A. KONSEP DASAR
1. Definisi Kasus
Tumor hidung adalah pertumbuhan ke arah ganas yang m e n g e n a i h i d u n g d a n l e s i y a n g m e n y e r u p a i t u m o r
p a d a r o n g g a hidung, termasuk kulit dari hidung luar dan vestibulum nasi
2. Etiologi
1. Kelainan Kongenital
2. Infeksi
3. Gaya hidup
4. Bahan – Bahan Karsinogenik
3. Gejala Klinis
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor dan arah perluasannya.
Gejala hidung:
Buntu hidung unilateral dan progresif.
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif
umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
Pembengkakan pipi
Pembengkakan palatum durum
Geraham atas goyah, maloklusi gigi
Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
4. Patofisiologi
Kelainan congenital, Infeksi, Gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya
sel tumor. Sel tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas).
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak
jaringan sehat sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang memisahkan jaringan tumor dari
jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas
tumbuh menyusup ke jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan kaki-kakinya mencengkeram alat
tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari tempat
asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke
jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang
jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke
tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital
yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991).
Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru,
duplikasi kromosom sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini sel tidak melakukan
pembelahan).
5. Pemeriksaan Penunjang
- Foto sinar X:
o WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan sinus frontal)
o Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)
o RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
o CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
- Biopsi:
o Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi
melalui meatus nasi inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-Luc. Tumor yang tidak
mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi. Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong
beku untuk diperiksa lebih lanjut.
6. Terapi
Tumor jinak:
Terapi pilihan adalah pembedahan dengan pendekatan antara lain:
1) Rinotomi lateral
2) Caldwell-Luc
3) Pendekatan trans-palatal
Tumor ganas:
1) Pembedahan
2) Radiasi
3) Kemoterapi
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium penyakit, antara lain:
Gejala hidung:
Buntu hidung unilateral dan progresif.
Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif
umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
Pembengkakan pipi
Pembengkakan palatum durum
Geraham atas goyah, maloklusi gigi
Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
Pada tumor ganas didapati gejala sistemik:
Penurunan berat badan lebih dari 10 %
Kelelahan/malaise umum
Napsu makan berkurang (anoreksia)
3. Rencana Asuhan
1) Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan
fungsi-peran, perubahan interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
1. Orientasikan klien dan orang terdekat Informasi yang tepat tentang situasi yang
terhadap prosedur rutin dan aktivitas dihadapi klien dapat menurunkan
yang diharapkan. kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan
sekitar dan membantu klien mengantisipasi
dan menerima situasi yang terjadi.
6. Pantau dan catat respon verbal dan Menilai perkembangan masalah klien.
non verbal klien yang menunjukan
kecemasan.
2) Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek-efek radioterapi/kemoterapi.
1. Diskusikan dengan klien dan keluarga Membantu klien dan keluarga memahami
pengaruh diagnosis dan terapi masalah yang dihadapinya sebagai langkah
terhadap kehidupan pribadi klien dan awal proses pemecahan masalah.
aktiviats kerja.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek
radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.
1. Dorong klien untuk meningkatkan Asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
asupan nutrisi (tinggi kalori tinggi diperlukan untuk mengimbangi status
protein) dan asupan cairan yang hipermetabolik pada klien dengan
adekuat. keganasan.
3. Berikan obat anti emetik dan roborans Anti emetik diberikan bila klien mengalami
sesuai program terapi. mual dan roborans mungkin diperlukan
untuk meningkatkan napsu makan dan
membantu proses metabolisme.
5) Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Tekankan penting oral hygiene. Infeksi pada cavum nasi dapat bersumber
dari ketidakadekuatan oral hygiene.
0 Comments
2. ETIOLOGI
Etiologi tumor ganas hidung belum diketahui, tetapi diduga beberapa zat hasil industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu
kayu, kulit, formaldehid, kromium, minyak isopropyl dan lain-lain
3. PENGKLASIFIKASIAN HIDUNG
1. Tumor Jinak
Tumor jinak tersering adalah papiloma skuamosa. Secara makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler, padat dan
tidak mengkilap. Ada
2 Jenis papiloma,
Pertama eksofitik atau fungiform[1] dan yang kedua endofitik disebut papiloma inverted. Papiloma[2]inverted ini bersifat
sangat invasive,dapat merusak jaringan sekitarnya. Tumor ini sangat cenderung untuk residif dan dapat berubah menjadi
ganas. Lebih sering dijumpai pada anak laki-laki usia tua. Terapi adalah bedah radikal misalnya rinotomi lateral atau
maksilektomi media5.
Tumor jinak angiofibroma nasofaring sering bermanifestasi sebagai massa yang mengisi rongga hidung bahkan juga
mengisi seluruh rongga sinus paranasal dan mendorong bola mata ke anterior.
2. Tumor Ganas
Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul oleh karsinoma yang berdeferensiasi dan
tumor kelenjar.
Sinus maksila adalah yang tersering terkena (65-80%), disusul sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri (24%), sedangkan sinus
sphenoid dan frontal jarang terkena.Metastasis ke kelenjar leher jarang terjadi (kurang dari 5%) karena rongga sinus sangat
miskin dengan system limfa kecuali bila tumor sudah menginfiltrasi jaringan lunak hidung dan pipi yang kaya akan system
limfatik.Metastasis jauh juga jarang ditemukan (kurang dari 10%) dan organ yang sering terkena metastasis jauh adalah hati
dan paru
4. PATOFISIOLOGI
Berbagai jenis tipe tumor berbeda telah dijelaskan terdapat pada rahang atas. Jenishistologis yang paling umum adalah karsinoma sel
skuamosa, mewakili sekitar 80%kasus.Lokasi primer tidak selalu mudah untuk ditentukan dengan sejumlah sinus berbeda yangsecara
umum terlibat seiring waktu munculnya pasien. Mayoritas (60%) tumor tampaknya berasal dari antrum, 30% muncul dalam rongga
hidung, dan sisa 10% muncul dari etmoid. Tumor primer frontal dan sfenoid sangat jarang
Limfadenopati servikal teraba muncul pada sekitar 15% pasien pada presentasi.Gambaran kecil ini disebabkan drainase limfatik sinus
paranasal ke nodus retrofaring dandari sana ke rantai servikal dalam bawah. Sebagai akibatnya, nodus yang terlibat diawaltidak
mudah dipalpasi di bagian leher manapun.Tumor hidungdapat diketahui bersama-samadengan polip nasi dan cenderung untuk timbul
bersama tumor hidung sel skuamosa maligna,lebih sering timbul didinding lateral hidung dan daapt pula menyebabkan obstruksi
saluran pernapasan hidung,perdarahan intermiten atau keduanya
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor dan arah perluasannya.
Gejala hidung:
Buntu hidung unilateral dan progresif[3].
1. Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
2. Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
3. Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinan keganasan.
4. Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan
progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang tumor seperti:
a) Pembengkakan pipi
b) Pembengkakan palatum durum
c) Geraham atas goyah, maloklusi gigi
d) Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
6. KOMPLIKASI
Tidak dapat bermetasis,tetapi sangat destruktif disekitarnya dapat menyebar memenuhi nasofaring dan terlihat dari orofaring
7. PEMERIKASAAN FISIK
1) Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan palatum: didapatkan pembengkakan sesuai lokasi pertumbuhan tumor
2) Palpasi, teraba tumor dan pembesaran kelenjar leher
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto polos berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus dicurigai
keganasan dan dibuat suatu tomogram atau TK. Pemeriksaan MRI dapat membedakan jaringan tumor dengan jaringan normal tetapi
kurang begitu baik dalam memperlihatkan destruksi tulang.
9. PENATALAKSANAN
Terbaik untuk tumor ganas adalah kombinasi operasi, radio terapi,dan kemoterapi.Satu pengobatan saja tidak cukup.Kemoterapi
bermanfaat pada tumor ganasdengan metastase atau yang residif atau jenis yang sangat baik dengan kemoterapi,misalnya limfoma
malignum.Pada tumor jinak dilakukan ekstirpasi tumor sebersih mungkin. Bila perludilakukan cara pendekatan rinotomi lateral
ataudegloving[4].Untuk tumor ganas dilakukan tindakan radikal seperti maksilektomi, dapat berupa maksilektomi media, total dan
radikal. Maksilektomi biasanya di lakukan misalnya padatumor yang sudah infiltrasi ke orbita, terdiri dari pengangkatan maksila
secara endblok disertai eksterasi orbita, jika tumor meluas ke rongga intracranial dilakukan reseksi kraniofasial atau kraniotomi,
tindakan dilakukan dalam tim bersama dokter bedah saraf
B. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada pasien tumor hidung; Nyeri pada hidung
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mulai merasakan nyeri akibat pembengkakan
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah tumor hidung ini diderita sejak bayi sehingga mempengaruhi dalam kemampuanbernafas
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga pasien Tidak ada keluarga yang menderita penyakit pada sistem penciuman
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran,
perubahan interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga
2. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat efek-efek radioterapi/kemoterapi.
3. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek
radioterapi/kemoterapi dan distres emosional.
5. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status kesehatan-sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran,
perubahan interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Orientasikan klien dan orang terdekat 1. Informasi yang tepat tentang
terhadap prosedur rutin dan aktivitas situasi yang dihadapi klien dapat
yang diharapkan. menurunkan kecemasan/rasa
asing terhadap lingkungan
sekitar dan membantu klien
2. Eksplorasi kecemasan klien dan mengantisipasi dan menerima
berikan umpan balik. situasi yang terjadi.
2. Mengidentifikasi faktor
3. Tekankan bahwa kecemasan adalah pencetus/pemberat masalah
masalah yang lazim dialami oleh kecemasan dan menawarkan
banyak orang dalam situasi klien saat solusi yang dapat dilakukan
ini. klien.
5. Menurunkan kecemasan,
memudahkan istirahat.
2) Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat keganasan, efek- efek radioterapi/kemoterapi.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Diskusikan dengan klien dan 1. Membantu klien dan keluarga memahami
keluarga pengaruh diagnosis masalah yang dihadapinya sebagai langkah
dan terapi terhadap kehidupan awal proses pemecahan masalah.
pribadi klien dan aktiviats
kerja. 2. Efek terapi yang diantisipasi lebih
2. Jelaskan efek samping dari memudahkan proses adaptasi klien
pembedahan, radiasi dan terhadap masalah yang mungkin timbul.
kemoterapi yang perlu 3. Perubahan status kesehatan yang
diantisipasi klien membawa perubahan status sosial-
3. Diskusikan tentang upaya ekonomi-fungsi-peran merupakan masalah
pemecahan masalah perubahan yang sering terjadi pada klien keganasan.
peran klien dalam keluarga dan
masyarakat berkaitan dengan 4. Menginformasikan alternatif konseling
penyakitnya. profesional yang mungkin dapat ditempuh
4. Terima kesulitan adaptasi klien dalam penyelesaian masalah klien.
terhadap masalah yang 5. Mengidentifikasi sumber-sumber
dihadapinya dan informasikan pendukung yang mungkin dapat
kemungkinan perlunya dimanfaatkan dalam meringankan masalah
konseling psikologis klien.
5. Evaluasi support sistem yang
dapat membantu klien 6. Menilai perkembangan masalah klien.
(keluarga, kerabat, organisasi
sosial, tokoh spiritual)
6. Evaluasi gejala keputusasaan,
tidak berdaya, penolakan terapi
dan perasaan tidak berharga
yang menunjukkan gangguan
harga diri klien.
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status metabolik akibat keganasan, efek radioterapi/kemoterapi
dan distres emosional.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Dorong klien untuk 1. Asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
meningkatkan asupan nutrisi diperlukan untuk mengimbangi status
(tinggi kalori tinggi protein) hipermetabolik pada klien dengan
dan asupan cairan yang keganasan.
adekuat.
2. Kolaborasi dengan tim gizi
untuk menetapkan program 2. Kebutuhan nutrisi perlu diprogramkan
diet pemulihan bagi klien. secara individual dengan melibatkan klien
3. Berikan obat anti emetik dan dan tim gizi bila diperlukan.
roborans sesuai program terapi.
4. Dampingi klien pada saat 3. Anti emetik diberikan bila klien
makan, identifikasi keluhan mengalami mual dan roborans mungkin
klien tentang makan yang diperlukan untuk meningkatkan napsu
disajikan. makan dan membantu proses metabolisme.
5. Timbang berat badan dan
ketebalan lipatan kulit trisep
(ukuran antropometrik lainnya)4. Mencegah masalah kekurangan asupan
sekali seminggu yang disebabkan oleh diet yang disajikan.
6. Kaji hasil pemeriksaan
laboratorium (Hb, limfosit 5. Menilai perkembangan masalah klien.
total, transferin serum, albumin
serum)
6. Menilai perkembangan masalah klien.
5) Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek imunosupresi radioterapi/kemoterapi
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Tekankan penting oral hygiene.1. Infeksi pada cavum nasi dapat bersumber
2. Ajarkan teknik mencuci tangan dari ketidakadekuatan oral hygiene.
kepada klien dan keluarga, 2. Mengajarkan upaya preventif untuk
tekankan untuk menghindari menghindari infeksi sekunder.
mengorek/me-nyentuh area
luka pada rongga hidung (area3. Menilai perkembagan imunitas seluler/
operasi). humoral.
3. Kaji hasil pemeriksaan 4. Antibiotik digunakan untuk mengatasi
laboratorium yang infeksi atau diberikan secara profilaksis
menunjukkan penurunana pada pasien dengan risiko infeksi.
fungsi pertahanan tubuh 5. Protein diperlukan sebagai prekusor
(lekosit, eritrosit, trombosit, pembentukan asam amino penyusun
Hb, albumin plasma) antibodi.
4. Berikan antibiotik sesuai 6. Efek imunosupresif terapi radiasi dan
dengan program terapi. kemoterapi dapat mempermudah timbulnya
5. Tekankan pentingnya asupan infeksi lokal dan sistemik.
nutrisi kaya protein
sehubungan dengan penurunan
daya tahan tubuh.
6. Kaji tanda-tanda vital dan
gejala/tanda infeksi pada
seluruh sistem tubuh.
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Polip hidung adalah peradangan mukosa hidung yang berisi cairan interseluler dan berupa massa lunak. Bentuk polip bulat
atau lonjong dan berwarna putih keabu-abuan atau pucat. Teori mengenai penyebab timbulnya polip hidung telah sering diajukan,
tetapi belum ada teori yang dapat diterima dengan mutlak, mungkin juga timbulnya polip disebabkan oleh kombinasi beberapa factor,
yang pasti polip tidak timbul secara kongenital. Teori tersebut antara lain teori alergi, teori peradangan dan infeksi, teori obstruksi
mekanik, teori gangguan saraf, teori supurasi sinus, teori pembuluh darah dan limfe. Penelitian akhir-akhir ini mengatakan bahwa
polip berasal dari adanya epitel mukosa yang rupture oleh karena trauma, infeksi, dan alergi yang menyebabkan edema mukosa,
sehingga jaringan menjadi prolaps.(9)
Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan menyebabkan tekanan negatif
pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan
menyebabkan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip banyak berasal dari area yang sempit di infundibulum etmoid, hiatus
semilunaris dan area lain di meatus medius. (5,6)
Gejala utama polip hidung adalah sumbatan hidung dan hilangnya sensasi bau. Berat ringannya tergantung besar kecilnya
polip, atau pada saat mendapat serangan radang atau alergi. Rinore biasanya encer atau mukopurulen bila ada infeksi, dan dapat
menetes ke belakang sebagai post nasal drip. Keluhan sering disertai bersin-bersin bila latar belakang alergi yang mendasarinya.
Infeksi sinus paranasal dapat terjadi bersamaan dengan polip hidung. Polip hidung sangat mengganggu pada kebanyakan pasien dan
pengobatannya pun masih kontroversial. Penyakit ini sering berulang dan memerlukan pengobatan yang lama sampai bertahun-
tahun. (9)
Polip hidung sangat mengganggu pada kebanyakan pasien dan pengobatannya pun masih kontroversial. Penyakit ini sering
berulang dan memerlukan pengobatan yang lama sampai bertahun-tahun. Pengobatannya bertujuan untuk mengurangi besarnya atau
menghilangkan polip supaya aliran udara hidung menjadi lapang dan penderita dapat bernapas dengan baik. Selanjutnya gejala-gejala
rinitis dapat dihilangkan dan fungsi penciuman kembali normal. Terdapat beberapa pilihan pengobatan untuk polip hidung mulai dari
pemberian obat-obatan, pembedahan konvensional sederhana dengan menggunakan snare polip sampai pada bedah endoskopi yang
memakai alat lebih lengkap. Walaupun demikian angka kekambuhan masih tetap tinggi sehingga memerlukan sejumlah operasi
ulang. (9) Penjelasan diatas merupakan landasan penyusunan makalah “Penyakit Nassal Polip” ini agar dapat lebih memahami tentang
penyakit polip dan terapi yang diberikan oleh seorang farmasis.
I.2. Permasalahan
1. Apa pengertian dan ciri-ciri polip?
2. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari polip?
3. Bagaimana pencegahan polip?
4. Terapi apa yang dapat diberikan oleh seorang farmasis pada pasien polip?
5. Bagaimana perjalanan obat polip dalam tubuh?
I.3. Tujuan
1. Memahami lebih dalam mengenai polip dan ciri-ciri polip.
2. Memahami cara-cara diagnosa polip.
3. Mengetahui cara-cara pencegahan polip.
4. Mengetahui jenis-jenis terapi yang dapat diberikan oleh seorang farmasis pada pasien polip.
5. Mengetahui perjalan obat dalam tubuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi Hidung
Hidung secara anatomi dibagi menjadi dua bagian:
1. Hidung bagian luar (Nasus eksterna)
2. Hidung bagian dalam (Nasus interna atau cavum nasi)
II.2. Polip
Gangguan pada indra penciuman disebabkan oleh keadaan yang mengganggu pencapaian odoran pada neuroepitelium
oflaktorius (gangguan transportasi), yang menimbulkan cedera pada reseptor (gangguan sensorik) atau yang merusak lintasan
oflaktorius sentral (gangguan neural). Gangguan transportasi oflaktorius dapat terjadi akibat pembengkakan membran mukosa nasal
pada infeksi akut traktus respiratorius bagian atas oleh virus, rhinitis serta sinusitis bakterialis, dan rhinitis alergika dengan perubahan
struktural dalam cavum nasi seperti deviasi septum nasi, neoplasma dan polip. (1)
Polip hidung adalah mukosa hidung yang mengalami hipertrofi yang dapat terjadi akibat edema kronik. Polip biasanya
dijumpai pada pasien pengidap rhinitis alergi. Apabila polip menimbulkan obstruksi, diindikasikan tindakan polipektomi hidung. Polip
terlihat seperti balon intranasal kecil, berwarna abu-abu sampai kuning kecoklatan, lembut dan tidak sensitif terhadap sentuhan,
kadang-kadang tampak seperti anggur. Polip berasal dari sel-sel udara etmoid yang menyebabkan perubahan struktur cavum nasi.
Polip kadang ditemukan trias dengan alergi aspirin dan asma. (2,3)
Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin merupakan mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam
stroma polip 100-1000 konsentrasi serum. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis dari nasal polip adalah Gamma Interferon (IFN-γ)
danTumour Growth Factor β (TGF-β). IFN-γ menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya bertanggungjawab atas
kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF-β yang umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat
dalam menarik fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya akan merusak mukosa rinosinusal
yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi. (11)
Gambar 2. Polip
II.3. Diagnosa Polip (5)
Gejala primer adalah hidung tersumbat, terasa ada massa dalam hidung, sukar mengeluarkan ingus dan hiposmia atau anosmia.
Gejala sekunder termasuk ingus turun kearah tenggorok (post nasal drip), rinore, nyeri wajah, sakit kepala, telinga rasa penuh,
mengorok, gangguan tidur, dan penurunan prestasi kerja. Biasanya polip sudah dapat terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior.
Polip yang sangat besar dapat mendesak dinding rongga hidung sehingga menyebabkan deformitas wajah (hidung mekar). Polip kecil
yang berada di celah meatus medius sering tidak terdeteksi pada rinoskopi anterior dan baru terlihat pada nasoendoskopi.
Gambar 3. CT scan sinus yang menunjukkan polip (P = polyp; O = ostium; MT = middle turbinate; IT = inferior turbinate; E = ethmoid
sinuses).
Pemeriksaan foto sinus paranasal sering menunjukkan rinosinusitis. Pada pemeriksaan CT scan akan terlihat bagaimana selsel
ethmoid dan kompleks ostio-meatal tempat biasanya polip tumbuh. CT scan perlu dilakukan bila ada polip unilateral, bila tidak
membaik dengan pengobatan konservatif selama 4-6 minggu, bila akan dilakukan operasi BESF dan bila ada kecurigaan komplikasi
sinusitis. Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan adalah tes alergi pada pasien yang diduga atopi, biopsi bila ada kecurigaan
keganasan dan kultur polip nasi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding polip nasi termasuk tumor-tumor jinak yang dapat tumbuh dihidung seperti kondroma, neurofibroma,
angiofibroma dan lain-lain. Papiloma inversi (Inverted papiloma) adalah tumor hidung yang secara histologis jinak tapi perangai
klinisnya ganas dapat menyebabkan pendesakan / destruksi dan sering kambuh kembali, penampakannya sangat merupai polip.
Tumor ganas hidung seperti karsinoma atau sarkoma biasanya unilateral, ada rasa nyeri dan mudah berdarah, sering menyebabkan
destruksi tulang. Diagnosis banding lain adalah meningokel/meningoensefalokel pada anak. Biasanya akan menjadi lebih besar pada
saat mengejan atau menangis.
II.4. Terapi Polip (2,5,6)
Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi polip dan menghindari penyebab atau faktor pendorong polip.
Ada 3 macam terapi polip hidung, yaitu :
a. Medikamentosa : kortikosteroid, antibiotik & antihistamin.
Untuk polip edematosa, dapat diberikan pengobatan kortikosteroid,Berikan kortikosteroid pada polip yang masih kecil dan
belum memasuki rongga hidung. Caranya bisa sistemik, intranasal atau kombinasi keduanya. Gunakan kortikosteroid sistemik dosis
tinggi dan dalam jangka waktu singkat. Berikan antibiotik jika ada tanda infeksi. Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip
hidung bisa kita berikan sebelum dan sesudah operasi. Berikan antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca
operasi.Berikan antihistamin jika pemicunya dianggap alergi.
Preparat Kortikosteroid
Adalah nama jenis hormon yang merupakan senyawa regulator seluruh sistem homeostasis tubuh organisme agar dapat
bertahan menghadapi perubahan lingkungan dan infeksi. Hormon anak ginjal berkhasiat sebagai anti radang, imunosupresif dan anti
alergis. Kedua efek terakhir untuk sebagian berhubungan dengan kerja anti radangnya, dan terutama nampak pada reaksi imun di
jaringan. Misalnya migrasi cells dan aktifitas fagosytosis dari makrofag di kurangi. Juga jaringan limfatis di rombak, dimana limfosit-
T dan –B berperan pembentukan antibodi hanya di tekan pada dosis amat tinggi.
Kortikosteroid digunakan sangat luas dalam pengobatan berbagai penyakit alergi oleh karena sifat anti inflamasinya yang kuat.
Beragam kerja anti inflamasi kortikosteroid diperantarai oleh pengaturan ekspresi dari bermacam gen target spesifik. Telah diketahui
bahwa kortikosteroid menghambat sintesis sejumlah sitokin seperti interleukin IL-1 sampai IL-6, tumor nekrosis factor-α (TNF-α), dan
granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF). Kortikosteroid juga menghambat sintesis khemokin IL-8, regulated on
activation normal T cell expressed and secreted (RANTES), eotaxin, macrophage inflammatory protein- 1α (MIP-1α), dan monocyt
chemoattractant protein-1.
Efek antiinflamasi yang nyata terdapat pada golongan glukokortikoid. Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus
konjungtiva dan ruang synovial. Sebagian besar kortikosteroid terikat globulin, sebagian lagi pada albumin. Biotransformasinya terjadi
di dalam dan di luar hati. Metabolitnya merupakan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. Kortikosteroid bekerja dengan memblok
enzim fosfolipase-A2, sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Selain itu
berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat proses peradangan. Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah,
sampai mematikan. Hal ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada pemberian kortikosteroid oral
lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat
pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid
inhalasi secara umum lebih aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti candidiasis (infeksi karena jamur
candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini dapat
dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan
kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.
a. Kortikosteroid intranasal
Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat
mengurangi hiperreaktivitas dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi rinitis alergik dan
efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12 jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari.
Kortikosteroid topikal hidung pada anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal obat ini.
Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal
hidung dapat diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi hari. Obat ini diberikan pada
kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang menonjol.
Contoh: 1. Beklometason
Dosis : 2-4 dd 50 mcg di setiap lubang hidung.
1. Flutikason
Dosis : spray 50 mcg/dosis.
b. Kortikosteroid oral/IM
Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison, metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan
betametason) poten untuk mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka pendek mungkin diperlukan. Jika
memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat
ini cukup ringan, dan efek samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan untuk
rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu dipertimbangkan pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.
Contoh : 1. Kortison
Dosis : 3 dd 25-50 mg (asetat)
2. Prednisolon
Dosis : oral semula 1 dd 5-60 mg pagi hari, berangsur-angsur dalam waktu 4 minggu diturunkan sampai 5 mg sehari atau
10 mg setiap 2 hari.
II.5. Pencegahan Polip (8)
Kambuh dari polip hidung setelah perawatan bedah sangat umum terjadi.Pencegahan yang dapat dilakukan adalah:
Pencegahan klinis
Pilihan pengobatan bedah dan tenaga ahli pengalaman mungkinmempengaruhi tingkat kambuh.
Pencegahan radang eosinophilic
Kortikosteroid lokal efektif dalam mencegah kambuh Polip hidung.
Pencegahan perubahan dalam metabolisme asam arakidonat pada subyekyang sensitive aspirin
(1) menghindari aspirin
(2) mengambil antagonis reseptor leukotrien
(3) mengalami desensitisasi aspirin.
Pencegahan pembentukan edema
Pengobatan dengan furosemide topical setidaknya sama efektifnya dengansteroid topikal.
Pencegahan infeksi jamur menggunakan antijamur
Pengobatan jangka panjang topikal dengan lisin asetilsalisilat danamfoterisin B ditemukan efektif pada pasien
dengan poliposis hidung dan infeksi mikotik.
IV.1. Kesimpulan
1. Polip adalah suatu pseudotumor yang merupakan penonjolan dari mukosa hidung atau sinus paranasalis yang terdorong karena
adanya gaya berat. Etiologi polip nasal belum diketahui secara pasti. Diduga karena adanya reaksi alergi, infeksi, deviasi septum
hidung, intoleransi aspirin, perubahan polisakarida, dan ketidakseimbangan vasomotor.
2. Diagnosis polip nasal berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3. Pencegahan polip dilakukan dengan menghindari faktor iritasi, pola hidup sehat, rajin mencuci tangan, gunakan bilasan hidung atau
nasal lavage ketika terjadi iritasi pada hidung.
4. Terapi penderita polip nasal dilakukan dengan cara operatif (polipektomi) atau dengan non operatif (kortikosteroid).
5. Glukokortikoid mempunyai efek antiinflamasi, diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang synovial. Sebagian besar
kortikosteroid terikat globulin, sebagian lagi pada albumin. Biotransformasinya terjadi di dalam dan di luar hati. Metabolitnya
merupakan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. Sediaan intranasal diserap melaui selaput lendir pada hidung dan langsung
dimetabolisme. Keuntungan sediaan intranasal yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran pernafasan (efek lokal),
sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang serius. Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2,
sehingga menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan leukotrien. Kortikosteroid menghambat sintesis
sejumlah sitokin seperti interleukin IL-1 sampai IL-6, dan IL-8.
CARSINOMA CAVUM NASI
A.PENGERTIAN
CA Cavum Nasi adalah kanker yang menyerang rongga hidung.Tumor ganas hidung dan tumor ganas
sinus paranosalis tidak dapat dipisahkankarena keduanya saling mempengaruhi.
B.ETIOLOGI
Penyebab dari ca cavum nasi belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa kemungkinan
besar, diantaranya adalah:1.Perokok berat, fistula oroantal, rhinitis atrofi, pecandu
alkolhol. . ! n f e k s i k r o n i k h i d u n g d a n s i n u s p a r a n o s a l . " . # o n t a k d e n g a n d e b u k a y u
p a d a p e k e r $ a m e b e l % f a k t o r i r i t a s i k r o n i s d a r i debu dan kayu&.'.#ontak dengan bahan
industri, seperti nikel, krom, isopropanolol. ( . T h o r i u m d i o k s i d a y a n g d i p a k a i s e b a g a i
c a i r a n k o n t r a s p a d a p e m e r i k s a a n rontgen.) . * i n o s i t i s m a k s i l a k r o n i s .
C.PATOFISIOLOGI
+enda asing %asap rokok, nikotin, debu kayu, nikel, krom dll& masukkedalam rongga
hidung ter$adi secara terusmenerus dan dalam -aktu
yangl a m a s e h i n g g a m e n y e b a b k a n t e r b e n t u k n y a m a s s a , p e r u b a h a n s t r u k t u r d a n muk
osa hidung sehingga menimbulkan obstruksi rongga hidung yang dapat mengenai septum nasi
%devormitas kavum, septum nasi, trauma kavumseptumnasi, hamatom septum dan perforasi
septum& atau pertumbuhan baru
seperti polip hidung, papiloma, inversi dan tumor belignamaligna&. *ebagaitambahan, berbagai se
bab lain menyebabkan obstruksi saluran pernafasanhidung %hipertrofi adenoid, benda
asing, atresia, koana, $aringan parut intra nasal, dan kolaps&.
1
/ a s s a a d a l a h k a v u m n a s i i n i m e n y e b a b k a n e d e m a p a d a m u k o s a hidung akibat
gangguan aliran limfe dan vena serta membentuk masa
polipoid pada cavum nasi. Tumor ini menginvasi kearah atas sampai kedalam fosakranialis dan kearah
lateral sampai ke dalam orbita.
D.MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan ge$ala Ca Cavum nasi, tergantung pada tempat asal tumor dan arah serta luas
penyebarannya.1 . T u m o r s i n u s m a k s i l a d a n m e l u a s k e m e d i a l . Tanda dan ge$alanya:
-
0idung tersumbat
-
inorea unilateral yang menetap dan berbau.
-
2pistaksis . T u m o r s i n u s e t m o i d d a n l a m i n a k r i b i f o r m i s . Tanda dan ge$alanya:
-
0idung tersumbat
-
Anomsia
-
+eringus
-
Nyeri didaerah frontal" . T u m o r d a s a r a n t r u m d a n m e l u a s k e a r a h b a - a h . Tanda dan
ge$alanya:
-
3igi yang goyah
-
3angguan oklusif
-
Nyeri pada gigi molar
-
Pembengkakan dan laserasi didaerah palatum.'.Tumor meluas kedaerah orbita dan duktus
nasolakrimalis.Tanda dan ge$alanya:
-
4iplopia
-
Proptosis
-
Tersumbatnya saluran air mata
-
/ata tampak membengkak
-
Teraba musa dan orbita
-
/ata tampak menon$ol.( . T u m o r m e l u a s k e a n t e r i o r . Tanda dan ge$alanya:
-
Pembesaran pipi satu sisi %asimetris&) . * t a d i u m l a n $ u t N . A l v e o l a r i s s u p e r i o r . Tanda dan
ge$alanya:
-
asa baal pada gigi dan gusi rahang atas.5 . T u m o r m e l u a s d a n m e n g i n v a s i k e
n a s o f a r i n g . Tanda dan ge$alanya:
-
Tuli konduktif akibat gangguan tuba bustachius.6 . P e r l u a s a n l a i n y a n g d a p a t m e n g e n a i
s a r a f . Tanda dan ge$alanya:
-
Tuli saraf
-
Tidak mampu membuka mulut
-
Paresis fasialis
-
0emiplegia
-
0iperparestesia
-
Nyeri kepala berat
-
Perubahan posisi mata.
E.KOMPLIKASI
-
*inusitis frontal: Ca yang telah menyumbat duktus frontonasal sehingga dapatmenyebabkan sinusitis
frontal.
-
/eningitis: Ca yang mengenai selaput otak sehingga menimbulkan serangan berulang
meningitis.
"
Kegiatan (1)