Anda di halaman 1dari 24

MINI RISET

FISIKA SMA BERORIENTASI LABORATORIUM


“Pengembangan Lkpd Berbasis Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan
Aktivitas Belajar Peserta Didik Pada Pokok Bahasan Fluida Statis Kelas XI Sma N 2 percut
Sei Tuan”
Dosen Pengampu :Drs. Juru Bahasa Sinuraya, M.Pd.

OLEH:
FINA AULIA RITONGA (4173321019)

FISIKA DIK B 2017


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Fisika SMA Berorientasi
Laboratorium yang berjudul “Mini Riset” saya berterima kasih kepada dosen pengampu atas
bimbingannya
Saya juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kesalahan dan kekurangan oleh
karena itu saya meminta maaf jika memiliki kesalahan dalam penulisan dan saya juga
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaa tugas ini.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat buat kita semua.

Medan, 27 November 2019

Fina Aulia Ritonga


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh masyarakat, bangsa dan
Negara. Berdasarkan pengertian dari sistem pendidikan terdapat hal yang sangat penting,
akhir dari proses pendidikan adalah peserta didik memiliki kemampuan kompetensi yang
dikembangkan selama peoses pembelajaran untuk memili kecapakan intelektual dan
keterampilan.
Kurikulum 2013 betujuan mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif,
inovatif dan efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara dan peradaban dunia. Oleh sebab itu, kurikulum 2013 dikembangkan dengan
landasan filosofis yang memberikan dasar bagi pengembangan seluruh potensi peserta didik
menjadi manusia Indonesia yang yang berkualitas yang tercantum dalam tujuan pendidikan.
Salah satu masalah yang dihadapi didalam dunia pendidikan adalah kurangnya
ketersedian bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013 dan bahan ajar kurang
memberikan kontribusi berupa motivasi belajar pada peserta didik. Bahan ajar yang tersedia
di sekolah- sekolah masih meupakan sekumpulan bahan ajar yang berisikan kumpulan
materi- materi padat dan rumusan-rumusan panjang sehingga menjemukan bagi siswa dan
tidak mendorong /memotivasi siswa dalam belajar.
Untuk menunjang proses pembelajaran, siswa seharusnya dilengkapi dengan bahan
ajar yang sesuai dengan kurikulum, namun dalam pelaksanaannya, banyak sekolah-sekolah
dengan kurikulum 2013 yang belum memiliki dan menerapkan bahan ajar yang sesua dengan
tuntunan kurikulum. Bahan ajar yang digunakan hanya bahan ajar biasa yang materinya
pelajaran secara umum, belum menerapkan langkah-langkah pembelajaran saintifik yang
mampu mengembangkan partisipasi siswa dalam pembelajaran dalam kegiatan belajar-
mengajar.
Salah satu bahan ajar yang dapat kita gunakan adalah LKS. Lembar kerja siswa (LKS)
merupakan salah satu jenis bahan ajar. LKS adalah lembaran – lembaran berisi tugas yang
harus dikerjakan oleh peserta didik. LKS biasanya berupa petunjuk, langkah-langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas. Tugas yang diperintahkan dalam LKS harus jelas kompetensi
dasar yang akan dicapai dan dapat dikembangkan untuk semua mata pelajaran.
LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi
materi, ringkasan dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus
dikerjakan oleh peserta didik, yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai. Dari
penjelasan ini dapat kita pahami bahwa LKS adalah lembaran berisi sarana yang dirancang
untuk membimbing peserta didik dalam suatu pembelajaran, dengan mengacu pada
kompetensi dasar yang harus dicapai. LKS dalam Kurikulum 2013 dikenal dengan LKPD
karena kata “siswa” digantikan dengan kata “peserta didik”.
Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mendukung LKPD dalam penelitian
adalah model pembelajaran problem based learning. Hal ini dikarenakan pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berfikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini juga mengacu pada model
pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdasarkan proyek (proyek-based
instruction)”, “belajar autentik (authentic learning)” dan “pembelajaran bermakna (anchored
instruction)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa pokok permasalahan,
yaitu:
1. Apakah Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis representasi ganda yang
dikembangkan layak digunakan untuk meningkatkan minat dan hasil belajar peserta
didik pada materi usaha dan energi?
2. Berapakah besar peningkatan minat belajar peserta didik pada materi usaha dan energi
setelah menggunakan LKPD fisika bebasis model PBL?
1.3 Tujuan Pengembangan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pengembangan ini adalah:
1. Menghasilkan LKPD fisika berbasis model PBL yang layak digunakan untuk
pembelajaran fisika pokok bahasan fluida statis peserta didik SMA
2. Untuk mengetahui besar peningkatan minat belajar peserta didik pada materi fluida
statis setelah menggunakan LKPD fisika bebasis model PBL.
BAB II
TINJAUAN TEORITIK
2.1 Kajian Teori
1. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
LKPD merupakan lembar kerja berisi tugas yang dikerjakan oleh peserta didik, berisi
petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas berupa teori ataupun praktik.
LKPD dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kreatif peserta didik yang
melibatkan aktivitas olah tangan seperti penyelidikan dan aktivitas berpikir seperti
menganalisis data hasil penyelidikan.
Dikutip dari Siti Nur Hasanah, berdasarkan Permendiknas, LKPD merupakan
lembaran-lembaran berisi tugas yang dikerjakan oleh peserta didik, berisi petunjuk, langkah-
langkah untuk menyelesaikan suatu tugas berupa teori ataupun praktik. LKPD dapat
digunakan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik, sebab di dalamnya
memuat kegiatan yang melibatkan aktivitas olah tangan (hands on) seperti penyelidikan dan
aktivitas olah pikir (minds on) seperti menganalisis data hasil penyelidikan.
Praktek penggunaan LKPD atau yang lebih umum dikenal dengan nama LKS di
lapangan (yang digunakan guru) merupakan kumpulan, materi, contoh soal, dan soal latihan.
Tidak sedikit guru yang menggunakan lembar kerja/LKPD ini sebagai bagian penting dalam
pengelolaan pembelajaran.
Sementara itu dikutip dari Benedikta Ango, Dhari dan Haryono berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan LKPD adalah lembaran yang berisi pedoman bagi peserta didik untuk
melakukan kegiatan yang terprogram. Setiap LKPD berisikan antara lain: uraian singkat
materi, tujuan kegiatan, alat atau bahan yang diperlukan dalam kegiatan, langkah kerja,
pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan, dan kesimpulan hasil diskusi.4 LKPD merupakan
salah satu bahan ajar yang digunakan sebagai panduan untuk melakukan kegiatan
penyelidikan atau pemecahan masalah.
Menurut Widjajanti yang dikutip dari Artina Diniaty, LKPD mempunyai fungsi,
yaitu:
a. Merupakan alternatif bagi guru untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan
kegiatan sebagai kegiatan pembelajaran.
b. Membantu peserta didik untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran.
c. Dapat membangkitkan minat peserta didik jika LKPD disusun secara rapi, sistematis,
mudah dipahami oleh peserta didik, sehingga mudah menarik perhatian peserta didik.
d. Dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri peserta didik dan meningkatkan motivasi
belajar dan rasa ingin tahu.
e. Dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.
Fungsi LKPD menurut Prastowo yang dikutip dari Ayu Rahmadani sebagai berikut:
a. Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan
peserta didik.
b. Sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang
diberikan.
c. Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih.
d. Memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
Jadi, secara umum fungsi LKPD adalah untuk membantu guru menyediakan
pembelajaran yang aktif bagi peserta didik. Melalui LKPD peserta didik diberikan
kemudahan untuk belajar. LKPD dapat membantu peserta didik ketika mengerjakan soal
latihan agar mencapai kesimpulan yang lebih terarah. Dengan begitu proses belajar mengajar
akan berjalan lebih mudah bagi guru maupun bagi peserta didik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Abdurrahman dalam Clara menyatakan bahwa LKPD
berfungsi sebagai alat yang memberikan kemudahan bagi peserta didik dan guru dalam
proses suatu pembelajaran. Jika penggunaan LKPD dalam pembelajaran belum memudahkan
guru dan peserta didik, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas LKPD
tersebut.
Dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan, merupakan sebuah keharusan
adanya berbagai upaya pencukupan kebutuhan di sekolah. Khususnya perlengkapan
pembelajaran berupa LKPD untuk lebih meningkatkan kualitas belajar peserta didik dalam
hal keterampilan proses.
Suryanto berpendapat dalam Haris Munandar bahwa desain perangkat LKPD yang
baik sangat dibutuhkan agar tercapainya proses pembelajaran yang mendorong peserta didik
lebih berperan aktif. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, LKPD bisa dijadikan
sebagai panduan peserta didik di dalam melakukan kegiatan belajar, seperti melakukan
percobaan. LKPD berisi alat dan bahan serta prosedur kerja.
Prinsipnya LKPD tidak dinilai sebagai dasar perhitungan rapor, tetapi hanya sebagai
penguat bagi yang berhasil menyelesaikan tugasnya serta sebagai bimbingan bagi peserta
didik yang mengalami kesulitan.
Peneliti menyimpulkan dari berbagai pendapat diatas bahwa LKPD merupakan bahan
ajar yang mengutamakan penyajian soal-soal latihan. Penggunaan LKPD dimaksudkan agar
dapat membantu guru dan peserta didik dalam mengikuti proses belajar mengajar. Di dalam
LKPD harus memuat semua aspek-aspek pembelajaran yaitu aspek kognitif, aspek sikap, dan
aspek psikomotorik.
LKPD umumnya digunakan oleh peserta didik untuk mengerjakan latihan soal. Hal
ini tidak sesuai dengan tujuan penggunaan LKPD menurut Prastowo yang dikutip dari
Syamsurizal yang menyatakan bahwa tujuan penggunaan LKPD dalam proses belajar
mengajar adalah mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran dan memberikan
pengetahuan, sikap dan keterampilan yang perlu dimiliki oleh peserta didik. Untuk
mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran, maka perlu dikembangkan LKPD
yang memuat keterampilan proses.
Peserta didik perlu diberikan penekanan berupa latihan keterampilan seperti
mengamati, menggolongkan, mengukur, berkomunikasi, menafsirkan data bertahap
berdasarkan karakteristik materi. Kondisi ini membutuhkan kreativitas guru dalam
mengembangkan LKPD.
Kita dapat mengembangkan sebuah bahan ajar, khususnya LKPD, dengan terlebih
dahulu menganalisis tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, menyusun rencana
pembelajaran dengan memilih suatu model pembelajaran yang tepat dan menuangkan sintaks
model pembelajaran tersebut ke dalam LKPD yang dikembangkan. Dalam penelitian ini,
model yang akan dituangkan ke dalam LKPD adalah model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL).
2. Pengertian Model Problem Based Learning(PBL)
Arends (2013) pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana siswa mengerjakan permasalahan yang autentik dengan maksud untuk
menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berfikir
tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Model pembelajaran ini
juga mengacu pada model pembelajaran yang lain, seperti “pembelajaran berdasarkan proyek
(proyek-based instruction)”, “belajar autentik (authentic learning)” dan “pembelajaran
bermakna (anchored instruction)”.
Riyanto (2009) menyatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah suatu
model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik memecahkan masalah. Pemecahan masalah dilakukan dengan pola kolaborasi
dan menggunakan kemampuan berfikir tingkat tinggi yakni kemampuan analisis-sintesis, dan
evaluasi dalam rangka memecahkan suatu masalah.
Pembelajaran melalui model PBL merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang di
harapkan dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seorang individu yang mandiri dan
mampu menghadapi setiap permasalahan dalam hidupnya di kemudian hari. Dalam
pelaksanaan pembelajaran, siswa di tuntut terlibat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran
melalui diskusi kelompok. Langkah awal kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan
mengajak siswa untuk memahami situasi yang diajukan baik oleh guru maupun siswa, yang
dimulai dari aoa yang telah diketahui oleh siswa.
Model PBL sangat potensial untuk mengembangkan kemandirian peserta didik
melalui pemecahan masalah yang bermakna bagi kehidupan siswa. Proses berfikif yang dapat
dikembangkan dengan menerapkan model PBL adalah sebagai berikut :
1) Berfikir melalui perencanaan. Kemampuan membuat perencanaan untuk
menyelesaikan permasalahan sangat dibutuhkan dan akan semakin meningkat jika
siswa dilatih memahami sebuah permasalahan kompleks dan berupaya mencari
solusi.
2) Berfikir generatif. Upaya menyelesaikan masalah yang kompleks membutuhkan
pemikiran yang terbuka dan fleksibel dengan memandang persoalan dari berbagai
sudut pandang.
3) Berfikir sistematis. Setelah menentukan tindakan yang akan dilakukan, siswa
perlu mengumpulkan data/informasi melalui penyelidikan yang terorganisasi
secara sistematis.
4) Berfikir analogis. Kemampuan berfikir analogis dibutuhkan dalam mengolah data
yang telah diperoleh, misalnya dengan mengelompokkan data yang sejenis,
mengidentifikasi pola data, dan melihat data yang saling terkait.
5) Berfikir sistematik. Kemampuan berfikir sistematik dibutuhkan untuk
menyelesaikan permasalahan dengan berfikir holostik melakukan sintesis
informasi untuk memperoleh solusi yang dibutuhkan (Sani, 2004).
Model PBL ini mengandung pemahaman, transfer pengetahuan, keterampilan berfikir
tingkat tinggi, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan komunikasi ilmiah yang
merupakan dampak langsung pembelajaran. Peluang siswa untuk memperoleh hakikat
tentang keilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, tolenransi
terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin merupakan dampak pengiring
pembelajaran.
2.1 Tujuan Problem Based Learning
Tujuan Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan memecahkan masalah
Trianto (2010) mengatakan bahwa berfikir ialah proses melibatkan operasi mental
seperti penalaran. Berfikir juga diartikan sebagai kemampuan menganalisis,mengkritik,dan
mencapai kesimpulan berdasarkan pada inferensi atau pertimbangan yang seksama. Menurut
(Arends,2013) berfikir melibatkan proses intelektual dan kognitif, yang berawal dari proses-
proses dasar seperti mengingat kembali sampai keterampilan berfikir tingkat tinggi, seperti
berfikir kreatif dan pemecahan masalah.
2) Mempelajari peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui situasi nyata atau
simulasi
Pembelajaran berdasarkan masalah membantu siswa berperan dalam situasi nyata dan
mempelajari peran penting orang dewasa. Hal ini bertujuan untuk menjembatani gap Antara
pembelajaran disekolah formal dengan aktivitas mental yang ditemui diluar sekolah
(Trianto,2010).
3) Menjadi pembelajaran yang mandiri
Pembelajaran berdasarkan masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar
yang mengatur diri sendiri. Dipandu oleh guru yang terus menerus mendorong dan membantu
mencari solusi sendiri bagi masalah nyata siswa. Lingkungan pembelajarannya menekankan
peran pokok pembelajar,bukan peran guru(Arends,2013)`
2.2 Ciri-ciri Model Problem Based Learning
Model PBL melihatkan persentase situasi-situasi autentik dan bermakna yang
berfungsi sebagai landasan bagi investigasi oleh peserta didik. Fitur-fitur pembelajaran
berbasis masalah menurut Arends (2013) sebagai berikut :
1) Permasalahan autentik, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan
masalah nyata yang penting secara social dan bermakna bagi peserta didik. Peserta
didik menghadapi berbagai situasi kehidupan nyata yang tidak dapat diberi
jawaban-jawaban sederhana.
2) Focus interdisipliner, pemecahan masalah menggunakan pendekatan
interdisipliner. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik belajar berfikir struktual
dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan.
3) Investigasi autentik, peserta didik seharusnya melakukan investigasi autentik yaitu
berusaha menemukan solusi rill. Peserta didik diharuskan menganalisis dan
menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi,
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat
inferensi dan menarik kesimpulan. Metode yang digunakan bergantung pada sifat
masalah penelitian.
4) Produk, pembelajaran berbasis masalah menuntut peserta didik mengontruksi
produk sebagai hasil investigasi. Produk bisa berupa paper yang dideskripsikan
dan didemonstrasikan kepada orang lain.
5) Kolaborasi, kolaborasi peserta didik dalam pembelajaran berbasis masalah
mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan
berfikir dan keterampilan social.
2.3 Manfaat Model Problem Based Learning
PBL tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-
banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu
siswa mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman
nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajaran yang otonom dan mandiri (Arends, 2013).
Menurut Amir (2009) manfaat PBL yaitu:
1) Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar
2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan
3) Mendorong untuk berfikir
4) Membuat kerja tim, kepemimpinan dan keterampilan sosial
5) Membangun kecakapan belajar (life-long learning skills)
6) Memotivasi pembelajar
2.4 Sintaks Model Problem Based Learning
Arends (2013) mengatakan bahwa model problem based learning diawali dengan
aktivitas peserta didik untuk menyelesaikan masalah nyata yang telah ditentukan atau
disepakati. Proses tersebut dilakukan dengan tehapan-tahapan atau sintaks pembelajaran yang
disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Sintaks Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Fase-fase Tingkah laku guru
Fase 1 Guru membahas tujuan pembelajaran, mendeskripsikan
Orientasi siswa pada berbagai kebutuhan logistic penting, dan memotivasi
masalah siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
Fase 2 Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
Mengorganisasi siswa mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait
untuk meneliti dengan permasalahannya.
Fase 3 Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi
Membantu investigasi yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari
mandiri dan kelompok penjelasan dan solusi.
Fase 4 Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
Mengembangkan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video,
menyajikan hasil karya dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya.
Fase 5 Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
Menganalisis dan evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-
mengevaluasi proses proses yang mereka gunakan
pemecahan masalah

Pada fase pertama hal-hal yang perlu dielaborasi antara lain:


1) Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah besar informasi baru
tetapi untuk menginvestigasi berbagaipermasalahan mandiri.
2) Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak memiliki jawaban mutlak
“benar” dan sebagian besar permasalahan kompleks memiliki banyak solusi yang
kadang-kadang saling bertentangan.
3) Selama fase investigasi pelajaran, peserta didik didorong untuk melontarkan
pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan tetapi peserta didik
mestinya berusaha bekerja secara mendiri atau dengan teman-temannya.
4) Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik didorong untuk
mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.
Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi di
antara peserta didik dan membantu mereka untuk menginvestigasi masalah secara bersama-
sama. Pada tahap ini pula guru diharuskan membantu peserta didik merencanakan tugas
investigative dan pelapornya.
Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menentukan metode investigasi.
Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah yang hendak dicari jawabannya atau dicari
solusinya.
Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan artefak dan exhibits.
Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk rekaman proses yang memperlihatkan situasi
yang bermasalah dan solusi dan diusulkan. Artefak dapat berupa model-model yang
mencakup representasi fisik dari situasi masalah atausolusinya. Exhibit adalah
pendemonstrasian atas produk hasil investigasi atau artefak tersebut.
Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik mempunyai
keterampilan berfikir sistemik berdasarkan metode penelitian yang mereka gunakan (Arends,
2013).
2.5 Karakteristik Permasalahan dalam PBL
Permasalahan yang dikaji dalam model PBL sebaiknya diajukan oleh siswa, namun
guru juga dapat membantu mengidentifikasi permasalahan atau mengajukan permasalahan
kontekstual yang akan di kaji jika siswa kesulitan mengidentifikasi permasalahan.
Karakteristik permasalahan yang dibahas dalam PBL menurut Tan (2004) adalah
sebagai berikut :
1) Permasalahan dunia nyata yang tidak terstruktur atau kurang terstruktur.
2) Permasalahan yang mencakup beberapa sudut pandang.
3) Permasalahan yang menantang siswa untuk menguasai pengetahuan baru.
Porath dan Jordan (2009) menambahkan karakteristik permasalahan yang sesuai
dengan PBL, yakni : 1) tidak terstruktur; 2) hanya tersedia sebagian informasi; 3) pertanyaan
merupakan milik siswa; 4) permasalahan nyata dengan banyak solusi yang mungkin; dan 5)
membutuhkan kerja sama.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA N 2 Percut Seituan kelas XI semester 1 T.A
2019/2020. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2019
3.2. Prosedur Penelitian Pengembangan
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau Research and Development
(R&D) menggunakan 4D Models yang dikembangkan oleh Thiagarajan. Penelitian dan
pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu
produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada. Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan produk baru berupa LKPD dengan model PBL yang layak untuk meningkatkan
minat dan hasil belajar fisika peserta didik SMA.
4D Models terdiri dari empat tahap utama yaitu tahap pendefinisian (define), tahap
perancangan (design), tahap pengembangan (develop), dan tahap penyebaran (disseminate).
Konsep dari 4D Models dijelaskan dalam tahapan-tahapan berikut:
1. Tahap Pendefinisian (Define)
Tahap pendefinisian bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik
peserta didik, permasalahan yang muncul ketika pembelajaran, metode pembelajaran yang
digunakan oleh guru, dan media penunjang lainnya serta mengkaji kurikulum yang
digunakan. Tahap ini meliputi 5 langkah pokok yaitu:
a. Analisis ujung depan (Front-End-Analysis)
Analisis ujung depan bertujuan untuk menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam
pembelajaran Fisika di SMA meliputi kurikulum dan permasalahan lapangan sehingga
dibutuhkan pengembangan perangkat pembelajaran. Dengan analisis ini didapatkan
gambaran fakta, harapan, dan alternatif penyelesaian masalah dasar yang memudahkan dalam
pemilihan bahan pembelajaran yang dikembangkan untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi.
b. Analisis peserta didik (learner analysis)
Analisis peserta didik yaitu analisis tentang karakteristik peserta didik yang meliputi
kemampuan dan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor. Pada penelitian ini
yang ditinjau adalah karakteristik peserta didik SMA.
c. Analisis Tugas
Analisis tugas yaitu kumpulan prosedur untuk menentukan isi dalam rencana
pembelajaran dengan merinci tugas isi materi ajar secara garis besar dari Kompetensi Inti
(KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang sesuai dengan Kurikulum 2013. Materi pembelajaran
yang dikaji pada pengembangan LKPD adalah Fluida statis.
d. Analisis konsep
Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan
dan menyusun secara sistematis dan merinci konsep-konsep yang relevan serta mengaitkan
konsep yang satu dengan konsep lain yang relevan sehingga membentuk peta konsep dalam
materi pokok fluida statis.
f. Spesifikasi tujuan pembelajaran (specifying instruction)
Spesifikasi tujuan pembelajaran yaitu perumusan tujuan pembelajaran didasarkan
pada KI dan KD yang tercantum dalam Kurikulum 2013 mengenai materi pokok fluida statis
dan disesuaikan dengan model pembelajaran.
2. Tahap Perancangan (Design)
Tahap perancangan bertujuan untuk menyiapkan prototipe perangkat pembelajaran.
Menurut Thiagarajan (1974) tahap perancangan ini terdiri dari empat langkah, yaitu:
a. Penyusunan standar tes (criterion-test construction)
Pada langkah ini hal yang dilakukan adalah menentukan fungsi tes itu sendri. Pada
penelitian ini fungsi tes untuk mengukur peningkatan hasil belajar berupa tes awal (pre-test)
dan tes akhir (post-test). Tes disusun berdasarkan spesifikasi tujuan pembelajaran dan analisis
peserta didik, kemudian selanjutnya disusun kisi-kisi tes hasil belajar. Tes yang
dikembangkan disesuaikan dengan jenjang kemampuan kognitif. Setelah itu soal tes
diujicobakan, kemudian dilakukan analisis butir soal agar dapat menentukan mana butir soal
yang baik atau perlu direvisi, dan mana soal yang harus dihilangkan.
b. Pemilihan media (media selection)
Pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan tujuannya untuk menyampaikan
materi pelajaran yaitu fluida statis. Selain itu factor kemudahan di dalam penyediaan
peralatan yang diperlukan juga harus dipertimbangkan dan dapat disesuaikan dengan hasil
dari tahap pendefinisian, sehingga memudahkan tercapainya tujuan pembelajaran.
c. Pemilihan format (format selection)
Pada tahap ini pemilihan format LKPD disesuaikan dengan format LKPD berbasis
Representasi Ganda yang digunakan pada proses pembelajaran dan berdasar Kurikulum
2013. Format ini digunakan sebagai acuan untuk membuat rancangan awal silabus, RPP,
LKPD dan instrumen penilaian.
d. Perancangan awal perangkat pembelajaran (initial design)
Pada tahap ini rancangan awal yang telah disusun menghasilkan draft awal meliputi
silabus, RPP, dan LKPD berbasis repesentasi ganda dan instrumen penilaian.
3. Tahap Pengembangan (Develop)
Menurut Thiagarajan (1974), tahap pengembangan ini terdiri dari dua kegiatan, yaitu:
expert appraisal dan developmental testing. Expert appraisal adalah teknik untuk
memvalidasi atau menilai kelayakan rancangan produk. Pada kegiatan ini pula ahli pada
masing-masing bidang akan mengevaluasi perangkat yang dikembangkan. Sedangkan
developmental testing adalah kegiatan uji coba rancangan produk pada sasaran subjek yang
sesungguhnya. Hasil uji coba digunakan untuk memperbaiki produk. Setelah produk
diperbaiki, kemudian diujicobakan kembali sampai memperoleh hasil yang efektif.
Tujuan tahap ini adalah menghasilkan Silabus, RPP, LKPD, dan Instrumen Penilaian
yang sudah direvisi berdasarkan komentar, saran, dan penilaian dari validator ahli (dosen)
dan validator praktisi (guru Fisika SMA), uji coba terbatas, dan uji coba luas. Kegiatan
pengembangan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Validasi oleh ahli dan praktisi
Validasi ahli dilakukan oleh dosen Pendidikan Fisika pada draft awal dan validasi
praktisi dilakukan oleh guru fisika sehingga diperoleh hasil validasi serta komentar dan saran
untuk perbaikan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran dan instrument
pengumpulan data yang sudah melalui tahap validasi diperbaiki berdasarkan saran dan
validator kemudian dihasilkan revisi I.
b. Revisi I
Revisi I dilakukan setelah produk divalidasi oleh validator. Saran dari validator
dijadikan sebagai perbaikan bagi peneliti untuk menghasilkan produk yang layak untuk
diujicobakan.
c. Uji coba terbatas
Perangkat pembelajaran yang sudah diperbaiki berdasarkan saran dari validator
(produk revisi I) selanjutnya diujicobakan dalam pembelajaran di satu kelas. Menurut Arif S.
Sadiman dan Widyasepta, Nurpratis (2012) Uji coba kelompok kecil dicobakan kepada 10-20
peserta didik yang dapat mewakili populasi target. Peserta didik yang dipilih adalah peserta
didik yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata, dan di atas rata-rata di kelasnya.
d. Revisi II
Pada uji lapangan terbatas akan dijumpai kekurangan dan kelemahan pada lembar
kerja yang telah dibuat dan diujicobakan. Kekurangan dan kelemahan tersebut kemudian
diperbaiki dalam produk revisi II sehingga produk yang dihasilkan adalah produk baru yang
sesuai dengan kemampuan peserta didik dan lebih baik serta siap untuk uji luas.
e. Uji coba luas
Perangkat pembelajaran yang telah diperbaiki (produk revisi II) digunakan dalam
pembelajaran. Pada uji coba luas ini didapatkan data penelitian meliputi hasil belajar dan
respon perserta didik terhadap pembelajaran yang menggunakan LKPD dengn model PBL.
Selain itu juga dihasilkan data keterlaksanaan RPP yang diisi oleh observer. Hasil dari data-
data tersebut merupakan hasil akhir dari penelitian ini.
4. Tahap Diseminasi (Disseminate)
Thiagarajan (1974), membagi tahap dissemination dalam tiga kegiatan yaitu:
validation testing, packaging, diffusion and adoption. Pada tahap validation testing, produk
yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran
yang sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan.
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah
produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang
belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama
setelah produk disebarluaskan. Kegiatan terakhir dari tahap pengembangan adalah melakukan
packaging (pengemasan), diffusion and adoption. Tahap ini dilakukan supaya produk dapat
dimanfaatkan oleh orang lain.
3.3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari hasil validasi ahli, praktisi, serta respon peserta didik
berupa komentar dan saran untuk bahan revisi produk pengembangan LKPD dengan model
PBL.
Data yang diperoleh dari respon peserta didik terhadap penggunaan LKPD dengan
model PBL yang berupa skor penilaian dengan skala 1 sampai 5.
Data penilaian dari hasil pengerjaan LKPD oleh peserta didik berdasarkan
ketercapaian minat dan hasil belajar fisika.
3.4. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini digunakan 2 instrumen yang terdiri dari instrument perangkat
pembelajaran dan instrumen pengumpulan data yang akan disusun dan diusulkan serta
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru pembimbing di lapangan agar
didapatkan instrumen yang valid dan reliabel, di antaranya:
1. Perangkat Pembelajaran, meliputi:
a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP digunakan sebagai pedoman bagi guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di
kelas agar sistematis atau runtut sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Format RPP terdiri dari: identitas pelajaran, kompetensi inti, kompetensi dasar, indicator
perncapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode/ model
pembelajaran, media dan bahan, sumber belajar, langkah-langkah pembelajaran, dan
penilaian.
b. Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)
LKPD yang dimaksudkan adalah serangkaian kegiatan peserta didik untuk
meningkatkan minat dan hasil belajar fisika yang yang berpedoman pada representasi fisika.
Isi LKPD disesuaikan dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang ingin dicapai pada
pembelajaran.
2. Instrumen Pengumpulan Data
a. Angket Respon Peserta Didik
Instrumen ini digunakan untuk memperoleh tanggapan atau respon dari peserta didik.
Berdasarkan penilaian menggunakan instrumen ini peneliti dapat merevisi produk agar layak
digunakan.
b. Angket Minat
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui peningkatan minat yang muncul dalam
mengerjakan LKPD model PBL dengan materi Fluida statis pada uji coba luas.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik
analisis kualitatif dan kuantitatif. Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing teknik
analisis.
1. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif yaitu suatu analisis yang didasarkan pada saran atau hasil validasi
dari ahli atau praktisi terhadap produk yang dikembangkan oleh peneliti yakni LKPD dengan
model PBL. Analisis kualitatif juga diperoleh dari tanggapan atau respon peserta didik yang
telah menggunakan LKPD tersebut. Selain itu, berdasarkan pengamatan selama pelaksanaan
uji coba pertama maupun uji coba kedua terdapat kekurangan dan masukan untuk
memperbaiki produk atau LKPD layak untuk digunakan selanjutnya.
2. Analisis Kuantitatif
Analsis kuantitatif yaitu suatu analisis yang diperoleh dari validasi oleh ahli dan
angket respon peserta didik berupa skor atas produk yang dikembangkan yakni LKPD dengan
model PBL. Analisis kuantitatif juga diperoleh dari persentase ketercapaian peserta didik
yang menggunakan LKPD tersebut.
3. Analisis kelayakan RPP
Kelayakan RPP ditinjau dari penilaian validator ahli dan validator praktisi yang
berupa skor. Analisis penilaian kelayakan tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1) Menghitung skor rata-rata dari setiap aspek penilaian menggunakan
rumus:
Σx
x̃ =
n

Keterangan:
𝑥̃ = skor rata-rata
Σ𝑥 = jumlah skor
𝑛 = jumlah penilai
2) Mengkonversi skor menjadi skala 5
No Interval Skor Kategori
1 𝑋 > 𝑋𝑖 + 1,8𝑆𝐵𝑖 Sangat Baik
2 𝑋𝑖 + 0,6 𝑆𝐵𝑖 < 𝑋 ≤ 𝑋𝑖 + 1,8 𝑆𝐵𝑖 Baik
3 𝑋𝑖 − 0,6 𝑆𝐵𝑖 < 𝑋 ≤ 𝑋𝑖 + 0,6 𝑆𝐵𝑖 Cukup baik
4 𝑋𝑖 − 1,8 𝑆𝐵𝑖 < 𝑋 ≤ 𝑋𝑖 + 0,6 𝑆𝐵𝑖 Kurang baik
5 𝑋 ≤ 𝑋𝑖 − 1,8 𝑆𝐵𝑖 Sangat kurabg baik

4. Analisis kelayakan LKPD berbasis representasi ganda


Kelayakan LKPD berbasis representasi ganda ditinjau dari skor penilaian kelayakan
validasi ahli dan validasi praktisi serta hasil respon peserta didik. Langkah-langkah analisis
kelayakan LKPD adalah sebagai berikut
1) Analisis Kelayakan LKPD berdasarkan penilaian
Kelayakan LKPD berdasarkan skor penilaian dari validator ahli dan validator praktisi.
Analisis penilaian kelayakan LKPD dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada analisis
kelayakan RPP. Dalam penelitian ini jumlah butir kriteria penilaian kelayakan LKPD secara
keseluruhan adalah 15 butir. Berdasarkan criteria penilaian skala 5 maka kriteria penilaian
untuk kelayakan LKPD adalah:
No Rentang skor Kategori Nilai
1 𝑋 > 58,7 Sangat baik A
2 47,6 < 𝑋 ≤ 58,7 Baik B
3 36,4 < 𝑋 ≤ 47,6 Cukup baik C
4 25,3 < 𝑋 ≤ 36,4 Kurag baik D
5 𝑋 ≤ 25,3 Sangat kurang baik E

5. Analisis Hasil Respon Peserta Didik


Hasil respon peserta didik diperoleh dari hasil angket respon peserta didik terhadap
LKPD. Lembar angket respon peserta didik menggunakan skala 5. Analisis angket respon
peserta didik terhadap LKPD model PBL dilakukan dengan langkah-langkah seperti pada
analisis kelayakan RPP. Dalam penelitian ini jumlah butir kriteria angket respon peserta didik
terhadap produk awal LKPD secara keseluruhan adalah 10 butir. Berdasarkan criteria
penilaian skala 5 maka kriteria penilaian untuk angket respon peserta didik terhadap produk
awal LKPD adalah:
Tabel Kriteria penilaian angket respon peserta didik
No Rentang skor Kategori Nilai
1 𝑋 > 42 Sangat baik A
2 34 < 𝑋 ≤ 42 Baik B
3 26 < 𝑋 ≤ 34 Cukup baik C
4 18 < 𝑋 ≤ 26 Kurag baik D
5 𝑋 ≤ 18 Sangat kurang baik E

6. Analisis Angket Minat Belajar


Hasil angket minat belajar peserta didik sebelum dan sesudah
pembelajaran menggunakan media web internet mengkonversikan skor
angket menjadi data kuantitatif dengan langkah sebagai berikut:
1) Menghitung rata-rata skor dari setiap aspek minat dengan
menggunakan persamaan
rumus:
Σx
x̃ =
n
Keterangan:
𝑥̃ = skor rata-rata
Σ𝑥 = jumlah skor
𝑛 = jumlah penilai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah produk telah melewati tahap validasi dan direvisi sesuai saran dan komentar
validator ahli dan validator praktisi maka produk siap untuk diujicobakan. Uji coba
dilaksanakan pada peserta didik kelas XI MIPA 4 di SMA Negeri 2 Percut Sei Tuan dengan
jumlah 30 peserta didik. Pada uji lapangan terbatas ini perangkat yang diujikan berupa
LKPD.
Hasil yang didapatkan saat uji lapangan terbatas menjadi bahan untuk dilakukan
perbaikan. Perbaikan yang dilakukan berupa perbaikan kalimat dalam LKPD untuk
memperjelas maksud dari pertanyaan yang diajukan dalam LKPD. Respon peserta didik
terhadap LKPD dengan model PBL diamati untuk mengetahui seberapa baik kualitas LKPD
berdasarkan komentar dari subjek penelitian yaitu peserta didik SMA kelas XI. Respon
peserta didik diamati dengan menggunkan angket respon peserta didik.
Tabel analisis respon peserta uji terbatas
No Aspek X Interval Kategori
Didaktik 13,6 < 𝑋 ≤ 16,8 Baik
Konstruksi 𝑋 ≤ 20,3 Sangat baik
Teknis 13,6 < 𝑋 ≤ 16,8 Baik
Total 𝟒𝟕, 𝟔 < 𝑋 ≤ 58,7 Baik

Dari tabel 19 tersebut dapat diketahui hasil respon peserta didik terhadap LKPD
model PBL, dilihat dari aspek syarat didaktik memiliki rerata skor 12; syarat konstruksi
memiliki rerata skor 25; dan syarat teknis memiliki skor rerata 12. Respon peserta didik
terhadap LKPD secara keseluruhan memiliki skor total 49. Berdasarkan tabel 19, skor ini
masuk dalam skor kategori baik, sehingga LKPD memiliki kategori baik. Hal ini
menunjukkan bahwa LKPD yang dikembangkan sudah layak untuk diujicobakan pada uji
coba luas atau uji coba utama.
Sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan LKPD berbasis representasi ganda
peserta didik mengisi angket minat belajar sebelum dan sesudah menggunakan LKPD. Hasil
ditunjukkan pada Tabel 25.
Tabel 25 analisis standard gain minat peserta didik
Minat belajar
Minat belajar sesudah Standar
Aspek sebelum
menggunakan LKPD gain(kategori)
menggunakan LKPD
Perasaan senang 2,7 3,6 0,7 (tinggi)
perhatian 2,9 3,4 0,4 (sedang)
Rasa ingin tahu 2,9 3,4 0,4 (sedang)
ketertarikan 2,8 3,4 0,5 (sedang)
Rata - rata 0,52 (sedang)

Pada tabel 25 hasil analisis minat belajar peserta didik sebelum dan sesudah
menggunakan LKPD model PBL yang meliputi aspek perasaan senang, perhatian, rasa ingin
tahu, dan ketertarikan. Tabel 25 menunjukan peningkatan minat belajar peserta didik per
aspek minat yang hasil peningkatan menunjukkan tinggi pada aspek perasaan senang,
sedangkan aspek yang lain peningkatan minat menunjukan pada kategori yang sedang.
Peningkatan minat belajar merupakan salah satu tujuan pada penelitian ini. Minat
belajar diukur dari pengisian angket minat belajar sebelum dan setelah penggunaan LKPD
model PBL pada pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis, minat belajar peserta didik setelah
penggunaan LKPD lebih tinggi dari pada sebelum penggunaan LKPD model PBL.
Peningkatan minat dianalisis menggunakan standard gain per aspek yang terdiri dari
4 aspek yaitu perasaan senang, perhatian, rasa ingin tahu, dan ketertarikan. Dari keempat
aspek peningkatan perasaan senang lebih tinggi yaitu 0,7. Rata-rata peningkatan minat belajar
peserta didik adalah 0,52 (kategori sedang). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan
bahwa pembelajaran menggunakan LKPD dengan model PBL pada materi fluida statis dapat
meningkatkan minat belajar peserta didik sesuai dengan interpretasi Standard Gain menurut
(Meltzer, 2002).
Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam peneltian ini adalah sebagai berikut.
1. Alokasi waktu yang direncanakan pada RPP tidak terlaksana secara penuh. Hal ini
dikarenakan pengkondisian peserta didik yang cukup sulit.
2. Peserta didik belum terbiasa dengan pembelajaran menggunakan LKPD sehingga guru
perlu memberikan perhatian ekstra pada saat pembelajaran berlangsung.
3. Lembar angket minat belajar peserta didik belum tervalidasi oleh ahli.
4. Pengumpulan data minat belajar tidak menggunakan lembar observasi minat peserta didik.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari data yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa LKPD berbasis model PBL ini
layak digunakan di SMA hal ini dapat dibuktikan melalui tabel 19 tersebut dapat diketahui
hasil respon peserta didik terhadap LKPD model PBL, dilihat dari aspek syarat didaktik
memiliki rerata skor 12; syarat konstruksi memiliki rerata skor 25; dan syarat teknis memiliki
skor rerata 12. Respon peserta didik terhadap LKPD secara keseluruhan memiliki skor total
49. Berdasarkan tabel 19, skor ini masuk dalam skor kategori baik, sehingga LKPD memiliki
kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa LKPD yang dikembangkan sudah layak untuk
diujicobakan pada uji coba luas atau uji coba utama.
Besar peningkatan minat belajar peserta didik yang menggunakan LKPD berbasis
model PBL pada materi fluida statis ditinjau dari nilai standard gain <g> yaitu sebesar 0,52
dengan kategori sedang.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat dikemukakan saran
sebagai berikut.
1. Pembelajaran menggunakan LKPD sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan sebagai
pembiasaan bagi peserta didik untuk memperoleh hasil yang optimal.
3. Perlu adanya validasi angket minat peserta didik.
4. Perlu adanya lembar observasi minat belajar peserta didik dalam pengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA
Ango, “Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Mata Pelajaran Teknologi
Informasi Dan Komunikasi Berdasarkan Standar Isi untuk SMA Kelas X Semester
Gasal. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
Arends, R.I. 2013. BelajarUntukMengajar (Learning To Teach) Edisi 9. Jakarta:
SalembaHumanika.
Artina Diniaty. (2015) .Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) Industri Kecil
Kimia Berorientasi Kewirausahaan untuk SMK. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA.vol.1(1)
Clara Aldilla. (2013).Pengembangan LKPD Berbasis STEM untuk Menumbuhkan
Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa. FKIP Universitas Lampung. vol.1
Herman. (2015). Pengembangan LKPD Fisika Tingkat SMA Berbasis Keterampilan Proses
Sains. Prosiding Seminar Nasional Fisika. (E-Journal) SNF2015. vol. 4
Meltzer, David E. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gains In Physics: A Possible “Hidden Variable” In Diagnostic
Pretest Scores. Departement of Physics and Astronomy, Lowa State University Journal.
Sadiman, Arif S., dkk. (2012). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Siti Nur Hasanah. (2016) . Pengembangan LKPD IPA Berbasis Contextual Teaching And
Learning (CTL) Tema “Bahaya Rokok Dalam Tubuh” untuk Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas VIII di SMP Negeri 2
Wonosari.Skripsi.Yogyakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta.
Thiagarajan, S, Semmel, D.S & Semmel, M.I. (1974). Instructional Development for
Training Teachers of Exceptional Children: A Sourcebook. Indiana: Indiana University.
Trianto. 2010. Mendesain Model PembelajaranInovatif-Progresif. Jakarta :KencanaPrenada
Media Group.

Anda mungkin juga menyukai