Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang dengan tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi, masih menghadapi masalah tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia
mencapai 359/100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian balita adalah 40
kematian per 1.000 kelahiran hidup (BPM,, 2012). Jika dibandingkan dengan
target SDGs tahun 2030, yaitu AKI 70/100.000 kelahiran hidup, Angka
Kematian Neonatal (AKN) 12/1000 kelahiran hidup, dan 25/1000 kelahiran
hidup untuk AKB, Indonesia masih harus berusaha mengejar
ketertinggalannya karena masih jauh dari target MDGS.
Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah
penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24
%, infeksi 11 %, sedangkan penyebab tidak langsung adalah trauma obstetri
5 % dan lain – lain 11 % (WHO, 2007). Infeksi bisa berasal dari komplikasi
atau penyulit kehamilan seperti febris, kromioamnionitis, infeksi saluran
kemih dan sebanyak 65% adalah karena KPD (Muntoha,dkk.,2013).
Ketuban pecah dini (KPD) dapat meningkatkan angka kejadian
morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Kejadian KPD dapat
menimbulkan beberapa masalah bagi ibu maupun janin, misalnya pada ibu
dapat menyebabkan infeksi puerperalis/masa nifas, dry labour/partus lama,
dapat pula menimbulkan perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas
maternal, bahkan kematian (Cunningham, 2006).
Menurut Human Development Report (2010) angka kejadian KPD di
dunia mencapai 12,3% dari total angka persalinan, semuanya tersebar
terutama di negara berkembang di Asia seperti Indonesia, Malaysia,
Thailand, Myanmar, dan Laos (Stanton, 2007) .
Insidensi KPD di Indonesia berkisar 4,5% sampai 7,6% dari seluruh
kehamilan. Insidensi KPD terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. 70% kasus KPD terjadi pada
kehamilan cukup bulan (Sualman, 2009).

1
KPD didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum
waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm
akan mengalami KPD. KPD merupakan suatu kejadian obstetrik yang banyak
ditemukan, dengan insiden sekitar 10,7% dari seluruh persalinan, dimana
94% diantaranya terjadi pada kehamilan cukup bulan. Ini terjadi pada sekitar
6-20% kehamilan. Apabila terjadi sebelum kehamilan aterm maka lebih
banyak masalah daripada terjadi pada kehamilan aterm (Prawirohardjo,
2008).
KPD merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kesehatan.
Penanganan yang optimal dan yang baku belum ada bahkan selalu berubah.
KPD merupakan salah satu penyulit dalam kehamilan dan persalinan yang
berperan dalam meningkatkan kesakitan dan kematian meternal-perinatal
yang dapat disebabkan oleh adanya infeksi, yaitu dimana selaput ketuban
yang menjadi penghalang masuknya kuman penyebab infeksi sudah tidak
ada sehingga dapat membahayakan bagi ibu dan janinnya. Persalinan
dengan KPD biasanya dapat di sebabkan oleh primi/multi/grandemulti,
overdistensi (hidroamnion, kehamilan ganda), disproporsio sefalo pelvis,
kelainan letak (lintang dan sungsang). Oleh sebab itu, KPD memerlukan
pengawasan yang ketat dan kerjasama antara keluarga dan penolong
(perawat) karena dapat meyebabkan bahaya infeksi intra uterin yang
mengancam keselamatan ibu dan janinnya. Dengan demikian, akan
menurunkan atau memperkecil risiko kematian ibu dan bayinya (Manuaba,
2009).
Data BPM, di Yogyakarta menunjukkan jumlah kasus AKI pada tahun
2011 dilaporkan kabupaten/kota mencapai 56 kasus, meningkat
dibandingkan tahun 2010 sebanyak 43 kasus. Tahun 2012 jumlah kematian
ibu menurun menjadi sebanyak 40 kasus, sehingga apabila dihitung menjadi
Angka Kematin ibu dilaporkan sebesar 87,3 per 100.000 kelahiran hidup.
Meskipun AKI terlihat ada penurunan, namun terjadi fluktuasi 3-5 tahun
terakhir (Profil Kesehatan DIY, 2012). KPD pada kehamilan menjadi salah
saktu faktor penyumbang AKI dan bayi di Yogyakarta. Sampai saat ini belum
diketahui pasti berapa persentase penyumbang AKI/bayi karena KPD di
Yogyakarta.

2
Berdasarkan survey awal yang dilakukan penulis di Bidan Praktik
Mandiri Citung Supriyati Gunungkidul, menunjukkan bahwa jumlah pasien
yang mengalami KPD dari bulan Januari sampai November 2016 adalah lima
pasien dari pemeriksaan kehamilan dan kelahiran di BPM, empat diantaranya
sudah aterm namun belum dalam masa persalinan dilakukan rujukan dan
ketika difollow up berakhir dengan persalinan baik sectio caesarea maupun
pervaginam dengan induksi, dan satu diantaranya belum aterm dilakukan
rujukan kemudian ketika difollow up berkhir dengan terapi bedrest dan obat
untuk mempertahankan bayinya.
Sehubungan dengan adanya masalah yang cukup besar dari KPD
terhadap AKI dan AKB dalam meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas
khususnya di BPM, serta dalam data dan kajian klinik yang dilakukan
kelompok dalam praktik klinik kebidanan kegawatdaruratan maternal
neonatal, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus tentang asuhan
kebidanan ibu hamil dengan KPD di BPM, Citung Supriyati, Gunungkidul,
Yogyakarta dengan pokok bahasan pada kasus asuhan kebidanan kehamilan
yang dilakukan pada Ny. R usia 26 tahun, G1P0Ab0Ah0 UK 38+5 minggu
dengan KPD .
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memahami asuhan kebidanan patologis pada ibu hamil dengan
KPD
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami pengumpulan data dasar pada ibu hamil dengan
KPD
b. Mampu memahami interpretasi data dasar pada pada ibu hamil
dengan KPD
c. Mampu memahami identifikasi dan penetapan kebutuhan yang
memerlukan penanganan pada ibu hamil dengan KPD
d. Mampu memahami perencanaan asuhan secara menyeluruh pada ibu
hamil dengan KPD
e. Mampu memahami pelaksanaan asuhan pada ibu hamil dengan KPD
f. Mampu memahami evaluasi pada ibu hamil dengan KPD

3
BAB ΙΙ
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian KPD/KPD
KPD/ KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang
terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya. (Nugroho,
2012) KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-tanda
persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian KPD
terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36
minggu tidak terlalu banyak. (Manuaba, 2009)
KPD atau yang biasa disingkat dengan KPD, dalam ilmu medis bisa
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1. KPD premature, yaitu KPD yang terjadi sebelum umur kehamilan dari
sang ibu mencapai 37 minggu.
2. KPD cukup bulan, yaitu KPD yang terjadi pada saat kehamilan yang telah
mencapai umur lebih dari 37 minggu.
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah
ketuban sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat
terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih. Insiden KPD banyak terjadi pada
wanita dengan serviks inkopenten, polihidramnion, malpresentasi janin,
kehamilan kembar, atau infeksi vagina (Varney, 2007).
Dari beberapa definisi KPD di atas maka dapat disimpulkan bahwa
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda tanda persalinan.
B. Patofisiologi KPD
Ada banyak teori, dalam patofisiologi terjadinya KPD. Mulai dari
kerusakan kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian
besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). High
virulensi berupa Bacteroides Low virulensi, Lactobacillus Kolagen terdapat
pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan
trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi
dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen

4
pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan.
C. Etiologi KPD
Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan
secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang
berhubungn erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan
sulit diketahui.
Adapun beberapa etiologi dari penyebab kejadian KPD menurut
beberapa ahli yaitu:
1. Serviks inkompeten (leher rahim)
Pada wanita dalampersentasi kecil dengan kehamilan yang jauh
dari aterm, serviks yang inkompeten dapat menipis dan berdilatasi bukan
sebagai akibat dari peningkatan aktifitas uterus melainkan akibat dari
kelemahan intrinsik uterus sehingga menyebabkan ketuban pecah
(Fadlun dkk, 2011).
Keadaan ini ditandai oleh dilatasi servik tanpa rasa nyeri dalam
trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan yang disertai
prolapsus membran amnion lewat serviks dan penonjolan membran
tersebut ke dalam vagina, peristiwa ini diikuti oleh pecahnya ketuban dan
selanjutnya ekspulsi janin imatur sehingga kemungkinan janin akan
meninggal. Tanpa tindakan yang efektif rangkaian peristiwa yang sama
cenderung berulang dengan sendirinya dalam setiap kehamilan.
Meskipun penyebabnya masih meragukan namun trauma sebelumnya
pada serviks masih terasa, khususnya pada tindakan dilatasi,
kateterisasi dan kuretasi (Krisnadi, 2009).
2. Ketegangan rahim berlebihan
Ketegangan rahim berlebihan maksudnya terjadi pada kehamilan
kembar dan hidramnion. Etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui
bahwa hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila
pengaliran air ketuban terganggu atau kedua-duanya. Dicurigai air
ketuban dibentuk dari sel-sel amnion. Di samping itu ditambah oleh air
seni janin dan cairan otak pada anensefalus. Air ketuban yang dibentuk,
secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru. Salah satu cara
pengeluaran ialah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian

5
dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk peredaran darah
ibu (Sujiyatini, 2009).
Ekskresi air ketuban akan terganggu bila janin tidak bisa menelan
seperti pada atresia esophagus atau tumor-tumor plasenta. Hidramnion
dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga membuat
selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Manuaba, 2010).
3. Kelainan letak janin dalam rahim
Kelainan letak janin dalam rahim maksudnya pada letak
sungsang dan letak lintang. Letak janin dalam uterus bergantung pada
proses adaptasi janin terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan
<32 minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak sehingga
memungkinkan janin bergerak dengan bebas, dan demikian janin dapat
menempatkan diri dalam letak sungsang atau letak lintang
(Fadlun, 2011).
Pada kehamilan trimester akhir janin tumbuh dengan cepat dan
jumlah air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua
tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala maka bokong dipaksa
untuk menempati ruang yang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala
berada dalam ruangan yang lebih kecil disegmen bawah uterus. Letak
sungsang dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat, sehingga
membuat selaput ketuban pecah sebelum waktunya (Manuaba, 2010).
4. Kelainan jalan lahir
Kelainan jalan lahir maksudnya kemungkinan terjadi kesempitan
panggul yang terjadi pada daerah uterus, bagian terendah belum masuk
PAP, disporposi sefalopelvik. Kelainan letak dan kesempitan panggul
lebih sering disertai dengan KPD namun mekanismenya belum diketahui
dengan pasti (Manuaba, 2010).
5. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang
berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam
kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri.
Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi
gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur
kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi,

6
termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah
kolagen. 72% penderita dengan sindroma Ehlers-Danlos ini akan
mengalami persalinan preterm setelah sebelumnya mengalami KPD
preterm (Fadlun dkk, 2011).
6. Infeksi
Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup
untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat
bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis,
infeksi neonatal akan meningkat 10 kali (Fadlun dkk, 2011).
KPD sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya
infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat
pada membran melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan
melemahnya membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks
metaloproteinase merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam
pecahnya ketuban oleh karena infeksi (Manuaba, 2010).
Persalinan dengan KPD biasanya dapat di sebabkan
kemungkinan oleh yang menjadi factor predisposisinya yaitu infeksi pada
seelaput ketuban. Oleh sebab itu, KPD memerlukan pengawasan yang
ketat dan kerjasama antara keluarga dan penolong (bidan dan dokter)
karena dapat meyebabkan bahaya infeksi intra uterin yang mengancam
keselamatan ibu dan janinnya. Dengan demikian, akan menurunkan atau
memperkecil risiko kematian ibu dan bayinya (Manuaba, 2009).
7. Usia
Karakteristik pada ibu berdasarkan usia sangat berpengaruh
terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun menghadapi persalinan
(Yulianti, 2006). Usia untuk reproduksi optimal bagi seorang ibu adalah
antara umur 20-35 tahun. Di bawah atau di atas usia tersebut akan
meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan (Depkes, 2003). Usia
seseorang sedemikian besarnya akan mempengaruhi sistem reproduksi,
karena organ-organ reproduksinya sudah mulai berkurang
kemampuannya dan keelastisannya dalam mener ima kehamilan,
termasuk dalam menyebabkan risiko KPD.

7
8. Sosial ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan biasanya berupa uang yang
mempengaruhi seseorang dalam memenuhi kehidupan hidupnya.
Misalnya pendapatan yang meningkat merupakan kondisi yang
menunjang bagi terlaksananya status kesehatan seseorang secara tidak
langsung. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang
menyebabkan seseorang tidak mampu memenuhi fasilitas kesehatan
sesuai kebutuhan (BPM,, 2011). Dengan pendapatan yang rendah,
menyebabkan ibu hamil kurang terjaga kondisi kesehatannya sehingga
dapat menjadi faktor pemicu terjadinya KPD.
9. Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu dari anak
pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun pembagian paritas yaitu
primipara, multipara, dan grande multipara. Primipara adalah seorang
wanita yang baru pertama kali melahirkan dimana janin mencapai usia
kehamilan 28 minggu atau lebih. Multipara adalah seorang wanita yang
telah mengalami kehamilan dengan usia kehamilan minimal 28 minggu
dan telah melahirkanbuah kehamilannya 2 kali atau lebih. Sedangkan
grande multipara adalah seorang wanita yang telah mengalami hamil
dengan usia kehamilan minimal 28 minggu dan telah melahirkan buah
kehamilannya lebih dari 5 kali. (Wiknjosastro, 2009)
Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah mengalami KPD
pada kehamilan sebelumnya serta jarak kelahiran yang terlampau dekat
diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya.
(Helen, 2008)
10. Anemia
Anemia pada kehamilan adalah kondisi pada ibu hamil dimana
kekurangan zat besi, yaitu Hb<11gr%. Dampak anemia pada janin antara
lain abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir
rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan dapat
mengakibatkan abortus, persalinan prematuritas, ancaman
dekompensasikordis dan KPD. Pada saat persalinan dapat

8
mengakibatkan gangguan his, retensio plasenta dan perdarahan post
partum karena atonia uteri. (Manuaba, 2009)
11. Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang intensitas tinggi
dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil. Rokok mengandung lebih dari
2.500 zat kimia yang teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia,
aseton, sianida hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan
dapat menyebabkan gangguan-gangguan seperti kehamilan ektopik,
KPD, dan risiko lahir mati yang lebih tinggi. (Sinclair, 2009)
12. Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin dengan kejadian KPD
dapat berpengaruh besar pada ibu jika menghadapi kondisi kehamilan.
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.
Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat penurunan
kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD
dan ketuban pecah preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada
kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih berisiko dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya karena komposisi membran yang menjadi rapuh dan
kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.
(Helen, 2008)
13. Serviks inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-
otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak
mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensia
serviks adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan
suatu kelainan kongenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya
dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan
penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi
(Manuaba, 2009).
14. Tekanan intra uterin meninggi/ meningkat secara berlebihan

9
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya KPD, misalnya :
a. Trauma; berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis
b. Gemelli; Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau
lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,
sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan.
Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar
dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian
bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah (Saifudin. 2009)
D. Tanda dan Gejala KPD/ KPD
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina
2. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes. Cirinya pucat dan
terkadang bercampur lendir darah.
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran.
4. Dapat menyebabkan demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut,
dan jika denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda
infeksi yang mungkin terjadi.
E. Diagnosis KPD
Diagnosis KPD dapat meragukan,ditandai dengan apakah ketuban
benar sudah pecah atau belum. Apalagi bila pembukaan kanalis servikal
belum ada atau kecil sedangkan jikadalam uji lakmus cairan yang keluar dari
jalan lahir akan berubah menjadi biru, dapat menegakkan dignosa bahwa
ketuban telah pecah/ rembes. Penegakkan diagnosis KPD dapat dilakukan
dengan berbagai cara yang meliputi:
1. Menentukan pecahnya selaput ketuban dengan adanya cairan ketuban di
vagina.
2. Memeriksa adanya cairan yang terkadang berisi mekonium, vernik
kaseosa, rambut lanugo dan kadang-kadang bau kalau ada infeksi.

10
3. Jika dilihat dari pemeriksaan inspekulo terlihat keluar cairan ketuban dari
cairan servikalis. Atau dengan pemeriksaan dalam terdapat cairan yang
keluar dari jalan lahir dan jika diujikan pada lakmus, lakmus menjadi biru.
4. Test nitrazin/lakmus, kertas lakmus merah berubah menjadi biru (basa)
bila ketuban sudah pecah.
5. Pemeriksan penunjang dengan menggunakan USG untuk membantu
dalam menentukan usia kehamilan, letak janin, berat janin, letak plasenta
serta jumlah air ketuban. Pemeriksaan air ketuban dengan tes leukosit
esterase, bila leukosit darah lebih dari 15.000/mm3, kemungkinan adanya
infeksi (Prawirohardjo, 2010).
Diagnosa KPD ditegakan dengan cara:
1. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan
perlu juga diperhatikan warna, keluarnya cairan tersebut tersebut his
belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir
darah. (Fadlun dkk, 2011)
2. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan
dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih
banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. (Sujiyatini dkk, 2009)
3. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar
cairan dari orificium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak
keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, mengejan atau
bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium
uteri dan trekumpul pada forniks anterior. (Sujiyatini dkk, 2009)
4. Pemeriksaan dalam
Cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam pemeriksaan dalam
vagina hanya dilakukan pada KPD yang sudah dalam persalinan atau

11
yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. (Fadlun
dkk, 2011)
5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, konsentrasi,
bau dan PHnya.
1) Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru,menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
2) Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban
dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit (Manuaba, 2009).
F. Komplikasi KPD
Menurut Manuaba, 2009 terdapat komplikasi yang biasa terjadi pada KPD
meliputi:
1. Mudah terjadinya infeksi intra uterin
2. Partus prematur
3. Prolaps bagian janin terutama tali pusat. (Manuaba, 2009)
Menurut Sarwono , 2010 terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada
KPD yaitu:
1. Peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas,
2. Komplikasi selama persalinan dan kelahiran,
3. Risiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana risiko infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap
masuknya penyebab infeksi. (Prawirohardjo, 2010)
G. Penatalaksanaan KPD
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan. Penanganan KPD menurut Sarwono (2010), meliputi :
1. Konserpatif

12
a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada
ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak
tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada infeksi,
tes buss negativ beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi,
dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24
jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
2. Aktif
a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan
persalinan diakhiri.
c. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
d. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2009) tentang
penatalaksanaan KPD adalah :

13
1. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas
paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang
sehat.
2. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu
sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas
3. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin.
4. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat
janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan,
dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan
5. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga
sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin
dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin
harus mengorbankan janinnya.
6. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur
distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk
melakukan pemeriksaan kematangan paru.
7. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-
24 jam bila tidak terjadi his spontan
H. Pelayanan Kesehatan dan Alur Rujukan
1. Hirarki Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kebidanan dilakukan sesuai dengan hirarki pelayanan
kesehatan yang ada mulai dari :
a. Pelayanan kesehatan tingkat primer di puskesmas.
Pelayanan kesehatan tingkat primer di puskesmas meliputi;
Puskesmas dan jaringannya termasuk Polindes / Poskesdes, Bidan
Praktik Mandiri, Klinik Bersalin serta fasilitas kesehatan lainnya milik
pemerintah maupun swasta.
Tugas pelayanan kesehatan tingkat primer di puskesmas yaitu
memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif,
preventif, deteksi dini dan memberikan pertolongan pertama pada
kegawat-daruratan obstetri neonatal (PPGDON) untuk tindakan pra

14
rujukan dan PONED di Puskesmas serta pembinaan UKBM termasuk
Posyandu.
b. Pelayanan kesehatan tingkat sekunder
Pelayanan kesehatan tingkat sekunder meliputi; Rumah Sakit
Umum dan Khusus baik milik Pemerintah maupun Swasta yang setara
dengan RSU Kelas D, C dan B Non Pendidikan, termasuk Rumah Sakit
Bersalin (RSB), serta Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA).
Tugas pelayanan kesehatan tingkat sekunder yaitu memberikan
pelayanan kebidanan essensial, melakukan promotif, preventif, deteksi
dini, melakukan penapisan (skrining) awal kasus komplikasi
mencegah terjadinya keterlambatan penanganan dan kolaborasi
dengan nakes lain dalam penanganan kasus (PONEK).
c. Pelayanan kesehatan tingkat tersier di RS type B dan A
Pelayanan kesehatan tingkat tersier di RS type B dan A meliputi;
Rumah Sakit yang setara dengan Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus Kelas A, kelas B pendidikan, milik Pemerintah maupun swasta.
Tugas pelayanan kesehatan tingkat tersier di RS type B dan A
adalah memberikan pelayanan kebidanan essensial, melakukan
promotif, preventif, deteksi dini, melakukan penapisan (skrining) awal
kasus komplikasi mencegah terjadinya keterlambatan penanganan,
kolaborasi dg nakes lain dalam penanganan kasus PONEK dan asuhan
kebidanan/penatalaksaaan kegawat-daruratan pada kasus-kasus
kompleks sebelum mendapat penanganan lanjut.
2. Persiapan Rujukan
Rujukan kebidanan adalah kegiatan pemindahan tanggungjawab
terhadap kondisi klien/pasien ke fasilitas pelayanan yang lebih memadai
(tenaga atau pengetahuan, obat, dan peralatannya).
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan, disingkat
“BAKSOKU” yang dijabarkan sebagai berikut :
a. B (bidan)
Memastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang
kompeten dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan
kegawatdaruratan.

15
b. A (alat)
Membawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti
spuit, infus set, tensimeter, dan stetoskop.
c. K (keluarga)
Memberitahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alasan
mengapa dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain diusahakan
untuk dapat menyetujui Ibu (klien) ke tempat rujukan.
d. S (surat)
Memberi surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien),
alasan rujukan, uraian hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang
telah diterima ibu (klien).
e. O (obat)
Membawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk
f. K (kendaraan)
Menyiapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu
(klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat
rujukan dalam waktu cepat.
g. U (uang)
Mengingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di
temapat rujukan atau berupa jaminan kesehatan.
3. Mekanisme Rujukan
a. Menentukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu
dan puskesmas
1) Pada tingkat Kader
Bila ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri maka
segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat karena
mereka belum dapat menetapkan tingkat kegawatdaruratan.
2) Pada tingkat bidan desa, puskesmas pembantu dan puskesmas
Tenaga kesehatan harus dapat menentukan tingkat
kegawatdaruratan kasus yang ditemui. Sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawabnya mereka harus menentukan kasus mana
yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk.
b. Menentukan tempat tujuan rujukan

16
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan
yang mempunyai kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan
swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan
penderita.
c. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya. Klien dan
keluarga perlu diberikan informasi tentang perlunya penderita segera
dirujuk untuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih mampu
d. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju melalui telepon
atau radio komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
e. Persiapan penderita
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih
dahulu atau dilakukan stabilisasi. Keadaan umum ini perlu
dipertahankan selama dalam perjalanan. Surat rujukan harus
dipersiapkan sesuai dengan format rujukan dan seorang bidan harus
mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke tempat rujukan.
f. Pengiriman penderita
Untuk mempercepat sampai ke tujuan, perlu diupayakan
kendaraan/sarana transportasi yang tersedia untuk mengangkut
penderita.
g. Tindak lanjut penderita
1) Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak
lanjut, dilakukan tindakan sesuai dengan saran yang diberikan.
2) Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor,
maka perlu dilakukan kunjungan rumah
4. Rujukan Klien/Pasien Pada Kasus Patologis
Rujukan klien/ pasien pada kasus patologis adalah suatu
pelimpahan tanggung jawab timbal balik atas kasus kebidanan atau dengan
penyakit penyerta atau komplikasi yang memerlukan pelayanan dengan
menggunakan pengetahuan, fasilitas, dan peralatan yang memadai, atau
kondisi klien/pasien di luar kewenangan bidan.
Indikasi perujukan ibu yaitu :
a. Riwayat seksio sesaria
b. Perdarahan per vaginam

17
c. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu)
d. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
e. KPD
f. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
g. Ikterus
h. Anemia berat
i. Tanda/gejala infeksi
j. Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan
k. TInggi fundus uteri 40 cm atau lebih
l. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin
masuk 5/5
m. Presentasi bukan belakang kepala
n. Kehamilan gemeli
o. Presentasi majemuk
p. Tali pusat menumbung
q. Syok
Pendekatan yang digunakan dalam memberikan asuhan kebidanan
kepada klien sesuai dengan pedoman asuhan kebidanan pada kasus
rujukan ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dan Standar Asuhan
Kebidanan Kepmenkes nomor 938 tahun 2007, dimana pengambilan
keputusan klinis bidan diambil berdasarkan hasil pengkajian melalui
anamnesa dan pemeriksaan fisik, kemudian dirumuskan diagnosa
kebidanan berdasarkan permasalahan yang ditemui. Setelah
diagnosa dibuat, maka diberikan intervensi sesuai dengan prioritas
kegawatan kondisi ibu dan janin, sesuai kewenangan bidan, dan
kewenangan tempat pelayanan dasar, PONED serta PONEK. Kemudian
pencatatan asuhan pada formulir/ status klien/ Rekam medis yang
digunakan.
I. Asuhan Dokumentasi Kebidanan
1. Definisi dokumentasi
Secara umum dokumentasi dapat diartikan sebagai suatu catatan
otentik atau semua surat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti
dalam persoalan hukum.

18
Dokumentasi dalam kebidanan adalah suatu bukti pencatatan dan
pelaporan yang dimiliki oleh bidan dalam melakukan catatan perawatan
yang berguna untuk kepentingan klien, bidan dan tim kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat
dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab bidan.
Dokumentasi dalam asuhan kebidanan merupakan suatu
pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap keadaan/kejadian yang
dilahat dalam pelaksanaan asuhan kebidanan (proses asuhan
kebidanan). (Sudarti, 2010)
2. Manajemen varney
Helen Varney, alur berfikir bidan pada saat menghadapi klien meliputi
tujuh langkah dalam membuat keputusan klinik.
a. Langkah I (pengumpulan data dasar)
Langkah ini dilakukan dengan melakukan pengkajian melalui
proses pengumpulan data yang diperlukan untuk mengevaluasi
keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, peninjauan catatan
terbaru atau catatan sebelumnya, data laboratorium dan
membandingkannya dengan hasil study. Semua data dikumpulkan
dari semua sumber yang berhubungan dengan kondisi pasien.
b. Langkah II (interpretasi data dasar)
Pada langkah ini dilakukan identifikasi data secara benar
terhadap diagnosis atau masalah kebutuhan pasien. Masalah atau
diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interprestasi
yang benar terhadap data dasar. Selain itu, sudah terfikirkan
perencanaan yang dibutuhkan terhadap masalah. Sebagai contoh
masalah yang menyertai diagnosis seperti diagnosis kemungkinan
wanita hamil, maka masalah yang berhubungan adalah wanita
tersebut mungkin tidak menginginkan kehamilannya atau apabila
wanita hamil tersebut masuk trimester III, maka masalah yang
kemungkinan dapat muncul adalah takut untuk menghadapi proses
persalinan dan melahirkan.
c. Langkah III (identifikasi diagnosis/ masalah potensial)

19
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau
diagnosis masalah yang lain berdasarkan beberapa masalah dan
diagnosis yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi yang cukup dan apabila memungkinan dilakukan proses
pencegahan atau dalam kondisi tertentu pasien membutuhkan
tindakan segera.
d. Langkah IV (identifikasi dan penetapan kebutuhan yang memerlukan
penanganan segera)
Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi
dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis dan masalah
ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi,
kolaborasi, dan melakukan rujukan.
e. Langkah V (perencanaan asuhan secara menyeluruh)
Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan
perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis
yang ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara menyeluruh
juga dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar
pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil
f. Langkah VI (pelaksanaan asuhan)
Tahap ini merupakan tahap pelaksana dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang
ditegakkan. Pelaksanaan ini dapat dilakukan oleh bidan secara
mandiri ataupun kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
g. Langkah VII (Evaluasi)
Merupakan tahap terakhir dalam manejemen kebidanan yakni
dengan melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan
yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang
dilakukan terus menerus untuk meningkatkan pelayanan secara
komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan kondisi atau
kebutuhan klien.
3. Pendokumetasian SOAP
a. S (Subjektif)
Pendokumentasian subjektif menggambarkan
pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis

20
yang meliputi; identitas pasien, alasan datang/ keluhan utama, riwayat
perkawinan, riwayat menstruasi, riwayat kehamilan ini, riwayat
kehamilan/nifas/persalinan yang lalu (obstetri), riwayat kontrasepsi,
riwayat kesehatan dan riwayat psikologi spiritual.
b. O (Obyektif)
Pendokumentasian objektif menggambarkan
pendokumentasian hasil pemeriksaan pada ibu hamil meliputi;
pemeriksaan fisik klien, labolatorium dan uji diagnosis lain.
Pemeriksaan umum meliputi; keadaan umum, tanda vital, status gizi,
pemeriksaan head to toe (termasuk pemeriksaan leopold abomen, djj)
pemeriksaan panggul, dan pemeriksaan penunjang.
c. A (Analisa)
Analisa menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi data subyektif dan data obyektif dalam suatu identifikasi
dalam bentuk diagnosa.
d. P (Penatalaksanaan)
Penatalaksanaan menggambarkan pendokumentasian dan
tindakan/Implementasi dan evaluasi perencanaan (E) berdasarkan
assessment sebagai langkah 5, 6, 7 varney. (Salmah, 2006)

21
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL
Ny.R usia 26 tahun G1P0Ab0Ah0 UK 38+5 minggu dengan KPD dalam
kehamilan patologis di BPM Citung Gunungkidul
No register : 199/16
Masuk RS Tgl,Jam : 29 November 2016, pukul 21.00 WIB
Dirawat di Ruang : Nifas 1
Biodata Ibu Suami
Nama : Ny. R Tn. M
Umur : 26 Tahun 30 Tahun
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : - (Ibu Rumah Tangga) Wiraswasta
Agama : Islam Islam
Suku/ : Jawa/ Indonesia Jawa/ Indonesia
Bangsa
Alamat : Karang Gumuk 2, Semin Karang Gumuk 2, Semin
Gunungkidul Gunungkidul

Data Subyektif
1. Kunjungan saat ini Kunjungan Pertama v Kunjungan Ulang
Keluhan Utama/ alasan datang
Ibu mengatakan keluar cairan jalan lahir Tanggal 29 Desember 2016 sejak pukul
20.30 WIB
2. Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali. Kawin pertama umur 22 tahun. Dengan suami sekarang 4 tahun
3. Riwayat Menstruasi
Menarche umur14 tahun. Siklus 30 hari. Teratur/tidak. Lama 7 hari. Sifat Darah :
Encer/ Beku. Flour Albus: ya/tidak. Bau khas darah mens Dysmenorhoe :
ya/tidak . Banyak Darah ±30 cc/ hari (2-4 ganti pembalut/ hari)

22
4. Riwayat Kehamilan ini
a. Riwayat ANC
HPHT : 3 Maret 2016 HPL : 10 Desember 2016
UK: 38+5 minggu
Maret : 28 hari = 4+0
April : 30 hari = 4+2
Mei : 31 hari = 4+3
Juni : 30 hari = 4+2
Juli : 31 hari = 4+3
Agustus : 31 hari = 4+3
September : 30 hari = 4+2
Oktober : 31 hari = 4+3
November : 29 hari = 4+1
= 36 mgg +19 hari
= 36 minggu + 2 mgg+ 5 hari
= 38 minggu + 5 hari
ANC Sejak umur kehamilan 11 minggu. ANC di BPM, Puskesmas
Frekuensi: Trimester I 2 kali
Trimester II 4 kali
Trimester III 6 kali
b. Pergerakan janin yang pertama pada umur kehamilan 14 minggu.
Pergerakan janin dalam 12 jam terakhir 10-15 kali
c. Keluhan yang dirasakan
Trimester I : Ibu mengatakan mual, namun tidak sampai muntah
Trimester II : Ibu mengatakan tidak ada keluhan
Trimester III : Ibu mengatakan keluar cairan bening dari jalan lahir
tanggal 29 November 2016 sejak pukul 20.30 WIB
d. Pola Nutrisi Makan Minum
Frekuensi 3x sehari 5-9x/ hari
Macam Lauk sayur nasi Air putih, susu
bumil, teh
Jumlah 1 piring porsi 1 gelas sedang/
sedang/makan minum (± 60cc)

23
(±400 gr)
Keluhan Tidak ada Tidak ada
e. Pola Eliminasi BAB BAK
Frekuensi 1x/ hari tidak tentu 4-6x/ hari
Warna Kecoklatan Kekuningan
Bau Khas Feses Khas Urin
Konsisten Lembek Cair
Jumlah ±150 gr/ BAB ±20cc/ BAK
f. Pola aktivitas
Kegiatan sehari-hari : mengurus rumah tangga (nyapu, memasak, mencuci,
dsb), namun akhir-akhir ini ibu melakukan kegiatan
yang lebih berat yaitu membantu acara keluarga
Istirahat/Tidur : malam 7-8 jam, siang 1 jam
Seksualitas : Frekuensi 1x/minggu (jarang) Keluhan tidak ada, saat
sebelum kejadian KPD tidak untuk coitus
Personal Hygiene
Kebiasaan mandi 2 kali/hari
Kebiasaan membersihkan alat kelamin setelah BAK, setelah BAB, saat
mandi
Kebiasaan mengganti pakaian dalam setelah mandi/ kotor/ lembab
Jenis pakaian dalam yang digunakan katun, nilon
g. Imunisasi
TT 1 Tanggal SD
TT 2 Tanggal SD
TT 3 Tanggal Caten
5. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan nifas yang lalu

Persalinan Nifas
Hamil
Tgl Umur Jenis Komplikasi Jenis BB
ke Penolong Laktasi Komplikasi
lahir kehamilan Persalinan Ibu Bayi kelamin Lahir
Hamil Saat Ini

24
6. Riwayat Kontrasepsi yang digunakan

Jenis Mulai memakai Berhenti/Ganti Cara


No
Kontrasepsi Tanggal Oleh tempat Keluhan Tanggal Oleh Tempat Alasan
Belum Pernah Menggunakan Kontrasepsi

7. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit sistemik yang pernah/sedang diderita
Ibu mengatakan tidak pernah/ sedang menderita penyakit sistemik seperti
DM, Jantung, Ginjal, Hati
b. Penyakit yang pernah/sedang diderita keluarga
Ibu mengatakan keluarga tidak pernah/ sedang menderita penyakit
c. Riwayat keturunan kembar
Ibu mengatakan tidak ada
d. Riwayat Alergi
Makanan : Tidak Ada
Obat : Tidak Ada
Zat lain : Tidak Ada
e. Kebiasaan-kebiasaan
Merokok : Tidak Pernah
Minum jamu-jamuan : Tidak Pernah
Minum-minuman keras : Tidak Pernah
Makanan/minuman pantang : Tidak Ada
Perubahan pola makan (termasuk nyidam, nafsu makan turun, dan lain-lain
ibu mengatakan dulu saat awal kehamilan mual muntah, sekarang tidak
pernah.
8. Riwayat Psikologi Spiritual
a. Kehamilan ini v Dinginkan Tidak diinginkan

b. Pengetahuan ibu tentang kehamillan


Ibu mengatakan kehamilan ini sudah menjelang persalinan
c. Pengetahuan ibu tentang kondisi/keadaan yang dialami sekarang

25
Ibu mengatakan keadaanya tidak begitu mengerti mungkin akan bersalin tapi
belum masuk HPL
d. Penerimaan ibu terhadap kehamilan saat ini
Ibu mengatakan menerima, tapi khawatir terhadap kehamilannya sekarang
e. Tanggapan keluarga terhadap kehamilan
Ibu mengatakan keluarga menunggu kelahiran bayi tersebut
f. Persiapan/rencana persalinan
Ibu mengatakan siap jika harus bersalin saat ini, rencana bersalin ingin di
BPM Citung

Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum Baik Kesadaran Composmentis
b. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/ 80 mmHg
Nadi : 81 kali per menit
Pernafasan : 23 kali per menit
Suhu : 36,5 ○C
c. TB : 153 cm
BB : sebelum hamil 57 kg, BB sekarang 65,5 kg
IMT : 57/(1,53)2 = 24,349 kg/ m2
LLA : 30 cm
d. Kepala dan leher
Oedem Wajah : tidak ada
Chloasma gravidarum :+/-
Mata : tidak ada edema, tidak ada kemerahan sklera,
konjungtiva tidak pucat
Mulut : tidak ada stomatitis, tidak ada karies, gusi tidak
berdarah
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar limfe,tiroid dan
vena jugularis
e. Payudara
Bentuk : simetris, penuh, kencang
Areola mammae : menghitam

26
Puting susu : menonjol
Colostrum : sudah keluar
f. Abdomen
Bentuk : bulat memanjang sesuai umur kehamilan
Bekas luka : tidak ada
Striae gravidarum : ada,hitam
Palpasi Leopold
Leopold I :pada fundus teraba bagian bulat, lunak, tidak
melenting kesimpulan bokong, tfu 3 jari dibawah
px
Leopold II :perut sebelah kiri teraba bagian keras seperti
papan, teraba tahanan (punggung)
perut sebelah kanan teraba bagian kecil-kecil tidak
terbatas, tidak teraba tahanan (ekstremitas)
Leopold III :pada SBR teraba bagian bulat keras melenting
(kepala) tidak dapat digoyangkan, kepala sudah
masuk panggul.
Leopold IV :posisi tangan pemeriksa divergen, kepala hodge 1
Osborn Test :tidak dilakukan
TFU (Mac Donald) :31 cm
TBJ : (31-11)x155 = 3100 gram
Auskultasi DJJ :punctum maximum kiri bawah pusat
Frekuensi 133 x/menit
His : 1x 10menit 28 detik
g. Ekstremitas
Oedem : +/-
Varices : tidak ada
Reflek Patela : kaki kanan + kaki kiri +
Kuku :bersih, pendek, tidak pucat
h. Genetalia Luar
Tanda Chadwick : tidak ada
Varices : tidak ada
Bekas luka : tidak ada
Kelenjar Bartholini : tidak ada kelainan

27
Pengeluaran : air ketuban rembes sejak jam 20.30 tanggal 29
November 2016
Pemeriksaan dalam : pembukaan 0 cm (29 November 2016 pukul
21.00WIB)
i. Anus : tidak ada hemorhoid
Hemoroid : tidak ada
2. Pemeriksaan panggul (normal)
Distansia spinarum : tidak dikaji (23-26cm)
Distansia cristarum : tidak dikaji (26-29cm)
Boudelouqe : tidak dikaji (18-20cm)
Lingkar panggul : tidak dikaji (80-90cm)
3. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 13 gr % (22 November 2016 di BPM Citung)
gol.darah : B (22 November 2016 di BPM Citung)

Analisa
Ny R G1P0Ab0A0 usia 26 tahun hamil 38+5 minggu janin tunggal, intrauterine,
hidup,persentasi kepala, punggung kiri dengan KPD

Penatalaksanaan
Tanggal 29-11-2016 pukul 21.00 WIB
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan TTV dalam batas normal.
TD:130/80 mmHg,
R: 23 kpm
N: 81 kpm
S: 36,5 OC
E: Ibu memberikan respon positif
2. Memberitahu hasil pemeriksaan ibu bahwa pembukaan jalan lahir belum ada
(pembukaan 0 cm)
E: Ibu memberikan respon positif
3. Memberitahu hasil pemantauan DJJ dan kontraksi pada ibu (dalam 10 menit)
E: DJJ 133 kpm, kontraksi 1x10’ 28”
4. Memberikan KIE pada ibu bahwa:

28
- ketuban ibu sudah merembes, Ø 0 cm, akan terus dipantau untuk
kemajuan persalinannya (Ø, DJJ, Kontraksi) dalam lembar observasi
- Memberitahu ibu bahwa kehamilannya sudah aterm jika akan bersalin ibu
diharapkan siap dan telah dipersiapkan segalanya
- Menganjurkan ibu untuk berbaring miring kiri agara suplai O2 ke janin
terpenuhi
- Menganjurkan ibu untu relaksasi saat ada his dengan menarik nafas dari
hidung kemudian mengeluarkan lewat mulut
- Menganjurkan ibu untuk makan dan minum saat tidak ada his
E: Ibu memberikan respon positif
Hasil Observasi
Hari, tanggal/jam DJJ Kontraksi PD
Rabu, 30 nov 2016/ 00.01 138 kpm 2x 10’ 30” Ø 0cm
Rabu, 30 nov 2016/ 05.10 140 kpm 1x 10’ 30” Ø 0cm
Rabu, 30 nov 2016/ 08.45 138 kpm 1x 10’ 30” Ø 0cm
Tanggal 30-11-2016 pukul 09.00 WIB
5. Menjelaskan pada ibu tentang keadaannya saat ini :
Ketuban ibu sudah merembes selama 12 jam, namun tidak ada kemajuan
persalinan. Usia kehamilan juga 38+5 minggu, dalam teori jika setelah 12jam
tidak ada kemajuan dalam persalinan maka dilakukan rujukan.
E: ibu memberikan respon positif
6. Melakukan persiapan rujukan dan rujukan pada ibu yaitu :
a. Tempat Rujukan (RSUD Wonosari, IGD)
b. Infus RL
c. Inform consent
d. Form/ surat rujukan (berisikan diagnosa, penatalaksanaan, identitas,
HPHT, HPMT, HPL)
E: Ibu telah dilakukan rujukan ke RSUD Wonosari

29
B. Pembahasan
Asuhan kebidanan yang dilakukan pada kasus Ny. R usia 26 tahun,
G1P0Ab0Ah0 UK 38+5 minggu dengan KPD sebagian besar sudah sesuai
dengan teori yang berhubungan seperti yang dijelaskan pada bab III. Adapun
rincian pembahasan tentang asuhan kebidanan tersebut antara lain:
1. Data Subjektif
Pada kasus ini, pengkajian data subjektif telah dilakukan dengan
benar sesuai dengan teori yang ada. Data subjektif yang mendukung
dalam asuhan kebidanan pada kasus Ny. R usia 26 tahun, G1P0Ab0Ah0
UK 38+5 minggu dengan KPD yaitu:
a. Keluhan Utama/ alasan datang
Ibu mengatakan keluar cairan bening mengalir dari jalan lahir tanggal
29 Desember 2016 sejak pukul 20.30 WIB
b. Pola aktivitas
Kegiatan sehari-hari : mengurus rumah tangga (nyapu, memasak,
mencuci dsb), namun akhir-akhir ini ibu
melakukan kegitan yang lebih berat yaitu
membantu acara di keluarga.
Seksualitas : frekuensi 1x/minggu (jarang) Keluhan tidak
ada, saat sebelum kejadian KPD tidak untuk
coitus.
c. Riwayat obstetri : ibu mengatakan keluarga tidak mempunyai
riwayat KPD dan ia belum pernah
mengalami KPD karena ini kehamilan
pertama.
d. Kebiasaan merokok : ibu tidak pernah merokok, ia merupakan
perokok pasif (suami perokok).
Dari data tersebut yang menjadi faktor pendukung ibu dapat
mengalami KPD yaitu ibu yang melakukan aktivitas berat, dan menjadi
perokok pasif.
Aktivitas yang berat bagi ibu hamil dapat menyebabkan kelelahan
dan memicu terjadinya kontraksi. Terlebihnya usia kehamilan yang sudah
aterm juga lebih sensitif terhadap rangsangan luar/ aktivitas/ lingkungan.
Menurut Sinclair, 2003 kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok

30
yang intensitas tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil karena
rokok mengandung lebih dari 2.500 zat kimia yang dapat menyebabkan
gangguan gangguan seperti kehamilan ektopik, KPD, dan risiko lahir mati
yang lebih tinggi.
2. Data Objektif
Pengkajian data objektif telah dilakukan dengan cukup baik. Dalam
pengkajian data objektif yang mendukung dalam asuhan kebidanan pada
kasus Ny. R usia 26 tahun, G1P0Ab0Ah0 UK 38+5 minggu dengan KPD
yaitu;
a. Pemeriksaan genetalia
1) Pada vulva terdapat pengeluaran air ketuban yang rembes
sampai membasahi celana dalam sejak tanggal 29 November
2016 pukul 20.30 WIB
2) Dilakukan pemeriksaan dalam (tanggal 29 November 2016 jam
21.00) dengan hasil vulva uretra tenang, dinding vagina licin
berugae, porsio tebal, lunak, pembukaan 0 cm (belum ada
pembukaan).
b. Pemeriksaan His : his 1x 10 menit 28 detik (lemah)
c. Tidak ada indikasi anemia
Hasil pemeriksaan Hb: 13 gr % tanggal (22 November 2016),
konjungtiva
merah muda.
Akan tetapi lebih baik jika dilakukan pula pemeriksaan penunjang
yaitu uji lakmus untuk memastikan bahwa cairan yang keluar dari jalan
lahir adalah air ketuban karena menurut ahli, tes lakmus (tes nitrazin)
dapat menegakkan akurat diagnose ketuban telah pecah jika kertas
lakmus merah berubah menjadi biru,menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis).
3. Analisa
Dari data subjektif dan objektif yang telah diperoleh, dapat dibuat
kesimpulan dalam bentuk analisa. Pada kasus asuhan kebidanan ini yaitu
Ny. R usia 26 tahun, G1P0Ab0Ah0 UK 38+5 minggu dengan KPD. Analisis
klasifkasi kasus yang dihadapi yaitu ibu hamil, usia tidak berisiko (26
tahun) primigravida, usia kehamilan aterm, dengan KPD.

31
4. Penatalaksanaan
Dari hasil pemeriksaan data subjektif dan objektif didapatkan
bahwa kasus Ny. R belum berada dalam masa persalinan dengan
didukung data his masih lemah dan belum ada pembukaan porsio setelah
diobservasi untuk beberapa waktu sehingga penatalaksaan yang
dilakukan di BPM Citung dalam penatalaksanaan sesuai dengan
kewenangannya sebagai unit layanan primer terhadap KPD yaitu:
a. Melakukan observasi pematauan His, DJJ, dan pembukaan porsio
setiap 4 jam sekali atau jika ada indikasi sampai 12 jam setelah terjadi
KPD
Evaluasi : Tidak ada kemajuan persalinan (his masih lemah dan
pembukaan 0 cm)
b. Memberikan KIE tentang keadaan ibu bahwa sudah dilakukan
observasi namun tidka ada kemajuan persalinan sehingga perlu
dilakukan tindakan lebih lanjut di fasilitas kesehatan yang lebih
lengkap
c. Melakukan rujukan pada ibu ke RSUD Wonosari untuk dilakukan
pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut. Dikarenakan BPM sebagai
unit pelayanan primer tidak memiliki kewenangan untuk kasus
patologis tersebut setelah diupayakan sesuai dengan
kewenangannya.
Adapun bidan rincian tatalaksana rujukan yang dilakukan
sudah sesuai dengan teori, yaitu:
1) BPM merupakan unit pelayanan primer yang tidak dapat
melakukan penatalaksanaan kasus patologis/ kegawatdaruratan.
2) BPM hanya dapat melakukan stabilisasi rujukan seperti yangtelah
dilakukan yaitu dengan pemasangan infus dan persiapan rujukan
lain.
3) BPM melakukan persiapan rujukan yaitu;
a) Bidan ikut mendampingi ibu dalam proses rujukan
b) Alat dan bahan yang diperlukan telah dibawa (infus,
tensimeter, stetosko, spuit, Doppler, underpad, oksigen)
c) Keluarga ibu telah dberitahu tentang kondisi dan keadaan ibu

32
d) Surat rujukan telah dipersiapkan yang berisikan identitas ibu,
alasan dirujuk, uraian tindakan dan obat yang diberikan
e) Obat-obat telah dibawa selama perjalanan merujuk seperti
oksitosin, lidocaine, MGSO4, dsb
f) Kendaraan yang digunakan untuk merujuk ibu telah
dipersiapkan. Kendaraan nyaman, dan dapat mencapai tempat
rujukan dalam waktu yang cepat
g) Uang/ biaya/ jaminan kesehatan telah dipersiapkan keluarga
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda
persalinan. Penanganan KPD pada kasus sudah sesuai dengan teori
yang dijelaskan menurut Sarwono (2010).
Penatalaksanaan KPD di RSUD Wonosari setelah dilakukan follow
up, kasus termasuk dalam penatalaksanaan bentuk aktif, yaitu:
a. Ibu diberikan suntikan antibiotik Cefotaxim 1 gram dalam 5 cc
aquabidest diberikan dengan cara bolus melalui infus sesuai teori
agar ibu tidak mengalami infeksi baik terhadap bayinya maupun ibu
sendiri.
b. Ibu diberikan induksi oksitosin 5 IU dalam 500ml RL atas dasar teori
bahwa kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea dan bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus
pervaginam.
Tetesan infus RL+ oksi 5 IU pada ibu dengan syarat DJJ baik dan
his teratur dan baik diatur sebagai berikut:
1) Tetesan 8 tpm, diobservasi selama 15 menit (jika DJJ baik dan his
juga baik dilakukan peningkatan tetesan infus menjadi 12 tpm.)
2) Tetesan 12 tpm, diobservasi selama 15 menit (jika DJJ baik dan his
juga baik dilakukan peningkatan tetesan infus menjadi 16 tpm.)
3) Tetesan 16 tpm, diobservasi selama 20 menit (jika DJJ baik dan his
juga baik dilakukan peningkatan tetesan infus menjadi 20 tpm.)
Dari hasil follow up yang dilakukan kelompok didapatkan hasil
akhir bahwa ibu mengalami persalinan secara spontan dengan
bantuan drip oksitosin, sampai akhirnya bayi dapat lahir secara

33
spontan pada tanggal 1 Desember 2016 pukul 00.30 WIB dengan
berat badan 3310 gram dan panjang badan 50 cm, menangis kuat.
Dari data penatalaksanaan yang dijelaskan diatas, dapat
dikatakan bahwa penanganan kasus Ny R usia 26 tahun UK 38+5
minggu G1P0Ab0Ah0 dengan KPD ini sudah sesuai dengan teori yang
ada, seperti yang telah dijelaskan pada bab III menurut ahli. Sehingga
asuhan kebidanan pada ibu hamil kasus Ny R usia 26 tahun UK 38+5
minggu G1P0Ab0Ah0 dengan KPD baik di BPM Citung Supriyati dan
di RSUD Wonosari menurut follow up sudah sesuai dengan SOP yang
ada.

34
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kasus ini, pengkajian data subjektif telah dilakukan dengan
benar sesuai dengan teori yang ada. Data subjektif yang mendukung dalam
asuhan kebidanan pada kasus Ny. R usia 26 tahun, G1P0Ab0Ah0 UK 38+5
minggu dengan KPD yaitu; keluhan Utama/ alasan datang, pola aktivitas
(kegiatan sehari-hari, seksualitas), riwayat obstetrik, kebiasaan merokok
sudah dikaji sehingga mendapatkan data pendukung subjektif dari anamnesa
yang dilakukan yang mengarah pada katuban pecah dini.
Pengkajian data objektif telah dilakukan dengan cukup baik. Dalam
pengkajian data objektif yang mendukung dalam asuhan kebidanan pada
kasus Ny. R usia 26 tahun, G1P0Ab0Ah0 UK 38+5 minggu dengan KPD
yaitu; pemeriksaan genetalia (pada vulva terdapat pengeluaran air ketuban
yang rembes, dilakukan pemeriksaan dalam hasil pembukaan 0 cm),
pemeriksaan his hasilnya his masih lemah, dan tidak ada indikasi anemia.
Dari data tersebut sudah mendukung untuk menegakkan diagnosa/ analisa
bahwa ibu hamil Ny. R mengalami KPD. Namun data objektif akan lebih
lengkap dan baik jika diikuti dengan pemeriksaan penunjang lab yang
sederhana namun penting yaitu pemeriksaan lakmus untuk memastikan
bahwa cairan yang keluar dari jalan lahir ibu adalah cairan ketuban yang
walaupun bisa diketahui dengan ciri lain.
Pada kasus asuhan kebidanan ini yaitu Ny. R usia 26 tahun,
G1P0Ab0Ah0 UK 38+5 minggu dengan KPD. Analisis klasifkasi kasus yang
dihadapi yaitu ibu hamil, usia tidak berisiko (26 tahun) primigravida, usia
kehamilan aterm, dengan KPD.
Dari data penatalaksanaan yang dilakukan oleh lahan, dapat
dikatakan bahwa penanganan kasus Ny R usia 26 tahun UK 38+5 minggu
G1P0Ab0Ah0 dengan KPD ini sudah sesuai dengan teori yang ada, seperti
yang telah dijelaskan pada bab III menurut ahli. Sehingga asuhan kebidanan
pada ibu hamil kasus Ny R usia 26 tahun UK 38+5 minggu G1P0Ab0Ah0
dengan KPD baik di BPM Citung Supriyati dan di RSUD Wonosari menurut
follow up sudah sesuai dengan SOP yang ada.

35
B. Saran
1. Bagi BPM, Citung Supriyati
Asuhan kebidanan di BPM, CItung Supriyati terhadap kasus Ny R
usia 26 tahun UK 38+5 minggu G1P0Ab0Ah0 dengan KPD ini sudah
sesuai dengan teori jika dilihat sesuai dengan kewenangan BPM sebagai
pelayanan primer. Hal ini sebaiknya terus dipertahankan dan didisiplinkan
karena hal tersebut adalah penting.
Namun ada pula hal yang sebaiknya dilakukan dalam pemeriksaan
data objektif sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakkan lebih
pasti kasus KPD, yaitu dilakukan uji lakmus terhadap cairan yang keluar
dari jalan lahir ibu.
2. Bagi RSUD Wonosari
Asuhan kebidanan di RDUD Wonosari terhadap kasus Ny R usia 26
tahun UK 38+5 minggu G1P0Ab0Ah0 dengan KPD ini sudah sesuai
dengan teori. Hal ini sebaiknya terus dipertahankan agar penanganan
pada kasus-kasus patologis termasuk KPD dapat tertangani dengan baik
dan sesuai dengan prosedur SOP yang berlaku.

36
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI).
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Cunningham, F, G, Mc. Donal Pc. Gant Nf. 2006. Obstetri William. Edisi ke
18. Jakarta: EGC.
Stanton, E, A. (2007). The Human Development Index : A History. University of
Massachusetts Amhesr: Political Economy Research Institute.
Sualman, K. (2009). Penatalaksanaan KPD. Diunduh tanggal 7 Desember 2016
dari http://www.medicastore.com/PenatalaksanaanKetubanPecahDini
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Manuaba, Candradinata.. 2009 . Gawat Darurat Obstetri Ginekologi Dan Obstetri
Ginekologi Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC
Dinkes Provinsi DIY. 2012. Profil Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta.
Yogyakarta: Dinas Kesehatan Yogyakarta
Nugroho, dr Taufan. 2012. OBSGYN OBSTETRI dan GINEKOLOGI kebidanan
dan keperawatan . Yogyakarta : Nuha Medika.
Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta:
EGC
Fadlun dkk. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta; Salemba Medika
Krisnadi, dkk. 2009. Prematuritas. Bandung: Refika Aditama
Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika
Manuaba dalam Prof.dr.Ide Bagus, dkk. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta : Buku Kedoktera EGC
Wiknjosastro,H. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Muntoha S. 2013. Hubungan antara Riwayat Paparan Asap Rokok dengan
Kejadian KPD pada Ibu Hamil di RSUD Dr. H. Soewondo. Kendal;
Kesehatan lingkungan Indonesia.
Morgan dkk. 2009. Obstetri dan Ginekoligi Panduan Praktik. Jakarta: EGC
Depkes RI, 2003.Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Yulianti. 2006. Buku Saku Manajemen Komplikasi Dan Persalinan. Jakarta: EGC.
Badan Pusat Statistik Jakarta Pusat , 2011. Pedoman Pendataan Survei Sosial
Ekonomi Nasional Tahun 2011. Jakarta Pusat : Badan Pusat Statistik
Wiknjosastro. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Varney, Helen. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC

37
Departemen Kesehatan, RI. 2005. Profil Kesehatan Indonesia, 2005. Pusat Data
Informasi, Health Statistic. Jakarta
Sinclair. 2009. Kondisi Ginekologis dan Pertimbangan Kehamilan serta
Kontrasepsi. Dalam : Buku Saku Kebidanan. Jakarta : EGC, 592-597.
Saifuddin, AB, 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Sudarti, dkk. 2010. Buku Ajar Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika
Salmah, dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal.Jakarta: Salemba Medika
Meilani Niken dkk, 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya
Syafrudin & Hamidah, 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta : EGC
_____.____. Pedoman Asuhan Kebidanan Pada Kasus Rujukan Ibu Hamil,
Bersalin, Nifas, dan BBL.___:_____
_____.____. Pedoman Sistem Rujukan Maternal dan Neonatal di Tingkat
Kabupaten/Kota. ___:_____
Giani. 2014. Pendokumentasian SOAP. diunduh tanggal 28 Desember 2016
pukul 13.15 WIB dari
https://gianimeilan.wordpress.com/pendokumentasian-soap/#comment-93

38

Anda mungkin juga menyukai