Anda di halaman 1dari 16

BAB I

TUJUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Klorida adalah ion dari atom unsur klorin. Klorin sendiri adalah atom dengan
muatan ion negatif yang mudah berikatan dengan unsur lain dengan pelepasan ion
klorida membentuk berbagai ikatan senyawa seperti potasium klorida atau sodium
klorida (garam).Klorin secara alami berbentuk gas yang beracun yang larut oleh air,
baik dalam alam maupun tubuh manusia, umumnya dalam wujud klorida. Kadar
klorida dalam tubuh sekitar 0,15% dari berat total tubuh dan utamanya ditemukan
dengan sodium. Kurang dari 15% dari total klorida dalam tubuh berada di dalam sel
dengan konsentrasi terbesar terdapat pada sel darah merah.

Sebagai salah satu elektrolit penting, klorida bekerja sama erat dengan sodium dan
hidrogen (dalam bentuk hidroklorida) menghantarkan cairan tubuh. Dengan demikian
klorida berfungsi sebagai distribusi cairan tubuh serta menjaga keseimbangan kation
(ion positif) dan anion (ion negatif) dalam jaringan tubuh. Klorida mudah diserap di
usus kecil dan disingkirkan juga dengan mudah oleh organ ginjal. Apabila kondisi
memerlukan klorida, ginjal dapat menyimpannya guna menjaga keseimbangan dan
regulasi kadar keasaman tubuh. Klorida bersama potasium juga ditemukan dalam
sistem pernafasan manusia. Berkeringat berlebihan yang bisa membuang potasium
tubuh juga ternyata mengurangi kadar klorida secara signifikan. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya defisiensi potasium dan klorida secara bersamaan.

Klorida paling mudah ditemukan dalam bentuk garam yang kita konsumsi dari
makanan ataupun tambahan garam waktu kita mengolah makanan. Garam dapur
memiliki kandungan klorida yang sangat tinggi, sekitar 6x lebih besar dari kebutuhan
minimal klorida manusia sudah dicukupi oleh keberadaan garam dalam pola makan
normal sehari-hari. Sementara itu, banyak juga jenis-jenis bahan makanan yang
memiliki kandungan klorida dalam tingkat yang baik dan cukup baik. Beberapa
sumber-sumer makanan dibawah ini bisa digolongkan sebagai sumber klorida yang
baik.

1
1.2 TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kadar Cl- dalam sampel (air sumur dan air limbah)

1.3 METODE PERCOBAAN


Percobaan ini menggunakan titrasi argentometri metode mohr. Titrasi Mohr
terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10. Dalam larutan yang lebih basa
perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan
sangat dikurangi, karena HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula hidrogen
kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat :2H+ + 2CrO42- 2HCrO4
Cr2O72- + H2O. Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya
menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan
karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup
dapat larut.

Metode Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi ion bromida dengan perak, dan
juga ion sianida dalam larutan yang sedikit agak basa. Efek adsorpsi menyebabkan
titrasi ion iodida dan tiosianat tidak layak. Perak tak dapat dititrasi langsung dengan
ion klorida, dengan menggunakan indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah
ada sejak awal, pada titik kesetaraan melarut kembali dengan lambat. Tetapi, orang
dapat menambahkan larutan kloridastandar secara berlebih, dan kemudian menitrasi
balik, dengan menggunakan indikator kromat.Kegunaan metode Mohr yaitu untuk
penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip penetapannyalarutan klorida atau
bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi dengan larutan perak nitrat
menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis
diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir
titrasi.

Larutan standarnya yaitularutan perak nitrat menggunakan indikator larutan


kalium kromat.Reaksinya:NaCl + AgNO₃ AgCl (endapan) + NaNO₃ + 2AgNO₃ +
K₂CrO₄(endapan) + 2KNO₃. Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan
menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi harus dilakukan pada suasana netral atau
sedikit alkalis karena dalam suasana asam endapan AgCrO₄akan larut karena
terbentuk perak dikromat (Ag₂Cr₂O₇) dan dalam suasana basa perak nitrat akan

2
bereaksi dengan ion hidroksida membentuk endapan perakhidroksidaAgNO₃+ NaOH
 AgOH (endapan) + NaNO₃. Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:

1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya : F, Br, CNSˉ
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃diatas pH 7
3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺
4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺

Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan
perak nitrat peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia). Kelemahan titrasi Mohr adalah
jika terjadi kelebihan titran akan menyebabkan indikator mengendap sebelum titik
ekivalen tercapai, sehingga titik akhir titrasi tidak akurat. Selain itu indikator kalium
kromat juga harus dengan konsentrasi tertentu, jika kelebihan warna kalium kromat
akan menjadi kuning sehingga perubahan warna pada saat titik ekivalen sulit dilihat
karena kalium kromat bereaksi dengan AgNO3 membentuk Ag2Cr2O4 yang berwarna
krem.

3
BAB II
TEORI

Kadar ion Cl- dalam suatu sampel dapat diketahui dengan menggunakan prinsip
argentometri. Argentometri adalah metode penentuan kadar halogenida dan senyawa –
senyawa lain yang dapat membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana
tertentu. Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan /presipitasi karena
pada argentometri menghasilkan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Pada titrasi
argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar
garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan.
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan
yang dilakukan dengan titrasi berdasarkan pada pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah
satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri
(Day & Underwood, 2001).

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan


menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion
halida(Cl-, Br-, I-) (Khopkar,1990). Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi
dengan AgNO3 yaitu :

1. Indikator
2. Argentometri
3. Indikator kimia

Titik akhir argentometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang
mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator
kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna atau muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan
yang dititrasi. Penentuan titik akhir titrasi dalam argentometri dan reaksi pembentukan
kompleks ditunjukkan dengan :

a. Terbentuknya endapan berwarna


b. Terbentuknya kekeruhan atau turbidity
c. Terbentuknya larutan berwarna
d. Terbentuknya endapan dengan indikator adsorbsi

4
Terjadinya endapan dapat dipakai sebagai dasar dari suatu titrasi sal ada indicator yag
sesuaiuntuk menyatakan titik ekivalen. Dalam analisa argentometri ada 4 metode dalam
pengerjaan :
1. Metode MOHR (berdasarkan terbentuknya endapan berwarna)
Cara ini menggunanakan larutan standar garam perak (AgNO3). Zat-zat yang bisa
ditetapkan dengan cara ini adalah halida-halida, Rhodania dan Cyanida. Pada titrasi
ion klorida dengan larutan standar AgNO3 pada suasana netral ditambahkan sedikit
larutan K2CrO4 sebagai indikator dan pada TAT akan membentuk endapan merah
coklat.
Reaksi :
Ag+ + ClAgCl putih
2 Ag+ + CrO4 Ag2CrO4 merah coklat
Titrasi ini dilakukanpada pH 6-10. Bila pH <6 (asam) kesetimbangannya bergeser
ke kanan sehingga CrO4- berkurang akibatnya kebutuhan Ag+ bertambah besar agar
terbentuk endapan. Bila pH >10 (sangat basa) Ag+ akan teroksidasi menjadi Ag2O
yang berwarna hitam.

2. Metode VOLHARD
Metode ini digunakan untuk menentukan ion-ion Cl, Br, dan CNS-. Dalam hal ini
larutan ditambah larutan standar AgNO3 secara berlebihan dalam suasana asam,
kelebihan Ag+ dititrasi kembali dengan larutan KCNS dan indikatornya Ferri
Amonium Sulfat 40% TAT ditandai dengan terbentuknya larutan merah darah
(terbentuknya ion komplek dari Fe(CNS)).
Reaksi :
Ag+ + CNS- AgCNS
Fe + CNS- Fe(CNS)
Cara ini disebut cara tak langsung karena banyaknya zat yang ditetapkan dapat
dihitung setelah kelebihan AgNO3 dihitung.

3. Metode FAYANS (dengan indikator adsorbsi)


Pada cara ini TAT ditandai dengan terjadinya perubahan warna dan endapan
karena adsorbsi. Indikator adsorbsi yang digunakan misalnya fluorescein, eosin dan
dichloro fluorescein. Adapun syarat-syarat indiktor adsorbsi :
a. Endapan yang terbentuk sebaiknya dalam bentuk koloid.
5
b. Ion indikator harus berlawanan dengan ion pereaksinya.
c. Ion indikator tidak boleh diadsorbsi dahulu sebelum senyawa diendapkan
sempurna, tetapi dapat segera diadsorbsi setelah titik ekuivalen tercapai.

4. Metode TURBIDITY (terbentuknya kekeruhan)


Cara ini menggunakan indikator, ada bermacam-macam antara lain :
a. Dengan terbentuknya kekeruhan pada penetapan CN secara leibig. Proses ini
ditemukan oleh leibig (1851). Prinsip titrasi ini adala terjadinya kekeruhan pada
TE, karena terbentuknya komplek, misal
CN- dengan AgNO3
Ag+ + CN--AgCN putih
Pada penambahan Ag+ (CN)2- + Ag+Ag (CN)2 terjadi kekeruhan.
b. Dengan terbentuknya larutan yang berisi, misal :
Penetapan kadar Ag+ dengan larutan standar Cl, maka TE belum tercapai.

6
BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

3.1 Alat

Nama alat Gambar alat

Gelas arloji

Labu takar

Gelas ukur

Erlenmeyer

Beaker glass

7
Pengaduk

Pipet mata

Buret, statif, klem

3.2 Bahan
1. Larutan AgNO3
2. Larutan NaCl 0,1 N
3. Indikator MO dan PP
4. Aquadest
5. Sampel (air sumur dan air limbah)

3.3 Prosedur Percobaan


1. Membuat larutan AgNO3 0,1 N 250 ml
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Berat AgNO3 yang ditimbang = N x AgNO3 x valensi x 1000

Menimbang AgNO3 menggunakan gelas arloji dan melarutkannya dengan aquadest


dalam beaker glass. Lalu masukkan dalam labu takar 100 ml dan menambahkan
aquadest hingga tanda, gojog hingga homogen.

8
2. Membuat larutan NaCl 0,1 N 100 ml
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Berat NaClyang ditimbang = N x AgNO3 x valensi x 1000

Menimbang NaCl menggunakan gelas arloji dan melarutkannya dengan aquadest


dalam beaker glass. Lalu masukkan dalam labu takar 100 ml dan menambahkan
aquadest hingga tanda, gojog hingga homogen.

3. Standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl


Mengambil larutan NaCl 10 ml masukkan dalam Erlenmeyer, kemudian
tambahkan indikator K2CrO4 sebanyak 3-4 tetes. Lalu titrasi dengan larutan AgNO3
sampai endapan kuning yang terbentuk berubah menjadi endapan merah. Lakukan
percobaan 3 kali. Catat kebutuhan AgNO3

4. Menentukan kadar Cl dalam sampel


Mengambil sampel 20 ml ditambah dengan indikator K2CrO4 (∓1 ml) dalam
Erlenmeyer. Lalu titrasi dengan larutan AgNO3 sampai TAT (endapan kuning
menjadi merah bata). Percobaan dilakukan 3 kali. Catat kebutuhan AgNO3

9
BAB IV
DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Percobaan


Standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl

No AgNO3 NaCl
1 10 ml 10 ml
2 10 ml 10,2 ml
3 10 ml 10,1 ml
Jumlah 30,3 ml
Rata-rata 10,1 ml

Menentukan kadar Cl- dalam sampel


 Sampel air sumur
No Air sumur AgNO3
1 20 ml 0,3 ml
2 20 ml 0,2 ml
3 20 ml 0,2 ml
Jumlah 0,7 ml
Rata-rata 0,23 ml

 Sampel limbah fiber


No Limbah fiber AgNO3
1 20 ml 7,3 ml
2 20 ml 7,6 ml
3 20 ml 7,6 ml
Jumlah 22,5 ml
Rata-rata 7,5 ml

10
 Sampel limbah kertas
No Limbah kertas AgNO3
1 20 ml 7,3 ml
2 20 ml 7,6 ml
3 20 ml 7,6 ml
Jumlah 22,5 ml
Rata-rata 7,5 ml

4.2 Perhitungan
 Membuat larutan AgNO3 0,1 N 250 ml
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Berat AgNO3 = N x BM AgNO3 x valensi x 1000
𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑜𝑙 250 𝑚𝑙
= 0,1 x 169,87 x1 x
𝐿 𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑟𝑒𝑘 1000 𝑚𝑙/𝐿

= 4,246 gram

 Membuat larutan NaCl0,1 N 100 ml


𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Berat NaCl = N x BM NaCl x valensi x 1000
𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑜𝑙 100 𝑚𝑙
= 0,1 x 58,44 x1 x
𝐿 𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑟𝑒𝑘 1000 𝑚𝑙/𝐿

= 0,584 gram

 Standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan NaCl


V1 X N1 = V2 X N2
100 ml x 0,1 N = 10,1 x N2
10 = 10,1 x N2
N2 = 0,990 N

 Menentuka kadar Cl dalam sampel


 Sampel air sumur
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
x V AgNO3 x N AgNO3 x BM Cl-
1000
20 𝑚𝑙 𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1000 x 0,23 ml x 0,99 x 35,5
𝐿 𝑚𝑜𝑙

= 0,162 ppm

11
 Sampel limbah fiber
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
x V AgNO3 x N AgNO3 x BA Cl-
1000
20 𝑚𝑙 𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚
= x 7,5 ml x 0,99 x 35,5 𝑚𝑜𝑙
1000 𝐿

= 5,271 ppm

 Sampel limbah kertas


𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
x V AgNO3 x N AgNO3 x BA Cl-
1000
20 𝑚𝑙 𝑔𝑟𝑒𝑘 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 1000 x 0,13ml x 0,99 x 35,5 𝑚𝑜𝑙
𝐿

= 0,091 ppm

12
BAB V
PEMBAHASAN

Titrasi menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam yang
sukar larut. Larutan AgNO3 dan NaCl pada awalnya tidak berwarna (bening), ketika
NaCl ditambahkan dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap
jernih dan garam tersebut larut dalam larutan, penambahan larutan ini dimaksudkan
agar pH larutan tidak terlalu asam maupun basa sehingga dapat dikatakan bahwa garam
tersebut berperan sebagai buffer. Metode Mohr biasanya digunakan untuk mentitrasi ion
halida seperti NaCl dengan AgNO3 sebagai pentitran dan K2CrO4 sebagai indikator.
Ketika NaCl dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan indikator K2CrO4
yang kemudian dititrasi sedikit demi sedikit dengan AgNO3 akan terbentuk endapan
putih yang merupakan AgCl. Dan ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3
sementara jumlah AgNO3 masih ada maka AgNO3 akan bereaksi dengan indikator
K2CrO4 yang berwarna krem. Dalam titrasi ini, perlu dilakukan secara cepat dan
pengocokannya pun juga kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang
menyebabakan titik akhir titrasi menjadi sulit dicapai.

Kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan dengan megukur volume
larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan. Pada
titik akhir titrasi akan menunjukan perubahan warna suspensi dari kuning manjadi
kuning-coklat. Perubahan ini terjadi karena timbulnya Ag2CrO4 saat hampir mencapai
titik ekivalen, hampir semua ion Cl- berikatan manjadi AgCl. Larutan standar yang
digunakan dalam metode ini adalah AgNO3 yang memiliki normalitas 0.1 N, adanya
indikator K2CrO4 menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran sehingga
terbentuk endapan yang berwarna merah bata, yang menunjukkan titik akhir adalah
perubahan warnanya dari warna endapan analit dengan Ag+. Pengaturan pH sangat
diperlukan agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi jadi pengendalian pH sangat
diperlukan untuk memberikan konsentrasi yang tepat dari anion indikator tanpa
mengendapkan zat yang tidak diinginkan. Apabila pH terlalu tinggi maka akan
terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu
banyak terpakai. Selama titrasi Mohr larutan harus diaduk secara baik bila tidak secara
lokal akan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai.

13
Dari percobaan kami diperoleh volume rata-rata AgNO3 sebanyak 10,1 ml, sehingga
diperoleh Normalitas AgNO3 0,099 N melalui rumus N1.V1 = N2.V2. Syarat Cl- dalam
air minum yng diperbolehkan menurut WHO adalah 200 - 600 ppm, sedangkan menurut
DPMB Bandung adalah 200 ppm. Berdasarka hasil percobaan yang telah dilakukan
kadar Cl- dalam sampel air sumur di daerah Boja 0,161 ppm, sampel limbah fiber
Kendal 5,271 ppm, sampel limbah kertas Kudus 0,091 ppm. Dari semua sampel hasil
yang diperoleh memenuhi syarat sebagai air minum.

14
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa normalitas atau konsentrasi


AgNO3 dapat diketahui melalui analisis menggunakan metode titrimetri, titrasi
argentometri metode Mohr dengan larutan standar primer natrium klorida (NaCl) 0,1 N
yang melibatkan K2CrO4 sebagai indikator yang menunjukkan perubahan warna
menjadi endapan merah bata pada titik equivalen. Konsentrasi dari AgNO3 dapat
diketahui berdasarkan volume AgNO3 rata-rata yang diperoleh dari titrasi yaitu 10,1 ml
sehingga dengan rumus N1.V1 = N2.V2 didapatkan konsentrasi AgNO3 0,990 N.
Berdasarka hasil percobaan yang telah dilakukan kadar Cl- dalam sampel air sumur di
daerah Boja 0,161 ppm, sampel limbah fiber Kendal 5,271 ppm, sampel limbah kertas
Kudus 0,091 ppm. Dari semua sampel hasil yang diperoleh memenuhi syarat sebagai air
minum.

6.2 Saran
Dalam hal ini diharapkan kepada praktikan selanjutnya supaya:
1. Teliti dalam titrasi dan mengamati perubahan warna yang terjadi.
2. Teliti dalam mengamati titik akhir titrasi agar memperoleh kesalahan titrasi yang
kecil.
3. Lebih memahami prosedur dan prinsip kerja sebelum memulai percobaan ini.
4. Gunakan masker jika mengambil zat pada lemari asam.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik : EGC. Jakarta
Cecep. 2011. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Binarupa Aksara. Jakarta
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai