Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN GANGGUAN MENTAL

Oleh :
Kelompok 1
Nurul rahma dani : 201601082
Reza Tri Payana : 201601087
Umi kalsum : 201601093
Stevi Elen : 201601091
Aldianti : 201601099
Alprida : 201601100
Imelda : 201601111
Indah Damayanti A : 201601112
Jihan Pratiwi W : 201601115
Moh. Rizki Lahusen : 201601120
Ni Putu Dita M : 201601122
Nopdin Kamai : 201601123
Rofiatul Hikmah : 201601132

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA PALU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Data Riset
Kesehatan Dasar 2013 mencatat Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia
mencapai 1,7 per mil. Artinya, 1-2 orang dari 1.000 penduduk di Indonesia
mengalami gangguan jiwa berat. Hal ini diperburuk dengan minimnya pelayanan
dan fasilitas kesehatan jiwa di berbagai daerah Indonesia sehingga banyak
penderita gangguan kesehatan mental yang belum tertangani dengan baik.
Semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi dan industrialisasi di
sebuah negara mengakibatkan semakin kompleknya masyarakat, maka banyak
muncul masalah-masalah sosial dan gangguan atau disorder mental di kota-kota
besar. Makin banyaklah warga masyarakat yang tidak mampu melakukan
penyesuaian diri dengan cepat terhadap macam-macam perubahan sosial. Mereka
itu mengalami banyak frustasi, konflik-konflik terbuka atau eksternal dan
internal,ketegangan batin dan menderita gangguan mental.
Seseorang yang memiliki kesehatan mental yang baik sekalipun tidak dari
kecemasan dan perasaan bersalah. Mereka tetap mengalami kecemasan dan
perasan berasalah tetapi tidak dikuasai oleh kecemasan dan perasaan bersalah itu.
Mereka sanggup menghadapi masalah masalah biasa dengan penuh keyakinan diri
dan dapat memecahkan masalah masalah tersebut tanpa adanya gangguan yang
hebat pada struktur dirinya. Dengan kata lain, meskipun ia tidak bebas dari
konflik dan emosinya tidak selalu stabil, namun ia dapat mempertahankan harga
dirinya. Keadaan yang demikian justru berkebalikan dengan apa yang terjadi pada
orang yang mengalami kesehatan mental yang buruk.
B. Rumusan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian gangguan mental
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan gangguan mental.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari gangguan mental.
4. Untuk mengetahui bagaimana penganan serta pencegahan dari gannguan
mental
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian gangguan mental.
2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan gangguan mental.
3. Mengetahui klasifikasi dari gangguan mental.
4. Mengetahui bagaimana penganan serta pencegahan dari gannguan mental
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Gangguan mental dimaknakan sebagai tidak adanya atau kekurangannya
dalam hal kesehatan mental. Pengertian ini sejalan dengan yang dikemukakan
oleh Kaplan dan Sadock, 1994 yang menyatakan gangguan mental itu “as any
significant deviation from an ideal state of positive mental health” artinya
penyimpangan dari keadaan ideal dari suatu kesehatan mental merupakan indikasi
adanya gangguan mental. Pengertian lain gangguan mental dimaknakan sebagai
adanya penyimpangan dari norma-norma perilaku, yang mencakup pikiran,
perasaan, dan tindakan. Gangguan mental atau penyakit kejiwaan adalah pola
psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan
mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia.
Gangguan mental adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive),
kemauan (volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
Gangguan mental menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan
peran sosial.
Menurut Townsend (1996) gangguan mental adalah respon maladaptive
terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan dengan pikiran,
perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma lokal dan kultural dan
mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik individu.

B. Epidemiologi
Data WHO (2006) mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa, dimana panik dan cemas adalah gejala paling ringan
(Maramis, 2006). Empat jenis penyakit langsung yang dapat ditimbulkan yaitu
depresi, penggunaan alkohol, gangguan bipolar, dan skizofrenia (Irmansyah,
2008). Untuk tahun 2008 diperkirakan terjadi peningkatan morbiditas gangguan
jiwa sekitar 50 juta atau 25 persen dari 220 juta penduduk Indonesia yang
mengalami gangguan jiwa. Artinya, satu dari empat penduduk Indonesia
mengidap penyakit jiwa dari tingkat paling ringan sampai berat (Hawari, 2008).
Data di atas menunjukkan bahwa peningkatan morbiditas gangguan jiwa di
Indonesia menunjukkan penyebab yang sama dengan morbiditas dunia dimana
depresi menjadi salah satu penyebab yang harus diwaspadai sebagai pemicu awal
terjadinya gangguan jiwa yang lebih berat.
C. Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit mental, diantaranya:
1. Faktor genetik (keturunan): di dalam keluarga yang mempunyai sejarah
penyakit mental berisiko lebih tinggi dibanding populasi yang tidak ada sejarah
penyakit mental.
2. Gangguan bahan kimia dalam otak: bila bahan kimia dalam otak yang dikenali
sebagai neurotransmitter tidak berfungsi dengan baik gejala penyakit mental
akan muncul. Sebagai contohnya:
a. Schizophrenia: Penghasilan dopamin secara berlebihan.
b. Kemurungan: Paras serotonin terlalu rendah.
c. Mania: Paras serotonin meningkat secara melampau.
d. Kebimbangan: terdapat gangguan di dalam pengeluaran dan fungsi
noradrenalin.
3. Serangan virus: dalam penelitian ada penyakit akibat virus telah dikaitkan
dengan kemunculan penyakit mental.
4. Sejarah hidup yang getir. Misalnya kehilangan orang tua semasa kecil, terlalu
banyak ejekan dari teman-teman, dibully secara keterlaluan, dll.
5. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah: Faktor kemiskinan, dll.

D. Tanda dan gejala


1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran alam perasaan ini
dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengasingkan diri (withdrawn). Tidak mau bergaul atau
kontak dengan orang lain, suka melamun (day dreaming).
3. Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal)
meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu tidak
rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering berpikir atau
melamun yang tidak biasa (delusi).
4. Halusinasi yaitu pengelaman panca indra tanpa ada rangsangan misalnya
penderita mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan di telinganya padahal
tidak ada sumber dari suara atau bisikan itu.
5. Merasa depresi, sedih atau stress tingkat tinggi secara terus-menerus.
6. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-hari walaupun
pekerjaan tersebut telah dijalani selama bertahun-tahun.
7. Paranoid (cemas atau takut) pada hal-hal biasa yang bagi orang normal tidak
perlu ditakuti atau dicemaskan.
8. Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.
9. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
10. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.
11. Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.
12. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti biasanya.
13. Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.
14. Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya,
misalnya bicaranya kacau sehingga tidak dapat diikuti jalan pikirannya.
15. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan
semangat dan gembira berlebihan.
16. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara, pendiam.
17. Sulit dalam berpikir abstrak.
18. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada inisiatif, tidak ada
upaya usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa dan
serba malas dan selalu terlihat sedih.

E. Klasifikasi

DSM, pada tahun 1994 telah diterbitkan edisi keempat, sebagai penyempurnaan
dari klasifikasi gangguan mental pada edisi sebelumnya. Klasifikasi gangguan
mental menurut DSM IV adalah sebagai berikut (APA, 1994).

1. Gangguan yang biasanya ddiagnosis pertama kali pada masa bayi, masa kanak-kanak, atau
masa remaja Retardasi Mental
2. Delirium, Demensia, Amnestik dan Gangguan Kognitif lainnya
3. Gangguan yang Berhubungan dengan Penggunaan Zat (alhokol, kafein, kokain, dll)
4. Skizofrenia dan gangguan psikotik lain
5. Gangguan mood (perasaan), Depresif dan Bipolar
6. Gangguan Somatoform
7. Gangguan kecemasan
8. Gangguan Buatan (factitous)
9. Gangguan Dissosiatif
10. Gangguan Seksual dan Identitas Gender
11. Gangguan makan, dan tidur
12. Gangguan Kepribadian (paranoid, skizotipal, schizoid, antisosial, narsisistik, dll)

F. Penanganan

1. Psikofarmakologi
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan
memberikan terapi obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi
neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi
obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun.
2. Psikoterapi
Terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini
bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan
untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak
merasa putus asa dan semangat juangnya.
Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan
ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu,
psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali
kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh
seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk
memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional
sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Psikoterapi
perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga
dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya (Maramis, 1990)
3. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi
dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita
selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi
obat psikofarmaka( Hawari, 2007).
4. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian
kitab suci. Menurut Ramachandran dalam Yosep( 2007), telah mengatakan
serangkaian penenelitian terhadap pasien pasca epilepsi sebagian besar
mengungkapkan pengalaman spiritualnya sehingga semua yang dirasa
menjadi sirna dan menemukan kebenaran tertinggi yang tidak dialami pikiran
biasa merasa berdekatan dengan cahaya illahi.
5. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali
kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga
(institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program
rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; dengan terapi kelompok
yang bertujuan membebaskan penderita dari stress dan dapat membantu agar
dapat mengerti jelas sebab dari kesukaran dan membantu terbentuknya
mekanisme pembelaan yang lebih baik dan dapt diterima oleh keluarga dan
masyarakat, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian,
terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok
tanam, rekreasi (Maramis, 1990). Pada umumnya program rehabilitasi ini
berlangsung antara 3-6 bulan.

G. Pencegahan

1. Jaga kesehatan fisik


Olahraga serta kebiasaan makan yang sehat bukan hanya berguna untuk
kesehatan jasmani semata, tapi juga untuk kesehatan mental Anda.
2. Jaga otak selalu bekerja
Jika otak Anda dibiarkan tidak mendapatkan rangsangan yang menantang,
lambat laun akan mati, dan itu adalah awal depresi berkepanjangan yang
dapat menimbulkan gangguan mental yang serius.
Belajar bahasa baru keterampilan baru, memilih hobi yang menantang,
bermain catur, puzzle, dan sejenisnya dapat membantu otak Anda tetap
mendapat tantangan agar selalu memiliki kemampuan memecahkan masalah
sepanjang kehidupan.
3. Mengendalikan amarah
Kemarahan dapat merusak hubungan serta kesehatan. Untuk itu cobalah
belajar untuk mengatur dan mengendalikan amarah. Jangan biarkan
kemarahan mengendalikan dan menghancurkan hidup Anda.
4. Mengontrol dan menurunkan stress
Stres dapat menghancurkan kebahagiaan. Oleh karena itu, buatlah prioritas,
mendelegasikan tugas, serta hal-hal lain yang dapat membantu Anda
mengurangi stres. Memiliki hobi, adalah hal yang cukup banyak membantu.
5. Menjaga hubungan baik
Banyak riset telah menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki hubungan
baik baik dan harmonis dalam jangka panjang, lebih sehat dan bahagia.
6. Ambil waktu untuk bersenang-senang
Keluarlah dari rutinitas dan lakukan hal-hal yang Anda senangi. Tertawa,
melakukan perjalanan, menghabiskan waktu bersama teman, bermain, serta
lakukan hal apapun yang membuat Anda bahagia.
7. Melakukan apapun dengan rasa percaya diri
Kepercayaan diri yang rendah, berhubungan erat dengan kesehatan mental
yang rendah pula. Selain itu juga ternyata berkaitan dengan gangguan dan
hilangnya selera makan, menarik diri dari pergaulan, mengisolasi diri dan
sebagainya.
8. Berpikir positif
Selalulah berpikir, dan jangan menganggap segala sesuatunya secara serius.
Berpikir bahwa gelas itu setengah penuh, bukannya setengah kosong, adalah
melulu tentang perspektif dan cara Anda memandang sesuatu.Selalu ada sisi
positif dalam setiap hal, carilah hal positif tersebut, sambil tetap
mengupayakan solusi untuk keluar dari masalah.
9. Tidur yang cukup dan berkualitas
Tidur yang kurang, diketahui adalah salah satu faktor yang meningkatkan
resiko penurunan kesehatan, baik fisik maupun kesehatan mental. Karena itu,
pastikan tidur yang cukup. Beristirahatlah. Dengan tidur, tubuh menjadi lebih
siap lagi menghadapi tantangan berikutnya.
10. Jangan malu mencari bantuan
Jika segala sesuatunya terasa begitu berat, dan Anda menemukan diri Anda
sendiri berada pada kondisi yang tidak menguntungkan, carilah bantuan.

H. Pelayanan Keperawatan Komunitas Gangguan Mental

Pelayanan keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan


jiwa yang diberikan pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi
masyarakat yang sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan
pelayanan keperawatan pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat
pencegahan yaitu pencegaha primer , sekunder, dan tersier.
a. Pencegahan Primer
Fokus pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah
terjadinya gangguan jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa.
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan
jiwa sesuai dengan kelompok umur yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia
lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer adalah program pendidikan
kesehatan , program stimulasi perkembangan, program sosialisasi kesehatan
jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa kegiatan
yang dilakukan adalah :
1) Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua antara lain :
a) Pendidikan menjadi orangtua
b) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai dengan usia.
c) Memantau dan menstimulasi perkembangan
d) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
2) Pendidikan kesehatan mengatasi stress
a) Stress pekerjaan
b) Stress perkawinan
c) Stress sekolah
d) Stress pasca bencana
3) Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu , individu
yang kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/ tempat tinggal
, yang semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa kegiatan
yang dilakukan adalah :
a) Memberikan informasi tentang cara mengatasi kehilangan
b) Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti menjadi orangtua
asuhbagi anak yatim piatu.
c) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian masing-masing untuk
mendapatkan pekerjaan
d) Mnedapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk memperoleh
tempat tinggal.
4) Program pencegahan penyalahgunaan obat. Penyalahgunaan obat sering
digunakan sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang
dilakukan:
a) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi stress
b) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan tanpa
menyakiti orang lain.
c) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek positif yang ada
pada diri seseorang.
5) Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu cara
penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami keputus asaan. Oleh
karena itu perlu dilakukan program :
a) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang tanda-tanda bunuh diri.
b) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh diri.
c) Melatih keterampilan koping yang adaptif.
b. Pencegahan Sekunder
Fokus pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi
dini dan penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa.
Tujuan pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target
pelayanan adalah anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan
tanda-tanda masalah dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder
adalah :
1) Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh informasi
dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan lain dan
penemuan langsung.
2) Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Melakukan pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada
semua pasien yang berobat kepukesmas dengan keluhan fisik.
b) Jika ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian
keperawatan kesehatan jiwa.
c) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan
jiwa (di tempat– tempat umum)
d) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan
sesuai dengan standar pendelegasian program pengobatan (bekerja
sama dengan dokter) dan memonitor efek samping pemberian obat,
gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.
e) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain
yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami
(jika ada gangguan fisik yang memerlukan pengobatan).
f) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga
agar melaporkan segera kepada perawat jika ditemukan adanya
tanda-tanda yang tidak biasa, dan menginformasikan jadwal tindak
lanjut.
g) Menangani kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat
yang aman, melakukan pengawasan ketat, menguatkan koping, dan
melakukan rujukan jika mengancam keselamatan jiwa.
h) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk
membantu pemulihan pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi
keluarga dan terapi lingkungan.
i) Memfasilitasi self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga,
atau kelompok masyarakat pemerhati) berupa kegiatan kelompok
yang mebahas masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa
dan cara penyelesaiannya.
j) Menyediakan hotline service untuk intervensikrisis yaitu pelayanan
dalam 24 pukul melalu telepon berupa pelayan konseling.
k) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.
c. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus
pelayana keperawatan adalah : pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi
serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuan
pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau ketidakmampuan akibat
gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat mengalami
gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier
meliputi :
1) Program dukungan sosial dengan menggerakan sumber-sumber
dimasyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyrakat
(tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang
terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a) Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat
terhadap penerima pasien gangguan jiwa.
b) Penjelasan tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan
dalam penanganan pasien yang melayani kekambuhan.
2) Program rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga
hingga mandiri berfokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan
keluarga dengan cara :
a) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar mengungkapkan
dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
b) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan
keluarga dan masyarakat.
c) Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan potensi yang perlu
dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar pasien
produktif kembali.
d) Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan mengambil
keputusan untuk dirinya.
3) Program sosialisasi
a) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b) Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas hidup sehari-hari
[ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
c) Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi ke
tempat rekreasi.
d) Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama, pengajian
bersama, majelis taklim, kegiatan adat)
4) Program mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru
dalam masyarakat terhadap gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu
diberikan program mencegah stigma untuk menghindari isolasi dan
deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa kegiatan yang
dilakukan, yaitu :
a) Memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang
kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan
tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
b) Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat, atau orang
yang berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan
jiwa dan gangguan jiwa.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Status Perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Penyakit Sekarang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
d. Riwayat Penyakit Keluarga
3 . Pola Pemenuhan Kesehatan
a . Aktivitas/kesehatan
b. Makanan/cairan
c. Konsep diri
- Citra tubuh
- Identitas
- Peran
- Ideal diri
- Harga diri
d. Hubungan social
- Orang terdekat
e. Peran serta dalam masyarakat
f. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Tingkat kesadaran
GCS
Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah
Nadi
Respirasi Rate
Suhu
BB
TB
a. Kepala
b. Mata-Telinga-Hidung
c. Leher
d. Dada
e. Sistem pencernaan
f. Sistem Genitourinaria
g. Ekstremitas atas dan bawah
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan keadaan emosi yang tidak stabil

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidakmampuan klien dalam


memanajemen masalah

3. Kerusakan interaksi social berhubungan dengan ketidakpercayaan kepada orang lain

4. Resiko mencederai diri berhubungan dengan ketidakmampuan mengontrol emosi


C. INTERVENSI

1. Diagnosa : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan keadaan emosi yang


tidak stabil

Intervensi :

a. Ajarkan tekhnik komunikasi yang baik kepada klien

b. Ajarkan cara mengontrol emosi kepada klien agar emosi klien tetap stabil

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidakmampuan klien dalam


memanajemen masalah

Intervensi :

a. Lakukan identifikasi factor yang mempengaruhi masalah tidur

b. Dorong pasien agar dapat menceritakan masalah yang dihadapi

c. Diskusikan bersama dengan klien tentang solusi-solusi yang dapat mengatasin


klien

d. Atur jadwal pola tidur klien

3. Kerusakan interaksi social berhubungan dengan ketidakpercayaan kepada orang lain

Intervensi :

a. Membina hubungan saling percaya antara klien dengan tenaga kesehatan

b. Kaji pengalaman pengalaman yang menyebabkan klien tidak mempercayai orang


lain

c. Berikan edukasi atau pemahaman bahwa orang-orang yang ada disekitarnya


adalah orang yang dapat dipercaya seperti keluarga

4. Resiko mencederai diri dan orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
ketidakmampuan mengontrol emosi
Intervensi :

a. Kaji derajat gangguan kemampuan,tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi


visual.

b. Bantu keluarga mengidentifikasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul

c. Hilangkan sumber bahaya lingkungan

d. Mengajarkan kepada keluarga tentang penanganan kepada klien apabila muncul


tanda-tanda mencederai diri,orang lain dan lingkungan

Intervensi untuk keperawatan komunitas

a. Pembentukan kelompok kerja kesehatan jiwa di desa


b. Pembentukan kelompok pendukung seperti kelompok pengajian,kelompok
diskusi kesehatan jiwa.
b. Latihan kepemimpinan (mengadakan training motivasi)
c. Edukasi (penyuluhan tentang bagaimana cara memecahkan masalah)
d. Pembinaan keluarga sehat dan anggota keluarga resiko gangguan jiwa
membahas kasus terkait manajemen stress dan di diskusikan.
b. Pembinaan kelompok dan masyarakat melalui kunjungan Perawat
Puskesmas/Komunitas
c. Kerjasama LP dengan Dinas Kesehatan Kabupaten berupa pengadaan
kegiatan rutin Life Skill Education dan LS berupa pelatihan kewirausaan
d. Terapi modalitas keperawatan berupa pemberian teknik relaksasi nafas dalam.
e. Terapi komplementer berupa manajemen stress
f. Pemberian bimbingan keagamaan (spiritual)
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gangguan mental dimaknakan sebagai adanya penyimpangan dari norma-norma
perilaku, yang mencakup pikiran, perasaan, dan tindakan. Gangguan mental atau penyakit
kejiwaan adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres
atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal
manusia. 26 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa, dimana panik dan
cemas adalah gejala paling ringan. Empat jenis penyakit langsung yang dapat
ditimbulkan yaitu depresi, penggunaan alkohol, gangguan bipolar, dan skizofrenia.
Penanganan pada gangguan mental dengan farmakologi, psikoterapi, psikoreligius, dan
rehabilitasi.
B. Saran
Kesehatan jiwa masih menjadi persoalan serius di Indonesia. Hal ini diperburuk
dengan minimnya pelayanan dan fasilitas kesehatan jiwa di berbagai daerah Indonesia
sehingga banyak penderita gangguan kesehatan mental yang belum tertangani dengan
baik. Saran sebagai tenaga kesehatan harus lebih memeperhatikan masalah kesehatan
jiwa, dan bagi pemerintah lebih memperbanyak fasilitas kesehatan bagi seseorang dengan
gangguan mental.
DAFTAR PUSTAKA

Perry and Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktik
/ Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry ; alih bahsa, Yasmin Asih [ et all]; editor edisi
bahasa Indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester.— Ed.4.—Jakarta : EGC
Renata Komalasari, Alfrina Hany; Editor edisi bahasa Indonesia, Pemilih Eko Karyuni, Jakarta:
EGC.

Stuart Gail W dan Sandra J. Sundeen. 1995. Buku Saku. Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta:
EGC. Buku Kedokteran.
Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Alih bahasa ,

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Editor: Aep Gunarsa. Bandung. PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai