Disusun Oleh :
Intan Mega Pratiwi
101914253013
NAB Debu
Nilai ambang batas (NAB) adalah standard faktor-faktor lingkungan kerja yang
dianjurkan di tempat kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8
jam sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans RI No.13 tahun 2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja). Nilai ambang batas kadar debu di
udara berdasarkan Permenakertrans RI Nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas
Bahan Fisika dan Kimia di Tempat Kerja, bahwa kadar debu di udara tidak boleh melebihi
3,0 mg/m3.
METODE PENGUKURAN
1. Persiapan Alat
a) Kalibrasikan alat ukur
b) Persiapkan kertas filter dengan cara sebagai berikut :
1) Ambil kertas filter dari kemasannya
2) Kertas filter yang akan dipakai diperiksa dahulu dari kemungkinan adanya
lubang/kerusakan.
3) Lakukan penimbangan, catat berat kertas filter (berat awal).
2. Pengoperasian :
a) Letakkan alat pada ruangan dengan menggunakan meja atau tripod.
b) Pelaksanaan pengukuran :
1) Siapkan alat
2) Letakan kertas filter yang telah ditimbang pada filter holder.
3) Hidupkan alat dengan menekan tombol on sampai waktu yang ditentukan
4) Catat flow rate setiap 10 menit
5) Setelah 30 menit pengukuran, ambil kertas filter, dan timbang filter baik filter
kontrol maupun treatment
3. Rumus
(𝑋2−𝑋1)−(𝑌2−𝑌1)
Kadar debu = 𝑉 𝑥 𝑡/1000
Keterangan :
X1 = Berat filter sebelum terpapar
X2 = Berat filter sesudah terpapar
Y1 = Berat filter kontrol sebelum terpapar
2. IKLIM KERJA
Iklim kerja merpakan salah satu factor yang pengaruhnya cukup dominan terhadap
kinerja sumber daya manusia bahkan pengaruhnya tidak terbatas pada kinerja saja, melainkan
dapat lebih jauh lagi, yaitu pada kesehatan dan keselamatan tenaga kerja. Untuk itu
diperlukan standar mengenai pengukuran iklim kerja dengan parameter indeks suhu basah
dan bola.
Standar pengukuran iklim kerja dengan parameter indeks suhu basah dan bola
mencakup prinsip pengukuran, peralatan, prosedur kerja, penentuan titik pengukuran dan
perhitungan. Standar pengukuran ini merupakan cara pemantauan tempat kerja yang
mempunyai potensi bahaya bagi tenaga kerja yang mempunyai potensi bahaya bagi tenaga
kerja yang bersumber dari iklim kerja. Dalam penerapannya di lapangan, pengukuran indeks
suhu basah dan bola dilaksanakan bersamaan dengan perhitungan beban kerja yang di
bandingkan pada pembatasan waktu kerja sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. Kep. 51/MEN/1999. Alat-alat yang dapat digunakan dalam pengukuran
iklim kerja antara lain :
3. PENCAHAYAAN
a. Definisi
1) Lux : satuan intensitas penerangan per meter persegi yang dijatuhi arus cahaya 1
lumen.
2) Luxmeter : alat yang digunakan untuk mengukur intensitas penerangan dalam satuan
lux.
3) Penerangan setempat : penerangan ditempat obyek kerja, baik berupa meja kerja
maupun peralatan.
4) Penerangan umum : penerangan di seluruh area tempat kerja.
b. Metode pengukuran
1) Prinsip
a. Pengukuran intensitas penerangan memakai alat luxmeter yang hasilnya dapat
langsung dibaca
b. Alat ini dapat mencegah energy cahaya menjadi energy listrik, kemudian energy
listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum skala
c. Untuk alat digital, energy listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca pada layar
monitor
2) Persyaratan pengukuran
a. Pintu ruangan dalam keadaan sesuai dengan kondisi tempat pekerjaan dilakukan
b. Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dengan kondisi pekerjaan.
3) Tata cara
a. Hidupkan luxmeter yang telah dikalibrasi.
b. Bawa alat ke tempat titik pengukuran yang telah ditentukan, baik pengukuran untuk
intensitas penerangan setempat.
c. Baca hasil pengukuran pada layar monitor setelah menunggu beberapa saat sehingga
didapat nilai angka stabil.
d. Catat hasil pengukuran
e. Matikan luxmeter.
4) Penentuan titik pengukuran
a. Penerangan setempat : obyek kerja, berupa meja maupun peralatan. Bila merupakan
meja kerja, pengukuran dapt dilakukan diatas meja yang ada.
b. Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan pada
setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan
berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:
1) Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis horizontal panjang
dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 1(satu) meter.
2) Luas ruangan antara 10 meter persegi sampai 100 meter persegi: titik potong garis
horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak setiap 3 (tiga) meter.
3) Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan
lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter.
4. KEBISINGAN
a. Definisi
Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi
mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium. Manusia
mendengar bunyi saat adanya bunyi dari sumber bunyi yang merambat melalui getaran udara
atau medium lain, sampai ke gendang telinga manusia. Terdapat dua hal yang menentukan
kualitas bunyi, yaitu frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran
perdetik atau disebut Hertz (Hz). Intensitas atau arus energi persatuan luasnya biasanya
dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut decibel (db).
Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat
mengganggu kesehatan,kenyamanan, serta dapat menimbulkan ketulian (Siswanto, 1991).
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep-51/MEN/1999 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja, Kebisingan adalah semua suara yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Usman, 2009).
b. Jenis Kebisingan
Jenis kebisingan menurut Siswanto (1991) adalah sebagai berikut :
a) Kebisingan Kontinyu
Kebisingan yang fluktuasi intensitasnya tidak lebi dari dari 6 dB.
Contohnya adalah suara yang ditimbulkan oleh kompresor, kipas angin, suara mesin-
meing gergaji sirkuler dan suara yang ditimbulkan oleh katup gas.
b) Impact atau impluse noise
Adalah kebisingan dimana waktu yang diperlukan untuk mencapai puncaknya tidak lebih
dari 35 milidetik dan waktu yang dibutuhkan untuk penurunan intensitas sampai 20 dB
dibawah puncaknya tidak lebih dari 500 milidetik.
Contohnya adalah suara tembakan meriam.
c) Intermitten atau interrupted noise
Adalah kebisingan dimana suara mengeras kemudin melemh secara perlahan.
Contohnya adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu lintas pesawat udara yang
tinggal landas.
c. Sumber Kebisingan
Sumber bising ialah sumber bunyi yng kehadirannya dianggap menganggu
pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Dindustri, sumber kebisingan
dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu :
a. Mesin : Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.
b. Vibrasi : Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat
gesekan, benturan, atau ketidk seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi,
batang torsi, piston.
c. Pergerakan udara, gas dan cairan. Kebisingan ditimbulkan akibat pergerakan udara, gas,
dan cairan dalam kegiatan proses kerja indutry misalnya pipa penyalur caira gas, jet, gas
buang.
d. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan
Di Indonesia NAB kebisingan telah ditetapkan yakni 85 dBA. Intensitas kebisingan
kontinyu memiliki NAB 140 dBA, diusahakan agar tidak melampaui 140 dBA karena pada
tingkat kebisingan tersebut telinga akan terasa sakit. Untuk kebisingan impulsif memiliki
NAB 140 dBA, intensitas tertinggi yang diperkenankan adalah 140 dBA dengan ketentuan
yaitu jumlah impuls perhari tidak boleh lebih dari 100.
e. Pengukuran Intensitas Kebisingan
Pengukuran intensitas kebisingan bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran pada
suatu saat dengan satndar NAB kebisingan yang telah ditetapkan serta sebagai langkah awal
dalam usaha pengendalian (Siswanto, 1991). Alat yang digunakan untuk pengukuran
intensitas kebisingan adalah sound level meter (SLM), pengukuran ini dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut :
a. Alat dan Bahan
1) Sound Level Meter (SLM)
2) Kalibrator
b. Metode Praktikum
1) Siapkan alat dan bahan
2) Sound Level Meter (SLM) dikalibrasi terlebih dahulu dengan kalibrator untuk
memastikan kevalidan alat tersebut.
3) Tentukan titik (tempat) yang akan diukur tingkat kebisingannya.
4) Atur Sound Level Meter berdasarkan tempat yang sudah ditentukan. Pengukuran
dilakukan di laboratorium K3
5) Ukur kebisingan di tiap titik dengan ketentuan :
Jarum terletak diantara range 2 nilai ( misal 70 dBA dan 80 dBA)
Tentukan apakah pengukuran kebisingan yang sifatnya slow atau fast
6) Lihat dan tentukan hasil pengukuran dengan indikator lampu menyala warna hijau.