Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Legitimasi

Dowling dan Pfeffer (1975) menjelaskan bahwa dalam teori

legitimasi organisasi berusaha menciptakan keselarasan antara nilai-

nilai sosial yang ada pada kegiatan organisasi dengan norma-norma

yang ada pada lingkungan sosial dimana organisasi tersebut merupakan

bagian dalam lingkungan sosial tersebut. Dasar teori legitimasi adalah

“kontrak sosial” yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat

dimana perusahaan beroperasi. Ketika terdapat ketidakselarasan

antara kedua sistem tersebut, maka akan muncul ancaman terhadap

legitimasi perusahaan.

Kelangsungan hidup sebuah perusahaan juga bergantung pada

hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sosial disekitar tempat

perusahaan beroperasi. Teori legitimasi menyatakan bahwa sebuah

organisasi harus berusaha meyakinkan masyarakat sekitar bahwa

mereka beroperasi sesuai dengan batasan-batasan dan norma sosial

yang ada.

Ghozali dan Chariri (2007) juga menjelaskan bahwa organisasi

berusaha menciptakan keadaan dimana sebuah sistem nilai perusahaan

berjalan sesuai dengan sistem sosial yang lebih besar dimana

perusahaan merupakan bagian dari sistem tersebut. Hal ini dilakukan

12
13

untuk mendapat legitimasi dari masyarakat sekitar agar sebuah

organisasi dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Sebuah perusahaan atau organisasi juga dapat mengupayakan

sejenis legitimasi dari masyarakat dengan cara melakukan aktivitas

tanggung jawab sosial atau yang sering disebut sebagai Corporate

Social Responsibility.

Salah satu bentuk tanggungjawab sosial perusahaan melalui

pemerintah dengan cara membayar beban pajak sesuai dengan

ketentuan, dan juga tidak melakukan penghindaran pajak. Karena dana

pajak akan digunakan oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas

Negara di berbagai sektor kehidupan untuk mencapai kesejahteraan

umum (Yoehana, 2013).

Menurut Landolf (2006) penghindaran pajak perusahaan salah satu

tindakan yang tidak bertanggung jawab sosial oleh perusahaan. Oleh

karena perusahaan dalam upaya untuk mendapatkan legitimasi dari

masyarakat.

2.1.2. Perpajakan di Indonesia

2.1.2.1 Definisi Pajak

Membahas mengenai perpajakan tidak terlepas dari pengertian

pajak itu sendiri, menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam

bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :


14

“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan

Undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa

timbal (kontra Prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum.”

Sedangkan menurut P. J. A. Andriani dalam bukunya Waluyo

(2009:2) “Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang

dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat

prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya

adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung

tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Sedangkan menurut undang–undang Republik Indonesia

Nomor 6Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan

sebagaimana telah di ubah terakhir dengan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 menjelaskan bahwa “Pajak adalah

kontribusi kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

Negara bagi sebesar–besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

2.1.2.2. Landasan UU KUP

Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

menjunjung tinggi hak warga negara dan menempatkan kewajiban

perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan. Secara formal landasan


15

hukum perpajakan di Indonesia mengacu pada pada Pasal 23 ayat 2

UUD 1945 yang berbunyi: “Segala pajak untuk keperluan negara

berdasarkan Undang-Undang”. Landasan hukum ini menglami

perubahan melalui Amandemen ketiga UUD 1945 yang disahkan 10

November 2001 yaitu menjadi Pasal 23A dengan bunyi: “Pajak dan

pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur

dengn Undang-Undang”.

2.1.2.3 Undang-Undang KUP

Undang-Undang KUP telah 3 kali mengalami perubahan sejak

pertama kali dengan UU No Tahun 1983 yang berlaku sejak 1 Januari

2004, perubahan pertama dilakukan dengan UU No 9 Tahun 1994 dan

mulai berlaku sejak 1 Januari 1995, perubahan kedua dilakukan

dengan UU No 16 Tahun 2000 dan mulai berlaku sejak 1 Januari

tahun 2001, perubahan terakhir dilakukan dengan UU No 16 Tahun

2009 .

Tujuan dilakukan perubahan keempat UU KUP adalah:

1. meningkatkan efesiensi pemungutan pajak guna mendukung

penerimaan negara

2. Meningkatkan pelayanan, kepastian hukum dan keadilan bagi

masyarakat guna menaikan daya saing dalam bidang penanaman

modal, dengan tetap mendukung pengembangan usaha kecil dan

menengah.
16

3. Menyesuaikan tuntuan pengembangan sosial ekonomi

masyarakat serta pengembangan di bidang teknologi informasi.

4. Meningkatkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.

5. Menyederhanakan prosedur administrasi perpajakan.

6. Meningkatkan penerimaan prinsip self assessment yang

akuntabel dan konsisten.

7. Mendukung sistem usaha yang lebih kondusif dan kompetitif.

8. Dengan diadakannya kebijakan pokok tersebut diharapkan dapat

meningkatkan penerimaan negara dalam jangka menengah dan

jangka panjang seiring dengan meningkatnya kepatuhan

sukarelawan para Wajib Pajak dan membaiknya iklim usaha.

2.1.2.4 NPWP dan Pengukuhan PKP

NPWP adalah nomor yang diberikan oleh WP sebagai

sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai

tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan

kewajiban perpajakannya (Pasal 1 angka 6 UU KUP)

NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan)

digit pertama merupakan kode WP dan 6 (enam) digit berikutnya

merupakan kode Administrasi Perpajakan

NPWP diberikan kepada WP Orang Pribadi atau Badan

yang berdasarkan UU PPh dikenai kewajiban perpajakan baik

kewajiban perpajakan atas dirinya sendiri ataupun kewajiban

memungut atau memotong PPh pihak lain (Withholding tax)


17

Dalam pasal 2 ayat 1 UU KUP dinyatakan bahwa: “Setiap

WP yang telah memenuhi persyarataan subjektif dan objektif

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP dan

kepadanya diberikan NPWP”.

Yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan

menjadi pengusaha kena pajak dalam pasal 2 ayat 2 UU KUP

disebutkan bahwa: ”Setiap WP sebagi Pengusaha yang dikenai

pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahanya, wajib

melaporkan usahanya pada kantor DJP yang wilayah kerjanya

meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan

tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP”.

Dalam pasal 1 butir 15 UU PPN 1984, PKP adalah

pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan

JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU ini, tidak termasuk

Pengusaha Kecil, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk

dikukuhkan sebagai PKP. Batasan Pengusaha Kecil adalah

Pengusaha yang selama tahun buku melakukan penyerahan BKP

dan atau JKP dengan jumlah peredarab bruto dan atau penerimaan

bruto tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,00 (empat milyar delapan

ratus rupiah).
18

2.1.3. Corporate Social Responsibility (CSR)

2.1.3.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)

Dalam (Nor Hadi, 2011:47), The World Business Council

for Suistantable Development memberikan rumusan CSR

sebagai berikut: “Continuing commitment by business to

behave ethically and contributed to economic development

while improving the quality of life of the workforce and their

families as well as of the local community and society at

large”

Definisi tersebut menunjukkan tanggung jawab sosial

perusahaan (corporate social responsibility) merupakan satu

bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis

perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi,

yang bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup bagi

karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan

kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih

luas (Nor Hadi, 2011:48).

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Bab 1 Pasal 1 Nomor

3 CSR didefinisikan sebagai: “Komitmen Perseroan untuk

berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan

guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang

bermanfaat, baik Perseroan sendiri, komunitas setempat,


19

maupun masyarakat pada umumnya.”

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah

pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian

sosial dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksi mereka

dengan para pemangku kepentingan (stakeholders)

berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan (Nuryana,

2005). Dalam hal ini, CSR merupakan bentuk timbal balik

terhadap masyarakat sekitar terhadap aktivitas operasi

perusahaan agar mendapatkan tanggapan baik dari masyarakat.

Implementasi CSR merupakan suatu wujud komitmen yang

dibentuk oleh perusahaan untuk memberikan kontribusi pada

peningkatan kualitas kehidupan (Susiloadi, 2008). Lanis dan

Richardson (2012) menyatakan bahwa CSR merupakan faktor

kunci dalam keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan.

Sedangkan menurut Milton Friedman (1989) dalam

Solihin (2009) tanggung jawab sosial perusahaan adalah

menjalankan bisnis sesuai dengan keinginan pemilik

perusahaan (owners), biasanya dalam bentuk menghasilkan

uang sebanyak mungkin dengan senantiasa menghindarkan

aturan dasar yang digariskan dalam suatu masyarakat

sebagaimana diatur oleh hukum dan perundang-undangan.

Namun, menurut Harsanti (2011) CSR merupakan sebuah

gagasan yang menjadikan perusahaan tidak lagi menganut


20

pada prinsip single bottom line yaitu nilai perusahaan hanya

berfokus pada kondisi keuangannya saja dan kewajiban

ekonomi pada pemegang saham (shareholder) melainkan

kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Oleh karena itu, CSR menganut prinsip triple bottom line (

jhon Elkington, 1997) yang meliputi aspek ekonomi,

lingkungan, dan sosial yang terkenal dengan istilah “3P” yaitu

people, planet, and profit.

2.1.3.2 Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Pengungkapan dapat diartikan secara berbeda dan dalam

keadaan yang berbeda pula. Menurut Wolk, et al., (2004)

dalam buku Accounting Theory, A Conceptual and

Institusional Approach, pengungkapan didefinisikan:

“ disclosure is concerned with information in both the

financial statements and supplementary communications-

including footnotes, postatement event, management’s analysis

of operation for the fortcoming, financial and operating

forecasts, and additional financial statemens covering

segmental disclosure and etentions beyond historical cost.”

Mathews (1997: 483) mendefinisikan pengungkapan

sosial dan lingkungan sebagai berikut:

“Voluntary disclosures of information, both qualitative,

and quantitative made by organizations to inform or influence


21

a range of audiences. The quantitative disclosures may be in

financial or non-financial terms”.

Definisi tersebut menerangkan bahwa pengungkapan

sosial dan lingkungan merupakan informasi sukarela, baik

secara kualitatif maupun kuantitatif yang dibuat oleh

organisasi untuk menginformasikan atau mempengaruhi

investor, dimana pengungkapan kuantitatif dapat berupa

informasi keuangan maupun non-keuangan. Sedangkan

menurut Hackston dan Milne (1996) pengungkapan tanggung

jawab sosial perusahaan (corporate sosial responsibility)

adalah:

“Proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan

dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus

yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara

keseluruhan.”

Pengungkapan laporan keuangan dapat dikelompokkan

menjadi pengungkapan yang bersifat wajib (mandatory), yaitu

pengungkapan informasi yang wajib dilakukan oleh

perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar yang

berlaku, dan ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang

merupakan pengungkapan informasi secara sukarela yang

tidak diisyaratkan oleh standar, namun memberikan nilai

tambah bagi perusahaan yang melakukannya.


22

Selain itu Deegan, et al., (2002) menyatakan bahwa

pengungkapan CSR dipandang sebagai sarana yang digunakan

oleh managemen perusahaan dalam berinteraksi dengan

masyarakat yang lebih luas untuk mempengaruhi persepsi.

Pengungkapan CSR dengan cara tesebut sama halnya

pengungkapan CSR dengan konsep dari GRI (Global

Reporting Initiative) sebagai acuan dalam penyusunan

pelaporan CSR. Konsep ini merupakan konsep sustainability

report yang muncul sebagai akibat adanya konsep

sustainability development.

2.1.3.3 Pengungkapan Corporate Social Responsibility

CSR disclosure atau pengungkapan CSR adalah sebuah

bentuk pengkomunikasian CSR yang sudah dilakukan oleh

sebuah perusahaan mengenai dampak sosial yang terjadi akibat

kegiatan ekonomi perusahaan. Pengungkapan sosial dan

lingkungan merupakan proses yang digunakan oleh

perusahaan untuk mengungkapkan informasi berkaitan dengan

kegiatan perusahaan juga pengaruhnya terhadap kondisi sosial

dan lingkungan (Ghozali dan Chariri, 2007). Oleh karena itu

pengungkapan sosial atau pengungkapan CSR memiliki

peran yang penting bagi perusahaan. Karena perusahaan

hidup di lingkungan masyarakat.


23

Pengungkapan CSR pada dasarnya adalah sebuah

bentuk laporan tindakan-tindakan sosial perusahaan dan

tanggung jawab perusahaan kepada semua stakeholdernya.

Menurut O’Donovan (2002) pengungkapan CSR memiliki

beberapa manfaat bagi perusahaan seperti untuk

menselaraskan nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai soisal,

untuk membentuk image dan reputasi perusahaan yang baik,

untuk menghindari tekanan dari kelompok tertentu, dan juga

untuk menunjukan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap

lingkungan sekitar.

Sejauh ini, belum ada standar khusus yang mengatur

pengungkapan CSR (CSR disclosure) di Indonesia. Sehingga

perusahaan diperbolehkan menyusun sendiri format

pelaporan tanggungjawab sosialnya.

Penelitian ini menggunakan instrumen Corporate

Social Responsibility indeks (CSRI) yang digunakan oleh

Sembiring (2005) yang diadopsi dari penelitian Hakson dan

Wilne (1995), dimana terdapat 90 item pengungkapan

informasi namun menurut peraturan BAPEPAM No. VIII G 2

hanya terdapat 78 item pengungkapan informasi yang sesuai

dengan kondisi di Indonesia, pengungkapan informasi

Corporate Social Responsibility Indeks dibagi menjadi 7

kategori yaitu, Lingkungan, Energi, Kesehatan dan


24

Keselamatan Tenaga Kerja, Lain-lain Tenaga kerja, Produk,

Keterlibatan Masyarakat, dan Umum.

78 item Pengungkapan informasi Corporate Social

Responsibility dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 2.1
Corporate Social Responsibility Indeks
Menurut Sembiring (2005)

KATEGORI
LINGKUNGAN
1 Pengendalian polusi kegiatan operasi, pengeluaran riset dan pengembangan
untuk pengurangan polusi
2 Pernyataan yang menunjukan bahwa operasi perusahaan tidak mengakibatkan
polusi atau memenuhi ketentuan hukum dan peraturan polusi
3 Pernyataan yang menunjukan bahwa polusi operasi telah dan akan dikurangi
4 Pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat pengolahan sumber
alam, misalnya reklamasi daratan atau reboisasi
5 Konservasi sumber daya alam, misalnya mendaur ulang kaca, besi, minyak,
air dan kertas
6 Penggunaan material daur ulang
7 Penerimaan penghargaan berkaitan dengan program lingkungan yang dibuat
perusahaan
8 Merancang fasilitas yang harmonis dengan lingkungan
9 Kontribusi dalam seeni yang bertujuan untuk memperindah lingkungan
10 Kontribusi dalam pemugaran bangunan sejarah
11 Pengolahan limbah
12 Mempelajari dampak lingkungan untuk memonitor dampak lingkungan
perusahaan
13 Perlindungan lingkungan hidup
ENERGI
1 Menggunakan energi secara efisien dalam kegiatan operasi
2 Memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi energi
3 Penghematan energi sebagai hasil produk daur ulang
4 Membahas upaya perusahaan dalam mengurangi konsumsi energi
5 Peningkatan efisiensi energi dari produk
6 Menetapkan suatu komite keselamatan kerja
7 Melaksanakan riset untuk meningkatkan keselamatan kerja
8 Pelayanan kesehatan tenaga kerja
LAIN-LAIN TENAGA KERJA
1 Perekrutan tenaga kerja wanita atau orang cacat
25

2 Mengungkapkan persentase atau jumlah tenaga kerja wanita atau orang cacat
dalam tingkat manajerial
3 Menggungkapkan tujuan penggunaan tenaga kerja wanita atau orang cacat
dalam pekerjaan
4 Program untuk kemajuan tenaga kerja wanita atau orang cacat
5 Pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu di tempat kerja
6 Memberi bantuan keuangan kepada tenaga kerja dalam bidang pendidikan
7 Mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja
8 Menggungkapkan bantuan atau bimbingan untuk tenaga kerja yang dalam
proses mengundurkan diri atau yang telah membuat kesalahan
9 Mengungkapkan perencanaan kepemilikan rumah karyawan
10 Mengungkapkan fasilitas untuk aktivitas rekreasi
11 Mengungkapkan presentase gaji untuk pensiun
12 Mengungkapkan kebijakan penggajian dalam perusahaan
13 Mengungkapkan jumlah tenaga kerja dalam perusahaan
14 Mengungkapkan tingkat manajerial yang ada
15 Mengungkapkan disposisi staf-dimana staff ditempatkan
16 Mengungkapkan jumlah staff, masa kerja dan kelompok usia mereka
17 Mengungkapkan statistik tenaga kerja, misal penjualan pertenaga kerja
18 Mengungkapkan kualifikasi tenaga kerja yang direkrut
19
20 Mengungkapkan rencana pembagian keuntungan lain
21 Mengungkapkan informasi hubungan manajemen dengan tenaga kerja dalam
meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja
22 Mengungkapkan informasi stabilitas pekerjaan tenaga kerja dan masa depan
Perusahaan
23 Membuat laporan tenaga kerja yang terpisah
24 Melaporkan hubungan perusahaan dengan serikat buruh
25 Melaporkan gangguan dan aksi tenaga kerja
26 Mengungkapkan informasi bagaimana aksi tenaga kerja dinegosiasikan
27 Peningkatan kondisi tenaga kerja secara umum
28 Informasi re-organisasi perusahaan yang mempengaruhi tenaga kerja
29 Informasi statistik perputaran tenaga kerja
PRODUK
1 Pengungkapan pengembangan produk perusahaan, termasukpengemasanya
2 Gambaran pengeluaran riset dan pengembangan produk
3 Pengungkapan informasi proyek riset perusahaan untuk memperbaiki produk
4 Pengungkapan produk memenuhi standar keselamatan
5 Membuat produk lebih aman untuk konsumen
6 Melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk perusahaan
7 Pengungkapan peningkatan kebersihan atau kesehatan dalam pengolahan dan
prenyiapan produk
8 Pengungkapan informasi atas keselamatan produk perusahaan
9 Pengungkapan informasi mutu produk yang dicerminkan dalam penerimaan
penghargaan
26

10 Informasi yang dapat diverifikasibahwa mutu produk telah meningkat


(misalnya ISO 9000)
KETERLIBATAN MASYARAKAT
1 Sumbangan tunai, produk pelayanan untuk mendukung aktivitas masyarakat,
pendidikan dan seni
2 Tenaga kerja paruh waktu dari mahasiswa atau pelajar
3 Sebagai sponsor untuk proyek kesehatan masyarakat
4 Membantu riset medis
5 Sebagai sponsor untuk konfrensi pendidikan, seminar atau pameran seni
6 Membiayai program beasiswa
7 Membuka fasilitas perusahaan untuk masyarakat
8 Membiayai kampanye nasional
9 Mendukung pengembangan indusrti lokal
UMUM
1 Pengungkapan tujuan atau kebijakan perusahaan secara umum berkaitan
dengan tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat
2 Informasi sehubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan selain yang
disebutkan diatas
TOTAL ITEM
Kerangka pelaporan yang dibuat GRI ini memiliki dimensi

yang umum dan sektor yang spesifik, yang dapat diaplikasikan secara

umum dalam pelaporan kinerja keberlanjutan sebuah perusahaan.

2.1.4 Capital Intensity

Capital Intensity adalah seberapa besar perusahaan

menginvestasikan asetnya dalam bentuk aset tetap dan persediaan, dalam

penelitian ini capital intensity akan diproksikan dengan aset tetap.

Intensitas aset tetap adalah jumlah aset tetap yang dimiliki perusahaan

dibandingkan dengan total aset perusahaan. Seperti yang dijelaskan

Rodrigues dan Aris (dalam Ardyansyah dan Zulaikha, 2014) bahwa aset

tetap perusahaan memungkinkan perusahaan untuk mengurangi pajaknya

akibat dari penyusutan aset tetap setiap tahunnya, karena beban

penyusutan berpengaruh sebagai pengurang beban pajak.


27

Kepentingan manajemen adalah untuk mendapat konpensasi yang

diinginkan dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan, manajemen

akan memanfatkan penyusutan aset tetap untuk menekan beban pajak

perusahaan.

2.1.5. Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak adalah upaya tindakan perusahaan untuk

mengurangi atau meminimalisir beban pajak perusahaan. Pajak

merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada

masyarakat melalui pemerintah. Dana hasil pembayaran pajak akan

digunakan oleh pemerintah untuk melaksanakan tugas Negara di

berbagai sektor kehidupan untuk mencapai kesejahteraan umum

(Yoehana, 2013). Menurut Landolf (2006) penghindaran pajak

perusahaan merupakan salah satu tindakan yang tidak bertanggung jawab

sosial oleh perusahaan. karena perusahaan yang melakukan

penghindaran pajak dianggap tidak memberikan kontribusi kepada

pemnerintah dalam rangka upaya mencapai kesejahteraan umum.

Penghindaran pajak dalam penelitian ini diproksikan dengan

menggunakan effective tax rates (ETR). Effective tax rates adalah beban

pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Menurut Lanis dan Richardson

(2012) ETR digunakan sebagai proksi penghindaran pajak karena

beberapa alasan, diantaranya adalah ETR menjadi proksi yang sering

digunakan untuk mengukur penghindaran pajak dalam penelitian-

penelitian terdahulu seperti penelitian yang dilakukan oleh Mills et al.


28

(1998), Phillips (2003), Rego (2003), dan Dyreng et al. (2008).

Rendahnya ETR juga menjadi indikator pertanda dari aktivitas

pemghindaran pajak oleh perusahaan, sehingga penerimaan pajak dalam

negeri tidak optimal.

2.1.6 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan CSR dan Capital

Itensity terhadap penghindaran pajak di Indonesia. Salah satunya

dilakukan oleh Yoehana (2013) (2015), penelitian tersebut menggunakan

indikator pengungkapan CSR yang dibuat oleh Sembiring pada tahun

2005. Sementara penelitian ini menggunakan indikator pengungkapan

CSR terbaru yang dikeluarkan oleh GRI tahun 2011, sehingga

diharapkan indikator pengungkapan CSR dalam penelitian ini lebih

relevan dan lebih menggambarkan keadaan pada saat ini. Kerangka

pelaporan GRI mengandung isi yang bersifat umum dan sektor yang

spesifik yang dapat di aplikasikan secara umum dalam pelaporan kinerja

berkelanjutan sebuah organisasi (Sudana dan Arlindania, 2011).

Pajak merupakaan sumber pendanaan utama bagi Negara

Indonesia, sementara itu pajak merupakan salah satu bentuk tanggung

jawab sosial perusahaan kepada Negara, disisi lain pajak bagi

perusahaan merupakan biaya yang mengurangi keuntungan perusahaan.

Berikut ini daftar penelitian terdahulu, dicantumkan untuk mendukung

penelitian ini dan sebagai bukti bahwa peneliti tidak mlakukan

plagiatisme terhadap penelitian orang lain.


29

Tabel 2.2
Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Judul Penelitian Peneliti Variabel Hasil Penelitian


1. An examnation of Craig Variabel Memberikan bukti
the corporate social Deegan,Michael dependen: empiris bahwa
and environmental a Rankin and Pengungkapan keberadaan liputan
disclosures of BHP John Tobin CSR media
from 1983-1997. (2002) Variabel (unfavorable)
Atest of legitimacy Independen: Berhubungan
theory Liputan media positif dengan
(favorable dan CSR
unfavorable) pada
perusahaan
agresivitas pajak.
Menggunakan
analisis regresi
2. Corporate Social Watson (2012) Variabel Memberikan bukti
Responsibility, Tax dependen: empiris bahwa
Avoidance, and Tax agresivitas pajak CSRberpengaruh
Aggressiveness (ETR) negatif terhadap
Variabel agresivitas pajak.
independen:
CSR.
Menggunakan
analisis regresi
OLS
3. Corporate Social Tao Zeng (2012) Variabel Memberikan bukti
Responsibility and dependen: CSR empiris bahwa
Tax Aggressiveness Variabel perusahaan yang
independen: melakukan kegitan
agresivitas pajak agresivitas pajak
Menggunakan cenderung kurang
analisis regresi tertarik untuk
bertanggung jawab
melakukan CSR
30

No Judul Penelitian Peneliti Variabel Hasil Penelitian


4. Corporate Social Lanis dan Variabel Memberikan bukti
Responsibility and Richardson dependen: empiris bahwa
Tax (2012) agresivitas pajaksemakin tinggi
Aggressiveness: An (ETR) tingkat
Empirical Analysis Variabel pengungkapan
independen: CSR CSR suatu
perusahaan,
Menggunakan semakin rendah
analisis regresi tingkat agresivitas
Tobit pajak yang
dilakukan
5. Corporate Social Lanis dan Variabel Hasil empiris
Responsibility and Richardson dependen: CSR secara konsisten
Tax (2013) Variabel menunjukan
Aggressiveness:a independen: hubungan positif
test of legitimacy agresivitas pajak dan signifikan
theory Menggunakan agresivitas pajak
analisis regresi perusahaan dan
OLS pengungkapan
CSR yang
membenarkan teori
legitimasi dalam
konteks agresivitas
pajak.
6. Pengaruh Natasya Variabel Hasil penelitian
Agresifitas Pajak ElmaOctaviana dependen: CSR secara empiris
terhadap Corporate (2014) Variabel menunjukan
Responsibility : independen: bahwa agresivitas
untuk menguji teori agresivitas pajak pajak berpengaruh
legitimasi Menggunakan negatif terhadap
analisis regresi CSR.
OLS
(di kelolah oleh Penulis)

2.1 Kerangka Pemikiran

Perusahaan besar cenderung melakukan penghematan pajak sebagai

upaya untuk dapat membayar pajak seefisien mungkin, salah satunya

dengan tindakan penghindaran pajak. Pengungkapan CSR diperlukan

sebagai wujud timbal balik kepada masyarakat dari perusahaan dalam


31

menjalankan kegiatan operasionalnya yang tidak lepas dari lingkungan dan

dukungan masyarakat.

Berdasarkan fenomena yang ada dan jurnal penelitian sebelumnya,

penelitian ini menguji pengaruh CSR dan Capital Intensity terhadap

penghindaran. Grand theory penelitian ini adalah teori legitimasi. Penelitian

ini menggunakan variabel independen, variabel dependen dan variabel

kontrol. Variabel independen yang digunakan adalah Corporate Social

Responsibility dan Capital Intensity sedangkan variabel dependennya adalah

penghindaran pajak dengan menggunakan proksi Effective Tax Rates (ETR).

Keterkaitan antar variabel tersebut akan dinyatakan dalam kerangka

pemikiran sebagai berikut:


32

Fenomena :
1. Perusahaan manufaktur yang tidak menjalankan corporate social
responsibility dianggap tidak bertanggung jawab secara sosial terhadap
lingkungan.
2. Apakah dengan tidak menjalankan CSR dan Capital Intensity perusahaan
manufaktur berusaha untuk menghindar dari membayar pajak.
3. Adanya optimalisasi pemungutan pajak oleh pemerintah, menyebabkan
perusahaan menghindar membayar pajak agar memperoleh laba maksimal.

Perpajakan

lMiddle Theory Grand Theory


Stakeholder Theory Legitimacy Theory
(Grey et al 1994) (Grey et al 1996)
Pengaruh corporate social responsibility dan capital itensity terhadap

Corporate Social Responsibility and Tax Avoidance (Watson.2012)

Perusahaan Manufaktur D
E
D
Analisis Pengaruh Corporate Social Responsibility dan U
Capital K
Intensity Terhadap Penghindaran Pajak T
I
Variabel Independen Variabel Dependen F
H1
CSR
penghindaran pajak (Muzakki.2015)

H3 Penghindaran Pajak I
Capital Intensity N
D
H2 U
K
T
Metode Analisis Data Kuantitatif, Statistik Deskriptif, Uji Asumsi I
Klasik F

Uji Hipotesis: Regresi Linear Berganda, Koefisien Determinasi,


Statistik Uji F, Statistik Uji t

Interprestasi dan Kesimpulan


33

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Penghidaran

pajak.

Penghindaran pajak merupakan salah satu bentuk

ketidakadilan terhadap masyarakat sekitar lingkungan perusahaan

dan tidak mematuhi Peraturan Pemerintah dalam rangka

meningkatkan taraf hidup masyarakat. Dengan CSR diharapkan

perusahaan memberikan kontribusi nyata dan bertanggung jawab

sosial kepada lingkungan perusahaan.

Perusahaan bisa bertanggungjawab sosial kepada masyarakat

melalui pemerintah dengan cara membayar beban pajak sesuai

dengan ketentuan, dan juga tidak melakukan penghindaran pajak.

Karena dana pajak akan digunakan oleh pemerintah untuk

melaksanakan tugas Negara di berbagai sektor kehidupan untuk

mencapai kesejahteraan umum (Yoehana, 2013).

Menurut Landolf (2006) penghindaran pajak perusahaan

merupakan salah satu tindakan yang tidak bertanggung jawab

sosial oleh perusahaan. Oleh karena itu penghindaran pajak tidak

sesuai dengan prinsip CSR yang dilakukan perusahaan dalam

upaya untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat.

Penghindaran pajak dalam penelitian ini diproyeksikan

dengan menggunakan effective tax rates (ETR). Effective tax rates

adalah beban pajak dibagi dengan laba sebelum pajak. Menurut


34

Lanis dan Richardson (2012) ETR digunakan sebagai proksi

penghindaran pajak karena beberapa alasan, diantaranya adalah

ETR menjadi proksi yang sering digunakan untuk mengukur

penghindaran pajak dalam penelitian-penelitian terdahulu seperti

penelitian yang dilakukan oleh Mills et al. (1998), Phillips (2003),

Rego (2003), dan Dyreng et al. (2008). Rendahnya ETR juga

menjadi indikator pertanda dari aktivitas pemghindaran pajak

oleh perusahaan. Berdasrkan uraian diatas dan belum adanya arah

konsistensi yang jelas mengenai hubungan yang jelas mengenai

Corporate Social Responsibility terhadap Penghindaran Pajak.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1 : Diduga terdapat pengaruh Corporate Social

Responsibility terhadap penghindaran pajak.

2.3.2 Pengaruh Capital Intensity terhadap penghindaran Pajak

Capital Intensity adalah seberapa besar perusahaan

menginvestasikan asetnya dalam bentuk aset tetap dan persediaan,

dalam penelitian ini capital intensity akan diproksikan dengan aset

tetap. Intensitas aset tetap adalah jumlah aset tetap yang dimiliki

perusahaan dibandingkan dengan total aset perusahaan. Seperti

yang dijelaskan Rodrigues dan Aris (dalam Ardyansyah dan

Zulaikha, 2014) bahwa aset tetap perusahaan memungkinkan

perusahaan untuk mengurangi pajaknya akibat dari penyusutan aset


35

tetap setiap tahunnya, karena beban penyusutan berpengaruh

sebagai pengurang beban pajak.

Kepentingan manajemen adalah untuk mendapat konpensasi

yang diinginkan dengan cara meningkatkan kinerja perusahaan,

manajemen akan memanfatkan penyusutan aset tetap untuk

menekan beban pajak perusahaan.

Dalam penelitian yang terdahulu yang dilakukan oleh Muzzaki

(2015) maka hipotesisnya adalah :

H2 : Diduga terdapat pengaruh Capital Intensity terhadap

penghindaran pajak

2.3.3 Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Capital Intensity

terhadap penghindaran pajak.

Perusahaan-perusahaan besar mulai mencari cara untuk

meminimalkan beban pajak melalui tindakan agresif pajak.

Perusahaan yang agresif pajak akan cenderung mengungkapkan

informasi CSR lebih besar dikarenakan beban pajak perusahaan

yang seharusnya dikeluarkan dialihkan untuk beban CSR.

pengungkapan CSR diperlukan sebagai wujud timbal balik kepada

masyarakat yang mana, perusahaan dalam menjalankan kegiatan

operasionalnya tidak lepas dari lingkungan dan dukungan dari

masyarakat. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan legitimasi

positif dari masyarakat.


36

Perusahaan lebih dipandang positif menggunakan modal

sendiri dibandingkan dengan menggunakan hutang. Maka dari itu,

tingkat profitabilitas yang tinggi dipandang negatif bagi perusahaan

sendiri dan perusahaan berusaha mendapatkan pandangan positif

yaitu dengan cara mengungkapkan CSR. Menurut Belkaovi dan

Karpik (1989) keputusan untuk mengungkapkan informasi sosial

akan mengikuti suatu pengeluaran untuk pengungkapan yang

menurunkan pendapatan.

Penelitian ini menguji Pengaruh Corporate Social

Responsibility dan capital intensity terhadap penghindaran pajak.

penelitian ini menggunakan variabel independen corporate social

responsibility dan capital intensity, dan variabel dependen yaitu

penghindaran pajak.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H3: Diduga terdapat pengaruh corporate social responsibility

dan capital intensity terhadap penghindaran pajak.

Anda mungkin juga menyukai