Untuk menyelenggarakan upacara mayat serta menguburkannya merupakan hal yang
demikian penting, sehingga seorang ahli waris dengan tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya boleh menjual sebagian harta peninggalan untuk membiayai penguburan yang di maksud. Selain dari kewajiban tersebut, terdapat kewajiban lain yaitu menyelenggarakan upacara atau selametan (sedekahan) dalam memperingati hari meninggalnya pewaris. Malahan dalam masyarakat Indonesia terdapat tradisi untuk menyelenggarakan selametan (sedekahan) yang dimulai dari tiga hari setelah wafatnya, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, setahun, dan seribu hari. Bahkan untuk masyarakat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, terdapat kewajiban untuk memperingati hari meninggalnya seseorang itu, setahun, dua tahun, dan seribu hari setelah meninggalnya seseorang. Pada umumnya biaya-biaya untuk mengadakan selametan atau kata lain sedekahan di atas , di tanggung oleh ahli waris.1[8] Harta peninggalan yang meninggal harus di pakai untuk menyelenggarakan upacara mayat dan penguburannya, dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Kewajiban menyelenggarakan upacara mayat dan penguburan adalah penting, hingga seorang ahli waris (anak) tanpa setahu ahli waris lain, dapat menjual suatu bagian dari harta peninggalan untuk membiayai suatu penguburan. 2. Pembayaran hutang dan keperluan ongkos penguburan harus di dahulukan, sebelum harta peninggalan itu di bagi-bagi. Jadi biaya kematian harus di bayar terlebih dahulu. 3. Kewajiban menyelenggarakan penguburan, apabila di selenggarakan oleh seorang bukan ahli waris, maka ia berhak mengambil sebagian dari harta peninggalan sesuai dengan pengeluarannya.[9]
[8] Ibid, hlm.276
[9] Prof. Bushar Muhammad, S.H, Pokok-pokok Hukum Adat, Jakarta, Balai Pustaka, 2013, hlm.56