Anda di halaman 1dari 13

ASKEP CA NASOFARING

I. Pengertian

Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian


besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.

II. Anatomi Nasofaring.

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di


sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring
tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang
dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai
berikut :

Atas : Basis kranii.

Bawah : Palatum mole

Belakang : Vertebra servikalis

Depan : Koane

Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).

Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.

III. Etiologi

Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan
mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring.
Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :

1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.

2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap
industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).

4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)

5. Radang kronis nasofaring

6. Profil HLA

IV. Tanda dan Gejala

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba


Eustachii dan dasar tengkorak

Gejala Hidung :

Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga


nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan
penciuman.

Gejala telinga
Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler,
pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung,
rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)

Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran

Gejala lanjut

Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai


kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang
biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama
kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot
sehingga sulit digerakkan.

V. Pembagian Karsinoma Nasofaring

Menurut Histopatologi :

Well differentiated epidermoid carcinoma.

– Keratinizing

– Non Keratinizing.

Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma

– Transitional

– Lymphoepithelioma.

Adenocystic carcinoma

Menurut bentuk dan cara tumbuh

Ulseratif
Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.

Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar
(creeping tumor)

VI. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

Tipe WHO 1

– Karsinoma sel skuamosa (KSS)

– Deferensiasi baik sampai sedang.

– Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

Tipe WHO 2

– Karsinoma non keratinisasi (KNK).

– Paling banyak pariasinya.

– Menyerupai karsinoma transisional

Tipe WHO 3

– Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

– Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”,


varian sel spindel.

– Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Indonesia Cina

Tipe WHO 1 29% 35%

2 14% 23%
3 57% 42%

VII. Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitar

1. Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi

2. Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas :

Neuralgia trigeminal unilateral

Oftalmoplegia unilateral

Amaurosis

Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater

3. Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan, hiper/hipo/anestesi


palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias, kelumpuhan otot trapezius,
stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.

4. Manifestasi kelumpuhan :

N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan
pengecap pada sepertiga belakang lidah.

N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan
respirasi dan salvias.

N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido mastoideus, serta
hemiparese palatum mole.

N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah.

VIII. Penentuan Stadium :

TUMOR SIZE (T)


T Tumor primer
T0 Tidak tampak tumor
T1 Tumor terbatas pada satu lokasi saja
T2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas
pada rongga nasofaring
T3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaring
T4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang
tengkorak atau saraf-saraf otak
Tx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap
REGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaran
N1 Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan
N2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
digerakkan
N3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh

Stadium I : T1 No dan Mo

Stadium II : T2 No dan Mo

Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo

Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau
T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1

IX. Pemeriksaan Penunjang

Nasofaringoskopi

a. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter

b. Biopsi multiple

c. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila
dicurigai metastase tulang)
d. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar
yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari
saraf yang dikenai.

X. Penatalaksanaan

a. Radioterapi : hal yang perlu dipersiapkan adalah KU pasien baik, hygiene mulut, bila
ada infeksi mulut diperbaiki dulu.

b. Kemoterapi

c. Pembedahan

XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).


2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan
nutrisi..
3. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi,
ketidak familiernya sumber informasi.
5. Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.
6. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nyeri akut Setelah dilakukan askep selama Manajemen nyeri :
3 x 24 jam tingkat
kenyamanan klien meningkat, 1. Lakukan pegkajian nyeri secara
dan dibuktikan dengan level komprehensif termasuk lokasi,
nyeri: klien dapat melaporkan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
nyeri pada petugas, frekuensi dan faktor presipitasi.
nyeri, ekspresi wajah, dan
menyatakan kenyamanan fisik
2. Observasi reaksi nonverbal dari
dan psikologis, TD 120/80
ketidaknyamanan.
mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR:
16-20x/mnt
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
Control nyeri dibuktikan
sebelumnya.
dengan klien melaporkan gejala
nyeri dan control nyeri.
4. Kontrol faktor lingkungan yang
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri


(farmakologis/non farmakologis)..

7. Ajarkan teknik non farmakologis


(relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri..

8. Berikan analgetik untuk mengurangi


nyeri.

9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol


nyeri.

10.Kolaborasi dengan dokter bila ada


komplain tentang pemberian analgetik
tidak berhasil.

11.Monitor penerimaan klien tentang


manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.

1. Cek program pemberian analogetik; jenis,


dosis, dan frekuensi.

2. Cek riwayat alergi..

3. Tentukan analgetik pilihan, rute


pemberian dan dosis optimal.

4. Monitor TTV sebelum dan sesudah


pemberian analgetik.

5. Berikan analgetik tepat waktu terutama


saat nyeri muncul.

6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan


gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan askep selama Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari 3×24 jam klien menunjukan
kebutuhan tubuh status nutrisi adekuat 1. kaji pola makan klien
dibuktikan dengan BB stabil
tidak terjadi mal nutrisi, tingkat 2. Kaji adanya alergi makanan.
energi adekuat, masukan nutrisi
adekuat
3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan


nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
klien.
5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
asupan nutrisinya.

6. Yakinkan diet yang dikonsumsi


mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.

7. Berikan informasi tentang kebutuhan


nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari jika


memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi


yang mengharuskan klien makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan


tidak bersamaan dengan waktu klien
makan.

5. Monitor adanya mual muntah.

6. Monitor adanya gangguan dalam proses


mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.

7. Monitor intake nutrisi dan kalori.


3 Risiko infeksi Setelah dilakukan askep selama Konrol infeksi :
3 x 24 jam tidak terdapat
faktor risiko infeksi pada 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
klien dibuktikan dengan status pasien lain.
imune klien adekuat: bebas dari
gejala infeksi, angka lekosit 2. Pertahankan teknik isolasi.
normal (4-11.000),
3. Batasi pengunjung bila perlu.

4. Intruksikan kepada keluarga untuk


mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.

5. Gunakan sabun anti miroba untuk


mencuci tangan.

6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah


tindakan keperawatan.

7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai


alat pelindung.

8. Pertahankan lingkungan yang aseptik


selama pemasangan alat.

9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus


setiap hari.

10.Tingkatkan intake nutrisi.

11.berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi

1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik


dan lokal.

2. Monitor hitung granulosit dan WBC.

3. Monitor kerentanan terhadap infeksi..

4. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap


tindakan.

5. Pertahankan teknik isolasi bila perlu.

6. Inspeksi kulit dan mebran mukosa


terhadap kemerahan, panas, drainase.

7. Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

8. Ambil kultur jika perlu

9. Dorong masukan nutrisi dan cairan yang


adekuat.

10.Dorong istirahat yang cukup.

11.Monitor perubahan tingkat energi.

12.Dorong peningkatan mobilitas dan


latihan.

13.Instruksikan klien untuk minum antibiotik


sesuai program.

14.Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan


gejala infeksi.

15.Laporkan kecurigaan infeksi.


16.Laporkan jika kultur positif.
4 Kurang Setelah dilakukan askep selama Teaching : Dissease Process
pengetahuan 3×24 jam, pengetahuan klien
tentang penyakit meningkat. 1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan
dan perawatan nya keluarga tentang proses penyakit
Knowledge : Illness Care dg
kriteria : 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit,
tanda dan gejala serta penyebab yang
1 Tahu Diitnya mungkin

2 Proses penyakit 3. Sediakan informasi tentang kondisi klien

3 Konservasi energi 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang


berarti dengan informasi tentang
4 Kontrol infeksi perkembangan klien

5 Pengobatan 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien

6 Aktivitas yang dianjurkan 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang


mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang
7 Prosedur pengobatan
dan atau kontrol proses penyakit
8 Regimen/aturan pengobatan
7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi
atau pengobatan
9 Sumber-sumber kesehatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan
10.Manajemen penyakit atau terapi

9. Dorong klien untuk menggali pilihan-


pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin


terjadi

11. Anjurkan klien untuk mencegah efek


samping dari penyakit

12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang


ada

13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda


dan gejala yang muncul pada petugas
kesehatan

14. kolaborasi dg tim yang lain.


5 Harga diri rendah Setelah dilakukan askep selama PENINGKATAN HARGA DIRI
3×24 jam klien menerima
keadaan dirinya
1. Monitor pernyataan pasien tentang harga
Dengan criteria : diri

Mengatakan penerimaan diri 2. Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi


& keterbatasan diri kekuatan

Menjaga postur yang terbuka 3. Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi


dengan orang lain
Menjaga kontak mata
4. Bantu pasien mengidentifikasi respon
positif dari orang lain.
Komunikasi terbuka

5. Berikan pengalaman yang meningkatkan


Menghormati orang lain
otonomi pasien.

Secara seimbang dapat 6. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas


berpartisipasi dan meningkatkan harga diri.
mendengarkan dalam
kelompok
7. Monitor frekuensi pasien mengucapkan
negatif pada diri sendiri.
Menerima kritik yang
konstruktif
8. Yakinkan pasien percaya diri dalam
menyampaikan pendapatnya
Menggambarkan
keberhasilan dalam
9. Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik
kelompok social
negatif terhadap dirinya

Menggambarkan kebanggaan 10. Jangan mengejek / mengolok – olok


terhadap diri pasien

11. Sampaikan percaya diri terhadap


kemampuan pasien mengatasi situasi

12. Bantu pasien menetapkan tujuan yang


realistik dalam mencapai peningkatan
harga diri.

13. Bantu pasien menilai kembali persepsi


negatif terhadap dirinya.

14. Anjurkan pasien untuk meningkatkan


tanggung jawab terhadap dirinya.

15. Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri

16. Anjurkan pasien mengevaluasi


perilakunya.

17. Berikan reward kepada pasien terhadap


perkembangan dalam pencapaian tujuan

18. Monitor tingkat harga diri


7. DAFTAR PUSTAKA
8. Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC.
Jakarta
9. Guyton, Athur C, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC, Jakarta
10. Iskandar.N, 1989, Tumor Telinga-Hidung-Tenggorokan, Diagnosis dan Penatalaksanaan,
Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Indonesia, Jakarta
11. Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book.
St. Louis
12. Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St.
Louis
13. Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002.
NANDA
14. NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA

Anda mungkin juga menyukai