingga mencegah iritasi usus
aktivitas selama perawatan.
5. Bantu pasien melakukan aktivitas sehari- 5. Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi
dengan energi minimal, sehingga
hari sesuai kebutuhan.
mengurangi gerak peristaltik usus
6. Melibatkan keluarga dalam pemenuhan 6. Partisipasi keluarga meningkatkan sikap
bekerja sama pasiendalam perawatan.
kebutuhan kebutuhan aktivitas sehari-
7. Meningkatkan partisipasi pasien dapat
hari. meningkatkan harga diri pasien dan
meningkatkan toleransi aktivitas
7. Berikan kesempatan kepada pasien
untuk melakukan sesuai 8. Meningkatkan daya tahan tubuh,
aktivitas
sehingga meningkatkan aktivitas pasien
kondisinya (jika telah bebas panas
selama beberapa hari, hasil laboratorium
menunjukkan perbaikan.
8. Berikan terapi multivitamin sesuai
program terapi medis.

e. Diagnosis 5
Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan
kurangnya informasi.
1) Tujuan : pasien dan keluarga mendapatkan pemahaman tentang penyakitnya.
2) Kriteria hasil : pasien dapat menjelaskan penyakitnya, perawatan penyakit tersebut,
pengobatannya, waktu kontrol ulang.

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang 1. Sebagai dasar menentukan intervensi
penyakitnya. 2. Pasien mendapat kejelasan tentang
2. Jelaskan pada pasien tentang penyakit penyakitnya.
Typhus abdominalis (pengertian, 3. Pasien mendapat kejelasan tentang
penyebab, tanda, dan gejala, pengobatan, perawatan di rumah setelah pulang dari
serta komplikasi penyakit). rumah sakit.
3. Jelaskan pada pasien tentang perawatan 4. Untuk mencegah terulangnya infeksi
penyakit. usus yang yang berasal dari makanan,
4. Jelaskan kepada pasien tentang alat makan, dan kebersihan diri yang
pentingnya menjaga kebersihan kurang.
makanan dan kebersihan diri. 5. Agar pasien mudah mengingat kapan
5. Berikan catatan tertulis waktu kontrol waktu kontrol yang tepat.
ulang setelah sakit.

DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Rudi.2012.Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.Yogyakarta : gosyen Publishing.
Ardiansyah, Muhamad.2012.Medikal Bedah untuk Mahasiswa.Jogjakarta : Diva Press.
Murwani.2012.Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Jogjakarta : Gosyen Publishing.
Fely, Andrifebri.2012.Thypus Abdominalis.Dalam http://anfebfel.blogspot.com/2012/10/thypus-
abdominalis.html(pada tanggal 10 September 2014)
Abi, Benedikta.2012.Thypus Abdominalis.Dalam http://askepdikta.blogspot.nl/2012/09/thypus-
abdominalis.html(diakses pada tanggal 10 September 2014)

Anda mungkin juga menyukai