PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan sa-lah satu penyakit yang
menyebabkan terjadi-nya kematian tertinggi pada penyakit kardio-vaskular di
dunia dan juga menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia
setelah stroke yakni sebesar 12,9% (WHO, 2016; Kemenkes RI, 2017).
Diperkirakan pada tahun 2020. Berdasarkan angka kematian akibat PJK yang
terus meningkat, maka perlu dilakukan penatalaksanaan yang optimal. Salah
satunya dengan melakukan bedah revaskularisasi yang disebut dengan
operasi Bedah Pintas Koroner (BPK).
Bedah Pintas Koroner (BPK) merupakan salah satu pengobatan pada
pasien PJK yang meng-gunakan pembuluh darah yang diambil dari bagian
tubuh lainnya dan memotong atau “by-pass” arteri koroner yang tersumbat
atau me-nyempit (American Heart Association, 2012).Tujuan dilakukannya
BPK adalah untuk me-ngurangi angina, mengurangi risiko terjadinya
serangan berulang, membantu memperpanjang harapan hidup,
mengoptimalkan fungsi jantung, dan meningkatkan kualitas hidup (NHLBI,
n.d.).
Rehabilitasi jantung terdiri dari tiga fase dan semua fase dari
rehabilitasi jantung penting di-lakukan pada pasien yang menjalani operasi
BPK. Program rehabilitasi jantung ini dimulai dari fase I pada pasien yang
menjalani operasi. Jantung dimulai pada pre operasi dan dilan-jutkan pasca
operasi. Rehabilitasi jantung fase I merupakan rehabilitasi jantung yang dila-
kukan ketika pasien dirawat sampai keluar dari rumah sakit dengan
melakukan tindakan mobi-lisasi/aktifitas fisik dan pernapasan, pemberi-an
edekuasi mengenai faktor risiko penyakit jantung, serta manajemen stress,
dan cemas (Mendes, et al., 2010; Winkelmann, et al., 2015).
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.2 Etiologi
Salah satu penyebab dari penyakit jantung koroner adalah kebiasaan
makan makan makanan berlemak tinggi terutama lemak jenuh. Agar
lemak mudah masuk dalam peredarah darah dan di serap tubuh maka
lemak harus diubah oleh enzim lipase menjadi gliserol (Yenrina,
Krisnatuti, 1999).
Aterosklerosis adalah suatu keadaan arteri besar dan kecil yang
ditandai oleh endapan lemak, trombosit, makrofag dan leukosit di seluruh
lapisan tunika intima dan akhirnya ke tunika media (Elizabeth J. Corwin,
2009, 477).
Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima
bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi
ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan dalam
kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, akan
tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid,
rokok, kadar gula darah yang abnormal.
3
1.3 Patafisiologi
Aterosklerosis merupakan lesi intima yang menonjol sehingga
menyumbat lumen dan melemahkan jaringan pembuluh darah. Secara
umum, plak aterosklerosis berkembang pada arteri yang elastis seperti aorta,
karotis, dan arteri iliaka, dan arteri muskular berukuran sedang hingga besar,
seperti arteri koroner dan arteri poplitea. Sumbatan aterosklerosis tersebutlah
yang mendasari terjadinya PJK, stroke, maupun penyakit arteri perifer.
(Pradipta, Eka Adip. 2014).
Proses aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel (meski belum
terbentuk plak), yang sebenarnya telah terjadi sejak usia muda. Sel endotel
terdapat pada lapisan tunika intima pembuluh darah, berhubungan langsung
dengan aliran darah, serta berperan dalam menjaga keseimbangan antara
faktor prokoagulan dan antikoagulan. Adanya jejas pada endotel yang
berlangsung kronis akan menyebabkan disfungsi endotel, berupa
peningkatan permeabilitas, rekrutmen, dan adesi leukosit, serta potensi
pembentukan trombus. Disamping itu, diet kaya kolesterol dan lemak.
(Pradipta, 2014).
Aterosklerosis terjadi pengerasan pembuluh darah karena plak.
Pembentukan plak ini akan memperlambat bahkan menghentikan aliran
darah sehingga jaringan yang disuplai oleh arteri yang mengalami
aterosklerosis akan kekurangan oksigen dan nutrisi. (Wihastuti, Titin Andri,
dkk. 2016)
Proses aterosklerosis diinisiasi oleh retensi lipid, oksidasi dan
modifikasi yang mendukung proses inflamasi kronis serta menyebabkan
trombus atau stenosis. Penyakit tersebut ditandai dengan adanya akumulasi
kolesterol, infiltrasi makrofag, proliferasi sel otot polos, akumulasi komponen
jaringan ikat serta pembentukan trombus. Akumulasi tersebut menyebabkan
terbentuknya plak, remodeling vaskuler, obstruksi luminal yang akut dan
kronis, abnormalitas aliran darah dan menurunnya suplai oksigen ke otot
jantung. (Wihastuti, Titin Andri, dkk. 2016)
Pada kasus coronary artery disease (CAD), terdapat plak yang telah
terbentuk dalam beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria. Plak dapat
rupture sehingga menyebabkan terbentuknya bekuan darah pada permukaan
4
plak. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka bisa menghambat aliran darah
baik sebagian maupun total pada arteri koroner. (Kasron. 2012)
B. Faktor Resiko PJK
1. Faktor-faktor yang tidak dapat di modifikasi:
a. Keturunan/Genetik
Histori penyakit jantung coroner dalam keluarga telah diketahui
sebagai faktor predisposisi dalam penyakit jantung coroner,
penyakit jantung kororner dapat merupakan manifestasi suatu
kelainan tunggal gen spesifik yang berhubungan dengan mekanise
terjadinya aterosklerotik.
Penelitian telah dilakuka dlam populasi pasien infark miokard
yang cukup besar, penelitian mengidentifikasi efek polimorfisme
(variasi sekuens) pada gen lipoprotein lipase, polimorfisme. Secara
umum diketahui bahwa pada pria dan wanita post monopouse
dengan polimorfisme didapatkan level kolesterol darah tidak baik.
Meskipun belum cukup banyak penelitian tentang spesifik infark
miokard, namun faktor risiko infark miokard diyakini sangat terkait
dengan komponen genetic. (Aini Nur Delia, 2016)
b. Jenis kelamin
Pria berisiko lebih tinggi dari wanita. Begitu pula pria lebih
berisiko terkena serangan jantung pada usia yang lebih
muda.Namun jika sudah mencapai masa menopause(henti
haid),kekerapan pada wanita meningkat tapi tidak melewati
kekerapan pada kaum pria. Pria berisiko besar terkena serangan
jantung karena cara hidup (penuh stres),merokok,dan faktor
hormonalnya.
c. Usia
Seiring bertambahnya usia seseorang lebih rentan terhadap
penyakit jantung koroner, namun jarang menyebabkan penyakit
serius sebelum 40 tahun dan meningkat 5 kali pada usia 40-60
tahun Wilson dalam Rochmayanti 2011) dilakukan terhadap 172
pasien penyakit jantung koroner, dilaporkan bahwa 33.2 % pasien
yang berusia >45 tahun mempunyai kualitas hidup buruk
dibandingkan dengan pasien yang berusia lebih muda atau di <45
5
tahun. Pasien berusia 18-24 tahun, hanya 7.5 % yang mempunyai
kualitas hidup buruk .
Rerata usia pasien PJK di Poliklinik Jantung Rumah Sakit Pelni
adalah 58.74 tahun dengan standar deviasi 11.737 tahun. Usia
termuda 34 tahun dan tertua 84 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
usia pasien penyakit jantung koroner berada pada rentang usia
dewasa muda dan dewasa akhir. Rentang usia tersebut merupakan
rentang usia beresiko mengalami berbagai penyakit jantung
koroner. Merujuk pada hasil penelitian diatas penyakit jantung
koroner banyak ditemukan pada pasien usia yang lebih tua, dari
pada dengan pasien yang usia muda.
7
Jantung tidak pernah berhenti berdenyut sepanjang hayat dikandung badan! Setiap
kali berkontraksi, sebanyak 70 ml darah dipompa ke aorta. Bila frekuensi denyut
jantung berkisar 80 kali permenit, berarti dalam satu menit sebanyak 5-6 liter darah
dipompakan. Dalam sehari semalam saja, jantung manusia memompa sekitar 7000
– 8000 liter darah (identik dengan satu mobil tangki pengangkut minyak) (Rilantono,
2013).
Berbeda dengan otot-otot lain dalam tubuh yang lebih banyak beristirahat, otot
jantung tidak pernah berhenti berdenyut. Arteri koroner mendistribusikan darah
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi otot jantung. Oleh karenanya, arteri
koroner sangat vital untuk menjaga agar jantung dapat terus bekerja normal. Ada 2
arteri koroner utama yang kuluar dari aorta, yaitu arteri koroner kiri dan arteri koroner
kanan (Rilantono, 2013).
8
Arteri LAD berjalan di parit interventrikular depan sampai ke apeks jantung, men-
suplai : bagian depan septum melalui cabang-cabang septal dan bagian depan
ventrikuler kiri melalui cabang-cabang diagonal sebagian besar ventrikel kiri dan
juga berkas Atrio – Ventrikular. Cabang-cabang diagonal keluar dari arteri LAD dan
berjalan menyamping men-suplai dinding antero lateral ventrikel kiri; cabang
diagonal bias lebih dari satu (Rilantono, 2013).
3. Arteri Left Circumflex (LCX)
Arteri LCX berjalan di dalam parit atrioventrikular kiri diantara atrium kiri dan ventrikel
kiri dan memperdarahi dinding samping ventrikel kiri melalui cabang-cabang obtuse
marginal yang bias lebih dari satu (M1, M2, dst). Pada umumnya arteri LCX berakhir
sebagai cabang obtuse marginal, namun pada 10 % kasus yang mempunyai
sirkulasi dominan kiri maka arteri LCX juga men-suplai cabang “posterior descending
artery” (PDA) (Rilanto, 2013).
9
Vena ini berakhir di sisi samping ventrikel kiri dan masuk ke dalam sinus koronarius
(Rilantono, 2013).
D. CABG
10