Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kata katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa
Yunani, kataraktes, yang artinya terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang
Arab sebab orang-orang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang
seolah-olah terhalang oleh air terjun (AAO, 2005). Katarak merupakan
keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam
kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998).
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa menjadi
keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini
terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada
berbagai usia tertentu. Namun pada katarak kongenital kekeruhan lensa
timbul sejak lahir, dan merupakan salah satu penyebab kebutaan yang sering
dijumpai pada anak (AOO, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian Haider, dkk (2008), 60% pasien yang
dijumpai dengan leukokoria adalah katarak kongenital (18% unilateral dan
42% bilateral), penyebab lainnya seperti retinoblastoma (11% unilateral dan
74% bilateral), retinal detachment (2,8% unilateral dan 1,4% bilateral),
Persistent Hyperplasia Primary Vitreous (PHPV) bilateral 4,2%

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa penyebab terjadinya katarak kongenital?
1.2.2 Bagaimana ciri-ciri apabila terjadi kecacatan katarak kongenital?
1.2.3 Bagaimana kecacatan katarak konenital bisa terjadi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui penyebab terjadinya katarak kongenital.
1.3.2 Mengetahui ciri-ciri apabila terjadi kecacatan katarak kongenital.
1.3.3 Mengetahui kecacatan katarak konenital bisa terjadi.

1
1.4 Manfaat
Dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang kecacatan katarak
kongenital, penyebabnya, dan cirri-ciri atau gambaran klinis dari penderita katarak
kongenital.

2
BAB II
METODELOGI PENULISAN

2.1 Metode Penulisan


Dalam pengerjaan makalah ini metode yang digunakan adalah metode
telaah pustaka, yaitu dengan cara pengumpulan informasi dari berbagai
sumber seperti buku, jurnal maupun sumber-sumber lain yang mendukung.

2.2 Jenis Data


Data yang digunakan dalam penulisan makalah ini merupakan data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil penelitian, percobaan ataupun
telaah yang telah dilakukan oleh peneliti atau penulis sebelumnya. Data yang
diperoleh lalu dianalisis dan disarikan dalam bentuk tulisan.

2.3 Sifat Tulisan


Tulisan dalam makalah ini bersifat deskriptif yang berarti memaparkan
berbagai informasi dan data yang diperoleh sehingga menjadi kesatuan yang
utuh sehingga dapat menjadi informasi yang bermanfaat bagi pembaca.

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1.Definisi Katarak Kongenital


Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada
tahun pertama kelahiran dan merupakan salah satu penyebab kebutaan yang
sering dijumpai pada anak. Katarak kongenital adalah perubahan pada
kebeningan struktur lensa mata yang muncul pada saat kelahiran bayi atau
segera setelah bayi lahir.
Jika katarak tetap tak terdeteksi, dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan yang permanen. Turunnya penglihatan akibat katarak tergatung
pada posisi kekeruhan lensa, jika kekeruhan lentikular timbul pada sumbu
penglihatan maka akan terjadi gangguan visus secara signifikan dan dapat
berlanjut menjadi kebutaan. Jika kataraknya sedikit dibagian depan atau
perifer lensa, maka akan terjadi gangguan penglihatan hanya sedikit (AAO,
2005).

3.2.Embrologi Dan Anatomi Lensa pada Penderita Katarak Kongenital


Pembentukan lensa manusia dimulai kira-kira pada hari ke-25 kehamilan
yang disebut vesikel optic yang menonjol dari otak bagian depan atau di
diencepalon. Karena vesikel optic bertambah besar, maka vesikel optic makin
mendekati permukaan ectoderm, suatu lapisan tunggal dari sel-sel kuboid
(AAO, 2005).
Sel-sel ectoderm akan menekan vesikel optic menjadi kolumanar pada hari
ke 27 kehamilan. Di daerah ini terdapat sel-sel yang tebal yang disebut lens
plate atau plakoda lensa. Suatu mediator kimia dari neuroektoderm
diperkirakan merangsang pembentukan lens plate. Kontak fisik langsung
antara permukaan ectoderm tidak siperlukan dalam peristiwa induksi lensa ini.
Lens pit atau fovea lentis muncul pada hari ke 29 kehamilan sebagai indikasi

4
kecil dari inferor lens plate. Lens pit makin dalam melalui proses invaginasi
dan multiplikasi selular.
Karena lens pit terus berinvaginasi, pangkal sel-sel yang berhubungan
dengan permukaan ektoserm mengkerut bahkan menghilang. Hasil berupa
suatu lapisan sel-sel kuboid yang terkurung dalam sebuah membran yang
disebut vesikel lensa. Pada hari ke-33 kehamilan, vesikel lensa ini
diameternya mencapai 0,2 mm (AAO,2005).
Karena vesikel lensa terbentuk melalui proses invaginasi permukaan
ectoderm, apeks dari lapisan tunggal sel-sel berada di depan lumen vesikel
lensa, dengan dasar sel sepanjang vesikel lensa pada waktu bersamaan dengan
terbentuknya vesikel lensa, berlangsung pula pembentukan vesikel optic
melalui proses invaginasi yang dimulai dengan pembentukan dua lapis optic
cup.
Sel-sel posterior vesikel lensa menjadi lebih kolumnar dan mulai
berelongasi. Karena bereongasi, sel-sel ini menghilang ke dalam lumen
vesikel lensa. Pada hari ke 40 kehamilan, lumen vesikel lensa hilang sama
sekali. Sel-sel yang berelongasi disebut serat-serat lensa primer. Inti dari serat
lensa primer ini bergerak mendekati lamina basal posterior ke posisi lebih
anterior. Serat-serat lensa kemudian menjadi piknotik karena organel-organel
intraseluler menjadi tak teratur. Serat-serat lensa primer berubah menjadi
nucleus embriotik yang akan menempati daerah sentral lensa.
Walaupun sel-sel lapisan posterior dari vesikel optic berdifferensiasi
menjadi serat lensa primer, sel-sel anterior vesikel lensa tidak berubah.
Lapisan sel-sel kuboid ini akan menjadi epitel lensa kemudian berdifferensiasi
dan pertumbuhan materi - materi lensa dari epitel lensa. Kapsul lensa
berkembang dari perpaduan membrane basement, epitel lensa anterior dan
serat lensa posterior (AAO, 2005).
Kira-kira minggu ke 7 kehamilan, sel-sel epitel lensa di daerah ekuator
membelah cepat dan berelongasi membentuk serat lensa sekunder. Bagian
anterior dari masing-masing serat lensa ini berkenbang ke pole anterior lensa,

5
meresap ke bawah epitel lensa. Dengan demukian serat lensa baru terbentuk
menjadi fetal nucleus.
Karena serat-serat lensa berkembang anterior dan posterior, pola ini
berbentuk pertemuan serat-serat antara bagian anterior dan posterior lensa.
Pola ini dikenal sebagai suture. Bentuk Y suture dikenal pada kehamilan 8
minggu dengan bentuk Y suture anterior dan Y suture terbalik anterior.
Hanya selama kehamilan Y suture terbentuk. Jika serat-serat lensa terus
menerus terbentuk dan lensa terus bertambah, maka pole suture lensa
berkembang kompleks.
Lensa berkembnag bikonveks, avaskuler, bening dengan sebagian besar
struktur transparan. Bagian-bagian lensa berupa nucleus, korteks, epitel lensa
dan kapsul ( anterior dan posterior ) yang semi permiabel. Komposisi lensa
terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit mineral.

3.3. Etiologi dan Morfologi pada Penderita Katarak Kongenital


Sekitar 0,4% dari seluruh kelahiran, katarak kongenital ditemukan.
Diperkirakan 50% penyebab katarak kongenital idiopatik, 30% herediter
(20% diantarnya autosomal dominan), selebihnya oleh karena sebab lain.
Wanita sebagai pembawa sifat (carrier) menunjukkan kekeruhan pada Y
suture lensa tapi tidak terlihat jelas.
Menurut Friedman 50% katarak kongenital adalah mutasi baru, yang
mana 8,3 - 23 bersifat familial. Sementara itu pewarisan secara autosomal
dominan, autosomal resesif dan X-linked jarang ditemukan.
Secara skematik penyebab terjadinya katarak kongenital dapat di bagi
atas :

1. Idiopatik

2. Pewarisan Mendel

a) Autosomal Dominan

b) Autosomal Resesif

6
c) X-linked

3. Infeksi intrauterine

a) Rubella

b) Chicken pox/ Herpes zoster

c) Herpes Simpleks

d) Cytomegalovirus

4. Prematuritas

5. Gangguan Metabolic

a) Galaktosemia

b) Sindrom Lowe

c) Sindrom Alport

6. Gangguan Kromosom

a) Trisomy- 21 ( Sindrom Down )

b) Trisomy- 13 ( Sindrom Patau )

c) Trisomy- 18 ( Sindrom Edwar )

7. Abnormalitas Okuler

a) Mikroptalmia

b) Aniridia

c) Persisten Hiperplasia Primary Vitreous ( PHPV )

7
Morfologi :

1) Polar yaitu lensa bagian korteks subkapsular, kapsul anterior dan kapsul
posterior

a. Katarak polaris anterior : biasanya kecil, bilateral, sistemik, non


progresif dan tidak terlalu mengganggu penglihatan. Merupakan
herediter dengan pola autosomal dominan.

b. Katarak polaris posterior : umumnya mengganggu penglihatan,


bertendensi menjadi lebih besar, unilateral dan kapsul kaku.
Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.

2) Sutural (stellate) : kekeruhan pada Y – suture dari nukleus, biasanya


tidak mengganggu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, sistemik.
Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.

3) Koronary : kekeruhan pada korteks kecil-kecil dan berkelompok


tersusun di sekitar equator lensa berbentuk seperti mahkota (corona).
Kekeruhan tidak dapat dilihat tanpa dilatasi pupil. Tidak mempengaruhi
ketajaman penglihatan. Merupakan herediter dengan pola autosomal
dominan. Katarak dengan bentuk ini telah dideskripsikan pada Down
Syndrome dan Myotonic dystrophy.

4) Cerulean ( blue-dot cataract ) : kekeruhan kecil kebiru-biruan sekitar


korteks, non progesif dan tidak mengganggu penglihatan.

5) Nuklear : kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa embrional dan atau
nukelus fetal. Biasanya bilateral dan jika luas gejalanya berat dan
kekeruhan dapat total mengenai nukleus. Mata dengan katarak nuclear
congenital cenderung Mikrophthalmia.

6) Kapsular : kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior.


Merupakan differensial dari katarak polaris anterior. Umumnya tidak
mengganggu penglihatan.

8
7) Lamellar (zonular) : merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak,
bilateral dan sistemik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung
pada ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada beberapa kasus katarak
lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan
lensa fetus. Katarak Lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik
selama perkembangan lensa fetus. Katarak lamellar juga diwariskan
secara autosomal dominan. Katarak lamellar adalah kekeruhan zona
atau lapisan spesifik lensa. Secara klinis katarak dapat dilihat sebagai
lapisan keruh dengan sentral jernih. Kekeruhan yang berbentuk tapal
kuda disebut riders.

8) Komplit atau total adalah katarak dengan morfologi semua serat lensa
keruh. Refleks fundus tidak ada, dan retina tidak dapat dilihat dengan
ophthalmoscopy direct maupun indirect. Beberapa katarak bisa sub
total waktu lahir dan bergerak sangat cepat menjadi katarak komplit.
Katarak bisa unilateral dan bilateral yang menimbulkan gangguan
penglihatan berat.

3.4. Gambaran Klinis pada Penderita Katarak Kongenital


Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria.
Gejala ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir,
karena pupil miosis. Bila katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk
sehingga orangtua biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang
melihat, tidak dapat fokus atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala
lain yang dapat di jumpai antar lain fotofobia, strabismus, nistagmus. Adanya
riwayat keluarga perlu ditelusuri karena kira-kira sepertiga katarak kongenital
merupakan herediter. Riwayat kelahiran yang berkaitan dengan prematuritas,
infeksi maternal, pemakaian obat-obatan dan radiasi selama kehamilan perlu
ditanyakan.
Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler
atau sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan

9
kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan
antara lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi
retina, atrofi retina, dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang di
dapat antara lain : retardasi mental, gagal ginjal, anomali gigi, penyakit
jantung kongenital, wajah mongoloid dan sebagainya.
Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan
pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan
trimester pertama dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang
terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu
hamil. Bila katarak disertai uji reduksi pada urine yang positif, mungkin
katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan
pada bayi prematur dan gangguan sistem saraf seperti retardasi mental.
Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada
hubungan katarak kongenital dengan diabetes melitus, fosfor, dan kalsium.
Hampir 50 % katarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita katarak kongenital akan
terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.

10
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada
tahun pertama kelahiran dan merupakan salah satu penyebab kebutaan yang
sering dijumpai pada anak.
Adapun secara skematik penyebab terjadinya katarak kongenital terjadi
dari dari: Idiopatik, Pewarisan Mendel (Autosomal Dominan, Autosomal
Resesif, dan X-linked), Infeksi intrauterine (Rubella, Chicken pox/ Herpes
zoster, Herpes Simpleks, dan Cytomegalovirus), Prematuritas, Gangguan
Metabolic (Galaktosemia, Sindrom Lowe, dan Sindrom Alport), Gangguan
Kromosom [Trisomy- 21 ( Sindrom Down ), Trisomy- 13 ( Sindrom Patau ),
dan Trisomy- 18 ( Sindrom Edwar )] dan Abnormalitas Okuler (Mikroptalmia,
Aniridia, dan Persisten Hiperplasia Primary Vitreous (PHPV).
Apabila terjadi kecacatan katarak kongenital adalah leukokoria yang bisa
dilihat pada bayi yang baru lahir, karena pupil miosis. Gejala lain yang dapat
di jumpai antar lain fotofobia, strabismus, nistagmus. Katarak kongenital
sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler atau sistemik lain.

4.2 Saran

Disarankan kepada para pembaca untuk mencari informasi yang lebih


lengkap dari sumber-sumber pustaka lain mengenai kecacatan katarak
kongenital, agar mendapatkan informasi yang lebih banyak dan jelas

11
DAFTAR PUSTAKA

American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science
Course, Section 11, Sanfransisco 2005 – 2006,p 21-32,96-37,153-154.

12

Anda mungkin juga menyukai