Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TES OBYEKTIF DOMAIN HOTS (CRITICAL THINKING)

Oleh :

Kelompok VI

1. Fina Aulia Ritonga 4173321019


2. Intan Maharani 4173121023
3. Romi Pratama 4171121030

Dosen Pengampu : Dr. Mariati P. Simanjuntak, S.Pd, M.Si


Mata Kuliah : DDEPPF

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis diberi
kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas Makalah yang diberikan kepada
penyusun mengenai “Tes Obyektif domain HOTs (critical Thinking)”.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapat dukungan, bimbingan, serta
semangat dari banyak pihak sehingga penulis bisa menyelesaikannya tepat waktu . Untuk
itulah dengan penuh rasa hormat penyusun ucapkan terima kasih.

Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan
masih memerlukan pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari pembaca sangat penyusun harapkan agar nantinya dapat diperoleh hasil
yang lebih maksimal dan demi kesempurnaan tugas berikutnya. Dalam kesempatan ini
penyusun juga mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan dalam makalah ini dan
proses yang dilalui dalam penyusunannya.

Akhir kata, penyusun ucapkan terimakasih kepada semua yang berpartisipasi demi
terselesaikannya tugas ini dan semoga kita terus dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 2 Desember 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap manusia akan berpikir, begitulah alaminya seorang manusia tercipta. Seorang filsuf
pernah berkata, ”Aku hidup karena berpikir”. Proses berpikir merupakan suatu hal yang
natural, lumrah, dan berada dalam lingkaran fitrah manusia yang hidup. Bahkan, seorang
yang mengalami gangguan jiwa pun merupakan seorang pemikir yang mempunyai dunia lain
dalam hidupnya. Saat kita berpikir, seringkali apa yang kita pikirkan menjadi bias, tidak
mempunyai arah yang jelas, parsial, dan tidak jarang emosional atau terkesan egosentris
Menurut Paul & Elder (2005), berpikir kritis merupakan cara bagi seseorang untuk
meningkatkan kualitas dari hasil pemikiran menggunakan teknik sistemasi cara berpikir dan
menghasilkan daya pikir intelektual dalam ide-ide yang digagas.

Seseorang yang berpikir secara kritis akan dapat menjawab permasalahan-


permasalahan yang penting dengan baik. Dia akan berpikir secara jelas dan tepat. Selain itu,
dapat menggunakan ide yang abstrak untuk bisa membuat model penyelesaian masalah
secara efektif.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan HOTs?


2. Apa yang dimaksud dengan Critical Thinking ?
3. Bagaimana contoh soal Critical Thinking berbasis HOTs?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan HOTs.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Critical Thinking .
3. Mengetahui bagaimana contoh soal Critical Thinking berbasis HOTs.
BAB II
PEMBAHASAN
Higher Order Thinking Skills (HOTS
 Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah
proses berpikir yang mengharuskan murid untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam
cara tertentu yang member mereka pengertian dan implikasi baru (Gunawan, 2012:171).
Limpan menggambarkan berpikir tingkat tinggi melibatkan berpikir kritis dan kreatif
yang dipandu oleh ide-ide kebenaran yang masing-masing mempunyai makna. Berpikir kritis
dan kreatif saling ketergantungan, seperti juga kriteria dan nilai-nilai, nalar dan emosi.
(Kuswana, 2012: 200) Menurut Ernawati (2017:196-197), berpikir tingkat tinggi atau Higher
Order Thinking Skills (HOTS) merupakan cara berpikir yang tidak lagi hanya menghafal
secara verbalistik saja namun juga memaknai hakikat dari yang terkandung diantaranya,
untuk mampu memaknai makna dibutuhkan cara berpikir yang integralistik dengan analisis,
sintesis, mengasosiasi hingga menarik kesimpulan menuju penciptaan ide-ide kreatif dan
produktif.
Berdasarkan beberapa pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir tingkat tinggi/ Higher Order Thinking Skills (HOTS) adalah kemampuan
berpikir yang bukan hanya sekedar mengingat, menyatakan kembali, dan juga merujuk tanpa
melakukan pengolahan, akan tetapi kemampuan berpikir untuk menelaah informasi secara
kritis, kreatif, berkreasi dan mampu memecahkan masalah.
Taksonomi Bloom
Taksonomi belajar dalam domain kognitif yang paling umum dilakukan adalah
taksonomi Bloom. Benjamin S Bloom membagi taksonomi hasil belajar dalam enam
kategori, yakni: a. Pengetahuan (knowledge), b. pemahaman (comprehension),c. penerapan
(application), d. analisis, e. Sintesis, dan f. Evaluasi. Tingkat pemahaman peserta didik
dianggap berjenjang dengan tingkat paling rendah (C1): pengetahuan atau mengingat, sampai
tingkat paling tinggi (C6): evaluasi (Sani, 2016: 103). Taksonomi Bloom yang setelah
digunakan cukup lama untuk membuat rancangan instrusksional dalam dunia pendidikan,
Anderson dan Krathwohl (2000) menelaah kembali Taksonomi Bloom dan melakukan revisi
sebagai berikut (Sani, 2016:103-104).
Revisi taksonomi yang dilakukan oleh Krathwol dan Anderson mendeskripsikan
perbedaan antara proses kognitif dengan dimensi pengetahuan (pengetahuan faktual,
pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural dan pengetahuan metagoknitif) (Sani,
2016:104).
Revisi taksonomi tersebut memberikan gambaran bahwa yang termasuk dalam
kemampuan berpikir tingkat rendah yaitu mengingat, memahami dan mengaplikasikan.
Sedangkan yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah menganalisis,
mengevaluasi dan berkreasi. Hal tersebut sesuai dengan dimensi proses kognitif yang
semakin meningkat dari mengingat sampai berkreasi.
Dimensi proses kognitif Bloom sebagaimana yang telah direvsi oleh Anderson dan
Krathwol adalah sebagai berikut:
1) Mengingat kembali (Recall)
Mengingat kembali artinya mendapatkan kembali atau pengembalian pengetahuan
relevan yang tersimpan dari memori jangka panjang (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan
mengingat kembali adalah pertanyaan mengingat kembali tentang informasi, fakta konsep,
generalisasi yang didiskusikan, definisi, metode, dan sebagainya (Sani, 2016: 110). Contoh
kata kerja operasional yang digunakan pada level mengetahui yaitu: menyebutkan,
menjelaskan, menggambarkan dan menunjukkan .
2) Memahami (Comprehension)
Memahami artinya mendeskripsikan susunan dalam artian pesan pembelajaran,
mencakup oral, tulisan dan komunikasi grafik (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan ini
menyangkut kemampuan peserta didik menyerap informasi, menginterpretasi arti, dan
melakukan eksplorasi atau memberikan saran (Sani, 2016: 111). Kata kerja operasional yang
digunakan pada level memahami yaitu: memperkirakan, menjelaskan, mencirikan dan
membandingkan.
3) Menerapkan (mengaplikasikan)
Menerapkan yaitu menggunakan prosedur dalam situasi yang dihadapi (Kusnawa,
2012: 115). Pertanyaan ini meminta peserta didik menggunakan abstraksi dan generalisasi
secara bebas dari suatu keadaan dimana generalisasi telah digambarkan sebelumnya.
Pertanyaan aplikasi sebenarnya erat dengan pertanyaan pemahaman (Sani, 2016: 111).
Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada level menerapkan yaitu: menugaskan,
mengurutkan, menentukan dan menerapkan.
4) Menganalisis
Menganalisis yaitu memecahkan materi menjadi bagianbagian pokok dan
menggambarkan bagaimana bagian-bagian tersebut, dihubungkan satu sama lain maupun
menjadi sebuah struktur keseluruhan atau tujuan (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan analisis
meminta peserta didik menyelesaikan permasalahan melalui pemeriksaan sistematik tentang
fakta atau informasi (Sani, 2016: 111). Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada
level menganalisis yaitu: menganalisis, memecahkan, menegaskan, menelaah dan
mengaitkan.
5) Mengevaluasi atau menilai
Mengevaluasi yaitu melakukan evaluasi atau penilaian yang didasarkan pada kriteria
dan atau standar (Kusnawa, 2012: 115). Pertanyaan ini meminta peserta didik membuat
penilaian tentang suatu berdasarkan sebuah acuan atau standar (Sani, 2016: 111). Contoh kata
kerja pada level mengevaluasi yaitu: membandingkan, menyimpulkan, menilai dan
mengkritik.
6) Menciptakan (berkreasi)
Menempatkan bagian-bagian secara bersama-sama ke dalam suatu ide, semuanya
saling berhubungan untuk membuat hasil yang baik (Kusnawa, 2012: 115). Pertayaan ini
meminta peserta didik untuk menemukan penyelesaian masalah melalui pemikiran kreatif
(Sani, 2016 : 110-112). Contoh kata kerja operasional yang digunakan pada level
menciptakan yaitu: mengatur, mengumpulkan, mengkategorikan, memadukan dan menyusun.
 Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Krathwohl dalam Lewy, dkk (2009:16), menyatakan bahwa indikator untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi menliputi:
a. Menganalisis
1) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi
ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali polah atau hubungannya
2) Mampu mengenali serta membedaka faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario
yang rumit.
3) Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.
b. Mengevaluasi
1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan dan metodologi dengan menggunakan
kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau
manfaatnya.
2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian
3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan criteria yang telah ditetapkan
c. Mengkreasi
1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.
2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
3) Mengorganisasikan usur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum
pernah ada sebelumnya.
 Karakteristik Soal HOTS
Menurut Widana (2017: 3-6) Karakteristik Soal-soal HOTS sangat direkomendasikan
untuk digunakan pada berbagai bentuk penilaian kelas.
Berikut adalah karakteristik soal-soal HOTS :
a. Mengukur Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan
masalah (problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kratif
(creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning) dan kemampuan mengambil
keputusan (desicion making). Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu
kompetensi penting dalam dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik.
b. Berbasis Permasalahan Kontekstual
Soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan
sehar-hari, dimana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran
di kelas untuk menyelesaikan masalah. Berikut ini diuraikan lima karakterstik asesmen
kontekstual, yang disingkat REACT.
1) Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2) Experencing, asesmen yang ditentukan kepada penggalian (exploration), penemuan
(discovery) dan penciptaan (creation).
3) Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untu menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah
nyata.
4) Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu
mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.
5) Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk
mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau
konteks baru.
b. Membangun bentuk soal beragam
Bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal HOTS (yang digunakan
pada model pengujian PISA), sebagai berikut:
1) Pilihan ganda
2) Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak)
3) Isian singkatan atau melengkapi
4) Jawaban singkat atau pendek
5) Uraian.
Critical Thingking (Berfikir Kritis)
 Pengertian Berfikir Kritis
Proses belajar diperlukan untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi yang
dipelajari. Dalam proses belajar terdapat pengaruh perkembangan mental yang digunakan
dalam berpikir atau perkembangan kognitif dan konsep yang digunakan dalam belajar.
Beberapa pengertian mengenai keterampilan berpikir kritis diantaranya:
1. Menurut Beyer (Filsaime, 2008: 56) berpikir kritis adalah sebuah cara berpikir
disiplin yang digunakan seseorang untuk mengevaluasi validitas sesuatu (pernyataan-
penyataan, ide-ide, argumen, dan penelitian)’
2. Menurut Screven dan Paul serta Angelo (Filsaime, 2008: 56) memandang berpikir
kritis sebagai proses disiplin cerdas dari konseptualisasi, penerapan, analisis, sintesis
dan evaluasi aktif dan berketerampilan yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh
observasi, pengalaman, refleksi, penalaran, atau komunikasi sebagai sebuah penuntun
menuju kepercayaan dan aksi.
3. Rudinow dan Barry (Filsaime, 2008: 57) berpendapat bahwa berpikir kritis adalah
sebuah proses yang menekankan sebuah basis kepercayaan-kepercayaan yang logis
dan rasional, dan memberikan serangkaian standar dan prosedur untuk menganalisis,
menguji dan mengevaluasi.
4. Menurut Halpern (Rudd et al, 2003 : 128) mendefinisikan critical thingking as ‘...the
use of cognitive skills or strategies that increase the probability of desirable outcome.’
5. Sedangkan menurut Ennis (1996). “Berpikir kritis adalah sebuah proses yang dalam
mengungkapakan tujuan yang dilengkapi alasan yang tegas tentang suatu kepercayaan
dan kegiatan yang telah dilakukan.”
Berpikir kritis tidak sama dengan mengakumulasi informasi. Seorang dengan daya
ingat baik dan memiliki banyak fakta tidak berarti seorang pemikir kritis. Seorang pemikir
kritis mampu menyimpulkan dari apa yang diketahuinya, dan mengetahui cara memanfaatkan
informasi untuk memecahkan masalah, and mencari sumber-sumber informasi yang relevan
untuk dirinya.
Berpikir kritis tidak sama dengan sikap argumentatif atau mengecam orang lain.
Berpikir kritis bersifat netral, objektif, tidak bias. Meskipun berpikir kritis dapatdigunakan
untuk menunjukkan kekeliruan atau alasan-alasan yang buruk, berpikir kritis dapat
memainkan peran penting dalam kerja sama menemukan alasan yang benar maupun
melakukan tugas konstruktif. Pemikir kritis mampu melkukan introspeksi tentang
kemungkinan bias dalam alasan yang dikemukakannya
Berdasarkan pengertian-pengertian keterampilan berpikir kritis di atas maka dapat
dikatakan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir yang
melibatkan proses kognitif dan mengajak siswa untuk berpikir reflektif terhadap
permasalahan.
 Ciri-Ciri Berfikir Kritis
1. Mampu membuat simpulan dan solusi yang akurat, jelas, dan relevan terhadap kondisi
yang ada.
2. Berpikir terbuka dengan sistematis dan mempunyai asumsi, implikasi, dan
konsekuensi yang logis.
3. Berkomunikasi secara efektif dalam menyelesaikan suatu masalah yang kompleks.
Berpikir kritis merupakan cara untuk membuat pribadi yang terarah, disiplin,
terkontrol, dan korektif terhadap diri sendiri. Hal ini tentu saja membutuhkan
kemampuan komunikasi efektif dan metode penyelesaian masalah serta komitmen
untuk mengubah paradigma egosentris dan sosiosentris kita.Saat kita mulai untuk
berpikir kritis, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan disini, yaitu:
a. Mulailah dengan berpikir apa dan kenapa, lalu carilah arah yang tepat untuk
jawaban dari pertanyaan tersebut.
b. Tujuan pertanyaan akan apa dan kenapa.
c. Informasi yang spesifik untuk menjawab pertanyaan diatas.
d. Kriteria standar yang ditetapkan untuk memenuhi jawaban atas pertanyaan.
e. Kejelasan dari solusi permasalahan/pertanyaan.
f. Konsekuensi yang mungkin terjadi dari pilihan yang kita inginkan.
g. Mengevaluasi kembali hasil pemikiran kita untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
Beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis ini
adalah kejelasan (clarity), tingkat akurasi (accuracy), tingkat kepresisian (precision) relevansi
(relevance), logika berpikir yang digunakan (logic), keluasan sudut pandang (breadth),
kedalaman berpikir (depth), kejujuran (honesty), kelengkapan informasi (information) dan
bagaimana implikasi dari solusi yang kita kemukakan (implication).
Kriteria-kriteria di atas tentunya harus menggunakan elemen-elemen penyusun
kerangka berpikir suatu gagasan atau ide. Sebuah gagasan/ide harus menjawab beberapa hal
sebagai berikut. Tujuan dari sebuah gagasan/ide.
1.  Pertanyaan dari suatu masalah terhadap gagasan/ide.
2.  Sudut pandang dari gagasan/ide.
3.  Informasi yang muncul dari gagasan/ide.
4.  Interpretasi dan kesimpulan yang mungkin muncul.
5.  Konsep pemikiran dari gagasan/ide tersebut.
6.  Implikasi dan konsekuensi.
7.  Asumsi yang digunakan dalam memunculkan gagasan/ide tersebut.
Dasar-dasar ini yang pada prinsipnya perlu dikembangkan untuk melatih kemampuan
berpikir kritis kita. Jadi, berpikir kritis adalah bagaimana menyeimbangkan aspek-aspek
pemikiran yang ada di atas menjadi sesuatu yang sistemik dan mempunyai dasar atau nilai
ilmiah yang kuat. Selain itu, kita juga perlu memperhitungkan aspek alamiah yang terdapat
dalam diri manusia karena hasil pemikiran kita tidak lepas dari hal-hal yang kita pikirkan.
Sebagaimana fitrahnya, manusia adalah subjek dalam kehidupan ini. Artinya manusia
akan cenderung berpikir untuk dirinya sendiri atau disebut sebagai egosentris. Dalam proses
berpikir, egosentris menjadi hal utama yang harus kita hindari. Apalagi bila kita berada dalam
sebuah tim yang membutuhkan kerjasama yang baik. Egosentris akan membuat pemikiran
kita menjadi tertutup sehingga sulit mendapatkan inovasi-inovasi baru yang dapat hadir. Pada
akhirnya, sikap egosentris ini akan membawa manusia ke dalam komunitas individualistis
yang tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Bukan menjadi solusi, tetapi hanya menjadi
penambah masalah. Semakin sering kita berlatih berpikir kritis secara ilmiah, maka kita akan
semakin berkembang menjadi tidak hanya sebagai pemikir kritis yang ulung, namun juga
sebagai pemecah masalah yang ada di lingkungan.
Karakteristik dan Indikator Berfikir Kritis
Wade (1995) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis, yakni meliputi:
1. Kegiatan merumuskan pertanyaan.
2. Membatasi permasalahan.
3. Menguji data-data.
4. Menganalisis berbagai pendapat dan bias.
5. Menghindari pertimbangan yang sangat emosional.
6. Menghindari penyederhanaan berlebihan.
7. Mempertimbangkan berbagai interpretasi.
8. Mentoleransi ambiguitas.
Karakteristik lain yang berhubungan dengan berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995:
12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking, yaitu:
a. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap
skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai
data dan pendapat, respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-
pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah
pendapat yang dianggapnya baik.
b. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau patokan. Untuk
sampai ke arah sana maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau
dipercayai. Meskipun sebuah argumen dapat disusun dari beberapa sumber
pelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita akan
menerapkan standarisasi maka haruslah berdasarkan kepada relevansi, keakuratan
fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, tidak bias, bebas dari logika
yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
c. Argumen
Argumen adalah pernyataan atau proposisi yang dilandasi oleh data-data.
Keterampilan berpikir kritis akan meliputi kegiatan pengenalan, penilaian, dan
menyusun argumen.
d. Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa
premis. Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa
pernyataan atau data.
e. Sudut pandang (point of view)
Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan
memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
f. Prosedur penerapan kriteria (procedures for applying criteria)
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur
tersebut akan meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang
akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan.
Pada dasarnya keterampilan berpikir kritis (abilities) Ennis (Costa, 1985 : 54)
dikembangkan menjadi indikator-indikator keterampilan berpikir kritis yang terdiri dari lima
kelompok besar yaitu:
1. Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification).
2. Membangun keterampilandasar (basic support).
3. Menyimpulkan (interference).
4. Memberikan penjelasan lebih lanjut (advanced clarification).
5. Mengatur strategi dan taktik (strategy and tactics).
Dari masing-masing kelompok keterampilan berpikir kritis di atas, diuraikan lagi
menjadi sub-keterampilan berpikir kritis dan masing-masing indikatornya dituliskan dalam
tabel berikut:
Aspek Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis

Keterampilan Sub Keterampilan


Aspek
Berpikir Kritis Berpikir Kritis

1. Memberikan 1. Memfokuskan a. Mengidentifikasi atau memformulasikan


Penjelasan dasar pertanyaan suatu pertanyaan. 

b. Mengidentifikasi atau memformulasikan


kriteria jawaban yang mungkin. 

c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang


sedang dihadapi.
Keterampilan Sub Keterampilan
Aspek
Berpikir Kritis Berpikir Kritis

a. Mengidentifikasi kesimpulan

b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan

c. Mengidentifikasi alasan yang tidak


dinyatakan

2. Menganalisis d. Mencari persamaan dan perbedaan


argumen
e. Mengidentifikasi dan menangani
ketidakrelevanan

f. Mencari struktur dari sebuah


pendapat/argumen

g. Meringkas

3. Bertanya dan a. Mengapa? 


menjawab pertanyaan
klarifikasi dan b. Apa yang menjadi alasan utama? 
pertanyaan yang
menantang c. Apa yang kamu maksud dengan?

d. Apa yang menjadi contoh? 

e. Apa yang bukan contoh? 

f. Bagaiamana mengaplikasikan kasus


tersebut?

g. Apa yang menjadikan perbedaannya? 

h. Apa faktanya? 
Keterampilan Sub Keterampilan
Aspek
Berpikir Kritis Berpikir Kritis

i. Apakah ini yang kamu katakan?

j. Apalagi yang akan kamu katakan tentang


itu?

2. Membangun a. Keahlian 
Keterampilandasar
b. Mengurangi konflik interest 

c. Kesepakatan antar sumber 

4. Mempertimbangkan d. Reputasi 
apakah sumber dapat
dipercaya atau tidak? e. Menggunakan prosedur yang ada 

f. Mengetahui resiko 

g. Keterampilan memberikan alasan 

h. Kebiasaan berhati-hati

5. Mengobservasi dan a. Mengurangi praduga/menyangka 


mempertimbangkan
hasil observasi b. Mempersingkat waktu antara observasi
dengan laporan 

c. Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri 

d. Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan 

e. Penguatan 

f. Kemungkinan dalam penguatan 


Keterampilan Sub Keterampilan
Aspek
Berpikir Kritis Berpikir Kritis

g. Kondisi akses yang baik 

h. Kompeten dalam menggunakan teknologi 

i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas kriteria

a. Kelas logika 
6. Mendeduksi dan
mempertimbangkan b. Mengkondisikan logika 
deduksi
c. Menginterpretasikan pernyataan

7. Menginduksi dan a. Menggeneralisasi 


mempertimbangkan
hasil induksi b. Berhipotesis

3. Menyimpulkan a. Latar belakang fakta 

b. Konsekuensi 

8. Membuat dan c. Mengaplikasikan konsep ( prinsip-prinsip,


mengkaji nilai-nilai hukum dan asas) 
hasil pertimbangan
d. Mempertimbangkan alternatif 

e. Menyeimbangkan, menimbang dan


memutuskan

4. Membuat 9. Mendefinisikan istilah Ada 3 dimensi:


penjelasan lebih dan a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang,
lanjut mempertimbangkan ekspresi yang sama, operasional, contoh dan
definisi noncontoh 

b. Strategi definisi 
Keterampilan Sub Keterampilan
Aspek
Berpikir Kritis Berpikir Kritis

c. Konten (isi)

a. Alasan yang tidak dinyatakan


10.Mengidentifikasi
asumsi b. Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi
argumen   

a. Mendefisikan masalah 

b. Memilih kriteria yang mungkin sebagai


solusi permasalahan 

c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk


11. Memutuskan suatu
solusi 
tindakan

d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan 

5. Strategi dan e. Merivew 


taktik
f. Memonitor implementasi

a. Memberi label 

b. Strategi logis 
12.Berinteraksi dengan
orang lain c. Srtrategi retorik 

d. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan


atau tulisan

 Tahapan Berfikir Kritis


1. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah
struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut .
Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global
dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih
kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi
langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut
kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis,
diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan,
menghubungkan, memerinci, dan sebagainya.
2. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan
keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan
bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis
menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi
bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di
dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas
terkontrol (Harjasujana, 1987: 44).
3. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa
pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis
sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok
bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar
pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau
ruang lingkup baru (Walker, 2001:15).
4. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai
pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu
menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu
formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh
dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir
yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah
pemikiran atau pengetahuan yang baru.
5. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu
dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar
memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu
(Harjasujana, 1987: 44).
Dalam taksonomi belajar, menurut Bloom, keterampilan mengevaluasi merupakan
tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap ini siswa dituntut agar ia mampu
mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep.

Pengukuran indikator-indikator yang dikemukan oleh beberapa ahli di atas dapat


dilakukan dengan menggunakan universal intellectual standars. Pernyataan ini diperkuat oleh
pendapat Paul (2000: 1) dan Scriven (2000: 1) yang menyatakan, bahwa pengukuran
keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan: “Sejauh manakah
siswa mampu menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya”. Universal
inlellectual standars adalah standardisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang
digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu,
atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar
tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1). Berikut ini akan dijelaskan aspek-aspek tersebut.
a. Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: “Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci
sampai tuntas?”; “Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?”;
“Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!”.
Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak
dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang
demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami
pernyataan tersebut. Contoh, pertanyaan berikut tidak jelas: “Apa yang harus dikerjakan
pendidik dalam sistem pendidikan di Indonesia?” Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka
kita harus memahami betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas,
pertanyaan itu harus diubah menjadi, “Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk
memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan dan
kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam pekerjaannya dan
mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?”.
b. Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan:
“Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?”; “Bagaimana cara
mengecek kebenarannya?”; “Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?” Pernyataan dapat
saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, “Pada umumnya anjing
berbobot lebih dari 300 pon”.
c. Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail.
Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan.
“Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?”; “Apakah pernyataan itu telah
cukup spesifik?”. Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi
tidak tepat, misalnya “Aming sangat berat” (kita tidak mengetahui berapa berat Aming,
apakah satu pon atau 500 pon!)
d. Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan
dengan pertanyaan yang diajukan.
Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut:
“Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?”; “Bagaimana hal
yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?”. Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan
tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa
yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun
usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak
relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e. Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada
pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian
rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan
masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan,
relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan,
“Katakan tidak”. Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan
terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat,
relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-
macam.
f. Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah
pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau
teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti
apakah pernyataan tersebut menurut… Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas.
Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang
tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g.  Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan
konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya?
Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua
hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam
pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain
saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir
logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung
atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.

Anda mungkin juga menyukai