Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Pajak merupakan sumber pendanaan bagi perekonomian indonesia.

Pemerintah menggunakan dana pajak untuk menjalankan program-programnya

dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pembangunan

infrastruktur, aset-aset publik, dan fasilitas umum lainnya. Dari perspektif sosial,

pembayaran pajak digunakan untuk membiayai fasilitas atau aset publik (Freise et

al., 2008 dalam Lanis dan Richardson, 2012). Hal ini dilakukan untuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pajak merupakan kewajiban

pembayaran oleh rakyat kepada pemerintah. Membayar pajak merupakan suatu

bentuk pengabdian dan dukungan terhadap pemerintah dalam menjalankan

pemerintahan.

Penghindaran menyebabkan negara merugi hingga puluhan hingga ratusan

miliar rupiah setiap tahunnya dalam pendapatan negara di sektor pajak.

Penerimaan disektor pajak merupakan penyumbang pendapatan terbesar untuk

negara. Pendapatan negara di sektor pajak dapat digunakan untuk pembangunan

sarana umum dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat.

Karena itu, pajak merupakan sumber pembangunan negara. Dengan berkurangnya

penerimaan negara di sektor pajak, maka pembangunan sarana umum seperti

sekolah, rumah sakit, maupun jalan raya dan sebagainya menjadi terhambat,

peningkatan pendidikan yang tidak merata, biaya kesehatan masyarakat yang

1
tidak terpenuhi, selain itu pemerintah akan kesulitan dalam membiayai

pengeluaran negara seperti gaji pegawai negri serta melunasi utang – utang

negara, selain itu pembangunan daerah menjadi tidak maksimal. Dalam hal ini

tidak hanya masyarakat saja yang harus peduli dan taat dalam membayar pajak,

akan tetapi perusahaan harus ikut serta dalam pembangunan negara khususnya

taat dalam perpajakan. Perusahaan seharusnya lebih banyak berkontribusi dalam

hal perpajakan karena banyak sumber penghasilan yang terutang pajak dan bukan

memperkecil pajak apalagi melanggar ketentuan perpajakan.

Penghindaran pajak atau tax avoidance adalah tindakan yang dilakukan secara

“legal” dengan memanfaatkan celah (loopholes) yang terdapat dalam peraturan

perpajakan yang ada untuk menghindari pembayaran pajak, atau melakukan

transaksi yang memiliki tujuan selain untuk menghindari pajal

(w.w.w.pajak.go.id). pajak memegang peranan yang sangat penting dalam

mendukung kemandirian financial suatu bangsa. Pajak akan menentukan kapasitas

anggaran negara dalam membiayai pengeluaran negara. Perusahaan dalam

melakukan pembayaran pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

adalah karateristik perusahaan. Asset tetap (Capital Intesity) sebagai salah satu

kekayaan perusahaan memiliki dampak mengurangi penghasilan perusahaan yang

dimana hampir semua asset tetap dapat mengalami penyusutan atau depresiasi

yang akan menjadi biaya bagi perusahaan itu sendiri.

Beberapa peneliti juga meneliti hubungan antara capital intensity terhadap tax

avoidance, diantaranya Noor, et al (2010) dan Adelina (2012) yang menyatakan

bahwa kepemilikan asset tetap berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Biaya

2
depresiasi merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan dalam

menghitung pajak, maka dengan semakin besar jumlah asset tetap yang dimiliki

oleh perusahaan maka akan semakin besar pula depresiasi nya sehingga

mengakibatkan jumlah penghasilan kena pajak dan tarif pajak efektifnya semakin

kecil (Hanum,2013).

Perusahaan yang memiliki kepemilikan intitusional yang tinggi akan semakin

agresif dalam meminimalisir pelaporan perpajakannya. Menurut Khan(2015),

menyatakan kepemilikan institusional yang merupakan kepemilikan yang berasal

dari pihak intitusi, bank, asuransi, dan perusahaan investasi lainnya akan memiliki

pengaruh yang sangat penting bagi perusahaan dalam memonitor kinerja

manajemen,karena kepemilikan intitusional akan mendorong peningkatan

pengawasan yang lebih optimal sehingga mempengaruhi perusahaan dalam

melakukan tindakan tax avoidance.

Risiko perusahaan merupakan volatilitas eraning, yang bisa diukur dengan

rumus deviasi standar. Dengan demikian dapat dimaknai dengan bahawa risiko

perusahaan (corporate risk) merupakan penyimpangan atau deviasi standar dari

earning baik penyimpangan itu bersifat kurang dari yang direncanakan (downside

risk) atau lebih dari yang direncanakan (upset potensial), semakin besar deviasi

standar earning perusahaan mengindikasikan semakin besar pula risiko

perusahaan yang ada. Tinggi rendahnya risiko perusahaan ini mengindikasikan

karakter eksekutif apakah termasuk risk taker atau risk averse (Paligovora,(2010).

3
Menurut Coles, Daniel, Naveen dan Lalitha (2004) menyatakan bahwa risiko

perusahaan (corporate risk) merupakan cermin dari policy yang diambil

pemimpin perusahaan. Policy yang diambil pimpinan perusahaan bisa

mengindiksikan apakah memiliki karakter risk taking dan risk averse. Semakin

tinggi corporate risk maka eksekutif semakin memiliki karakter risk taker,

demikian juga semakin rendah corporate risk maka eksekutif akan memiliki

karakter risk averse. Terkait dengan karakter eksekutif, Lewellen (2003)

menyebutkan bahwa karakter eksekutif yang risk taker lebih berani membuat

keputusan melakukan pembiayaan hutang, mereka memiliki informasi yang

lengkap tentang biaya dan manfaat hutang tersebut.

Penghindaran pajak bersifat unik karena dari sisi perusahaan sah untuk

dilakukan tetapi tidak selalu diinginkan dari sisi pemerintah (Maharani dan

Suardana, 2014. Kasus penghindaran pajak di Indonesia dilakukan oleh PT Bumi

Resources Tbk yang merupakan salah satu perusahaan keluarga di Indonesia.

Bahkan, diduga penghindaran pajak PT Bumi Resources dan anak usahanya yaitu

PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia mencapai 2,1 triliun, atas

kasus tersebut DJP telah menetapkan direktur keuangan PT Bumi Resources dan

direktur PT Kaltim Prima Coal sebagai tersangka pidana penggelapan pajak

(Tempo, 22 Maret 2010).

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti termotivasi untuk melakukan

penelitian ini. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui seberapa besar pengaruh

variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan hal tersebut

peneliti melakukan penelitian yang berjudul “ Pengaruh Capital Intesity,

4
Kepemilikan Istitusional, dan Risk Companies Terhadap Penghindaran

Pajak “

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah Capital Intecity berpengaruh terhadap penghindaran pajak ?

2. Apakah Kepemilikan Intitusional berpengaruh terhadap penghindaran

pajak ?

3. Apakah Risk Companies berpengaruh terhadap penghindaran pajak ?

4. Apakah Capital Intecity, Kepemilikan Intitusional, dan Risk Companies

berpengaruh terhadap penghindaran pajak ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh Capital Intecity terhadap penghindaran

pajak.

2. Untuk mengetahui pengaruh Kepemlikan Intitusional terhadap

penghindaran pajak.

3. Untuk mengetahui pengaruh Risk Companies terhadap penghindaran

pajak.

4. Untuk mengetahui pengaruh Capital Intecity, Kepemilikan Intitusional,

dan Risk Companies terhadap penghindaran pajak.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

1) Menambah wawasan dan pengetahuan khususnya mengenai

Capital Intecity, Kepemilikan Intituisonal, dan Risk

Companies.

5
2) Sebagai bahan referensi bagi peneliti, terutama peneliti yang

melakukan penelitian sejenis

3) Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai

perusahaan yang melakukan penghindaran pajak.

2. Manfaat Praktis

Penelitian diharapkan dapat mendorong pihak manajemen perusahaan

untuk tidak melakukan kecurngan dalam hal perpajakan..

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan dibuat dengan tujuan untuk memberikan gambaran
mengenai isi skripsi secara singkat, sehinga pembaca lebih mudah untuk
memahaminya. Penulis membuat outline dan sistematika penulisan dengan
membaginya dalam lima bab dan setiap bab terbagi atas sub bab, adapun
susunannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penelitian .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Dalam bab ini akan diuraikan secara singkat mengenai landasan
teori tentang .
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan diuraikan tentang secara singkat mengenai
jenis penelitian, metode penelitian, populasi dan sample, teknik
pengumpulan data, pengolahan dan analisis data yang akan di
gunakan dalam pengujian.
BABIV HASIL DAN PEMBAHASAN

6
Dalam bab ini berisi tentang gambaran umum objek penelitian
serta pemaparan data yang telah dikumpulkan dan beberapa analisa
untuk mengelola data tersebut sesuai dengan yang dibutuhkan
dalam pemecahan masalah, meliputi informasi penelitian, analisa
data dan pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan
rangkuman dari seluruh hasil pembahasan dan penelitian yang
dilakukan beserta saran atau masukan bagi perusahaan dan pihak-
pihak lain yang membutuhkan.

7
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan (Agency)

Dalam teori keagenan dinyatakan bahwa hubungan antara pihak pihak

pemberi wewenang (principal)dengan pihak yang diberikan wewenang (agen).

Menurut Anthony dan Govindrajan (2009) (dikutip dari Bachtiar, 2015) hubungan

keagenan terjadi ketika satu pihak (principal)memperkejakan pihak lain (agen)

untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan memberikan pihak lain tersebut

wewenang untuk mengambil keputusan. Dalam sebuah perusahaan prinsipal

adalah pemilik saham yang memberikan wewenang untuk mengambil keputusan

kepada manajer perusahaan selaku agen.

Manajer (agen) sebagai pihak yang diberi wewenang oleh pemilik saham

(principal) memiliki tanggung jawab untuk dapat menjalankan perusahaan dengan

sebaik mungkin sehingga dapat mencapai tujuan perusahaan dengan

menghasilkan tingkat return yang tinggi untuk pemilik saham. Namun, menurut

Anthony dan Govindrajan (2009) (dikutip dari Bachtiar, 2015), bahwa bedasarkan

teori keagenan setiap individu akan bertindak untuk kepentingan dirinya sendiri.

Manajer sebagai orang yang menjalankan perusahaan akan memiliki lebih banyak

8
informasi mengenai perusahaan dibandingkan informasi yang dimiliki oleh

pemilik saham. Terkadang penyebaran informasi yang ada antara informasi yang

dimiliki manajer dengan informasi yang dimiliki pemilik saham ini memunculkan

pemahaman yang berbeda, oleh karena itu terjadi perbedaan pendapat diantara

mereka. Dengan memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pemilik

saham akan mendorong manajer melakukan tindakan – tindakan yang bertujuan

untuk mengejar kepentingan manajer semata.

Perbedaan tujuan antara manajer dan pemilik saham akan memunculkan

masalah yang disebut dengan masalah keagenan (agency problem. Principal dapat

meminimalisir perbedaan kepentingannya dengan memberikan insentif yang tepat

untuk manajer dan juga melalui pengawasan yang dirancang untuk membatasi

kegiatan manajer yang menyimpang. Namun, untuk melakukan pengawasan

terhadap manajer diperlukan biaya yang disebut biaya keagenan (agency cost).

Jensen dan Meckling (1976) (dikutip dari Bachtiar, 2015), menyatakan bahwa

terdapat tiga kategori agency cost, yaitu :

1. Biaya pemantauan (monitoring cost), yaitu biaya yang dikeluarkan dengan

tujuan unuk mengawasi aktivitas yang dilakukan oleh manajer sehingga

dapat membatasi penyimpangan yang akan dilakukan oleh pihak

manajemen.

2. Kompensasi insentif (bonding cost), yaitu pengeluaran – pengeluaran

untuk pengendalian principal terhadap agen biaya agar kesempatan yang

diberikan kepada manajemen untuk membelanjakan sumber daya tidak

akan merugikan pemilik.

9
3. Biaya kerugian residual (residual cost), yaitu biaya yan timbul akibat

kondisi dimana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa

persetujuan pemegang saham. Pengorbanan karena hilangnya atau

berkurangnya kesempatan untuk memperoleh laba karena dibatasinya

kewenangan atau adanya perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen.

Tingkat pembayaran pajak yang dilakukan perusahaan dapat dipengaruhi

oleh agency problem. Manajer akan berupaya untuk membuat laba perusahaan

terlihat besar agar kinerja manajer dimata pemilik saham menjadi baik. Dengan

demikian, kompensasi yang diterima manajer atas kinerjanya juga akan

meningkat. Namun, dengan tingginya laba perusahaan akan membuat pajak yang

harus ditanggung perusahaan menjadi lebih besar. Hal ini tentu tidak diinginkan

o;eh para pemegang saham. Melihat kondisi tersebut dapat disimpulkan terdapat

perbedaan kepentingan antara kedua pihak, satu sisi manajer sebagai agen

menginginkan peningkatan kompensasi, sementara pemegang saham ingin

menekan biaya pajak.

2.1.2 Pengertian Pajak

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh

setiap orang maupun badan yang sifatnya memaksa namun tetap berdasarkan pada

Undang-Undang, dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan

untuk kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya (UU No.28 Tahun 2007

Pasal 1 Tentang Ketentuan Umum dan Perpajakan dalam seputar pengetahuan,

2015).

10
Menurut Prof.Dr,Rochmat Soemitro, S.H., pajak adalah iuran rakyat

kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :

11
1. Iuran dari rakyat kepada ke Negara.

Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang

(bukan barang).

2. Berdasarkan undang-undang.

Pajak dipungtu berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya

3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung

dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi individual oleh pemerintah.

4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaran-

pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

2.1.2.1 Subyek Pajak

Subyek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi

untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak

penghasilan. Undang-undang pajak di Indonesia mengatur pengenaan pajak

penghasilan terhadap subyek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima

atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subyek pajak akan dikenakan pajak

penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku. Jika subyek pajak telah memenuhi

kewajiban pajak secara subyektif maka disebut Wajib Pajak (Siti Resmi, 2011:75).

12
2.1.2.2 Obyek Pajak

Obyek Pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan atau

keadaan) yang dikenakan pajak. Obyek pajak penghasilan adalah pajak, yaitu

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib pajak,

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai

untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2.1.3 Fungsi Pajak

Terdapat 2 (dua) fungsi pajak yakni fungsi budgetair (sumber keuangan

negara) dan fungsi regulerend (mengatur) (Mardiasmo, 2011).

2.1.3.1 Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Artinya pajak merupakan salah satu sumber pemerintahan untuk

membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Upaya tersebut dapat

ditempuh dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi pemunguta pajak melalui

penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan, Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang mewah , Pajak Bumi dan

Bangunan dan lainnya. (Wiwied, 2016).

2.1.3.2 Fungsi Regulerrend (Megatur)

Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan

pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, dan mencapai kebijakan pemerintah

dalam bidang keuangan. Bebrapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur

adalah:

13
1. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak

Penjualan atas barang mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi jual

beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya pun

semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya,

pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk

mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah)

2. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan dimaksudkan kedalam

pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberika kontribusi

(membayar pajak) yang tinggipula sehingga terjadi pemerataan

pendapatan.

3. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak

Penjualan atas barang mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi jual

beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya pun

semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya,

pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk

mengkonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah)

4. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan dimaksudkan kedalam

pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberika kontribusi

(membayar pajak) yang tinggipula sehingga terjadi pemerataan

pendapatan.

2.14 Syarat-Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan dan perlawanan, maka

pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mardiasmo, 2011).

14
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, udang-undang dan

pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan

diantaranya mengenai pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan

dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksaannya,

yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan

keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada

majlis pertimbangan pajak.

2. Pemungutan pajak harus brdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia pajak diatur dalam Uud 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini

memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik negara

maupun warganya.

3. Tingkat menggangu perekonomian (Syarat Ekonomi)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi

maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan

sehingga lebih rendah dari pada hasil pungutannya.

5. Sistem pemungutan pajak arus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendrong

masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah

dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.

15
2.1.5 Peraturan Perpajakan di Indonesia

Sektor perpajakan menempatkan perusahaan sebagai salah satu wajib

pajak penyumbang terbesar dalam penerimaan negara. Undang-Undang mengatur

tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan disebutkan dalam undang

undang UU No 28 Tahun 2007 yag meruakan perubahan dari UU No. 16 Tahun

2000, UU No. 9 Tahun 1994.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakn (KUP) pasal 1 ayat 3, memaparkan bahwa merupakan

sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan yang melakukan usaha

atau tidak melakukan usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, BUMN, BUMD dengan nama dan dengan bentuk apapun,

firma,kongsi koperasi, persekutuan perkumpulan, yayasan, organisasi massa,

organisasi politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk lembaga lainnya,

termasuk kontrak investasi kolektif dan BUT.

Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 merupakan pembaharuan dari UU

No. 17 Tahun 2000, UU No. 10 Tahun 1994, UU No. 7 Tahun 1991 dan UU No.

7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan yang menjadi dasar pengenaan pajak

penghasilan badan adalah laba sbelum pajak setelah dikurangi Penghasilan Tidak

Kena Pajak (PTKP).

2.1.6 Penghindaran Pajak

16
Penghindaran pajak (tax avoidance) adalah suatu usaha pengurangan

secara legal yang dilakukan dengan cara memanfaatkan ketentuan-ketentuan di

bidang perpajakan secara optimal seperti, pengecualian dan pemotongan-

pemotongan yang diperkanankan maupun manfaat hal-hal yang belum diatur

dan kelemahan-kelemahan yang ada dalam peraturan perpajakanyang berlaku.

(Erly, 2011:21). Tujuan penghindaran pajak ialah untuk merekayasa usaha wajib

pajak agar beban pajak dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan

celah-celah peraturan perpajakan yang ada untuk memaksimalkan jumlah laba

setelah pajak, karena dalam hal ini pajak merupakan unsure pengurang laba. Oleh

karena itu, penghindaran pajak bukan merupakan pelanggaran atas perundang-

undangan perpajakan atau secara tidak etik di anggap salah dalam rangka usaha

wajib pajak untuk mengurangi, menghindari, meminimkan, atau meringankan

beban pajak yang dimungkinkan oleh undang-undang pajak.

Menurut Pohan (2016:23), mendefinisikan penghindaran pajak (tax

avoidance) sebagai upaya penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan

aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan,

dimana metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan

kelemahan-kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan

peraturan perpajakan itu sendiri, untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.

2.1.7Capital Intencity

Capital intensitydidefinisikan sebagai seberapa besar perusahaan

menginvestasikan kekayaannya pada aset tetap. Teori agensi menjelaskan adanya

17
perbedaan kepentingan antara pemilik sahamdan manajemen. Kepentingan

manajemen adalah untuk mendapatkan kompensasi yang diinginkan dengan

cara meningkatkan kinerja perusahaan. Manajemen dapat memanfaatkan biaya

penyusutan yang melekat pada aset tetap untuk menekan beban pajak perusahaan.

Manajer akan menginvestasikan dana menganggur perusahaan ke dalam bentuk

asset tetap, dengan tujuan memanfaatkan biaya depresiasinya sebagai pengurang

beban pajak. Sehingga kinerja perusahaan akan meningkat karena adanya

pengurangan beban pajak, dan kompensasi kinerja manajer yang diinginkan akan

tercapai.

Capital Intensitysebagai salah satu kekayaan perusahaan memilki dampak

yang dapat mengurangi penghasilan perusahaan yang dimana hampir semua asset

tetap dapat mengalami penyusutan atau depresiasi yang akan menjadi biaya bagi

perusahaan itu sendiri. Menurut Rodrigues dan Arias (2012) (dalam Wiguna dan

Jati, 2017) asset tetap yang dimiliki perusahaan memotong pajak akibat dari

penyusutan yang akan menjadi biaya penyusutan dalam laporan keuangan

perusahaan. Semakin besar biaya penyusutan, maka semakin kecil tingkat pajak

yang harus dibayarkan. Hal ini berdampak pada perusahaan dengan tingkat rasio

intensitas modal yang besar menunjukkan tingkat pajak efektif yang rendah,

dengan tingkat pajak efektif yang rendah mengindikasikan perusahaan melakukan

praktif penghindaran pajak.

2.1.8 Kepemilikan Intitusional

18
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang

mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembag(perusahaan asuransi, bank,

perusahaan investasi, assetmanagement dan kepemilikan institusi lainnya)

Djackman dan Machmud (2008) dalam Hanum dan Zulaikha (2013).

Perusahaan dalam rangka mengurangi masalah keagenan danuntuk

mencapai keuntungan bottom line performance yang lebih tinggi dan dapat

menjamin investasi berkelanjutan, maka pajak harus diturunkan melalui

perencanaan pajak aktif yang didorong oleh para pemilik institusional. Pemilik

institusional pada dasarnya mempunyai kendali yang cukup besar dalam

berlangsungnya kegiatan operasional perusahaan. Pada dasarnya setiap investor

ingin mendapatkan laba setinggi-tingginya sehingga akan menyebabkan

pembagian dividen yang cukup tinggi. Dalam pencapaian tersebut, terkadang

pemegang saham institusi yang merupakan pemegang saham mayoritas

mengorbankan kepentingan pemegang saham lainnya. Namun bagi manajemen,

laba yang tinggi ada pengaruhnya dengan jumlah pajak yang harus dibayakan

oleh perusahaan. Pemilik institusional sebagai pengawas yang berasal dari

eksternal dan mendorong manajemen perusahan dengan melakukanpengawasan

terhadap manajemen perusahaan agar dalam menghasilkan laba berdasarkan

aturan yang berlaku, karena pada dasarnya pemilik institusional lebih melihat

seberapa jauh manajemen taat kepada aturan dalam menghasilkan laba.

Struktur kepemilikan dapat di klasifikasikan menjadi blok kepemilikan

eksternal dan blok dalam suatu perusahaan mengimplikasikan adanya

pengorbanan dalam penggunaan sumber daya secara efisien

19
untukmemaksimumkan profit yang diperoleh, dimana kepemilikan dalam suatu

perusahaan akan tersebar untuk mengurangi insentif bagi manajer dan

memaksimumkan profit. Dalam penelitian terbaru, struktur kepemilikan

dihubungkan dengan kerangka legal. Pada negara yang perlindungan terhadapnya

lemah dan investor tidak memiliki perlindungan jika tidak mencapai pemusatan

kepemilikan sebagai pengganti dari perlindungan legal. Dengan demikian,

pemegang saham mayoritas dapat mengharapkan untuk memperoleh

pengembalian investasi mereka (laporta, 1998).

2.1.9Risk Comopanies

Risiko perusahaan merupakan volatilitas earning perusahaan, yang bisa

diukur dengan rumus deviasi standar. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa

risiko perusahaan (corporate risk) merupakan penyimpangan atau deviasi standar

dari earning baik penyimpangan itu bersifat kurang dari yang direncanakan

(downside risk) atau lebih dari yang direncanakan (upset potensial), semakin

besar deviasi standar earning perusahaan mengindikasikan semakin besar pula

risiko perusahaan yang ada. Tinggi rendahnya risiko perusahaan ini

mengindikasikan karakter eksekutif apakah termasuk risk taker atau risk averse

(Paligovora, 2010). Menurut Coles, Daniel, Naveen D, Naveen dan Lalitha

(2004) menyatakan bahwa risiko perusahaan (corporate risk) merupakan cermin

dari policy yang diambil oleh pemimpin perusahaan. Policy yang diambil

pimpinan perusahaan bisa mengindikasikan apakah mereka memiliki karakter risk

taking atau risk averse. Semakin tinggi corporate risk maka eksekutif semakin

memiliki karakter risk taker, demikian juga semakin rendah corporate risk

20
maka eksekutif akan memilikikarakter risk averse. Terkait dengan karakter

eksekutif, Lewellen (2003)menyebutkan bahwa karakter eksekutif yang risk taker

lebih berani membuat keputusan melakukan pembiayaan hutang, mereka

memiliki informasi yang lengkaptentang biaya dan manfaat hutang tersebut.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang masalah penghindaran pajak telah banyak dilakukan.

Dalam penelitian ini peneliti mengaitkan pengaruh capital intencity, kepemilikan

intitusional dan risk companies terhadap penghindaran pajak dengan

menggunakan sampel yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Sampel pada

penelitian ini menggunakan perusahaan sektor pertanian di Bursa Efek Indonesia

periode 2013-2017.

Berikut adalah ringkasan penelitian terdahulu yang membahas tentang

penghindaran pajak (tax avoidance).

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No Penelitian Judul Variabel Hasil Penelitian Perbedaan

Penelitian

1 Nyoman Budhi Pengaruh Variabel  corporate Peneliti

Setya Dharma Corporate bebas social terdahulu

dan Nanik Social Xi: Corporate responsibi menggunakan

21
Novarti (2017) Responsib Social lity dua variabel

ility, Responsibility berpengar bebas dan satu

Capital X2 : Capital uh negatif variabel terikat

Intencity,t Intencity terhadap studi penelitian

erhadap Variabel tax pada perusahaan

Tax Terikat avoidance manufaktur pada

Avoidance Y : Tax pada periode 2012-

Avoidance perusahaa 2015

n
peneliti terbaru
manufaktu
mengganti dan
r periode
menambah
2012-2015
varibael tersebut
 capital
dengan intesitas
intencity
modal dan resiko
berpengar
perusahaan studi
uh positif
penelitian pada
terhadap
perusahaan
tax
sektor pertanian
avoidance.
periode 2013-
Pada
2017
perusahaa

manufaktu

22
r 2012-

2015

2 I Made Agus Pengaruh Variabel  Dewan Peneliti

Riko Ariawan Dewan bebas Komisaris terdahulu

dan Putu Ery Komisaris Independe menggunakan


Xi : Dewan
Setiawan (2017) Independe n dan empat variabel
Komisaris
n,Kepemil Profitabilit bebas dan satu
Independen
ikan as variabel terikat
X2 :
Institusion berpengar studi penelitian
Kepemilikan
al, uh negatif pada perusahaan
Intitusional
Profitabilit terhadap sektor jasa di

as dan X3 : tax BEI periode

Leveraget Profitabilitas avoidance. 2012-2014

erhadap  Kepemilik
X4 : Leverage Penelitian
Tax an
terbaru
Avoidance Y : Tax Institusion
mengurangi satu
Avoidance
al dan
variabel dan
Leverage
mengganti dua
berpengar
variabel menjadi
uh
Intesitas modal
positifterh
dan Risk
adap tax
companies studi
avoidance.

23
penelitian pada

perusahaan

sektor pertanian

di BEI periode

2013-2017

3 Gusti Ayu Pengaruh Variabel  Insentif Peneliti

Pradnyanita Insentif bebas eksekutif, terdahulu

Dewi dan Maria Eksekutif, tidak menggunakan


Xi : Insentif
M. Ratna Sari Corporate memiliki tiga variabel
Eksekutif
(2015) Risk dan pengaruh bebas dan satu
X2 :
Corporate pada tax variabel terikat
Corporate
Governan avoidance. studi penelitian
Risk
ce  corporate perusahaan

terhadap X3 : risk manufaktur

tax Corporate berpengar yang terdaftar

avoidance Governance uh negatif di Bursa Efek

pada tax Indonesia (BEI)


Y : Tax
avoidance. tahun 2011-
Avoidance
2013 Penelitian

terbaru

mengganti dua

variabel menjadi

24
Intesitas modal

dan kepemilikan

insitituonal studi

penelitian pada

perusahaan

sektor pertanian

di BEI periode

2013-2017

4 Fitri Damayanti Pengaruh Variabel  Komite Peneliti

danTridahus Komite bebas audit, terdahulu

Susanto (2015) Audit, Kualitas menggunakan


Xi : Komite
Kualitas audit dan lima variabel
Audit
Audit, Kepemilik bebas dan satu
X2 : Kualitas
Kepemilik an variabel terikat
Audit
an institusion sampel sektor

Institusion X3 : al tidak
industri property
al, Risiko Kepemilikan berpengar
dan real estate
Perusahaa Institusional uh
yang terdaftar
n dan terhadap
X4 : Risiko di Bursa Efek
Return On tax
Perusahaan Indonesia (BEI)
Asset avoidance
periode 2010-

25
terhadap X5 : Return  risiko 2013.

tax On Asset perusahaa


Penelitian
avoidance n dan
Y : Tax terbaru
return on
Avoidance mengurangi dua
assets
varibael dan
berpengar
mengganti satu
uh
variabel menjadi
terhadap
Intensitas modal
tax
penelitian pada
avoidance.
perusahaan

sektor pertanian

di BEI periode

2013-2017

5 Monifa Yuliana Pengaruh Variabel  Corporate Peneliti

Dwi Sandra dan Corporate bebas SocialRes terdahulu

Achmad Syaiful Social ponsibility menggunakan


Xi : Corporate
Hidayat Anwar Responsib memiliki dua variabel
Social
(2018) ility dan pengaruh bebas dan satu
Responsibility
Capital negatif variabel terikat
X2 : Capital
Intensity yang studi penelitian
Intensity
tehadap signifikan pada perusahaan

26
penghinda Y : Tax terhadap pertambangan

ran pajak Avoidance penghinda yang terdaftar

ran pajak di Bursa Efek

 Capital Indonesia (BEI)

Intensity periode 2015-

memiliki 2017

pengaruh
Penelitian
positif
terbaru
terhadap
menambahkan
penghinda
dua varibael dan
ran
mengganti satu

variabel menjadi

kepemilikan

intitusional studi

penelitian pada

perusahaan

sektor pertanian

di BEI periode

2013-2017

6 I Made Surya Pengaruh Variabel  Leverage Peneliti

Darma dan I Leverage, dan terdahulu

27
Putu Agus Intensitas bebas intensitas menggunakan

Ardiana (2015) Asset aset tetap empat variabel


Xi : Leverage
Tetap, berpengar bebas dan satu
X2 : Intensitas
Ukuran uh negatif variabel terikat
Asset Tetap
Perusahaa terhadap studi penelitian
X3 : Ukuran
n, dan tax pada perusahaan
perusahaan
Koneksi avoidance manufaktur yang

Politik X4 : Koneksi  Ukuran terdaftar di

terhadap politik Perusahaa Bursa Efek

tax n Indonesia (BEI)


Y : Tax
avoidance berpengar periode 2012-
Avoidance
uh positif 2014

terhadap
Penelitian
tax
terbaru
avoidance.
mengurangi satu
Sementara
varibael dan
koneksi
mengganti dua
politik
variabel menjadi
tidak
kepemilikan
berpengar
intitusional , dan
uh
risiko
terhadap
perusahaan, studi
tindakan

28
tax penelitian pada

avoidance. perusahaan

sektor pertanian

di BEI periode

2013-2017

2.3 Kerangka Pemikiran

Sugiyono (2015) menjelaskan kerangka pemikiran merupakan sintesa

tentang hubungan antara variabel yang disusun dibagian teori yang telah

dideskripsikan. Berdasarkan teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut

selanjutnya dianalisa secara kritis dan sistematis,sehingga menghasilkan sintese

tentang hubungan atar variabel yang diteliti.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini secara garis besar dapat dijabarkan

sebagai berikut. Penulis melakukan peelitian tentang Pengaruh Capital

Intencity,Kepemelikan Intitusionaldan Risk Companies terhadap Penghindaran

Pajak pada perusahaan sektor pertanian yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Dalam penelitian ini penulis mengambil variabel Capital Intencity sebagai

variabel bebas (𝑋1), Kepemilikan Institusional sebagai variabel bebas (𝑋2), Risk

Companies sebagai variabel bebas (𝑋3 ), dan Penghindaran Pajak sebagai (𝑌1 ),

yang kemudian penulis akan melakukan penelitian sejauh mana

29
pengaruhIntensitas Modal, Kepemilikan Intitusional dan Risiko Perusahaan

terhadap Penghindaran Pajak.

Kerangka pemikiran tersebut selanjutnya perlu dinyatakan dalam bentuk

diagram penelitian, sehingga pihak lain dapat memahami kerangka berfikir yang

dikemukakan dalm penelitian. Adapun kerangka berfikir dalam penelitian ini

dapat dirumuskan dalam bentuk sebagai berikut :

Gambar 2.2

Kerangka pemikiran

Intensitas Modal

(X1)

Penghindaran
Kepemilikan Intitusional pajak

(X2) (Y)

Risiko Perusahaan

(X3)

2.4 Hipotesis

Sugiyono (2013:99) menyatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban

sementara terhadap perumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena

jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum

30
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan

masalah penelitian, belum jawaban yang empiris. Hipotesis selalu mengambil

bentuk kalimat pernyataan dan menghubungkan secara umum maupun khusus

antara variabel yang satu dengan variabel lainnya. Pernyataan yang masih lemah

perlu diuji apakah hipotesis dapat diterima atau tidak.

2.4.1Pengaruh Intensitas Modal terhadap Penghindaran Pajak

Capital Intensity didefinisikan sebagai seberapa besar perusahaan

mengivestasikan kekayaannya pada asset tetap. Teori agensi menjelaskan adanya

perbedaan kepentingan antara pemilik saham dan manajemen. Kepentingan

manajemen adalah untuk mendapatkan kompensasi yang diinginkan dengan cara

meningkatkan kinerja perusahaan. Manajemen dapat memanfaatkan biaya

penyusutan yang melekat pada asset tetap untuk menekan beban pajak

perusahaan. Manajer akan mengivestasikan dana menganggur perusahaan

kedalam bentuk asset tetap, dengan tujuan memanfaatkan biaya depresiasinya

sebagai pengurang beban pajak. Sehingga kinerja perusahaan akan meningkat

karena adanya pengurang beban pajak, dan kompensasi kinerja manajer yang

diinginkan akan tercapai.

Liu dan Cao (2007) menyebutkan bahwa metode penyusutan asset

didorong oleh hokum pajak, sehingga biaya penyusutan dapat dikurangi pada

laba sebelum pajak. Hal tersebut berarti semakin besar proporsi aktiva tetap dan

biaya penyusutannya, perusahaan akan mempeunyai nilai ETR yang rendah

31
sehingga mengindikasikan tingkat penghindaran pajak perusahaan meningkat.

Lebih lanjut, Richardson dan Lanis (2007), Putri dan Lautania (2016)

menjelaskan bahwa semakin tinggi capital intensity ratio yang dimiliki

perusahaan maka memilikiETR yang rendah, yang mengidikasikan tingkat

penghindaran pajak yang makin tinggi. Berdasarkan uraian diatas maka, hipotesis

pertama dalam penelitian, yakni: H1 : Capital Intensity berpengaruh positif

terhadap penghindaran pajak.

2.4.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Penghindaran Pajak

Investor Institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang


mayoritas dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank,
perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan instusi lain) Djakman
dan Machmud (2008). Investorinstitusional pada dasarnya mempunyai kendali
yang cukup besar dalam berlangsungnyakegiatan operasional perusahaan.
Pada dasarnya setiap investor ingin mendapatkan labasetinggi-tingginya
sehingga akan menyebabkan pembagian deviden yang cukup tinggi.

Dalam pencapaian tersebut terkadang pemegang saham institusi yang


merupakanpemegang saham mayoritas mengorbankan kepentingan pemegang
saham lainnya. Namunbagi manajemen, laba yang tinggi ada pengaruhnyaa
dengan jumlah pajak yang harusdibayarkan oleh perusahaan. Investor
institusional sebagai pengawas yang berasal darieksternal akan mendorong
manajemen perusahaan dengan melakukan pengawasanterhadap manajemen
perusahaan agar dalam menghasilkan laba berdasarkan aturan yangberlaku,
karena pada dasarnya investor institusional lebih melihat seberapa
jauhmanajemen taat kepada aturan dalam menghasilkan laba (Hanum dan
Zulaikha, 2013).

H2 : Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadapTax Avoidence

2.4.3 Risk Companies terhadap Penghindaran Pajak

Risiko Perusahaan mencerminkan penyimpangan atau deviasi standar dari


earning baik penyimpangan itu bersifat kurang dari yang direncanakan atau
mungkin lebih dari yang direncanakan, semakin besar deviasi earning perusahaan

32
mengidentifikasikan semakin besar pula risiko perusahaan yang ada (Budiman
dan Setiyono, 2012). Oleh Paligrova (2010) untuk mengukur risiko perusahaan ini
dihitung melalui deviasi standar dari EBITDA (Earning Before IncomeTax,
Depreciation, Amortization) dibagi dengan total aset perusahaan. Besar
kecilnya risiko perusahaan mencerminkan apakah eksekutif perusahaan
termasuk dalam kategori risk taking atau risk averse, semakin besar risiko
perusahaan menunjukan eksekutif perusahaan tersebut adalah risk taking,
sebaliknya semakin kecil risiko perusahaan menunjukan eksekutif perusahaan
tersebut adalah risk averse.

H3 : Risk Companies berpengaruh terhadapTax Avoidence

2.4.4Pengaruh Capital Intensity,dan Kepemilikan Intitusional, dan Risk

Companies terhadap Penghindaran Pajak

Capital Intensity adalah seberapa besar perusahaan menginvestasikan


asetnya dalam bentuk aset tetap dan persediaan. Dalam penelitian ini capital
intensity akan diproksikan dengan intensitas aset tetap. Intensitas aset tetap adalah
jumlah aset tetap yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total aset
perusahaan. Seperti yang dijelaskan Rodriguez dan Arias (dalam Ardyansah dan
Zulaikha, 2014) bahwa aset tetap perusahaan memungkinkan perusahaan untuk
mengurangi pajaknya akibat dari penyusutan yang muncul dari aset tetap setiap
tahunnya. Karena beban penyusutan berpengaruh sebagai pengurang beban pajak.

Kepemilikan Institusional adalah kepemilikan saham yang dimilki oleh


pemerintah, perusahaan asuransi, investor luar negeri, atau bank,
kecualikepemilikan individual investor (Dewi dan Jati, 2014). Dalam
penelitian Shleifer dan Vishney (1986) dalam Annisa dan Lulus (2012)
menyatakan bahwa pemilik institusional memainkan peran yang penting
dalam memantau, mendisiplinkan, dan mempengaruhi manajer. Mereka
berpendapat bahwa seharusnya pemilik institusional berdasarkan besar dan
hak suara yang dimiliki, dapat memaksa manajer untuk berfokus pada
kinerja ekonomi dan menghindari peluang untuk berperilaku
mementingkan diri sendiri. Adanya tanggung jawab perusahaan kepada
fidusia, maka pemilik institusional memiliki insentif untuk memastikan
bahwa manajemen perusahaan membuat keputusan yang akan
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham. Kepemilikan institusional
diukur dengan proporsi saham yang dimiliki institusi pada akhir tahun yang
dinyatakan dalam presentase.

33
Risiko perusahaan mencerminkan penyimpangan atau deviasistandar dari
earning baik penyimpangan itu bersifat kurang dari yang direncanakan atau
mungkin lebih dari yang direncanakan, semakin besar deviasi earning perusahaan
mengidentifikasikan semakin besar pula risiko perusahaanyang ada (Budiman dan
Setiyono, 2012).

H5 : Diduga terdapa pengaruh Capital Intensity, Kepemilikan Insititusional dan


Risk Companies terhadap Tax Avoidance

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, data yang digunakan

adalah data Sekunder. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak

langsung melalui media perantara (diperoleh, dikumpulkan, dan diolah oleh pihak

lain). Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa Laporan Keuangan

Perusahaan Sektor Pertanian yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

tahun 2013-2017. Sumber data laporan keuangan yang telah diaudit tahun 2013-

2017 diperoleh dari www.idx.co.id.

3.2 Tempat Penelitian

Penelitian skripsiini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang

beralamat di Menara 1 Jln. Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta Selatan, 12190,

Indonesia Nomor Telepon : 021 5150515, Fax 021 5150330.

3.3 Variabel dan Pengukuran

Menurut Sugiyono (2013:93) variabel penelitian adalah segala sesuatu

yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga

34
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam

penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu variabel terikan(dependent variabel),

variabel bebas(independent variabel). Dimana variabel terikatnya yaitu

PenghindaranPajak, variable bebas yaituIntensitas Modal (X1) Kepemilikan

Institusional (X2), dan Risk Companies (X3)

3.3.1 Variabel Dependen

Menurut Sugiyono (2013:64) variabel dependen sering disebut variabel output,

kriteria, konsekuen. Dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel

terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi akibat, karna adanya variabel bebas.

3.3.1.1 Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak dalam penelitian ini diproksikan menggunakan rasio

effective tax rates (ETR). Rasio ETR diukur dengan perhitungan sebagai berikut:

Beban Pajak Penghasilan


ETR =
Pendapatan Sebelum Pajak

ETR menjelaskan persentase atau rasio antara beban pajak penghasilan

perusahaan yang harus dibayarkan kepada pemerintah dari total pendapatan

perusahaan sebelum pajak.

3.3.2 Variabel Independen

Menurut Sugiyono (2013:64) Variabel independen sering disebut sebagai

variabel stimulus, prediktor, antecedent. Dalam bahasa indonesia sering disebut

35
variabel bebas. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang

menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat).

3.3.2.1 Intesitas Modal

Capital intensity ratio menjelaskan seberapa besar perusahaan melakukan

investasi pada aktiva. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rodriguez dan Arias

(2012) variabel ini diukur menggunakan rasio antara aktiva tetap dibagi total aset

yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝


𝐶𝐼 = 𝑋 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡

3.3.2.2 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang

dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi,bank, perusahaan

investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional

memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya

kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang

lebih optimal. Kepemilikan institusional akan dilambangkan dengan INST.

Menurut Khurana (2009), kepemilikan institusional dapat diukur dengan

menggunakan rasio sebagai berikut.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑖𝑛𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙


𝐼𝑁𝑆𝑇 = 𝑋 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟

3.3.2.3 Risiko Perusahaan

36
Risiko Perusahaan mencerminkan penyimpangan atau deviasi standar

dari earning baik penyimpangan itu bersifat kurang dari yang direncanakan

ataumungkin lebih dari yang direncanakan, semakin besar deviasi earning

perusahaan mengidentifikasikan semakin besar pula risiko perusahaan yang ada

(Budiman dan Setiyono, 2012). Dalam pengukuran risk companies hanya

terdapat satu proksi yaitu dengan menggunakan EBITDA ( Earning Before

Income Tax, Depreciation, Amortization ). Maka penelitian ini diproksikan

menggunakan EBITDA, dikarenakan untuk mengetahui besar kecilnya risiko

perusahaan mencerminkan apakah eksekutif perusahaan termasuk dalam kategori

risk taking atau risk averse semakin besar risiko perusahaan menunjukan eksekutif

perusahaan tersebut adalah risk taking, sebaliknya semakin kecil risiko

perusahaan menunjukan eksekutif perusahaan tersebut adalah risk averse. Adapun

rumus untuk menghitung EBITDA( Earning Before Income Tax, Depreciation,

Amortization ) adalah sebagai berikut :

𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥, 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛, 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛


𝐸𝐵𝐼𝑇𝐷𝐴 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛

Keterangan :

EBITDA = Laba Sebelum Bunga, Pajak, Depresiasi,Amortisasi


Total Asset Perusahaan = Penjumlahan dari Aset Lancar dan Aset Tetap yang
Merupakan Harta Perusahaan secara Keseluruhan

Tabel 3.1

Pengukuran Variabel

37
No Variabel Indikator Skala

Pengukuran

1 Penghindaran 𝑩𝒆𝒃𝒂𝒏 𝑷𝒂𝒋𝒂𝒌 𝑷𝒆𝒏𝒈𝒉𝒂𝒔𝒊𝒍𝒂𝒏 Skala rasio


𝑬𝑻𝑹 =
𝑷𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒕𝒂𝒏 𝑺𝒆𝒃𝒆𝒍𝒖𝒎 𝑷𝒂𝒋𝒂𝒌
Pajak

2 Intensitas 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝 Skala rasio


𝐶𝐼 = 𝑋 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑒𝑡
Modal

3 Kepemilikan 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑖𝑛𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 Skala rasio


𝐼𝑁𝑆𝑇 = 𝑋 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟
Intitusional

4 Risk 𝐸𝐵𝐼𝑇𝐷𝐴 Skala rasio

Companies 𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝐵𝑒𝑓𝑜𝑟𝑒 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑇𝑎𝑥, 𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛, 𝐴𝑚𝑜𝑟𝑡𝑖𝑧𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛


=
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑒𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎ℎ𝑎𝑎𝑛

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang mempunyaikualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untukdipelajari dan kemudian di tarik kesimpulan. (Sugiyono, 2013:119). Jadi

populasi bukan hanya orang,tetapi juga objekdari benda-benda alam yang lain.

Populasi juga bukan sekedar jumlahyang ada pada objek atau subjek yang

38
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimilikioleh subjek

atau objek itu.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2013:120).Sampel yang digunakan dalam penelitian

ini adalah purposive sampling. Teknik purposive sampling menurut Sugiyono

(2013: 126), “Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”. Sampel

dipilih berdasarkan kesesuaian karakteristik dengan kriteria sampel yang

ditentuakan agar tidak terjadi bias dalam hasil penelitian ini karena variabel yang

diteliti berkaitan dengan data-data keuangan.

Adapun sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan sub sektor properti

jasa kontruksi dan bangunan yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

1. PerusahaanSektor Pertanian yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

pada Tahun 2013-2017.

2. Perusahaan Sektor Pertanian yang tidak delisting atau keluar dari Bursa

Efek Indonesia (BEI) selama periode tahun 2013-2017

3. Laporan keuangan dinyatakan dalam rupiah

4. Memiliki data lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan

dalam penelitian.

39
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mangumpukan, menyusun dan menganalisis data serta informasi yang

didapat sesuai dengan masalah, maka penulis melakukan penelitian dengan teknk

pengumpulan data sebagai berikut.

3.5.1 Metode Penelitian Kepustakaan

Penelitian memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang

diteliti melalui buku, jurnal, skripsi, tesis, internet, dan perangkat lain yang

berkaitan dengan judulpenelitian.

3.5.2 Metode Dokumentasi

Yaitu mengumpulkan data dengan cara mencatat dokumen yang

berhubungan dengan penelitian in. Pencatatan data yang berhubungan dengan

variabel yang diteliti yang didapat dari www.idx.co.id .

3.6 Metode Analisis Data

Menurut Sugiyono (2013:199) mengemukakan bawa analisis data

merupakan kegiatan setelah data dari perusahaan terkumpul. Adapun metode

analisis data menggunakan data kuantitatif dengan perhitungan angka-angka yang

digunakan untuk mengambil keputusan guna memcahkan suatu masalah.

Sedangkan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini dengan

menggunakan regresi berganda (Multiple Regression).

Untuk mencapai hasil yang baik regresi masyarakat uji asumsi klasik, maka

sebelum melakukan uji regresibeganda penelitian ini akan melakukan pengujian

40
asumsi klasik dan regresi berganda dalam peelitian ini menggunakan program

SPSS Versi 20.0.

3.6.1 Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah untuk memberikan gambaran atau

deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi,

varian, maksimum, minimum (Ghozali, 2012). Analisis statistik deskriptif

dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan karakteristik data dari sampel

yang digungakan.

3.6.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi yang

dipakai baik atau tidak. Terdapat 4 cara untuk melakukan uji asumsi klasik, yaitu

uji multikolonieritas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas.

3.6.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,

variabel pengganggu atau residual terdistribusi normal (Ghozali, 2012). Apabila

nilai residual tidak terdistribusi normal maka uji statistik menjadi tidak valid

untuk sampel kecil.Penelitian ini melakukan uji normalitas dengan melakukan uji

statistik. Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai signifikansi

Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S ini dilakukan dengan melihat nilai

probabilitasnya, dengan ketentuan jika nilai probabilitasnya ≥ 0,05 maka residual

terdistribusi normal. Sementara jika nilai probabilitasnya ≤ 0,05 maka residual

terdistribusi tidak normal.

41
3.6.2.2 Uji Multikolenearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah terdapat hubungan

antar variabel independen dalam model regresi (Ghozali, 2012). Karena model

regresi yang baik adalah yang tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas di dalam regresi penelitian ini

adalah dengan cara sebagai berikut:

1. Matriks korelasi variabel-variabel independen.

Jika antar variabel independen terdapat korelasi yang cukup tinggi (diatas

0,95), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas (Ghozali,

2012).

2. Nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF).

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen yang dijelaskan

oleh variabel independen lainnya. Cutoff yang umum digunakan untuk

menunjukan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance ≤ 0,10 atau

nilai VIF ≥ 10 (Ghozali, 2012).

3.6.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang

lain (Ghozali, 2012). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Regresi yang baik adalah yang tidak heteroskedastisitas atau

homoskedastisitas.

42
Heterokedastisitas dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan metode

Scatterplot. Ada atau tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat

ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara studentized residual

(SPRESID) dan standardized predicted value (ZPRED) dimana sumbu Y adalah Y

yang diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya). Jika

ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola teratur

(bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah

terjadiheterokedastisitas. Jika pola menyebar di atas dan dibawah angka 0 maka

tidak terjadi heterokedastisitas.

3.6.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi

antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu

periode sebelumnya. Cara mudah untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi

dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson (Ghozali, 2013:110). Jika angka

Durbin Watson (DW) diantara -2 sampai +2, berarti tidak terdapat autokorelasi.

Tabel 3.2

Hasil Uji Autokorelasi

N Durbin Watson

69 1.512

Sumber : Data Olahan, 2018

43
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa nilai Durbin Watson yang

diperoleh adalah sebesar 1.512 yang berarti nilai tersebut berada dalam

kisaran antara -2 sampai +2, sehingga dapat disimpulkan bahwa model

regresi ini tidak terjadi autokorelasi antar sesama variabel independen.

3.6.3 Metode Regresi

Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah rgresi berganda

(multiple regretion). Secara umum model regresi dapat ditulis sebagai berikut:

Y = a + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e


Keterangan:

Y : Penghindaran Pajak

a : Konstanta

β : Koefisien Variabel

X1 : Capital Intencity

X2 : Kepemilikan Intitusional

X3 : Risk Companies

e : Error

3.6.4 Pengujian hipotesis

Metode analisis data yang digunaakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan metode regresi berganda (multiple regretion). Metode regresi

berganda menghubungkan satu variabel dependen dengan beberapa variabel

independen dalam satu model prediktif tunggal. Untuk menguji signifikasi dari

suatu hipotesis perlu menggunakan uji t, uji f, koefisien determinasi.

44
3.6.4.1 Uji Regresi Parsial (Uji t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2012). Adapun penerimaan atau penolakan hipotesis dalam

uji t berdasarkan pada kriteria berikut:

1. Jika nilai signifikasi ≤ 0,05 berarti variabel independen secara individual

berpengaruh terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 berarti variabel independen secara individual

tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.6.4.2 Uji Regresi Secara Bersama-sama (Uji f)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2012). Uji

signifikansi F dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 dengan

kriteria penolakan atau penerimaan hipotesis sebagai berikut:

1. Jika nilai signifikasi ≤ 0,05 berarti semua variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

2. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 berarti semua variabel independen secara

bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.6.4.3 Uji Koefisien Determinasi (𝑹𝟐 )

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

45
determinasi adalah nol dan satu. Nilai (R2) yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat

terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi

variabel dependen (Ghozali, 2012). Penelitian ini menggunakan adjusted R2

karena lebih tepat untuk mengukur seberapa jauh variabel dependen diterangkan

oleh variabel –variabel independen.

DAFTAR PUSAKA

46

Anda mungkin juga menyukai