Anda di halaman 1dari 11

REKAYASA IDE

MK. WACANA BAHASA


INDONESIA
PRODI S1 PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA

SKOR NILAI:

Oleh:

Fanny Azizah Lubis (2171111013)

PRODI S1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan Rekayasa Ide untuk memenuhi tugas mata kuliah “Wacana
Bahasa Indonesia” dengan dosen pengampu Dr. Malan Lubis, M.Hum.

Saya menyadari tugas ini masih banyak kekurangan oleh karena itu saya mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas ini.

Akhir kata saya ucapkan terimakasih, semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah
pengetahuan bagi para pembaca.

Medan, Desember 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti
banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata
hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana(
inggris:discourse) bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita
jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada disekitarnya, maka kalimat
itu menjadi satuan yang tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam
kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-
kalimat yang berada disekitarnya.

wacana adalah satuan bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdiri dari
pembagian jenis-jenis yang bisa dipahami oleh pembaca( dalam wacana tulis) atau pendengar(
dalam wacana lisan), tanpa keraguan apapun. Untuk itu kami akan membahas tentang jenis-jenis
wacana agar kita lebih tau dalam pembagian jenis-jenis wacana tersebut.

B. Rumusan Masalah

bagaimana Jenis Wacana Berdasarkan Media Penyampaiannya (Lisan dan Tulisan) dan Jumlah
Penutur (Monolog, Dialog dan Polilog) ?

C. Tujuan

Untuk mengetahuhui Jenis Wacana Berdasarkan Media Penyampaiannya (Lisan dan Tulisan)
dan Jumlah Penutur (Monolog, Dialog dan Polilog).
BAB II

PEMBAHASAN

Jenis Wacana Berdasarkan Media Penyampaiannya (Lisan dan Tulisan) dan Jumlah
Penutur (Monolog, Dialog Dan Polilog)

1. Wacana Tulis

Jauh sebelum manusia mengenal huruf,bahasa telah digunakan oleh manusia.manusia memakai
bahasa lisan dalam berkomunikasi.bahasa lisan menjadi bahasa yang utama dalam hidup manusia
karena lebih dahulu dikenal dan digunakan oleh manusia dari pada bahasa tulis.karena itu
tidaklah mengherankan bahwa sebagian besar manusia masih berada dalam budaya lisan.

Karena sering digunakan,bahasa lisan memiliki ciri – ciri yang berlainan dengan bahasa tulis
.Salah satunya yang menonjol adalah sering terjadi penghilangan bagian – bagian tertentu,yang
dapat menghilangkan pengertian wacana ,jika salah satu partisipanya ( pembicara dan pendengar
) belum terbiasa seperti pada contoh berikut :

wati : “Nunung, ke mana?”

Nunung : “Biasa”.

Pada wacana diatas wati dapat mengetahui bahwa nunung akan pergi,misalnya kewarung untuk
makan roti panggang ,karena pada saat seperti ini kebiasaan nunung makan roti panggang
diwarung x . Bagi orang lain yang belum mengenal kebiasaan nunung,wacana diatas tidak dapat
dimengerti . Ia tidak dapat menarik kesimpulan yang tepat .Pertama,Karena ia mengetahui bahwa
tidak ada lokasi yang bernama “Biasa”tidak mengacu kepada suatu tempat yang pasti
dan kedua,ia belum mengenal kebiasaan atau memiliki “Pengetahuan yang telah diketahui
bersama “ ( Common ground ) dengan nunung.
Manusia lebih sering menggunakan wacana lisan yang pendek .Satuan – satuan atau unit –
unitnya pun pendek dan kadang tidak gramatikal[1], seperti percakapan nunung dan wati
diatas.Jarang ditemukan wacana lisan yang panjang .Kalaupun ada,biasanya maknanya terus
menerus diulang,seperti dalam mengungkapkan kekesalan hati.
Dalam mengutarakan maksud dengan wacana lisan,tidak hanya unsur bahasa tetapi juga
digunakan gerakan tubuh,pandangan mata ,dan lain – lain,yang turut memberi makna wacana itu
.Jika pengutaraan maksud memakan waktu yang cukup lama,diperlukan adanya daya simak yang
tinggi dari partisipan lainya.

Contoh : perkuliahan memerlukan perhatian dan daya simak mahasiswa untuk menangkap inti
perkuliahan yang diujarkan dosen.Karena konsentrasi dan daya simak seseorang tidak dapat
bertahan terus menerus dalam waktu yang lama,maka perkuliahan menggunakan juga alat untuk
wacana tulis agar inti materi perkuliahan dapat diingat oleh mahasiswa.
Kelemahan wacana lisan adalah kesulitan dalam mengulang kembali wacana dengan sama tepat
seperti yang pertama.Kelemahan wacana ini jga menyebabkan wacana lisan,sebagai bahan
bukti,dalam bidang hukum memiliki kedudukan yang paling lemah disbanding wacana tulis.

Dengan uraian diatas dapat dibuat ciri – ciri wacana lisan sebagai berikut :

1. Wacana lisan memerlukan daya simak yang tinggi agar interaksi tidak terputus
2. Wacana lisan sulit diulang,dalam arti mengulang hal yang sama dengan ujaran pertama
3. Wacana lisan dapat dilengkapi dengan gerakan anggota tubuh untuk memperjelas makna
yang dimaksud
4. Wacana lisan menyatukan partisipanya dalam satu situasi dan konteks yang sama.
5. Wacana lisan biasanya lebih pendek daripada wacana tulis
6. Wacana lisan juga melibatkan unsure kebiasaan atau pengetahuan yang telah diketahui
bersama (common ground) ,yang ada pada satu keluarga atau kelompok dan
7. Wacana lisan sering melibatkan partisipanya secara langsung.

2. Wacana Tulis

Wacana tulis mulai dikenal setelah ditemukan huruf,Huruf dibuat untuk mengganti peran bunyi
bahasa sehingga biasanya orang mengatakan bahwa huruf adalah lambang bunyi.Huruf – huruf
itu dipelajari manusia dan kemudian digunakan untuk menyampaikan informasi kepada orang
lain yang tinggal berjauhan.
Meskipun banyak wacana tulis yang panjang,ada juga wacana tulis yang pendek,wacana seperti
ini banyak dijumpai di iklan ,distasiun kereta api ,diswalayan ,dan dijalan .

Contoh:

1. Pintu keluar
2. Semua kopi hitam sama,soal rasa ayam merak
3. Awas! tegangan tinggi !
4. Kocok dulu sebelum diminum
Wacana tulis yang pendek, seperti diatas sangat mirip dengan wacana lisan,seperti penghilangan
bagian tertentu dari wacana itu,penyatuan saat dan tempat yang sama bagi penulis dan
pembaca,dan penggunaan bentuk – bentuk informal.

Dari uraian diatas dapat dibuat ciri –ciri sebagai berikut :

1. Wacana tulis biasanya panjang dan menggunakan bentuk bahasa yang baku
2. Wacana tulis dapat dilihat kembali tanpa ada perbedaan unit – unit kebahasanya
3. Wacana tulis biasanya mempunyai unsur kebahasan yang lengkap ( Tidak ada
penghilangan bagian – bagianya).

Jenis Wacana Berdasarkan Jumlah Penutur

1. Wacana Monolog
Adalah wacana yang disampaikan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain untuk ikut
berpartisipasi secara langsung. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan tidak
menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya. Wacana monolog
bersifat searah dan termasuk komunikasi tidak interaktif (noninteractive
communication). Wacana monolog terjadi seperti pada orasi ilmiah, khotbah, dan penyampaian
visi dan misi. Pada kenyataannya, dalam suatu orasi, ceramah, atau pidato tertentu, penutur
secara improvisasi kadang-kadang justru mencoba berinteraksi dengan pendengarnya. Cara yang
dipakai, misalnya dengan melontarkan pertanyaan, “Bagaimakah sikap kita untuk andil dalam
pembangunan pendidikan bangsa ini?”. Dalam konteks seperti ini, wacana monolog berubah
menjadi wacana semi-monolog.
Contoh :

(1) Siapa bilang remaja Indonesia cengeng? (2) banyak yang berprestasi di forum Internasional,
walaupun minim fasilitas. (3) Buktinya, dalam beberapa tahun terakhir kita membawa pulang
puluhan medali dalam berbagai olimpiade dunia. (4) ada matematika, fisika, biologi, kimia, juga
astronomi, komputer.

 Kalimat nomor 2 merupakan jawaban terhadap pertanyaan kalimat nomor 1 yang


menyanggah bahwa remaja Indonesia tidak cengkeng.
 kalimat nomor 3 merupakan pembuktian dari kalimat nomor 2.
 kalimat ke 4 merupakan contoh-contoh yang menguatkan kalimat nomor 2 dan 3.

2. Wacana Dialog

Adalah percakapan yang dilakukan oleh dua orang secara langsung. Wacana dialog bersifat dua
arah, dan masing-masing partisipan secara aktif ikut berperan didalam komunikasi, sehingga
disebut komunikasi interaktif (interactive communication). Wacana dialog terjadi seperti pada
peristiwa diskusi, musyawarah, pembicaraan telepon, Tanya jawab, dan teks drama.

Perhatikan contoh wacana dialog berikut ini.


SUNSLIK GINGSENG
C : Betulkan ?

W : Iya

C : Aku paling sebel deh kalau cowokku naksir cewek yang lain.

W : Cowokku dulu juga gitu. Dia itu suka melirik cewek yang rambutnya panjang. Padahal dulu
aku takut manjangin rambut. Takut patah-patah dan rontok. Sunslik gingseng membuat rambut
semakin kuat tumbuh sepanjang yang kamu suka.

C : Sekarang rambut kamu sudah panjang ?

W : Ya
C : Berarti cowok kamu sudah tidak lirik-lirik lagi dong ?

W : Cowokku si ndak, cowok-cowok yang lain pada lirik aku

Wacana tersebut merupakan wacana dialog antara dua orang gadis. Mereka sedang berdialog
mengenai rambut. Setelah menggunakan sunslik gingseng rambut menjadi kuat dan tidak rontok.

3. Wacana Polilog

Adalah pembicaraan atau percakapan yang melibatkan partisipan pembicaraan lebih dari dua
orang penutur. Partisipan yang terlibat dalam pembicaraan semuanya berperan aktif dan
langsung dalam komunikasi. Wacana polilog terjadi seperti pada peristiwa musyawarah, diskusi,
atau debat, dan teks drama.

Perhatikan contoh wacana polilog yang dikutip dari teks drama berjudul Orkes Madun I karya
Arifin C Noer berikut ini.
Konteks : kehadiran Waska disambut gembira oleh komunitasnya. Waska dijadikan tempat
mengadu bagi Tarkeni yang sedang berselisih dengan Madekur, suaminya.

WASKA : Peran Waska akan tampil memberi ruh pada jasadku yang lunglai kecapean yang
kosong yang gosong yang bagai kepompong.

KOOR : Uuuuuuuuuuu

WASKA : Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitam Tumpah diseanteronya dimana –
mana dan aku Waska sedang minum air kelapa.

TARKENI : Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan ihwal duka.

WASKA : Ada apa anakku? Kenapa menangis seperti itu?

TARKENI : Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul suamiku.

WASKA : Madekur!!!!!

MADEKUR : Madekur luka hatinya disobek – sobek cemburu oleh cemburu buta.

WASKA : Yak karena tidak matang jiwanya.


Wacana tersebut merupakan wacana polilog, yakni percakapan atau pembicaraan yang
melibatkan lebih dari dua orang (tokoh) sebagai partisipan pembicaraan. Tokoh Tarkeni
mengadukan nasibnya kepada tokoh Waska, karena ia dipukul oleh Madekur, suaminya, yang
sedangkan dibakar rasa cemburu. Kemudian Waska mencoba mendamaikan Tarkeni dan
Mardekur sebagai pasangan suami istri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

berdasarkan pemaparan materi diatas tentang jenis-jenis wacana (a) berdasarkan media
penyampaian: (1) wacana tulis, (2)wacana lisan. (b) berdasarkan jumlah penutur: (1) wacana
monolog, (2)wacana dialog.(c) berdasarkan sifat: (1) wacana fiksi, (2) wacana nonfiksi.Jadi
dapat disimpulkan bahwa pembagian jenis-jenis wacana itu semua tegantung dari
penggunaannya dan tujuan dalam menggunakan wacana tersebut.

3.2 Saran

Hanya dengan cara dan metode tertentu pengetahuan dapat diperoleh. Ilmu pengetahuan yang
diperoleh tidak berguna bila tidak dibagi atau diberikan kepada orang lain. Ilmu pengetahuan
yang ada harus dimanfaatkan. Sebagai pembaca yang budiman kami meminta saran dan
kritikkannya agar makalah saya berikutnya dapat bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai

  • Makalah Semantik
    Makalah Semantik
    Dokumen9 halaman
    Makalah Semantik
    Andriawan Bimatama
    Belum ada peringkat
  • CBR Bipa
    CBR Bipa
    Dokumen75 halaman
    CBR Bipa
    Andriawan Bimatama
    Belum ada peringkat
  • CJR Pragmatik
    CJR Pragmatik
    Dokumen11 halaman
    CJR Pragmatik
    Andriawan Bimatama
    Belum ada peringkat
  • Makalah Manajemen
    Makalah Manajemen
    Dokumen17 halaman
    Makalah Manajemen
    Andriawan Bimatama
    Belum ada peringkat
  • Analisis SWOT
    Analisis SWOT
    Dokumen6 halaman
    Analisis SWOT
    Andriawan Bimatama
    Belum ada peringkat
  • CBR Wacana
    CBR Wacana
    Dokumen13 halaman
    CBR Wacana
    Andriawan Bimatama
    Belum ada peringkat