Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

A. Penentu Surah Makkiyah dan Madaniyah1


Untuk mengetahui dan menentukan Makki dan Madani, para ulama bersandar
pada dua cara utama;
1. Sima'i naqli (pendengaran seperti apa adanya)
Didasarkan pada riwayat sahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan
menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para tabi’in yang menerima dan
mendengar dari para sahabat bagaimana, di mana, dan peristiwa apa yang
berkaitan dengan turunnya wahyu itu. Sebagian besar penentuan Makki dan
Madani itu didasarkan pada cara Sima'i naqli.
Penjelasan tentang penentuan tersebut telah memenuhi kitab-kitab tafsir bi
al-ma'tsur, kitab-kitab asbab an-nuzul dan pembahasan-pembahasan
mengenai ilmu-ilmu al-Quran. Namun demikian, tentang hal tersebut tidak
terdapat sedikit pun keterangan dari Rasulullah, karena ia tidak termasuk
suatu kewajiban, kecuali dalam batas yang dapat membedakan mana yang
nasikh dan mana yang mansukh.
2. Qiyasi ijtihadi (analogi hasil ijtihad)
Cara qiyasi ijtihadi didasarkan pada ciri-ciri Makki dan Madani. Apabila
dalam surat Makki terdapat suatu ayat yang mengandung sifat Madani atau
mengandung peristiwa Madani, maka dikatakan bahwa ayat itu Madani.
Apabila dalam surah Madani terdapat suatu ayat yang mengandung sifat
Makki atau mengandung peristiwa Makki, maka ayat tadi dikatakan sebagai
ayat Makki. Bila dalam satu surah terdapat ciri-ciri Makki, maka surah itu
dinamakan surah Makki. Demikian pula dalam hal satu surah terdapat ciri-
ciri Madani, maka surah itu dinamakan surah Madani. Inilah yang disebut
qiyas ijtihadi. Oleh karena itu para ahli mengatakan, bahwa setiap surat yang
di dalamnya mengandung kisah para nabi dan umat-umat terdahulu, maka
surah itu adalah Makki. Dan setiap surah yang di dalamnya mengandung
kewajiban atau ketentuan, surah itu adalah Madani, dan begitu seterusnya.

1 Manna’ al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadl, Mansyurat al-Ashr al-


Hadits, tth, hlm. 62.

1
Bahkan Ja'bari pun pernah mengatakan bahwa; "untuk mengetahui Makki
dan Madani, ada dua cara; sima'i (pendengaran) dan qiyasi (analogi)."
Sudah tentu sima'i pegangannya berita pendengaran, sedang qiyasi
berpegang pada pernalaran. Baik berita pendengaran maupun pernalaran,
keduanya merupakan metode pengetahuan yang valid dan metode penelitian
ilmiah.

B. Pandangan Tentang Makkiyah dan Madaniyah2


Menurut ahli para ulama ilmu tafsir, pembahasan al-Quran dibagi menjadi 2,
yaitu Makkiyah dan Madaniyah. Dalam ilmu tafsir ditemukan beberapa
pembagian pandangan:
1. Pembagian yang berdasar masalah waktu
Penafsiran tersebut disusun atas dasar susunan waktu dari tahapan
diturunkannya al-Quran, dan hijrah sebagai pemisah antara dua tahapan
yang ada. Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan sebelum Rasulullah saw
hijrah disebut dengan ayat-ayat Makkiyah sedangkan setiap ayat-ayat al-
Quran yang diturunkan setelah Rasulullah saw melakukan hijrah disebut
ayat Madaniah meskipun ayat-ayat turun di kota Mekah. Pembagian yang
berdasar masalah waktu merupakan pendapat yang banyak diikuti.
2. Pembagian yang berdasar masalah tempat
Setiap ayat yang menjadi perhatiannya adalah tempat ayat tersebut
diturunkan. Jika suatu ayat yang diturunkan kepada Nabi saw sedang beliau
berada di kota Mekkah, maka disebut ayat Makkiyah. Sedangkan Jika suatu
ayat yang diturunkan kepada Nabi saw sedang beliau berada di kota
Madinah, maka disebut ayat Madaniyah.
3. Melihat individu yang menjadi objek diturunkannya al-Quran
Sebuah ayat dikatakan Makkiyah jika ayat tersebut ditujukan kepada para
penduduk Mekah. Dan sebaliknya, sebuah ayat dikatakan Madaniyah jika
ayat tersebut ditujukan kepada para penduduk Madinah

2 Muhammad Baqir Hakim, Ulumul Quran, (Jakarta; Al-Huda, 2012), h. 97-98

2
C. Cara Mengetahui Ayat Makkiyah dan Madaniyah
Para ahli tafsir dalam membedakan antara ayat-ayat yang termasuk Madaniyah
dan Makkiyah dengan cara bersandarkan atas riwayat-riwayat dan bukti-bukti
yang berisikan sejarah tentang surah atau menunjukkan kapan diturunkannya
ayat tersebut, apakah sebelum Rasulullah saw melakukan hijrah ataukah
sesudah hijrah. Setelah menguasai tahapan pengetahuan diatas, maka para ahli
tafsir dapat mengetahui lebih jauh tentang berbagai surah dan ayat yang
termasuk kedalam Makkiyah dan Madaniyah serta mampu membedakan antara
keduanya. 3
Dengan demikian, maka cara yang ditempuh oleh para ulama dalam studi ‘ulum
al-Qur'an untuk mengetahui surat/ayat Makiyah dan Madaniyah dilakukan
dengan menggunakan dua metode dasar;4
1. Merujuk kepada riwayat-riwayat yang sah datangnya dari sahabat yang
hidup sezaman dengan turunnya wahyu dan menyaksikan langsung turunnya
wahyu tersebut. Atau riwayat dari para tabi'in yang bertemu dan mendengar dari
sahabat perihal latar belakang turunnya, tempatnya, dan kejadian yang melatari
turunnya suatu surat ataupun ayat.
2. Berpegang pada ciri-ciri surat-surat atau ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah,
lalu dikiaskan berdasarkan ijtihad untuk menentukan apakah suatu surat atau
ayat termasuk Madaniyah atau Makiyah. Misalnya di dalam surat Makiyah
terdapat satu ayat yang mengandung ciri-ciri Madaniyah, maka mereka
simpulkan itu ayat Madaniyah. Begitu pula sebaliknya, kalau di dalam surat
Madaniyah terdapat ayat yang mencerminkan ciri-ciri ayat yang turun di
Makah, maka itu dikatakan ayat Makiyah. Juga, bila di dalam satu surat tersebut
terdapat ciri-ciri surat makiyah, maka itu mereka katakan surat Madaniyah. Para
ulama itu mengatakan bahwa semua surat yang mengandung kisah-kisah para
nabi dan umat-umat terdahulu, bisa dipastikan itu surat diturunkan di Makah
(Makiyah). Sedangkan semua surat yang mengandung perintah-perintah wajib,
seperti shalat, zakat, puasa, atau hukum-hukum had/kriminal, seperti potong
tangan, cambuk, dera, itu pasti surat diturunkan di Madinah (Madaniyah).

3 Ibid. h. 103
4 Manna’ al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Riyadl, Mansyurat al-Ashr al-
Hadits, tth, hlm. 61.

3
4

Anda mungkin juga menyukai