Anda di halaman 1dari 47

PERATURAN ETIKA

RUMAH SAKIT PURI HUSADA


YOGYAKARTA

Jln. Palagan Tentara Pelajar No. 67


Rejodani, Sariharjo, Ngaglik, Sleman
Yogyakarta 55581
KATA PENGANTAR

Pelayanan kesehatan saat ini merupakan hal yang sangat holistik, dibutuhkan setiap
orang tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan maupun status sosial ekonominya.
Rumah Sakit Puri Husada berkomitmen untuk melakukan pelayanan kesehatan yang bersifat
holistik, dengan menerapkan sistem manajemen yang efektif dan efisien, dan dengan biaya
yang terjangkau oleh masyarakat.

Untuk itulah RS Puri Husada melakukan penyusunan Peraturan Etik Rumah Sakit dan
diberi judul Peraturan Etika Rumah Sakit Puri Husada Tahun 2016. Dengan terbitnya
peraturan etika RS Puri Husada ini, diharapkan semua unit pelayanan yang ada dapat
mempelajari dan memahami serta melaksanakannya dalam setiap kesempatan sehingga
dalam praktik sehari - hari dapat memberikan nuansa pengobatan dan pelayanan yang
optimal, dan dapat terhindar dari sengketa etik maupun sengketa medik yang tidak kita
inginkan bersama.

Semoga Peraturan Etika ini tersosialisasi dengan semestinya dan dapat menjadi spirit
dan etos kerja bagi semua tenaga yang terlibat dalam karsa dan karya pelayanan di RS Puri
Husada Yogyakarta.

Sleman, 26 Juni 2019

Komite Etika dan Hukum


RS Puri Husada Yogyakarta
PEMBUKAAN

Bahwa hidup sehat merupakan Hak Asasi Manusia, maka dalam rangka pemikiran
dan kesadaran akan panggilan luhur itulah Rumah Sakit Puri Husada terus menerus
mengupayakan peningkatan mutu dan citra pelayanan secara terpadu, komprehensif dan
holistik, serta menjangkau seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang strata sosial dan
jenis penyakit dengan sentuhan kasih yang tulus, tanpa membedakan suku, golongan, rasa,
gender, agama dan kepercayaan.

Bahwa kelangsungan pengelolaan Rumah Sakit dengan citra tinggi yang dapat
menjawab tantangan masa kini dan masa yang akan datang, harus disikapi dengan bijak,
kreatif dalam pengaman gerbang etika agar membawa kenyamanan bagi pasien dan
keluarganya, jauh dari kesalahpahaman dan sengketa medis.

Jaman selalu berubah, menjadi semakin kompetitif dan sering diwarnai oleh ”budaya
komersial” berupa gugatan akibat sengketa pasien dengan dokter, serta pengelola Rumah
Sakit. Pedoman Etika ini diharapkan dapat menjadi “Ethical Stewardship” yaitu bimbingan
yang menyeluruh terhadap moralitas pelayanan seluruh jajaran manajemen, mitra kerja,
karyawan dan setiap orang yang terlibat dalam karya pelayanan di Rumah Sakit ini, sesuai
dengan Visi dan Misi RS Puri Husada.

Semoga Pedoman Etika Rumah Sakit Puri Husada ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
BAB I
SPIRITUALITAS PELAYANAN
RUMAH SAKIT PURI HUSADA

PASAL 1

Makna Hidup, Sehat, Sakit dan Kematian

(1). Hidup
b. Hidup merupakan hak asasi manusia, hak - hak lain yang asasi akan timbul
setelah hak atas hidup terjamin dan terpenuhi. Hak atas hidup bukan berarti
keharusan atas hidup melainkan hak untuk hidup sesuai dengan martabat
manusiawi.
c. Hanya manusia yang diciptakan menurut citra Allah. Allah menciptakan bagi
Diri-Nya, asal dan tujuan hidup manusia. Karena itu hidup manusia adalah milik
Allah dan bukan milik manusia secara mutlak yang menjadikan hidup itu suci.
Manusia tidak dapat memperlakukan hidupnya sendiri maupun hidup orang lain
sesuka hatinya.

(2). Sehat
a. Sehat adalah keadaan sehat bugar baik secara fisik, mental,spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial ekonomis.
b. Sehat adalah karunia Allah yang harus diupayakan untuk dijaga, dan bila sakit
(sedang /berat) harus minta tolong ahlinya.

(3). Sakit
a. Sakit adalah rasa yang tidak nyaman bagi tubuh baik sebagian maupun
keseluruhan tubuh, akibat rusaknya suatu jaringan tubuh. Sakit membawa dampak
atau ancaman bagi pasien baik fisik, psikologis, sosial, mental maupun spiritual.
Pengalaman sakit dapat mendorong orang untuk membenahi hidup dan imannya
kepada Sang Pencipta.
b. Keadaan sakit dapat menjadi kesempatan untuk berefleksi, merenung, dan
menggali arti hidup, sakit, dan kematian, bahkan menyingkap rahasia hidup
manusia.

(4). Kematian
a. Kematian merupakan bagian dari kehidupan karena kehidupan menurut kodratnya
terbatas. Kematian merupakan kenyataan hidup yang tak dapat dihindari. Bagi
para pelayan kesehatan,melayani kehidupan berarti memberi pelayanan sampai
kehidupan itu selesai secara alamiah.
b. Pelayanan kesehatan tidak saja harus memperhatian kualitas kehidupan (quality of
life), melainkan juga kualitas kematian (quality of death). Meninggal dunia
dengan baik (bukan euthanasia) juga merupakan nilai manusiawi yang sangat
penting. Pelayanan kesehatan bukan saja bertujuan untuk menyelamatkan
kehidupan dan memulihkan kesehatan, sampai habis – habisan, melainkan
memungkinkan juga manusia meninggal dengan tenang (a peaceful death) yakni
kematian yang diterima oleh pasien, kematian yang sadar, dan didampingi oleh
keluarga serta orang tercinta lainnya.
BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN

PASAL 2

Hak Rumah Sakit Puri Husada

(1) Rumah Sakit Puri Husada berhak membuat peraturan-peraturan yang berlaku di
rumah sakit sesuai dengan falsafah, visi, misi, serta kondisi / keadaan yang ada di
rumah sakit (hospital bylaws).
(2) Rumah Sakit Puri Husada berhak mensyaratkan bahwa pasien, tenaga medis, dan
tenaga penunjang lainnya harus mentaati peraturan rumah sakit.
(3) Rumah Sakit Puri Husada berhak mensyaratkan pasien harus mentaati komitmen yang
dibuatnya dan segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya.
(4) Rumah Sakit Puri Husada berhak menerima imbalan atas jasa pelayanan, fasilitas, dan
peralatan yang dimanfaatkan.
(5) Rumah Sakit Puri Husada berhak memilih, mengatur dan membina tenaga dokter dan
tenaga penunjang lainnya sesuai sistem dan prosedur yang telah ditetapkan rumah
sakit.
(6) Rumah Sakit Puri Husada berhak menuntut pihak-pihak yang telah melakukan
wanprestasi, termasuk pasien, pihak ketiga, dll.
(7) Rumah Sakit Puri Husada berhak mendapatkan perlindungan hukum.

PASAL 3

Kewajiban Rumah Sakit Puri Husada Secara Umum

(1) Rumah Sakit Puri Husada wajib mengamalkan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
(2) Rumah Sakit Puri Husada wajib mengembangkan peran serta dalam pembangunan
nasional di bidang kesehatan.
(3) Rumah Sakit Puri Husada wajib mengembangkan dan meningkatkan pelayanan
dengan memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi, serta menyelaraskan
dengan kondisi dan perkembangan masyarakat setempat.
(4) Rumah Sakit Puri Husada wajib memenuhi ketentuan-ketentuan yang diperlukan bagi
penyelenggaraan upaya pelayanan rumah sakit yang layak, baik dari segi profesional
maupun dari segi hubungan antar manusia.
(5) Rumah Sakit Puri Husada dalam mengembangkan pelayanan bersikap hati-hati
terhadap metode upaya kesehatan baru selama belum teruji, baik yang menyangkut
cara maupun alat perangkatnya.

PASAL 4

Kewajiban Terhadap Lingkungan dan Masyarakat

(1) Rumah Sakit Puri Husada wajib menjalin kerjasama yang baik dengan pemerintah,
masyarakat, kelompok profesi kesehatan, serta lembaga ilmiah kesehatan dalam
upaya pengembangan rumah sakit.
(2) Rumah Sakit Puri Husada wajib ikut ambil bagian bersama masyarakat dalam
menanggulangi bencana, wabah, dan kecelakaan masal.
(3) Rumah Sakit Puri Husada wajib berikhtiar dalam pelayanannya agar menjangkau
masyarakat yang kurang mampu.
(4) Rumah Sakit Puri Husada wajib berupaya menumbuhkan kepercayaan masyarakat
dengan memberikan pelayanan yang bermutu.
(5) Rumah Sakit Puri Husada wajib mengutamakan keselamatan pasien (patient safety)
tanpa mendahulukan kemampuan pembiayaannya.

PASAL 5

Kewajiban Terhadap Pasien

(1) Rumah Sakit Puri Husada wajib mematuhi perundang-undangan, peraturan, dan hak-
hak pasien yang dikeluarkan oleh pemerintah sejauh tidak bertentangan dengan Visi
dan Misi Rumah Sakit Puri Husada.
(2) Rumah Sakit Puri Husada wajib memberikan pelayanan kepada pasien tanpa
membedakan suku, ras, agama / kepercayaan, gender, dan status sosial pasien.
(3) Rumah Sakit Puri Husada wajib merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak
membedakan kelas perawatan (duty of care)
(4) Rumah Sakit Puri Husada wajib menjaga mutu perawatan dengan tidak membedakan
kelas perawatan (quality of care)
(5) Rumah Sakit Puri Husada wajib memberikan pertolongan pengobatan di Instalasi
Gawat Darurat (IGD) tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu.
(6) Rumah Sakit Puri Husada wajib merujuk pasien kepada rumah sakit lain apabila tidak
memiliki sarana, prasarana, peralatan dan tenaga yang diperlukan.

PASAL 6
Kewajiban terhadap Dokter, Perawat, Bidan, Tenaga Penunjang Medis

dan Non Medis lainnya

(1) Rumah Sakit Puri Husada wajib melindungi para dokter, perawat, bidan, tenaga
penunjang medis dan non medis lainnya dan memberikan bantuan administrasi dan
hukum bilamana dalam melaksanakan tugasnya mendapat perlakuan tidak wajar atau
tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya.
(2) Rumah Sakit Puri Husada wajib mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter,
perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non medis lainnya, yang bekerja di
rumah sakit.
(3) Rumah Sakit Puri Husada wajib mengupayakan terlaksananya sistim penerimaan
dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non medis lainnya,
mengutamakan terpenuhinya persyaratan umum yakni: pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang sesuai dengan kualifikasi ketenagaan yang dibutuhkan serta visi dan
misi Rumah Sakit Puri Husada.
(4) Rumah Sakit Puri Husada wajib membuat Standar dan Prosedur tetap baik untuk
pelayanan medik, perawatan, kebidanan dan non medis.
(5) Rumah Sakit Puri Husada wajib mengupayakan peningkatan ilmu pengetahuan, sikap,
dan ketrampilan para dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medik dan non medis
lainnya.
(6) Rumah Sakit Puri Husada wajib mengupayakan peningkatan kesejahteraan jasmani-
rohani para dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non medis lainnya,
sesuai dengan kemampuan rumah sakit.
PASAL 7

Hak Pasien

(1) Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku
di rumah sakit.
(2) Pasien berhak memperoleh pelayanan medis yang manusiawi, adil, dan jujur,
bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran / kedokteran gigi dan tanpa
diskriminasi.
(3) Pasien berhak memperoleh asuhan keperawatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi keperawatan. Pasien tidak diberikan asuhan keperawatan yang berlebihan
(over care/ treatment) atau asuhan keperawatan yang kurang (under care/ treatment),
sehingga pasien tidak dirugikan.
(4) Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai keinginannya dan sesuai
peraturan yang berlaku di rumah sakit.
(5) Pasien berhak melakukan konsultasi dan / atau pindah kepada dokter lain yang
terdaftar di rumah sakit sehubungan dengan penyakit yang dideritanya, atas
sepengetahuan dokter yang merawatnya.
(6) Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis
dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
(7) Pasien berhak atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data
mediknya, sesuai dengan aturan yang berlaku.
(8) Pasien berhak mendapatkan informasi tentang :
a. Tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
b. Penyakit yang diderita.
c. Tindakan medik apa yang hendak dilakukan.
d. Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan.
e. Alternatif terapi lainnya.
f. Prognosisnya.
g. Perkiraan biaya pengobatan.
(9) Pasien berhak meminta untuk tidak diberitahukan penyakitnya kepada dirinya.
(10) Pasien berhak menolak tindakan atau pelayanan yang hendak dilakukan terhadap
dirinya dan mengusulkan alternatif tindakan lainnya.
(11) Pasien berhak mengajukan keluhan-keluhan dan memperoleh tanggapan dan
mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah
memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
(12) Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama / kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
(13) Pasien berhak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah sakit.
(14) Pasien berhak mengajukan usul, saran perbaikan, atas perlakuan rumah sakit
terhadap dirinya.
(15) Pasien berhak menolak dan meyetujui perihal catatan medik untuk diketahui pihak
ketiga.
(16) Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moral maupun spiritual.

PASAL 8

Kewajiban Pasien

(1) Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan, tata tertib,
kaidah-kaidah etik yang berlaku di rumah sakit Puri Husada.
(2) Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam
pengobatannya, sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
(3) Pasien berkewajiban memberikan informasi dengan jujur dan selengkapnya tentang
penyakit yang diderita kepada dokter yang merawat.
(4) Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan jasa
pelayanan rumah sakit / dokter dan memenuhi hal-hal yang telah disepakati /
perjanjian yang telah dibuatnya.

PASAL 9
Tenaga Kesehatan

(1) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.


(2) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(3) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker dan asisten apoteker.
(4) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietesien.
(5) Tenaga keteknisian medis meliputi radiographer, radioterapis, analis kesehatan dan
perekam medis.

PASAL 10

Hak Dokter, Perawat, Bidan, Tenaga Penunjang Medis dan Non medis lainnya

a. Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya, berhak
mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesi
dan tugas pekerjaannya.
b. Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya, berhak
untuk bekerja menurut standar profesi serta berdasarkan hak otonominya. Tenaga
medis / dokter, walaupun ia berstatus sebagai karyawan rumah sakit, namun pemilik
atau Direksi rumah sakit tidak dapat memerintahkan atau melakukan suatu tindakan
yang menyimpang dari standar profesi atau keyakinannya.
c. Dokter, perawat, bidan, dan tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya berhak
untuk menolak keinginan pasien/ klien yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, profesi, etika, serta Visi dan Misi Rumah Sakit Puri Husada.
d. Dokter, perawat, bidan, dan tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya, berhak
atas privasi dan berhak menuntut apabila nama baiknya dicemarkan oleh
pasien/klien dengan ucapan atau tindakan yang melecehkan atau memalukan.
e. Dokter, perawat, bidan, dan tenaga penunjang medis dan non medis lainnya, berhak
mendapat informasi lengkap dari pasien/klien yang dirawat atau dari keluarganya.
f. Dokter, perawat, bidan, dan tenaga penunjang medis dan non medis
lainnya, berhak untuk mendapat imbalan atas jasa profesi atau pekerjaan yang
diberikannya berdasarkan perjanjian dan atau ketentuan / peraturan yang berlaku di
rumah sakit.
PASAL 11
Kewajiban Dokter

a. Kewajiban Umum.
(1) Dokter wajib menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan Kode Etik
Kedokteran/ Gigi Indonesia dan Sumpah Dokter/ Dokter Gigi.
(2) Dokter wajib melakukan pekerjaan kedokterannya dengan tidak dipengaruhi oleh
pertimbangan keuntungan pribadi.
(3) Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik :
 Setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri, baik verbal/non verbal atau
secara langsung maupun tidak langsung.
 Menerima imbalan selain daripada yang layak sesuai dengan jasanya, kecuali
dengan keikhlasan, sepengetahuan dan / atau kehendak penderita.
(4) Dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik dan pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya.
(5) Dalam melakukan pekerjaannya, dokter wajib mengutamakan atau mendahulukan
kepentingan masyarakat dan berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat
dalam arti yang sesungguhnya.
(6) Dokter dalam bekerjasama dengan para pejabat di bidang lainnya serta masyarakat
harus memelihara saling pengertian sebaik-baiknya.

b. Kewajiban terhadap Rumah Sakit.


(1) Dokter wajib mematuhi perundang-undangan, peraturan, dan tata tertib yang
berlaku di Rumah Sakit Puri Husada.
(2) Dokter wajib untuk selalu mengusahakan, menjaga, dan mempertahankan nama
baik Rumah Sakit Puri Husada dan mendukung dan melibatkan diri dalam usaha
rumah sakit untuk memajukan dan mengembangkan rumah sakit.
(3) Dokter wajib untuk memupuk rasa memiliki (sense of belonging), rasa
persaudaraan (sense of corps), dan loyalitas dalam satu ikatan keluarga besar rumah
sakit.
(4) Dokter wajib memahami dan dengan setia ikut ambil bagian dalam mewujudkan
visi, misi, nilai, dan tujuan rumah sakit.
(5) Dokter wajib mengadakan perjanjian hubungan kerja secara tertulis dengan pihak
rumah sakit.
c. Kewajiban terhadap Pasien.
(1) Dokter senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insane
(2) Dokter wajib memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
menghormati hak-hak pasien.
(3) Dokter wajib merujuk pasien ke dokter / rumah sakit lain yang mempunyai keahlian /
kemampuan yang lebih baik, apabila ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
atau pengobatan.
(4) Dokter wajib memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.
(5) Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita,
bahkan setelah penderita itu meninggal dunia.
(6) Dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
(7) Dokter wajib memberikan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medik
yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya dalam bahasa yang dapat
dimengerti pasien.
(8) Dokter wajib memberikan informed consent atas setiap tindakan medik yang
mengandung risiko tinggi.
(9) Dokter wajib membuat rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan
dengan keadaan pasien.
(10) Dokter wajib terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kedokteran / kedokteran gigi.
(11) Dokter wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati/ perjanjian yang telah
dibuatnya.
(12) Dokter wajib bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal
balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.

d. Kewajiban terhadap Teman Sejawatnya


(1) Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin diperlakukan.
(2) Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya tanpa
persetujuannya.
e. Kewajiban terhadap diri sendiri

(1) Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik.
(2) Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu dan tetap setia
kepada cita-cita yang luhur profesi kedokteran.
(3) Setiap dokter wajib bekerja sesuai dengan sumpah yang telah diucapkannya dan Kode
etik kedokteran/ Drg. Indonesia.

PASAL 12
Kewajiban Perawat

(1) Perawat wajib mematuhi perundang-undangan, kode etik keperawatan, peraturan, dan
tata tertib yang berlaku di rumah sakit.
(2) Perawat wajib memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai standar asuhan
keperawatan, meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi keperawatan,
evaluasi, dan mendokumentasikan ke dalam catatan keperawatan.
(3) Perawat wajib memberikan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan asuhan
keperawatan yang akan dilakukan serta risiko yang dapat ditimbulkannya dalam
bahasa yang dapat dimengerti pasien.
(4) Perawat wajib meminta persetujuan kepada pasien atas tindakan yang akan dilakukan.
(5) Perawat wajib menginformasikan keadaan pasien kepada tenaga medis atau tenaga
lainnya yang berkompeten sesuai dengan kebutuhan pasien.
(6) Perawat wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah
sesuai keyakinannya.
(7) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita,
bahkan setelah penderita itu meninggal dunia.
(8) Perawat wajib memberikan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
(9) Perawat wajib terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu keperawatan.
(10) Perawat wajib bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal
balik dalam memberikan pelayanan.
(11) Perawat wajib mengadakan perjanjian hubungan kerja secara tertulis dengan pihak
rumah sakit.
PASAL 13

Kewajiban Bidan

(1) Bidan wajib mematuhi perundang-undangan, kode etik kebidanan, peraturan, dan tata
tertib yang berlaku di rumah sakit.
(2) Bidan wajib memberikan asuhan kebidanan kepada pasien sesuai dengan standar
asuhan kebidanan, meliputi pengkajian, diagnosis, perencanaan, intervensi kebidanan,
evaluasi, dan mendokumentasikan dalam catatan kebidanan.
(3) Bidan wajib memberikan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan asuhan
kebidanan yang akan dilakukan serta risiko yang dapat ditimbulkannya dalam bahasa
yang dapat dimengerti oleh pasien.
(4) Bidan wajib meminta persetujuan kepada pasien atas tindakan yang akan dilakukan.
(5) Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada tenaga medis atau tenaga lain
yang berkompeten sesuai dengan indikasi medis pasien.
(6) Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai
keyakinannya.
(7) Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita,
bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
(8) Bidan wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
(9) Bidan wajib terus menerus menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti
perkembangan ilmu kebidanan.
(10) Bidan wajib bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal
balik dalam memberikan pelayanan.
(11) Bidan wajib mengadakan perjanjian hubungan kerja secara tertulis dengan pihak
rumah sakit.
PASAL 14

Kewajiban Tenaga Penunjang Medis dan Non Medis lainnya

(1) Tenaga penunjang medis dan non medis lainnya wajib mematuhi perundang-
undangan, peraturan, dan tata tertib rumah sakit.
(2) Tenaga penunjang medis dan non medis lainnya wajib melaksanakan tugas
pekerjaannya sesuai dengan standar mutu dan prosedur tetap yang berlaku.
(3) Tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya berkaitan dengan tugas pekerjaannya.
(4) Tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya wajib membuat pencatatan dan
pelaporan atas pelaksanaan tugas pekerjaannya.
(5) Tenaga penunjang medis dan non medis lainnya wajib terus-menerus manambah ilmu
pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu yang terkait dengan tugas
pekerjaannya.
(6) Tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya wajib bekerjasama dengan profesi
dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam melaksanakan tugasnya.
(7) Tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya wajib mengadakan perjanjian
hubungan kerja secara tertulis dengan pihak rumah sakit.
BAB III

SISTEM INFORMASI, PROMOSI, RELASI DAN KOMUNIKASI

PASAL 15

Sistem Informasi

(1) Pemberian informasi mengenai pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit Puri Husada
harus mematuhi prinsip - prinsip etik.
(2) Pemberian informasi tentang pelayanan yang tersedia di rumah sakit secara umum
dapat dilaksanakan oleh semua personil yang bekerja di lingkungan rumah sakit
dengan ramah, sopan, jelas, dan benar.
(3) Pemberian informasi tentang pelayanan yang tersedia di rumah sakit secara rinci,
lengkap, akurat, dan terkoordinasi, dilaksanakan oleh bagian yang secara khusus
ditugaskan untuk memberikan layanan informasi.
(4) Pemberian informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan rumah sakit
secara umum dilaksanakan oleh para pejabat struktural dari jenjang Direktur sampai
dengan Kepala Bagian / Kepala Seksi. Pemberian informasi tentang masalah-masalah
khusus, dilaksanakan oleh Direktur atau yang ditugaskan untuk hal tersebut.

Sistim Promosi

(1) Promosi atau informasi tentang hal-hal yang bersifat promosi, reklame, iklan, dan
marketing, dilaksanakan oleh personil atau bagian seksi yang ditugaskan untuk hal
tersebut dengan tetap mengindahkan nilai-nilai etik, dan lebih bijak dengan
mempertimbangkan pendapat dari kalangan profesi kedokteran/ kedokteran gigi..
(2) Promosi, reklame, iklan, dan marketing, harus menyatakan yang sebenarnya dan
sebaiknya menyatakan fakta yang signifikan, tidak mencantumkan hal-hal yang
menyesatkan masyarakat.
(3) Promosi, reklame, iklan, dan marketing harus bebas dari pernyataan, ilustrasi atau
implikasi yang menghina atau yang menyinggung perasaan atau menempatkan dokter
sebagai pemeran iklan diri yang merupakan tindakan tercela dari aspek etik
kedokteran.
Sistem Relasi dan Komunikasi

Relasi dan komunikasi antara Dokter, Perawat, Bidan, Tenaga Penunjang medis
dan non-medis lainnya dengan pasien.

(1) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya perlu
mengembangkan relasi dan komunikasi yang baik dan jelas kepada pasien / keluarga
pasien dengan mengutamakan pelayanan kepada pasien dengan sikap “ Keselamatan
Pasien adalah yang Utama “
(2) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya bersikap
ramah, sopan, sabar, memberi tegur sapa, salam, senyum, perhatian dan pujian kepada
pasien / keluarga pasien dan membina hubungan berdasarkan kepercayaan dan
keyakinan “trust and confidence” kepada pasien / keluarga pasien.
(3) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya secara empati
mau mendengarkan keluh kesah, ketidakpuasan, usulan, maupun saran dari pasien /
keluarga pasien.
(4) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya membantu
pasien untuk menerima diri, sakit, dan keadaan sebagaimana adanya. Sehingga pasien
tidak merasa sendirian menderita dan merasa diterima, diperhatikan, dihargai, mampu
bertahan, dan merasa diterima bahwa hidupnya punya arti.
(5) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya perlu
menghindari bentuk-bentuk relasi dan komunikasi dengan pasien / keluarga pasien
yang tidak berhubungan dengan medis, atau bahkan menyimpang dengan pelaksanaan
tugas profesinya.

Relasi dan Komunikasi Inter dan Antar Dokter, Perawat, Bidan, Tenaga
Penunjang medis dan Non-medis lainnya.

(1) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya perlu
menjalin kerja dan kerjasama secara internal dan lintas profesi dalam semangat
kesetaraan dan kemitraan satu sama lain dengan saling menghormati profesi masing-
masing.
(2) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya perlu
mengembangkan sistim pelayanan kesehatan holistik yang menyentuh semua aspek
kehidupan manusia dan terpadu yakni mencakup semua disiplin ilmu dan ketrampilan
yang diperlukan.
(3) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya perlu
mengembangkan sistim kerja dan kerjasama dalam tim, dengan memperhatikan dan
menghargai kompetensi masing-masing tanpa menimbulkan tambahan beban biaya
yang tidak semestinya bagi pasien / keluarga pasien.
(4) Dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis dan non-medis lainnya bersikap
ramah, sopan, sabar, serta memberi tegur sapa, salam, senyum, perhatian dan
menghargai satu sama lain dan membina hubungan berdasarkan “trust and
confidence” serta menjaga nama baik satu sama lain.
BAB IV

KERJASAMA DENGAN PELAYANAN KESEHATAN LAINNYA

PASAL 16

Prinsip umum kerjasama dengan pelayanan kesehatan lainnya dilaksanakan dengan saling
menghormati dan mengutamakan keselamatan pasien.

PASAL 17

(1) Rumah Sakit Puri Husada bekerjasama dengan jaringan pelayanan kesehatan lainnya,
lembaga-lembaga pendidikan, lembaga asuransi kesehatan, organisasi medik dan
paramedik, serta organisasi kesehatan lainnya yang relevan untuk meningkatkan
pelayanan, pendidikan, dan penelitian.
(2) Jika terdapat keterbatasan fasilitas atau tenaga ahli demi kepentingan pasien Rumah Sakit
Puri Husada dapat bekerjasama dan merujuk pasien ke Rumah Sakit lain yang lebih
lengkap dengan sepengetahuan dan sepertujuan pasien dan atau keluarga pasien.
(3) Rumah Sakit Puri Husada menerima kerjasama dan rujukan dari institusi kesehatan lain
yang memerlukan fasilitas Rumah Sakit Puri Husada demi penanganan pasien secara
optimal.
BAB V

TINDAKAN MEDIK UMUM, PEMBEDAHAN DAN KHUSUS

PASAL 18

Prinsip umum : tindakan medik umum, pembedahan dan khusus dilakukan atas dasar indikasi
medik, sesuai standar pelayanan medik, ada persetujuan dan dilakukan dengan hati-hati.

PASAL 19

Tindakan Medik Umum

(1) Setiap tindakan medik di Rumah Sakit Puri Husada tidak boleh bertentangan dengan
perundang-undangan, peraturan, etika, dan standar profesi yang berlaku.
(2) Semua tindakan medik memerlukan persetujuan dari pasien atau orang tua / walinya.
Untuk tindakan medik yang mengandung risiko terhadap kehidupan memerlukan
informed consent secara tertulis dari pasien dan atau orang tua / walinya.
(3) Setiap tindakan medik, lebih-lebih yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi pasien
hanya dapat dibenarkan secara etik, jika melalui penilaian seksama, memberikan manfaat
yang seimbang untuk para pihak yang terlibat, berdasarkan prinsip-prinsip penilaian etik.
(4) Tindakan medik yang berlebihan, baik berupa diagnosis/ overdiagnosis maupun
terapi/over treatment tidak dibenarkan. Suatu tindakan medik itu berlebihan, jika tidak
ada indikasi medis yang tepat untuk membenarkannya dari segi kepentingan penderita,
apalagi jika hal tersebut merupakan tindakan kontra indikasi dengan pertimbangan medik
yang sehat.
 Placebo, yakni suatu cara penyembuhan yang bersifat psikologis, menyenangkan
hati pasien, misalnya memberi pil atau kapsul vitamin yang oleh pasien dikira obat
yang sesungguhnya. Placebo dapat dibenarkan dengan syarat bahwa
penggunaannya benar-benar menguntungkan pasien sendiri, karena itu diagnosisnya
sudah harus jelas dan juga bahwa tidak ada cara ‘penyembuhan yang jujur’ yang
lebih efektif dan lebih murah.
 Tindakan medik yang tidak perlu seperti misalnya menggunakan sinar ‘X’ tanpa
indikasi yang memadai dan menyuruh pasien datang lebih sering daripada yang
diperlukan dan lainnya, dapat menyempitkan kebebasan dokter untuk semata-mata
bertindak demi kepentingan pasien, meruntuhkan kepercayaan antara dokter dan
pasien serta menurunkan penilaian masyarakat terhadap profesi dokter.
(5) Bila ada keraguan mengenai moralitas suatu tindakan atau keraguan mengenai keabsahan
etik atau medik harus diadakan konsultasi profesional dengan Komite Etik atau Komite
Medik Rumah Sakit.

PASAL 20

Diagnosis dan Prognosis

(1) Penegakan Diagnosis dan Prognosis.


Setiap diagnosis dan prognosis harus ditegakkan secara seksama setelah berusaha
mengobservasi, menganalisis, mengidentifikasi gejala-gejala dan tanda penyakit, dengan
tujuan terapetik yakni untuk menyembuhkan penyakit. Apabila ada keraguan dalam
penegakan diagnosis dan prognosis harus diadakan konsultasi profesional sebagai second
opinion.

(2) Diagnosis Sebelum Kelahiran.


a. Diagnosis sebelum kelahiran hendaklah mencerminkan kebaikan moral dari setiap
intervensi diagnostik. Perlu dinilai dengan seksama akibat-akibat negatif yang
mungkin timbul, perlu dihindari prosedur diagnosis yang dapat menyebabkan
kerugian substansial, sesuai dengan indikasi yang wajar, berdasarkan hasil
pemeriksaan yang bisa dipertanggungjawabkan.
b. Tujuan diagnosis pra-kelahiran adalah untuk memberikan informasi yang tepat
tentang keadaan bayi dalam kandungan. Sasaran diagnosis selalu harus demi
keuntungan anak dan ibu, yakni memungkinkan intervensi-intervensi terapeutis.
Diagnosis sebelum kelahiran yang menyingkapkan adanya deformitas atau penyakit
keturunan tidak boleh dikaitkan dengan pengguguran. Dokter yang menjalankan
diagnosis dan menyampaikan hasilnya tidak boleh membantu menetapkan dengan
mendukung hubungan antara diagnosis pra-kelahiran dan pengguguran.
PASAL 21

Diagnosis tentang Kematian

(1) Definisi kematian pada manusia itu pada dasarnya bila ia secara definitif telah kehilangan
segala kemampuan untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasi fungsi-fungsi fisik dan
mental. Seseorang dapat dinyatakan mati bilamana fungsi spontan pernapasan dan
jantung telah berhenti secara pasti (irreversible); atau bila terbukti telah terjadi kematian
batang otak (MBO) .
(2) Diagnosis kematian ditegakkan oleh dokter utama atau oleh dokter jaga bilamana dokter
utama tidak ada di tempat.

PASAL 22

Rekam Medis / Medical Record

(1) Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan.
(2) Rekam Medis wajib dan segera dibuat secara lengkap oleh dokter dan tenaga kesehatan
lain setelah pasien menerima pelayanan dan setiap pencatatan ke dalam rekam medis
harus dibubuhi nama dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau
tindakan.
(3) Pembetulan kesalahan catatan dilakukan pada tulisan yang salah, dicoret secukupnya
dengan satu garis lurus, ditulis pembenarannya serta diberi paraf dan tanggal oleh petugas
yang bersangkutan. Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan (cacat
secara hukum).
(4) Berkas rekam medis milik rumah sakit, sedangkan isi rekam medis milik pasien.
(5) Rekam Medis wajib dijaga kerahasiaannya. Pemaparan isi rekam medis hanya boleh
dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien. Pimpinan rumah
sakit dapat memaparkan isi rekam medis tanpa izin pasien berdasarkan peraturan yang
berlaku.
(6) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dan peraturan yang berlaku tentang rekam
medis dapat dikenakan sanksi administratif mulai dari teguran sampai pencabutan izin
praktek sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
PASAL 23

Persetujuan Tindakan Medis / Informed Consent

(1) Persetujuan tindakan medis setelah pemberian informasi atau informed consent adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau orang tua / wali yang berhak secara hukum
setelah mendapat informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang
bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkan.
(2) Dalam hal tindakan bedah atau operasi atau tindakan invasif lainnya, informasi harus
diberikan oleh dokter yang melakukan operasi itu sendiri. Dalam keadaan tertentu dimana
dokter operator bedah tidak ada di tempat, informasi dapat diberikan oleh dokter lain
dengan sepengetahuan dan petunjuk dokter yang bertanggungjawab.
(3) Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan yang tidak invasif lainnya,
informasi dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan sepengetahuan atau
petunjuk dokter yang bertanggungjawab.
(4) Setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan tertulis yang
ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(5) Persetujuan diberikan oleh pasien dewasa, yakni telah berumur 21 tahun atau telah
menikah dalam keadaan sadar dan sehat mental.
(6) Dalam hal pasien tidak kompeten misalnya anak di bawah umur, orang yang mengalami
cacat mental, pasien yang tidak sadar, orang yang dalam keadaan emosional inkompetens,
persetujuan diberikan oleh keluarga pasien. Jika tidak ada keluarga, persetujuan diberikan
oleh keluarga terdekat atau induk semang.
(7) Dalam keadaan darurat tidak diperlukan informed consent dari siapa pun.
(8) Bilamana tindakan medis yang harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah
dimana tindakan medis tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan
tindakan medis tidak diperlukan.
(9) Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa adanya persetujuan dari pasien
atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat ijin
prakteknya sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
PASAL 24

Tindakan Pencegahan Malpraktek Medik

(1) Malpraktek medik ialah suatu tindakan dimana terjadi pemberian pelayanan yang kurang
profesional, sub standar atau tidak sesuai standar medis oleh dokter yang menyebabkan
kerugian atau ancaman terhadap jiwa keselamatan pasien.
(2) Setiap dokter harus berupaya untuk melakukan pencegahan dan atau menghindarkan diri
sejauh mungkin dari tindakan malpraktek baik secara aktif (active misconduct) yakni
melakukan apa yang seharusnya tidak dilakukan, dengan adanya indikasi unsur
kesengajaan atau tidak sengaja/ lalai maupun secara pasif (passive inaction) yakni tidak
melakukan apa yang semestinya dilakukan karena :
 Tidak tahu atau tidak mengerti, ada keterbatasan ilmu, wawasan dan ketrampilan.
 Tidak bekerja lege artis / tidak sesuai SOP yang ada, tidak teliti dan lalai.

PASAL 25

Tindakan Medik Gawat Darurat

(1) Pelayanan gawat darurat dapat memberikan pelayanan darurat dengan standar yang tinggi
dan harus diselenggarakan selama 24 jam.
(2) Pelayanan pasien yang tidak darurat tidak boleh mengganggu pelayanan pasien gawat
darurat.
(3) Semua pasien yang masuk harus melalui triase.
(4) Pelayanan medik pasien gawat darurat harus didahulukan dari pelayanan administrasi,
keuangan, dan non-medik lainnya.
(5) Pelayanan gawat darurat harus dapat mengatur rujukan ke rumah sakit lain.
(6) Pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa harus selalu diobservasi dan dipantau
oleh tenaga terampil dan mampu.
(7) Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan penerangan yang jelas mengenai
penyakitnya dan pengobatan selanjutnya.
(8) Rekam medis harus disediakan untuk setiap kunjungan.
PASAL 26

Aborsi

(1) Kehidupan harus dijaga penuh perhatian sudah sejak saat pembuahan. Segala tindakan
yang secara sengaja dan langsung mengakhiri kehidupan, termasuk juga pengguguran
(abortus provocatus) bertentangan dengan hukum, agama dan etik.
(2) Dokter dan tenaga non-medik lain wajib menasihati dan / atau merujuk pasien yang
menginginkan pengguguran kepada sejawat atau lembaga-lembaga kemanusiaan yang
dapat menolong pasien dalam menyelamatkan kehamilannya (tidak jadi digugurkan).
(3) Pengguguran yang terjadi secara tidak langsung, yang merupakan akibat sampingan
(abortus indirecte provocatus) dari tindakan terapeutik yang mutlak perlu dilakukan demi
keselamatan jiwa ibu, dapat dibenarkan secara etik atas dasar prinsip Dwi-Akibat.

BAB VI

PEDOMAN ETIKA PELAYANAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASAL 27

Prinsip Asuhan Keperawatan

(1) Asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan oleh tenaga keperawatan dan diberikan secara menyeluruh, menyentuh
semua aspek kehidupan manusia yakni : bio-psiko-sosio- mental dan spiritual.
(2) Asuhan keperawatan harus mengacu pada Standar Profesi Keperawatan/Standar Praktik
Keperawatan yang ada, meliputi tahap pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan tindakan/implementasi/intervensi keperawatan, evaluasi dan pencatatan.
(3) Asuhan keperawatan diberikan tanpa membedakan suku, gender, golongan, status sosial,
agama/ kepercayaan.
PASAL 28

Catatan Asuhan Keperawatan

(1) Catatan dilakukan selama pasien menjalani rawat inap, rawat jalan, dan tindakan medik.
(2) Catatan digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi, dan laporan.
(3) Penulisan catatan dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan, harus jelas, ringkas
serta menggunakan istilah baku dan menggunakan formulir yang baku.
(4) Catatan mengacu kepada pelaksanaan proses keperawatan
(5) Setiap pencatatan harus mencantumkan inisial / nama perawat yang melaksanakan
tindakan.
(6) Catatan dijaga kerahasiaannya dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

BAB VII
PEDOMAN ETIKA PELAYANAN ASUHAN KEBIDANAN

PASAL 29

Pedoman Etika Pelayanan Asuhan Kebidanan meliputi Prinsip Asuhan Kebidanan, Intervensi
Kebidanan, Asuhan Kebidanan Kepada Anak, Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Pelayanan
Keluarga Berencana Alamiah, Asuhan Keluarga Berencana Alamiah dan Pencatatan Asuhan
Kebidanan.

PASAL 30

Prinsip Asuhan Kebidanan

(1) Asuhan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan ibu dan anak
yang dilaksanakan oleh tenaga bidan, meliputi Asuhan Kebidanan, pengaturan keluarga
berencana secara alami, dan pelayanan kesehatan masyarakat.
(2) Asuhan kebidanan mengacu pada standar asuhan kebidanan yang ada, meliputi tahap
pengkajian, diagnosis, perencanaan dan intervensi kebidanan, evaluasi, dan pencatatan.
(3) Asuhan kebidanan diberikan kepada ibu dan anak tanpa membedakan suku, gender, anak,
golongan, status social dan agama/ kepercayaan.
PASAL 31

Intervensi Kebidanan

(1) Intervensi kebidanan kepada ibu meliputi :

a. Penyuluhan, konseling dan pemeriksaan fisik


b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal.
c. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus
iminens, hipermesis gravidarum tingkat I, pre eklamsi ringan dan anemi ringan.
d. Pertolongan persalinan normal.
e. Pertolongan persalinan abnormal, yang menyangkut letak sungsang, partus macet
kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post
partum, laserasi jalan lahir, post term dan pre term.
f. Pelayanan nifas normal
g. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan,
pendarahan tidak teratur dan penundaan haid.

(2) Asuhan kebidanan kepada anak, meliputi :


a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat dan perawatan bayi.
c. Resusitasi bayi baru lahir.
d. Pemantauan tumbuh kembang anak.
e. Pemberian imunisasi
f. Pemberian penyuluhan.

PASAL 32

Pelayanan Keluarga Berencana Alamiah

Asuhan Keluarga Berencana Alamiah (KBA)


a. Memberikan pelayanan pengaturan kehamilan dengan cara KBA.
b. Memberikan konsultasi dan pendampingan pasien peserta program KBA.
c. Memberikan pelayanan rujukan kepada tenaga medis bagi pasien yang dipandang
perlu.
PASAL 33
Pencatatan Asuhan Kebidanan

(1) Pencatatan dilakukan segera setelah tindakan dilakukan, selama pasien menjalani rawat
inap, rawat jalan, dan mendapat tindakan medik.
(2) Pencatatan digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi, dan laporan.
(3) Pencatatan harus jelas dan ringkas, menggunakan istilah baku dan formulir yang baku.
(4) Pencatatan mengacu kepada pelaksanaan proses kebidanan.
(5) Pencatatan harus mencantumkan inisial/ nama bidan yang melaksanakan tindakan.
(6) Catatan dijaga kerahasiaannya dan disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

BAB VIII
PELAYANAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM KLINIK

PASAL 34

Prinsip Pelayanan Laboratorium klinik

(1) Pelayanan Laboratorium klinik merupakan bagian integral pelayanan kesehatan yang
secara spesifik menyediakan pelayanan penunjang medik meliputi laboratorium patologi
klinik.
(2) Laboratorium klinik tidak hanya berfungsi membantu menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan penderita, tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk memastikan
diagnosis.
(3) Penanggung jawab laboratorium adalah seorang yang telah mendapat pendidikan khusus
yaitu dokter spesialis patalogi klinik untuk laboratorium klinik.
(4) Pelaksana teknis laboratorium adalah tenaga analis atau lulusan akademi analis medis
(D3) maupun laboran yakni mereka yang di-didik atau mempunyai pengalaman dalam
pemeriksaan teknis laboratorium tertentu/terbatas serta tenaga dan pekarya lainnya.
PASAL 35
Pemeriksaan Laboratorium Klinik

(1) Data laboratorium disampaikan kepada dokter yang merawat dalam sampul tertutup.
Sekalipun dengan alasan pengembangan ilmu, data laboratorium dan pasien tidak boleh
dipublikasikan dengan mencantumkan identitas pasien.
(2) Bila pihak pengadilan meminta permeriksaan bagi pasien, maka data laboratorium harus
diberikan dalam sampul tertutup.
(3) Hak pasien untuk mengirimkan spesimen ke laboratorium/ rumah sakit lain untuk
keperluan konsultatif (second opinion) harus dihormati.

BAB IX
PELAYANAN FARMASI

PASAL 36

Prinsip Pelayanan Farmasi.

(1) Pelayanan farmasi adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistim pelayanan kesehatan
secara utuh dan berorientasikan kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
(2) Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian oleh tenaga farmasi profesional, dibekali dengan
ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi dan farmako ekonomi
disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk memperlancar hubungan
profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di rumah sakit.
(3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari sediaan
kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnosis dan
mengobati pasien.
PASAL 37
Pengelolaan Perbekalan Farmasi

(1) Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan
pelayanan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
(2) Tujuan Pengelolaan Pembekalan Farmasi
a. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
b. Mewujudkan sistim informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna.
c. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.

PASAL 38

Tujuan Pelayanan Kefarmasian

(1) Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi
penggunaan obat dan meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
(2) Penggunaan obat secara rasional di Rumah Sakit meliputi :
a. Pengkajian resep, pelayanan informasi obat dan konseling
b. Pengkajian penggunaan obat, pemantauan dan pelaporan efek samping obat.

BAB X

PELAYANAN RADIOLOGI

PASAL 39

Wujud Pelayanan Radiologi

(1) Pelayanan radiologi adalah pelayanan kesehatan yang menggunakan radiasi pengion dan
radiasi bukan pengion (non pengion) yang meliputi bidang radiodiagnostik.
(2) Pelayanan Radiodiagnostik yaitu pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan
menggunakan radiasi pengion, meliputi antara lain pelayanan X-Ray konvensional.
(3) Pelayanan Imejing Diagnostik yaitu pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan
menggunakan radiasi non pengion, antara lain pemeriksaan dengan USG.
PASAL 40
Prinsip Pelayanan Radiologi

(1) Dalam menjalankan pelayanan kesehatan petugas radiologi harus bersifat obyektif tanpa
memandang status sosial, etnis dan ekonomi pasien.
(2) Bila fasilitas radiologi yang dimiliki tidak memadai, setiap Dokter Spesialis wajib
memberikan rujukan dan justifikasi pelaksanaan diagnosis atau intervensional dengan
mempertimbangkan informasi pemeriksaan sebelumnya.
(3) Setiap Dokter Spesialis Radiologi harus memberikan informasi yang benar kepada pasien
atau keluarganya berkaitan dengan tindakan yang akan dilakukannya (Informed Consent)
(4) Tanggung jawab seluruh prosedur pemeriksaan radiologi diagnostik dilaksanakan oleh
Dokter Spesialis Radiologi. Seluruh hasil pemeriksaan radiologi diagnostik dibaca oleh
Dokter Spesialis Radiologi dan dikirim kepada dokter pengirim rujukan.
(5) Tenaga yang menjalankan peralatan radiologi diagnostik yang menggunakan radiasi
pengion harus menggunakan alat monitoring dan secara periodik diperiksa di
laboratorium yang hasilnya dilaporkan kepada Kepala Bagian Radiologi untuk dilaporkan
kepada kepala BAPETEN.
(6) Tindakan pengamanan radiasi ditujukan untuk melindungi pasien, petugas radiologi dan
masyarakat di sekitar lingkungan radiasi.
(7) Pengamanan ruang peralatan radiologi yang menggunakan radiasi pengion ditinjau secara
sistematik dan periodik oleh tenaga Petugas Proteksi Radiasi.
(8) Setiap peralatan yang menggunakan radiasi pengion harus dikalibrasi secara periodik oleh
instansi yang berwenang dan harus mempunyai izin pemanfaatan alat dari BAPETEN.

PASAL 41

Pemeriksaan Radiologi

(1) Pemeriksaan Radiologi dibagi menjadi :


a. Pemeriksaan Radiologi standar pada keadaan darurat
b. Pemeriksaan Radiologi konvensional dengan kontras
c. Pemeriksaan Radiologi tanpa kontras
(2) Pemeriksaan radiologi diagnostik dilakukan hanya berdasarkan permintaan tertulis dari
dokter. Dalam surat permintaan dicantumkan keadaan klinik dan pemeriksaan fisik
pasien.
(3) Pembacaan terhadap hasil pemeriksaan radiodiagnostik dan penanggung jawab dari hasil
pemeriksaan radiologi diagnostik adalah Dokter Spesialis Radiologi.
(4) Laporan hasil pemeriksaan radiodiagnostik dicatat di rekam medis pasien dalam waktu 24
jam setelah interpretasi foto, sedang salinannya harus ada si bagian radiologi.
(5) Dokter Spesialis Radiologi segera memberitahukan hasil pemeriksaan radiologi kepada
dokter yang mengirim pasien.
(6) Semua foto dan rekaman imaging lainnya yang sudah dibaca, diserahkan kepada pasien
dan dibawa kembali untuk keperluan bila pasien diperiksa ulang.

BAB XI

PELAYANAN GIZI

PASAL 42
Prinsip Pelayanan Gizi

(1) Pelayanan gizi diberikan untuk mencapai pelayanan gizi pasien yang optimal dalam
memenuhi kebutuhan gizi orang sakit dan karyawan, baik untuk keperluan metabolisme
tubuhnya, peningkatan kesehatan ataupun untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam
upaya penyembuhan pasien rawat inap dan rawat jalan.
(2) Tanggung jawab pelayan gizi berada pada ahli gizi atau D3 dan mempunyai kualitas
sebagai pimpinan bagian Instalasi Gizi.
(3) Jenis, kualitas dan macam makanan yang diberikan dapat diterima oleh pasien dan
karyawan dalam memenuhi kebutuhan gizi.
(4) Penilaian dan perawatan gizi pasien dicatat dalam rekam medis atau status pasien.

PASAL 43

Asuhan Nutrisi

(1) Mengkaji status gizi pasien dan melakukan anamnesis gizi pasien.
(2) Menerjemahkan rencana diet ke dalam bentuk makanan yang disesuaikan dengan
kebiasaan makan serta keperluan terapi.
(3) Memantau masalah yang berkaitan dengan asuhan nutrisi bersama dengan perawat.
(4) Memberikan penyuluhan, motivasi dan konsultasi gizi kepada pasien dan keluarga.
(5) Mengevalusai status gizi pasien secara berkala, asupan makan, dan bila perlu melakukan
perubahan diet pasien.
(6) Mengkomunikasikan hasil terapi gizi kepada dokter dan perawat.
LAMPIRAN 1

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN

Standar praktik keperawatan adalah ekpektasi / harapan-harapan minimal dalam


memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif dan etis. Standar praktik
keperawatan merupakan komitmen profesi keperawatan dalam melindungi masyarakat
terhadap praktik yang dilakukan oleh anggota profesi.

B. LINGKUP

Lingkup Standar Praktik Keperawatan Indonesia meliputi :

1. Standar Praktik Profesional


a. Standar I Pengkajian
b. Standar II Diagnosis Keperawatan
c. Standar III Perencanaan
d. Standar IV Pelaksanaan Tindakan ( Implementasi )
e. Standar V Evaluasi
2. Standar Kinerja Profesional
a. Standar I Jaminan Mutu
b. Standar II Pendidikan
c. Standar III Penilaian Kerja
d. Standar IV Kesejawatan ( Collegial )
e. Standar V Etik
f. Standar VI Kolaborasi
g. Standar VII Riset
h. Standar VIII Pemanfaatan sumber – sumber

C. STANDAR PRAKTIK PROFESIONAL

Standar I : Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis,


menyeluruh, akurat, singkat, dan berkesinambungan.

Rasional

Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses keperawatan yang


bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat kesehatan klien yang digunakan untuk
merumuskan masalah klien dan rencana tindakan.
Kriteria Struktur

1. Metode pengumpulan data yang digunakan dapat menjamin :


a. Pengumpulan data yang sistematis dan lengkap dan diperbaharui sesuai
perkembangan yang terjadi.
b. Terjaganya kerahasiaan data.
2. Sistem pencatatan berdasarkan proses keperawatan, yaitu singkat, menyeluruh, akurat
dan berkesinambungan.
3. Praktek mempunyai sistem pengumpulan data keperawatan yang menjadi bagian dari
sistem pencatatan kesehatan klien.
4. Di tatanan praktek tersedia sistem penyimpanan data yang dapat memungkinkan
diperoleh kembali bila diperlukan.
5. Tersedianya sarana dan lingkungan yang mendukung.

Kriteria Proses

1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik


dan mempelajari data penunjang (pengumpulan data penunjang diperoleh dari hasil
pemeriksaan laboratorium dan uji diagnosis), serta mempelajari catatan lain.
2. Sumber data adalah klien, keluarga atau orang terkait, tim kesehatan, rekam medis,
serta catatan lain.
3. Klien berpartisipasi dalam proses pengumpulan data.
4. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
a. Status kesehatan klien saat ini.
b. Status kesehatan klien masa lalu.
c. Status biologis ( Fisiologis )
d. Status psikologis ( Pola koping )
e. Status sosio cultural.
f. Status spiritual.
g. Respon terhadap terapi.
h. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal.
i. Resiko masalah potensial.

Kriteria Hasil

1. Data dicatat dan dianalisis sesuai standar dan format yang ada.
2. Data yang dihasilkan akurat, terkini, dan relevan sesuai kebutuhan klien.

Standar II: Diagnosis Keperawatan

Perawat menganalisi data pengkajian untuk merumuskan diagnosis keperawatan.

Rasional

Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana intervensi keperawatan


dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan klien.
Kriteria Struktur

1. Tatanan praktek memberi kesempatan :


a. Kepada teman sejawat, klien untuk melakukan validasi diagnosis keperawatan
b. Adanya mekanisme pertukaran informasi tentang hasil penelitian dalam
menetapkan diagnosis keperawatan yang tepat.
c. Untuk akses sumber-sumber dan program pengembangan profesional yang terkait.
d. Adanya pencatatan yang sistematis tentang diagnosis klien.

Kriteria Proses

1. Proses diagnosis terdiri dari analisis, dan interpretasi data, identifikasi masalah klien
dan perumusan diagnosis keperawatan.
2. Komponen diagnosis keperawatan terdiri dari masalah ( P ), penyebab ( E ), gejala /
tanda ( S ) atau terdiri dari masalah dengan penyebab ( PE )
3. Bekerja sama dengan klien, dekat dengan klien, petugas kesehatan lain untuk
memvalidasi diagnosis keperawatan.
4. Melakukan kaji ulang dan revisi diagnosis berdasarkan data terbaru.

Kriteria Hasil

1. Diagnosis keperawatan divalidasi oleh klien bila memungkinkan.


2. Diagnosis keperawatan yang dibuat diterima oleh teman sejawat sebagai diagnosis
yang relevan dan signifikan.
3. Diagnosis didokumentasikan untuk memudahkan perencanaan, implementasi,
evaluasi, dan penelitian.

Standar III : Perencanaan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dan
meningkatkan kesehatan klien.

Rasional

Perencanaan dikembangkan berdasarkan diagnosis keperawatan.

Kriteria Struktur

Tatanan praktik menyediakan :

1. Sarana yang dibutuhkan untuk mengembangkan perencanaan.


2. Adanya mekanisme pencatatan, sehingga dapat dikomunikasikan.

Kriteria Proses

1. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan
keperawatan.
2. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.
3. Perencanaan bersifat individual ( sebagai individu, kelompok dan masyarakat ) sesuai
dengan kondisi atau kebutuhan klien.
4. Mendokumentasikan rencana keperawatan.

Kriteria Hasil

1. Tersusunnya suatu rencana asuhan keperawatan klien,


2. Perencanaan mencerminkan penyelesaian terhadap diagnosis keperawatan.
3. Perencanaan tertulis dalam format yang singkat dan mudah dipahami.
4. Perencanaan menunjukan bukti adanya revisi pencapaian tujuan.

Standar IV : Pelaksanaan Tindakan ( Implementasi )

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan


keperawatan.

Rasional

Perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang


telah ditetapkan dan partisipasi klien dalam tindakan keperawatan berpengaruh pada hasil
yang diharapkan.

Kriteria Struktur

Tatanan praktek menyediakan :

1. Sumber daya untuk pelaksanaan kegiatan


2. Pola ketenagaan yang sesuai kebutuhan.
3. Ada mekanisme untuk mengkaji dan merevisi pola ketenagaan secara periodik.
4. Pembinaan dan peningkatan ketrampilan klinis keperawatan.

Kriteria Proses

1. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.


2. Kolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan status kesehatan klien.
3. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah klien.
4. Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan di bawah tanggung
jawabnya.
5. Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan fasilitas – fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada.
6. Memberikan pendidikan pada klien & keluarga mengenai konsep & keterampilan
asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakannya.
7. Mengaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon
klien.
Kriteria Hasil

1. Terdokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien secara sistematik dan dengan
mudah diperoleh kembali.
2. Ada bukti – bukti yang terukur tentang pencapaian tujuan.

Standar V : Evaluasi

Evaluasi

Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap tindakan dalam


pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah ditetapkan dan merevisi data dasar dan
perencanaan.

Rasional

Praktek keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup berbagai


perubahan data, diagnosis atau perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. Efektivitas
asuhan keperawatan tergantung pada pengkajian yang berulang – ulang.

Kriteria Struktur

1. Tatanan praktik menyediakan : sarana dan lingkungan yang mendukung terlaksananya


proses evaluasi.
2. Adanya akses informasi yang dapat digunakan perawat dalam penyempurnaan
perencanaan.
3. Adanya supervisi dan konsultasi untuk membantu perawat melakukan evaluasi secara
efektif dan mengembangkan alternatif perencanaan yang tepat.

Kriteria Proses

1. Menyusun rencanaan evaluasi hasil tindakan secara komprehensif perkembangan ke


arah pencapaian tujuan.
2. Bekerja sama dengan klien, keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
3. Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
4. Melakukan supervisi dan konsultasi klinik.

Kriteria Hasil

1. Diperbolehkan hasil revisi data, diagnosis, rencana tindakan berdasarkan evaluasi.


2. Klien berpartisipasi dalam proses evaluasi dan revisi rencana tindakan.
3. Hasil evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan.
4. Evaluasi tindakan terdokumentasikan sedemikian rupa yang menunjukkan kontribusi
terhadap efektifitas tindakan keperawatan dan penelitian.
LAMPIRAN 2

STANDAR ASUHAN KEBIDANAN

PENGERTIAN STANDAR ASUHAN KEBIDANAN

Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan
yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnosis dan atau
masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan pencatatan asuhan kebidanan.

STANDAR I : Pengkajian

A. Pernyataan Standar
Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan dan lengkap dari semua
sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.

B. Kriteria Pengkajian :
1. Data tepat, akurat dan lengkap.
2. Terdiri dari Data Subjektif ( hasil anamnesis : biodata, keluhan utama, riwayat
obstetri, riwayat kesehatan dan latar belakang sosial budaya )
3. Data Objektif ( hasil pemeriksaan fisik, psikologis dan pemeriksaan penunjang )

STANDAR II : Perumusan Diagnosis dan atau Masalah Kebidanan

A. Pernyataan Standar
Bidan menganalisis data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya secara
akurat dan logis untuk menegakkan diagnosis dan masalah kebidanan yang tepat.

B. Kriteria Perumusan diagnosis dan Masalah


1. Diagnosis sesuai dengan nomenklatur kebidanan.
2. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.
3. Dapat diselesaikan dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.
STANDAR III : Perencanaan

A. Pernyataan Standar
Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosis dan masalah yang
ditegakkan.

B. Kriteria Perencanaan
1. Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi klien; tindakan
segera, tindakan antisipasi, dan asuhan secara komprehensif.
2. Melibatkan klien / pasien dan atau keluarga.
3. Mempertimbangkan kondisi psikologi dan sosial budaya klien / keluarga.
4. Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan kebutuhan klien berdasarkan
evidence based dan memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat untuk
klien.
5. Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang berlaku, sumber daya serta fasilitas
yang ada.

STANDAR IV : Implementasi

A. Pernyataan Standar
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan sevara komprehensif, efektif, efisien dan
aman berdasarkan bukti/ evidence based kepada klien / pasien dalam bentuk upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara mandiri kolaborasi
dan rujukan.

B. Kriteria :
1. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio–psiko–sosial–spiritual–kultural.
2. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau
keluarganya ( informed consent )
3. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan bukti/ evidence based
4. Menjaga privacy klien / pasien
5. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi
6. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan.
7. Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang ada dan sesuai.
8. Melakukan tindakan sesuai standar.
9. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
STANDAR V : Evaluasi

A. Pernyataan Standar
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat
efektifitas dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan
kondisi klien.

B. Kriteria Evaluasi :
1. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien.
2. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan / keluarga.
3. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
4. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien / pasien.

STANDAR VI : Pencatatan Asuhan Kebidanan

A. Pernyataan Standar
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan jelas mengenai keadaan /
kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan.

B. Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan


1. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia
( Rekam medis / KMS / status pasien / buku KIA )
2. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP.
3. S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesis.
4. O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.
5. A adalah hasil analisa, mencatat diagnosis dan masalah kebidanan.
6. P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang
sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara
komprehensif ; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi / follow up dan rujukan.
LAMPIRAN 3

GLOSARRY

Etik : Pedoman perilaku yang berhubungan dengan suatu kelompok


manusia tertentu yang melakukan suatu profesi tertentu, misalnya etik
kedokteran. Pedoman tersebut ditentukan oleh tuntutan profesi bagi
para anggota untuk menuntun perilaku yang berhubungan dengan
profesinya. Bila pedoman tersebut ditulis menjadi suatu kerangka
acuan maka disebut Kode Etik.

Etika : Sistem atau prinsip - prinsip moral juga berarti telaah dan penilaian
perilaku manusia, dengan menerapkan prinsip – prinsip moral, untuk
memutuskan perilaku manusia terhadap situasi yang dihadapi sebagai
yang baik atau tidak baik.

Etika profesi : Perilaku yang diharapkan dari setiap anggota profesi untuk bertindak
sesuai dengan kapasitas profesionalnya.

Kode Etik : Peraturan - peraturan dasar perilaku yang dianggap perlu bagi
anggota profesi untuk melaksanakan fungsinya secara jujur dan untuk
menjadi kepercayaan masyarakat. Kode Etik berfungsi sebagai
pedoman/ pegangan yang ditaati oleh para anggota profesi. Perilaku
yang salah dalam menjalankan tugas profesi dinilai oleh anggota -
anggotanya sendiri menurut kode itu. Kode Etik berguna sebagai
bimbingan dan juga memungkinkan sebagai alat control etik oleh dan
untuk anggota profesi.

Praktik Kedokteran : Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi
terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.
Dokter & Dokter Gigi : Dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di
dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah
Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang -
undangan.

Sertifikasi Kompetensi : Surat Tanda Pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter


atau dokter gigi untuk menjalankan praktik kedokteran di
seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi (atau setelah
melaksanakan uji diri dengan mengumpulkan sejumlah Satuan
Kredit Profesi (SKP)

Registrasi : Pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah
mempunyai sertifikat kompetensi dan telah mempunyai
kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk
melakukan tindakan profesinya.

Surat Ijin Praktik (SIP) : Bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan
dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah
memenuhi persyaratan.

Surat Tanda Registrasi (STR) : Dokter dan Dokter Gigi adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada Dokter dan Dokter
Gigi yang telah diregistrasi.

Sarana Pelayanan Kesehatan : Tempat penyelenggaraaan upaya pelayanan kesehatan yang


dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasien : Setiap orang yang melakukan konsultasi masalah


kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada Dokter atau
Dokter Gigi (di praktik pribadi atau rumah sakit).
Profesi Kedokteran atau Kedokteran Gigi :
Suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang
dilaksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan yang berjenjang, dan kode etik
yang bersifat melayani masyarakat.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI)


Lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya
kesalahan yang dilakukan Dokter atau Dokter Gigi dalam
penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi dan
menetapkan sanksi.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)


Badan Otonom (IDI) yang bertanggung jawab
mengkoordinasikan kegiatan internal organisasi dalam
pengembangan kebijakan, pembinan, pelaksanaan dan
pengawasan penerapan etika kedokteran yang dibentuk secara
khusus untuk menjalankan tugas kemahkamahan profesi,
pembinaan etika profesi dan atau tugas kelembagaan ad hoc
lainnya.

Komite Etika dan Hukum Rumah Sakit


Badan Staff/ Pembantu/ Penasehat non struktural yang dibentuk
oleh Rumah Sakit yang bertugas memantau, menemukan
kendala dan penyimpangan pelaksanaan pelayanan rumah sakit,
khususnya yang menyangkut masalah etika dan hukum dan
mengusulkan, menyarankan kepada Direksi pengatasan
masalahnya.

Etika Kedokteran : Sekumpulan nilai - nilai dan moralitas profesi kedokteran


yang tercantum dalam kode etik kedokteran Indonesia
(KODEKI) fatwa- fatwa etik, pedoman dan kesepakatan etik
lainnya dari IDI sebagai organisasi profesi.
Sengketa Medik : Ketidaksepahaman antara pihak dokter dengan pihak pasien/
klien atau keluarganya/ keduanya disebut para pihak di dalam
atau pasca hubungan dokter - pasien/ klien yang berwujud
diadukannya dokter tersebut kepada sarana kesehatan, IDI,
MKEK atau lembaga disiplin dan peradilan lainnya.

Konflik Etik Legal : Ketidaksepahaman berdimensi etik akibat perbedaan


kepentingan atau kewenangan antar dokter, antar dokter
dengan perangkat dan jajaran IDI, atau antara dokter dengan
tenaga kesehatan lainnya yang belum atau tidak melibatkan
pasien/ klien dalam hubungan dokter - pasien, yang dianggap
akan berkepanjangan dan berpotensi menurunkan citra dan
keluhuran profesi kedokteran atau kondisi sengketa profesi
yang memerlukan kepastian pedoman etika, fatwa dan atau
hukum profesi.

Kesehatan : Keadaan sehat baik secara fisik,mental,spiritual maupun sosial


yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.

Obat : Bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang


digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patalogi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.

Pelayanan Kesehatan Promotif


: Suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan.
Pelayanan Kesehatan Preventif
: Suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah
kesehatan/ penyakit.

Pelayanan Kesehatan Kuratif :


Suatu kegiatan dan atau serangkaian kegiatan pengobatan yang
ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengendalian penyakit
atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat
terjaga seoptimal mungkin.

Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif :


Kegiatan dan atau serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
bekas/ cacat penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat
berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk
dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuannya.

Rumah Sakit : Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat
darurat.

Gawat Darurat : Keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis


segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan
lebih lanjut.

Pelayanan Kesehatan Paripurna :


Pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif,
paliatif dan rehabilitatif.

Standar Profesi : Batasan kemampuan (knowledge, skill, professional attitude)


minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter untuk dapat
melakukan kegiatan profesionalnya kepada pasien.
Ukuran Standar Profesi Medis:
Kemampuan rata - rata (avarage), katagori dan kondisi yang
sama (equal), dan agar proposionalitas dan subsidiaritas yaitu
adanya keseimbangan yang wajar antara upaya dengan tujuan
menangani pasien.

Tanggung Jawab Profesional Seorang Dokter meliputi 9 (Sembilan) Kewajiban :


mempunyai kompetensi (Competence), jujur (Honestly),
berkomunikasi yang wajar (appropriate relations),
merahasiakan (confidentiality), menjaga kepercayaan (to
maintaining trust by managing conflict of intrust), menjaga
kualitas pelayanan (quality of care), keilmuan yang scientific
(scientific knowledge), keadilan dari sumber yang terbatas (a
just distribution of finite resources), memudahkan cara
mencapai pelayanan (improving access to care).

Pada pokoknya rawan pelanggaran etik/ disiplin :


Praktik tanpa kompetensi, tidak merujuk pasien, melaksanakan
yang seharusnya tidak dilakukan atau sebaliknya, pemeriksaan
atau pengobatan yang berlebihan, tidak memberi penjelasan
yang jujur, melakukan tindakan medik tanpa persetujuan
pasien/ keluarga, dengan sengaja tidak membuat atau
menyimpan rekam medik.

Anda mungkin juga menyukai