Anda di halaman 1dari 7

Ruam Kulit Sekunder: ekskoriasi, ulkus, fisura, dan linefikasi

Rizky Saputra Telaumbanua*


*mahasiswa tingkat 2 FKUI

A. Pendahuluan

Kelainan kulit dapat didiagnosis dengan berbagai cara, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan tambahan berupa biopsi, scraping, diaskopi, wood light
dan tzanck testing.1 Namun pemeriksaan fisik seringkali menjadi pilihan favorit karena dapat
dilakukan dengan cepat, mudah, dan hasil cukup akurat. Terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan ketika melakukan pemeriksaan fisik kelainan kulit, yaitu lokasi, morfologi,
jumlah, ukuran, warna, batas, bentuk, dan distribusi ruam. Setiap poin tersebut dapat
memberikan petunjuk mengenai kelainan kulit yang terjadi, misalnya bentuk ruam (tabel 1),
jika ruam berbentuk serpiginous, yakni ruam seperti ular, kemungkinan kelainan disebabkan
oleh cutaneous larva migrans.2,3

Tabel 1. Bentuk ruam dan penyebabnya

Disadur dari: Burns T,


Breatnach S, Cox N,
Griffiths C. Rook’s
textbook of dermatology.
8th ed. Singapore: Wiley
Black-Well; 2010. P. 126

Ruam kulit dapat dibedakan atas ruam primer dan ruam sekunder. Ruam primer
merupakan ruam yang terjadi sebagai akibat langsung dari penyakit yang dialami, misalnya
makula, papul, nodul, plak, urtika, vesikel, bula, pustul, dan kista. Adapun ruam sekunder
adalah ruam hasil perkembangan lesi primer atau perubahan pada lesi primer yang disebabkan
oleh faktor eksternal seperti garukan, trauma, maupun infeksi sekunder. Bentuk dari ruam
sekunder diantaranya adalah skuama, krusta, erosi, ekskoriasi, ulkus, fisura, dan linefikasi.4,5
B. Isi

Bentuk ruam sekunder diantaranya adalah

1. Ekskoriasi

Eksoriasi adalah hilangnya lapisan kulit hingga


stratum papilar (gambar 1). Kondisi ini terjadi akibat
garukan yang terus menerus dan sering ditemukan pada
pasien yang mengalami pruritis. Karena telah mencapai
lapisan stratum papilar, pada eksoriasi biasa ditemukan
darah ataupun serum.6
Ekskoriasi dapat ditemukan sebagai lesi
sekunder pada pasien skabies, pruritis dan prurigo.
Gambar 1. Lesi sekuder:
Pada kondisi ini ekskoriasi diawali oleh lesi primer,
ekskoriasi
misalnya nodul atau papul. Namun demikian, (Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
ekskoriasi juga dapat muncul pada primary psychiatric Gilchrest BA, Paller AS, et al.
condition, misalnya pada dermatitis artefacta, Fitzpatrick’s Dermatology in General
trichotillomania, dan neurotic excoriation. Pada Medicine. Chicago: Mc Graw Hill
Medical; 2008)
kondisi ini, tidak ada kelainan dermatologi primer yang
mengawali ekskoriasi, melainkan kelainan psikologis.
Neurotic excoriation terjadi karena pasien
dengan sendirinya mengupas, menggosak dan
menggaruk kulitnya akibat lemahnya kontrol
dalam menghindari keinginan untuk menggaruk
tersebut. Diperkirakan 2% dari pasien di klinik
dermatologi mengalami gangguan ini dengan
jumlah pasien wanita relatif lebih banyak
dibandingkan pria. Ekskoriasi biasanya ditemukan
pada punggung sebelah atas lateral dan disebut
Gambar 1. Butterfly sign pada sebagai butterfly sign. Sementara, dermatitis
neurotic excoriation artefacta merupakan kelainan psikologis dimana
(http://www.dermis.net/dermisroot/en/33798/i
pasien secara sadar mengelupas kulitnya untuk
mage.htm)
memenuhi keinginannya.7
Sebagai lesi sekunder, penanganan ekskoriasi biasanya disesuaikan dengan penyakit
penyebabnya. Selain merawat luka, obat sedative antihistamin, seperti hydroxyzine dan
trimeprazine dapat dipertimbangkan untuk mengurangi rasa gatal yang menyebabkan pasien
terus menggaruk dan menimbulkan ekskoriasi. Sementara untuk ekskoriasi pada primary
psychiatric condition aspek psikiatri akan lebih ditekankan.6,7

2. Ulkus

Ulkus adalah hilangnya lapisan kulit hingga lapisan dermis atau lebih dalam. Karena
kerusakan telah mencapai dermis, penyembuhan ulkus akan menyisakan jaringan parut. Ulkus
umumnya telah memiliki batas yang jelas yaitu, dinding, dasar, dan isi. Terdapat berbagai jenis
ulkus yang terjadi pada kulit, diantaranya adalah pressure ulcus, ulkus genital, ulcerative
dermatitis dan diabetic foot ulcer.6
Pressure ulcus disebabkan oleh tekanan dalam jangka waktu panjang pada kulit dan
jaringan dibawahnya. Tonjolan otot seperti coccyx, scapula dan patella merupakan lokasi
umum terjadinya pressure ulcus. Tekanan yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan
mengurangi aliran darah, oksigen, dan nutrisi kejaringan bersangkutan yang dapat
menyebabkan terjadinya ulkus. Resiko pressure ulkus terdapat pada pasien dengan penyakit
kronik sehingga harus berada dalam posisi sedenter dalam jangka waktu lama. Penggunaan alat
medis seperti selang oksigen, feeding tubes, urinary catheters dan blood pressure cuffs juga
dapat menyebabkan ulkus tipe ini.8
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel, pressure ulcer dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (gambar 2):
- Tahap 1, kulit belum rusak dan tidak pucat ketika ditekan, namun lokasinya dapat
mengalami nyeri, keras, lembek, panas, atau dingin.
- Tahap 2, epidermis dan/atau dermis sudah mengalami kerusakan dengan luka dangkal
berwarna merah atau merah muda
- Tahap 3, luka dalam dan tampak seperti kawah serta telah mencapai jaringan lemak
- Tahap 4, hilangnya jaringan dalam skala luas hingga mencapai otot, tendon, bahkan
tulang.
Selain klasifikasi diatas, pressure ulcus juga dapat berupa kerusakan pada jaringan
dibawah epidermis, sementara epidermis tetap utuh. Pada pressure ulcus tipe ini, epidermis
akan berwarna lebih gelap dibanding sekitarnya dan terdapat rasa sakit.9

Gambar 2. Klasifikasi pressure ulcers menurut NPUAP


(http://effectivehealthcare.ahrq.gov/ehc/assets/Image/figb(1).png)
Diabetic foot ulcer terjadi karena berbagai faktor seperti perubahan konformasi pada
jaringan tulang ekstrimitas bawah, neuropati perifer dan atherosclerotic peripheral yang
kesemuanya terjadi dalam frekuensi tinggi pada pasien diabetes. Di Amerika, 15% dari
penderita diabetes mengalami ulkus ini, dan 12-24% diantaranya harus mengalami amputasi
karena pasien diabetes mengalami gangguan penyembuhan luka.10
Diabetic foot ulcer diklasifikasikan menggunakan klasifikasi Wagner seperti berikut:
- Tingkat 0, kulit utuh pada pasien beresiko
- Tingkat 1, ulkus superfisial menuju subkutan
- Tingkat 2, ulkus mencapai tendon dan struktur dalam
- Tingkat 3, terbentuk abses dan osteomyelitis
- Tingkat 4, terjadi parsial gangren
- Tingkat 5, gangren meluas

Gambar 3. Tahapan ulkus


pada diabetic foot ulcer
(http://www.silvercrest.org/imag
es_2012/WagnerPhotos.jpg)

3. Fisura

Fisura merupakan varian ulkus yang berbentuk


linier, hal ini biasa disebabkan oleh penarikan jaringan dan
penurunan elastisitas
Gambar 4. Fisura lidah
jaringan disekitar ruam. (Wolff K. Fitzpatrick’s
Lokasi umum ditemukannya Dermatology in General
fisura adalah telapak tangan Medicine. 2008)
dan kaki, hal ini dipengaruhi oleh elastisitas stratum korneum lapisan ini yang cenderung kaku.
Fisura dapat ditemukan pada daerah dorsal lidah dan kondisi ini merupakan varian normal yang
terjadi pada 5-11% manusia. Fisura pada lidah merupakan salah satu fitur pada Sindrom
Melkerrson-Rosenthal, psoriasis, Sindrom Down, dan Sindrom Sjogren. Fisura juga dapat
ditemukan pada daerah retroauricular dan disebut Acanthoma fissuratum.6

4. Likenifikasi

Likenifikasi adalah penebalan lapisan kulit akibat penggarukan atau trauma yang terus
menerus. Linefikasi awal bersifat agak kasar, kering, dan mengalami eritema. Selanjutnya kulit
akan mengalami penebalan dan hiperkeratosis membentuk kulit yang kasar dan hitam serta
sering disebut sebagai tree bark. Penebalan ini disebabkan oleh proliferasi keratinosit dan sel
pada lapisan stratum basal secara berlebihan serta terjadi perubahan kolagen pada daerah
dermis. Likenifikasi sering ditemukan pada dermatitis atopik dan lichen simplex chronicus.6
Pada penelitian terakhir diketahui bahwa tidak ada korelasi antara ras tertentu dengan
peningkatan kejadian likenifikasi. Hal ini menyanggah pemahaman sebelumnya bahwa ras
Asia dan Afrika-Amerika memiliki kecenderungan yang lebih besar. Likenifikasi paling
banyak terjadi pada rentang usia 30-50 tahun.11
Lichen simplex chronicus atau yang dikenal sebagai neurodermatitis ditandai dengan
munculnya likenifikasi sebagai ruam sekunder akibat garukan atau gosokan berulang. Lichen
simplex chronicus umumnya ditemukan di daerah yang mudah dijangkau oleh tangan. Rasa
gatal pada daerah tersebut menimbulkan keinginan untuk menggaruk, meski penyebab dari
gatal itu sendiri tidak diketahui. Lichen simplec chronius lebih sering terjadi pada wanita
dibandingka pria. Bahkan salah satu varian dari kondisi ini, yaitu lichen nuchae, dimana
likenifikasi ditemukan di medial-posterior leher hanya ditemukan pada wanita.11

Gambar 5. Gambaran likenifikasi Gambar 6. Histologi likenifikasi


(Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, (http://adserver.sante.univ-
Paller AS, et al. Fitzpatrick’s Dermatology in nantes.fr/img/Thickening.jpg)
General Medicine. Chicago: Mc Graw Hill Medical;
2008)
C. Penutup

Ruam sekunder merupakan perkembangan lebih lanjut dari ruam primer utamanya
akibat pengaruh faktor eksternal seperti garukan, trauma, dan infeksi sekunder. Bentuk-bentuk
ruam sekunder meliputi skuama, krusta, erosi, ekskoriasi, ulkus, fisura dan likenifikasi.
Eksoriasi adalah pelepasan lapisan kulit hingga lapisan stratum papilar. Ulkus adalah pelepasan
lapisan kulit hingga lapisan dermis atau lebih. Fisura merupakan varian dari ulkus yang
berbentuk lurus. Likenifikasi merupakan penebalan dan hiperkeratinisasi lapisan stratum
korneum dan memberikan tampilan tree bark.
Daftar Pustaka
1. MacNeal RJ. Diagnostic test for skin disorders. Keniworth: Merck Manual; 2013.
2. Sirait SP, Dermatology examination. Jakarta: Demato-Venerology Department FKUI;
2015.
3. Burns T, Breatnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s textbook of dermatology. 8th ed.
Singapore: Wiley Black-Well; 2010. p. 119-45
4. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku panduan praktikum
dermatomuskuloskeletal 2015-2016. Jakarta: Medical Education Unit FKUI; 2015.
5. Williams G, Katcher M. Nomenclature of skin lesion [internet]. [cited 2015 Oct 25].
Available from: http://www.pediatrics.wisc.edu/education/derm/text.html.
6. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, et al. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Chicago: Mc Graw Hill Medical; 2008
7. Wong JW, Nguyen TV, Koo JYM. Primary psychiatric condition: dermatitis artefacta,
trichotillomania, neurotic excoriation. Indian J Dermatol. Feb 2013;58(1):44-8
8. Karopchinsky. Pressure ulcers. Medsurg Nursing. Jun 2015;24(3):183-4.
9. National Pressure Ulcers Advisory Panel. NPUAP pressure ulcers stages/categories
[internet]. [cited 2015 Oct 25]. Available from:
http://www.npuap.org/resources/educational-and-clinical-resources/npuap-pressure-
ulcer-stagescategories/
10. Rowe VL. Diabetic ulcers [internet]. [cited 2015 Oct 25]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/460282-overview#showall.
11. Hogan DJ. Lichen simplex chronicus [internet]. [cited 2015 Oct 26]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1123423-overview#a6.

Anda mungkin juga menyukai