Anda di halaman 1dari 16

BAB 5

PEMBAHASAN

5.1 Keterbatasan penelitian

Dalam pengumpulan data pada penelitian ini kekurangan dapat

terjadi. Pada teknik pengumpulan data primer, instrument (kuesioner) dijawab

oleh responden, sehingga kebenaran data sangat tergantung pada kejujuran

responden, oleh karena kemungkinan kesalahan dan penyimpangan sulit

dihindari. Pada saat melakukan penelitian, penelliti tidak bisa mengumpulkan

responden secara bersamaan, sehingga responden harus di temui satu persatu.

5.2 Gambaran Karakteristik Responden

5.2.1 Karakteristik Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata

responden berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Nyoko (2017) ia menemukan,

penderita HIV/AIDS paling banyak pada laki-laki yaitu 73 orang

(64.9%) dan pada perempuan yaitu 39 orang (35.1%).

Penelitian juga dilakukan oleh Saktina (2017) hasil penelitan

menunjukkan distribusi proporsi penderita AIDS berdasarkan jenis

kelamin terdapat lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dengan

proporsi sebesar 67,6% dibandingkan jenis kelamin perempuan.

Hal ini didukung oleh Yusri dkk. (2012) dalam penelitiannya

di RSUP H. Adam Malik Medan yang menyatakan bahwa dari 163

57
dengan transmisi hubungan seksual, proporsi tertinggi adalah laki-laki

119 orang (73,0%).

Hasil penelitian ini juga senada dengan hasil-hasil penelitian

sebelumnya diantaranya penelitian Nojomi, Anbary, dan Ranjbar

(2018) yang mendapatkan 88,5% respondennya berjenis kelamin laki-

laki, penelitian Wig, et al. (2016) dari 68 pasien dalam penelitiannya

88,2% adalah pria,

Hal ini bisa dihubungkan dengan perilaku perempuan yang

lebih baik dibandingkan laki-laki (Greeff at al, 2009). Namun

demikian, kasus HIV/AIDS pada perempuan tetap menjadi perhatian

yang serius. Studi penelitian menunjukkan penularan HIV dari laki-

laki kepada perempuan dua kali lipat dibandingkan sebaliknya.

Perempuan juga lebih rentan tertular dan lebih menderita akibat

penyakit ini. Penularan HIV pada perempuan juga berlanjut pada

risiko menularkan pada bayi jika mereka hamil dimana risikonya

sebesar 15-40% (Paminto, 2009).

Berdasarkan keterangan diatas maka dapat disimpulkan

bahwa jenis kelamin laki-laki paling banyak mengalami HIV/AIDS,

dikarenakan sesuai dengan proporsi ODHA di tempat penelitian

jumlah populasi laki-laki lebih banyak dibandingkan populasi

perempuan dikarenakan sex bebas. Seperti halnya menurut Kemenkes

RI (2017) kasus HIV/AIDS di Indonesia berdasarkan jenis kelamin

sejak 1987 sampai September 2016, lenih banyak terjadi pada

kelompok laki-laki (54%) atau hampir 2 kali lipat dibandingkan pada

58
kelompok perempuan (29%). Sehingga upaya yang dapat disampaikan

yaitu bagi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan sebaiknya

selektif dalam berteman serta bergaul, dan memilih lingkungan yang

baik sehingga terhindar dari hal hal negative serta memperdalam ilmu

agama agar menjadi benteng dan penguat ketika akan berperilaku.

5.2.2 Karakteristik Usia

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata

responden berusia 25-40 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Lubis (2012) menemukan umur dewasa (>24 tahun)

merupakan penyumbang terbesar untuk penyakit HIV/AIDS .

Penelitian juga dilakukan oleh Saktina (2017) didapatkan data

bahwa dari 179 data rekam medis penderita AIDS di RSUP Sanglah

Denpasar persentase penderita AIDS terbanyak adalah kelompok

umur 30-39 tahun berjumlah 71 orang (39,7%), disusul kelompok

umur 40-49 tahun berjumlah 50 orang (27,9%), dan kelompok umur

20-29 tahun berjumlah 39 orang (21,8%). Penelitian Greeff, et al.

(2009) dengan hasil usia rata-rata responden penelitiannya 36,8 tahun,

Selain itu juga hasil ini menunjukkan penderita yang

terdiagnosa HIV/AIDS umur 25 tahun artinya telah terpapar virus

HIV pada umur remaja pada saat berumur 15-17 tahun, karena AIDS

membutuhkan waktu 8-10 tahun untuk memperlihatkan gejala

klinisnya sejak terinfeksi pertama kali (Mansjoer 2011)

Peneliti berasumsi secara umum, bertambahnya usia seseorang

mempengaruhi kesehatan. Hal ini dikarenakan oleh perubahan fisik,

59
sosial, dan psikologis. Usia dewasa muda pada penelitian ini

dikarenakan dewasa muda banyak memiliki rasa keingintahuan yang

tinggi, sehingga mereka selalu ingin mencoba hal yang baru yang

belum mereka rasakan, seperti ke hal yang negative pula. Sehingga

upaya yang dapat disampaikan yaitu dengan memberikan pengarahan

dari orang tua serta memberikan pendidikan tentang memilih dan

memilah hal-hal yang wajib dihindari dan yang wajib untuk diikuti

sehingga tidak memicu seseorang untuk berperilaku ke hal yang

negative.

5.2.3 Karakteristik Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata

responden berpendidikan SMA/Sederajat. Penelitian yang dialakukan

oleh Nyoko (2017) dari hasil penelitian menunjukkan sebagian

penderita berpendidikan SMA sebanyak 54 orang (48.6%), diikuti

SMP sebanyak 27 orang (24.3%) kemudian SD 22 orang (19.8%).

enelitian Greeff, et al. (2009) yang mendapatkan responden dalam

penelitiannya paling banyak memiliki pendidikan menengah ke atas.

Tingkat pendidikan adalah tingkat suatu proses jangka

panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang

mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual

dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum (Notoatmodjo, 2012).

Menurut peneliti tingkat pendidikan seseorang berpengaruh

terhadap kemampuan menyerap dan menerima informasi kesehatan.

Selain itu pendidikan juga berpengaruh terhadap perilaku yang lebih

60
baik. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan akan mempunyai

wawasan yang luas sehingga dapat menjadi teladan. Sebagian besar

responden berpendidikan terakhir SMA dan tidak melanjutkan ke

jenjang yang lebih tinggi sehingga mengakibatkan mereka keliru

dalam bergaul dan terjerumus kedalam hal yang kurang baik.

5.2.4 Karakteristik Perkawinan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata

responden yang memiliki status perkawinan kawin. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Nyoko (2017) status pernikahan dibagi

menjadi 3 bagian yaitu menikah, belum menikah dan cerai. Hasil

penelitian menunjukkan sebagian besar penderita telah menikah

sebanyak 69 orang (62.2%), belum menikah 38 orang (34.2%) dan

cerai 4 orang (3.6%). Hasil ini sesuai juga dengan penelitian yang

menemukan penderita HIV/AIDS paling banyak merupakan yang

telah menikah (Lubis 2012).

Perkawinan dan kesetiaan tidak cukup melindungi mereka

dari terinfeksi HIV (Meehan et al. 2016). Salah satunya di Afrika

Selatan dilaporkan populasinya 66% hanya memiliki satu pasangan

dan 79% tidak melakukan hubungan seksual sampai umur 17 tahun,

namun 40% perempuan muda disana terinfeksi HIV meski mereka

setia pada satu pasangan. Di Kolombia dilaporkan 72% perempuan

yang baru menikah terinfeksi HIV dari suami mereka yang melakukan

seks dengan orang lain (UNAIDS 2015).

61
Menurut asumsi peneliti, informasi kesehatan tentang

pentingnya tidak melakukan seks bebas dan setia pada satu pasangan

menjadi wajib dilakukan. Dari hasil penelitian ini didapatkan

mayoritas responden berstatus kawin, dikarenakan kebanyakan

mereka mengetahui terkena penyakit HIV/AIDS setelah mereka

berkeluarga.

5.2.5 Karakteristik Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata

responden memiliki status pekerjaan Pegawai Swasta. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutapea (2012) ia

menyatakan pekerjaan penderita HIV/AIDS paling banyak sebagai

Wiraswata. Penelitian juga dilakukan oleh Sumiyati (2015) dari hasil

penelitian diketahui bahwa sebagian besar (74,4%) ODHA telah

bekerja sebagai wiraswasta.

Menurut hasil penelitian Rini dkk. (2013) di Klinik VCT

RSUD Arifin Achmad Prov. Riau penderita HIV/AIDS berdasarkan

jenis pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta (52,27%). Teori segitiga

epidemiologi oleh Gordon menyatakan suatu penyakit dipengaruh

oleh host, agent dan lingkungan (Gordon 2012).

Tingginya kasus HIV/AIDS bila dikaitkan dengan pekerjaan

nampaknya dapat diasumsikan bahwa orang yang bekerja dan

mempunyai penghasilan sendiri (uang) cenderung dapat menjadi

faktor pendorong untuk melakukan apa saja sesuai keinginanannya

62
dengan penghasilannya, termasuk membeli seks yang sebenarnya

merupakan perilaku seks berisiko terhadap rentannya infeksi HIV

5.2.6 Karakteristik Agama

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata

responden yang menganut agama islam. Penelitian yang dilakukan

oleh Parut (2016) didapatkan hasil bahwa seluruh responden beragama

islam.

Penelitian yang dilakukan Ahwan (2014) mengungkapkan

bahwa stigma dan diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat

Nahdlatul Ulama (NU) dilatarbelakangi oleh kurang pengetahuan

tentang HIV/AIDS, persoalan pemahaman dan cara pandang

masyarakat NU terhadap persoalan HIV/AIDS dari sudut pandang

agama yang kurang tepat, dan yang terakhir adalah terkait mitos

tentang HIV/AIDS yang beredar di masyarakat. Penelitian yang

dilakukan Diaz (2012) di Puerto Rico juga menyatakan bahwa adanya

peran agama dalam membentuk konsep tentang sehat dan sakit serta

terkait dengan adanya stigma teradap ODHA.

Penelitian lain juga yang dilakukan Andrewin (2018)

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kepatuhan beragama

dengan stigma dan diskriminasi kepada penderita HIV/AIDS.

Berdasarkan keterangan diatas peneliti berasumsi bahwa

agama dapat mempengaruhi sikap seseorang, jika agama bagus maka

responden akan berfikir ulang ketika akan bertindak ke hal yang

negatif ataupun positif.

63
5.3 Pembahasan Hasil Univariat

5.3.1 Gambaran Dukungan Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diketahui dukungan keluarga

penderita HIV/AIDS memperlihatkan bahwa rata-rata memiliki

dukungan yang baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Budiarti (2016) didapatkan

bahwa gambaran dukungan keluarga pada pasien HIV/ AIDS secara

keseluruhan dapat dikategorikan cukup yaitu sebanyak 76,3%.

Dukungan keluarga adalah suatu upaya yang dibeikan kepada

orang lain, baik moril maupun materi bentuk motivasi orang tersebut

dalam melaksanakan kegiatan. Dukungan keluarga juga

dididentifikasikan sebagai informasi verbal maupun non verbal, saran,

bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang

yang akrab dengan subjek didalam lingkungannya atau yang berupa

kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional

dan pengaruh tingkah laku penerimanya (Friedman, 2010).

Penelitian juga dilakuakan oleh Avelina (2018) didapatkan

hasil bahwa sebagian besar responden mendapat dukungan dari

keluarga dalam menjalani terapi yakni 26 orang (92.9%).

Keluarga memiliki beberapa komponen Dukungan penilaian,

Dukungan instrumental, Dukungan informasional dan Dukungan

emosional (Friedmen, 2010). Menurut Liu (2010) Keluarga juga

merupakan faktor yang berpengaruh dalam menentukan program

pengobatan pada pasien, derajat dimana seseorang terisolasi dari

64
pendampingan orang lain secara negatif berhubungan dengan

kepatuhan. Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi tingkat

kecemasan yang disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, dapat

mengurangi godaan dari ketidaktaatan dan dapat menjadi kelompok

pendukung dari ketidakpatuhan.

Penelitian yang dilakukan oleh Siboro (2018) didapatkan

hasil bahwa responden ODHA mengaku 86% dari mereka dikunjungi

keluarga saat sakit,frekuensi keluarga sering mengunjungi responden

sebanyak 64%.

Dapat disimpulkan bahwa aspek yang paling dominan dalam

penelitian ini yaitu tertera pada nomor pertanyaan 6 dengan dukungan

instrumental yaitu keluarga menyediakan waktu untuk menemani

melakukan aktivits fisik dan nomor 3 dengan dukungan penilaian yaitu

keluarga memberi obat tepat waktu. Aspek yang paling rendah yaitu

tertera pada nomor 9 dengan dukungan instrumental yaitu keluarga

menyediakan makanan tambahan dan nomor 10 dengan dukungan

instrumental yaitu keluarga mengatur pola makan. Dalam hal ini

penulis berpendapat bahwa dukungan keluarga merupakan hal yang

penting bagi seseorang yang sedang mengalami masalah kesehatan

berupa HIV/AIDS agar dapat memotivasi pasien tersebut dalam

menjalani pengobatannya, agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan

dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien serta membuat pasien

lebih menjaga kesehatannya. Maka upaya yang dapat dilakukan yaitu

memberikan konseling kepada pihak keluarga tentang pentingnya

65
memberikan dukungan keluarga terhadap penderita HIV/AIDS serta

melibatkan keluarga dalam setiap pengobatan yang dilakukan oleh

penderita HIV/AIDS.

5.3.2 Gambaran Respon Sosial

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa respon sosial

penderita HIV/AIDS memiliki respon sosial berupa adaptif. Penelitian

yang dilakukan oleh marrubeny (2013) didapatkan hasil bahwa dari 39

responden didapatkan respon sosial yang mal adaptif sebanyak 22

orang (56,4%), sedangkan respon sosial yang adaptif sebanyak 17

orang atau (43,6%).

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Burhan (2014) sebagian besar responden mengalami respon

sosial maladaptif, ia mempercayai penyakit HIV/AIDS mudah

menular dan menakutkan,

Respon adalah suatu reaksi baik positif maupun negatif yang

diberikan oleh masyarakat (Pequegnat, 2011) respon akan timbul

setelah seorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan

kehadiran suatu objek dan dilaksanakan, kemudian

menginterpretasikan objek yang dirasakan tadi. Berarti dalam hal ini

respon pada dasarnya adalah proses pemahaman terhadap apa yang

terjadi dilingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya, merupakan

hubungan timbal balik, saling terkait dan saling mempengaruhi.

Respon adaptif merupakan respon individu dalam

menyelesaikan suatu hal dengan cara yang dapat diterima oleh norma-

66
norma masyarakat (Sutejo, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh

Ayunda (2014) didapatkan hasil bahwa dari 39 responden didapatkan

respon sosial yang adaptif sebanyak 56,2%

Banyak dari ODHA yang telah terinfeksi mereka tertutup

dalam artian tidak mau menceritakan kepada temannya, keluarga atau

koordinator ODHA bahwa dia terinfeksi. Manusia sebagai makhluk

sosial, Menurut Stuart Gail W (2013) manusia tidak mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan dengan

lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan

sosialnya menimbulkan responrespon sosial pada individu. Rentang

respon sosial individu berada dalam rentang adaptif sampai dengan

maladaptif.

Dapat disimpulkan bahwa aspek yang paling dominan dalam

penelitian ini yaitu tertera pada nomor pertanyaan 2 dengan respon

adaptif yaitu pasien ingin penyakitnya membaik dengan bekonsultasi

dengan dokter dan nomor 3 dengan respon adaptif yaitu

berunding/berdiskusi terlebih dahulu sebelum melakukan pengobatan.

Aspek yang paling rendah yaitu tertera pada nomor 14 dengan respon

yang berada ditengah yaitu setiap apa yang di lakukan, dibantu oleh

keluarga terdekat dan nomor 21 dengan respon maladaptif yaitu

responden merasa tidak dianggap dikeluarga. Berdasarkan hasil diatas

maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penderita HIV/AIDS

sudah terbiasa dengan kondisinya dan sudah lama menderita penyakit

tersebut, sehingga reaksi sosial dan emosinya sudah stabil,

67
dibandingkan dengan penderita HIV/AIDS yang baru pertama kali

mendengar diagnosa tersebut. Maka upaya yang dapat dilakukan

adalah dengan memberikan edukasi kepada pasien tentang pentingnya

berkomunikasi dengan orang lain dan bersosialisai dengan lingkungan

sekitar sehingga responden memiliki tempat berbagi tentang keluh

kesah mereka agar mereka tidak merasa sendiri serta pasien dapat

meningkatkan hubungan interpersonal dengan lingkungan sekitar.

5.4 Pembahasan Hasil Penelitian Bivariat


5.4.1 Hubungan dukungan keluarga dan respon sosial pada pasien
HIV/AIDS di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi Tahun 2019
Hasil analisis data secara statistik menunjukan bahwa ada

hubungan dukungan keluarga dan respon sosial pada pasien HIV/AIDS

di Yayasan Kanti Sehati Sejati Kota Jambi Tahun 2019 dengan nilai p-

value 0,000.

Penelitian yang dilakukan oleh Titik Endah Puspa Rini, dkk

(2019) menunjukkan ada hubungan dukungan keluarga dengan respon

sosial individu pasien HIV/AIDS di Wilayah Kecamatan Rejoso

Kabupaten Nganjuk dengan nilai p-value 0,000 dengan kata lain jika

dukungan keluarga yang baik maka respon sosial responden berupa

adaptif, begitupun sebaliknya.

Penelitian juga dilakukan oleh Budiarti (2016) berdasarkan

hasil uji univariat yang meliputi dukungan keluarga pada pasien HIV/

AIDS berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan

instrumental dan dukungan informatif secara keseluruhan dapat

dikategorikan cukup dan berdasakan hasil uji bivariat terdapat

68
hubungan dukungan keluarga dengan respon sosial individu pasien

HIV/AIDS dengan nilai p-value 0,000.

Berdasarkan hasil temuan peneliti masih ada 4 orang (7,7%)

responden yang memiliki dukungan keluarga yang baik, namun masih

saja ada respon sosial yang maladaptif ataupun sebaliknya. Hal ini

dikarenakan faktor lain yang mencetus terjadinya respon sosial pada

penderita HIV/AIDS seperti faktor dari yayasan yang baik yang

mempunyai banyak teman sehingga banyak mendapat motivasi

Permasalahan yang biasa muncul pada pasien HIV/AIDS

adalah selain masalah fisik juga adanya stigma yaitu reaksi sosial atau

respon sosial terhadap pasien HIV/AIDS yang jelek (Carson, 2008).

Respon sosial adalah tanggapan atau reaksi psikologis-metabolik dari

masyarakat dan lingkungan sekitar (KBBI, 2018).

Stigma respon sosial terhadap pasien HIV/AIDS yang jelek

ini muncul karena penyakit ini berkaitan dengan perilaku homoseksual

dan pemakai narkoba suntik sehingga pasien HIV/AIDS dianggap

tidak bermoral. Permasalahan yang begitu kompleks pada pasien

HIV/AIDS diiringi dengan kehilangan dukungan sosial seperti

kurangnya perhatian keluarga dan masyarakat. Reaksi tersebut menjadi

pengalaman buruk bagi pasien HIV/AIDS dimana disaat dia

membutuhkan dukungan tidak ada yang membantunya sehingga

banyaknya muncul depresi pada pasien HIV/AIDS (Carson, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2017) didapatkan

hasil uji statistik, dukungan keluarga yang signifikan berhubungan

69
dengan respon sosial HIV AIDS dengan nilai p = 0,019 dan nilai OR

= 0,429(95% CI= 0,221 – 0,833).

ODHA memiliki kompleksitas permasalahan yang menuntut

mereka mendapat perhatian, perawatan, dan dukungan sosial dari

berbagai pihak yang dapat dijadikan sumber dukungan. Dukungan

sosial sangat diperlukan terutama pada penderita HIV/AIDS yang

kondisinya sudah sangat parah. Dukungan sosial diberikan oleh orang-

orang sekitar pasien dengan saling berbagi. Dukungan sosial

diperlukan sebagai sumber koping, karena kurangnya keterampilan

koping akan menyebabkan masalah psikologi. Koping yang efektif

dapat membantu mengelola masalah psikologi yang timbul

kemampuan untuk mengontrol stres berkaitan dengan kemampuan

untuk mengontrol diri, mengembangkan respon atau koping yang

efektif untuk beradaptasi dengan baik. Dukungan sosial tersebut

berupa dukungan keluarga (setyoadi, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wisnatul Izzati, dkk

(2014) diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara

dukungan keluara dengan mekanisme koping pasien pasien HIV/AIDS

di Poli Serunai RS Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2013.

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Fungsi

keluarga salah satunya adalah melindungi kesehatan fisik anggota

keluarganya dengan memberikan nutrisi dan layanan kesehatan yang

adekuat. Pada saat salah satu anggota keluarga mengalami masalah

kesehatan, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh anggota

70
keluarga yang sakit. Dukungan keluarga dapat memberikan dampak

positif pada proses penyembuhan penyakit (Kozier, 2010).

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penguat atau

pendorong terjadinya perilaku (Green 1980 dalam Notoatmojdo

2014). Keluarga merupakan faktor eksternal yang memiliki hubungan

paling kuat dengan pasien. Dukungan keluarga dalam hal ini

memberikan motivasi, perhatian, dan mengingatkan pasien untuk

selalu melakukan pembatasan cairan sesuai dengan anjuran tim

kesehatan.

Keluarga dapat berperan sebagai motivator yang dapat

mendorong pasien untuk berprilaku positif dan menerima edukasi

tentang pembatasan cairan yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan.

Dukungan keluarga dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental

seseorang, melalui pegaruhnya terhadap pembentukan emosioal,

peningkatan kognitif dan pembentukan prilaku. Hal ini didukung

pendapat kim at al (2010) bahwa seseorang yang sedang menjalani

suatu program terapi sangat membutuhkan perhatian dari seluruh

anggota keluarga.

Dapat disimpulkan bahwa aspek yang paling dominan dalam

penelitian ini yaitu tertera pada nomor pertanyaan 2 dan 3 yaitu pasien

ingin penyakitnya membaik dengan bekonsultasi dengan dokter dan

berunding/berdiskusi terlebih dahulu sebelum melakukan pengobatan,

sehingga dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga responden

tergolong baik.

71
Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian berasumsi

dukungan keluarga pada pasien HIV/AIDS berhubungan erat dengan

respon sosial responden, semakin dukungan keluarga baik maka

terjadi respon sosial yang semakin membak, begitupun sebaliknya.

Maka upaya yang dapat disampaikan kepada petugas kesehatan

khusunya petugas yayasan agar memberikan edukasi kepada pasien

untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan dan pada pihak keluarga,

untuk memberikan dukungan motivasi respon yang positif

dilingkungan keluarga atau pun lingkungan sosial, serta

penyimpangan sosial yang dilakukan masyarakat

72

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen11 halaman
    Bab 1
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Lembar Observasi
    Lembar Observasi
    Dokumen1 halaman
    Lembar Observasi
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen2 halaman
    Bab V
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen10 halaman
    Bab 3
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen36 halaman
    Bab 2
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Lembar Observasi
    Lembar Observasi
    Dokumen1 halaman
    Lembar Observasi
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL
    PROPOSAL
    Dokumen34 halaman
    PROPOSAL
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Skripsi FIX2
    Skripsi FIX2
    Dokumen35 halaman
    Skripsi FIX2
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • JURNAL
    JURNAL
    Dokumen6 halaman
    JURNAL
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Persetujuan Seminar
    Persetujuan Seminar
    Dokumen1 halaman
    Persetujuan Seminar
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Revisi
    Revisi
    Dokumen41 halaman
    Revisi
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • BAB 2 Newwww
    BAB 2 Newwww
    Dokumen25 halaman
    BAB 2 Newwww
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • JURNAL
    JURNAL
    Dokumen6 halaman
    JURNAL
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • LEMBAR CHECK LIST Nurvia
    LEMBAR CHECK LIST Nurvia
    Dokumen2 halaman
    LEMBAR CHECK LIST Nurvia
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • LP Chosy
    LP Chosy
    Dokumen29 halaman
    LP Chosy
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • PROPOSAL
    PROPOSAL
    Dokumen34 halaman
    PROPOSAL
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Proposal
    Proposal
    Dokumen44 halaman
    Proposal
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Persetujuan Seminar
    Persetujuan Seminar
    Dokumen1 halaman
    Persetujuan Seminar
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen36 halaman
    Bab 2
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Skripsi FIX2
    Skripsi FIX2
    Dokumen35 halaman
    Skripsi FIX2
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 New
    BAB 3 New
    Dokumen10 halaman
    BAB 3 New
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • LP Chosy
    LP Chosy
    Dokumen29 halaman
    LP Chosy
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustaka
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Penelitian
    Kuesioner Penelitian
    Dokumen2 halaman
    Kuesioner Penelitian
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Mtbs Chosy
    Mtbs Chosy
    Dokumen7 halaman
    Mtbs Chosy
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 New
    BAB 3 New
    Dokumen10 halaman
    BAB 3 New
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen36 halaman
    Bab 2
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 New
    BAB 3 New
    Dokumen10 halaman
    BAB 3 New
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Penelitian
    Kuesioner Penelitian
    Dokumen6 halaman
    Kuesioner Penelitian
    umi sarah
    Belum ada peringkat
  • Cover 2
    Cover 2
    Dokumen1 halaman
    Cover 2
    umi sarah
    Belum ada peringkat