Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TANAMAN 8

FISIOLOGI TUMBUHAN :
PERKECAMBAHAN DAN DORMANSI

DISUSUN OLEH:
VONITA AMELIA SUKMADINI
(11140920000012)

KELAS:
AGRIBISNIS 2A

DOSEN:
Dr. IWAN AMINUDIN, M.Si

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah swt., karena berkat limpahan Rahmat serta
Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum 8 Ilmu Tanaman
tentang Fisiologi Tumbuhan: Perkecambahan dan Dormansi. Laporan Praktikum
ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan nilai tugas Ilmu Tanaman.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Iwan Aminuddin selaku


dosen pengampu mata kuliah Ilmu Tanaman. Beserta Bapak Iping Ruspendi, yang
telah membimbing dan memberikan dukungan kepada penulis. Sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Praktikum dengan baik dan tepat waktu. Penulis
juga ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, dukungan serta motivasi dalam penyusunan Laporan Tugas
Praktikum Ilmu Tanaman ini.

Kritik dan saran membangun tentang Laporan Praktikum Ilmu Tanaman ini
sangat penulis harapkan. Sebagai pembelajaran untuk penyusunan laporan
praktikum yang lebih baik di masa yang akan datang. Semoga Laporan Praktikum
ini dapat bermanfaat dan menjadi media pembelajaran ilmu pegetahuan bagi kita
semua.

Jakarta, Mei 2015

Penulis

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………….. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………...………. ii

DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN LAMPIRAN ………………………

BAB I : PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang ……………….……………………………………….. 1


1.2 Rumusan Masalah ……………………………………….……………. 2
1.3 Tujuan Praktikum ……………………………..…………………...…. 2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………..….. 3

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan ……………………………..…. 3


2.2 Dormansi…………………………………………………….…… 6
2.3 Imbibisi ……………………………………………………….…15

BAB III : METODE PRAKTIKUM …………………………….……….. 18

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ……………………………………... 18


3.2 Alat dan Bahan ………………………………………………………. 18
3.3 Cara Kerja Percobaan 1: Pengaruh faktor Lingkungan terhadap
perkecambahan ………….…………………………………………… 18
3.4 Cara Kerja Percobaan 2: Biji dengan Kulit Biji yang Relatif Keras … 19

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………….…. 20

4.1 Hasil Praktikum ……………………………………………………… 20

4.2 Pembahasan ………………………………………………………….. 21

BAB V : KESIMPULAN ……………………………………………… 24

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 3


DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 25

DAFTAR TABEL, GAMBAR, LAMPIRAN

TABEL

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Percobaan Pertama (Kacang Hijau) ……… 20

Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Percobaan Kedua (Biji Saga atau Trembesi). 20

GAMBAR

Gambar Praktikum …………………………………………,,,,,…………26

LAMPIRAN

Lampiran 1 ………………………………………………………..…….. 26

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 4


BAB I

PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang


Benih merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang
pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi
masalah karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi
permintaan pengguna atau petani. Benih dari segi teknologi diartikan
sebagai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman
yang tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus
generasi.
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang dialami
organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan yang
tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi
merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu
dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi.
Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih
menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi
oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi
tersebut.
Selama penyimpanan benih-benih dalam keadaan dormansi (tidur) dan
perlu dilakukan perlakuan sebelum di kecambahkan. Benih dikatakan
dormansi apabila benih itu sebenarnya hidup (viable) tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan lingkungan yang
memenuhi syarat bagi perkecambahan dan periode dormansi ini dapat
berlangsung semusim atau tahunan tergantung pada tipe dormansinya.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara
fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah
benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan praktikum tentang perkecambahan dan dormansi biji. Hal ini

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 5


dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara-cara pematahan dormansi pada
biji.

1.5 Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan dormansi biji?
 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji ?
 Bagaimana cara-cara pematahan dormansi biji?

1.6 Tujuan Praktikum


 Mengetahui apa yang dimaksud dengan dormansi
 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji
 Megetahui cara-cara pematahan dormansi biji

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 6


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman

Keadaan hidup dari organisme dicirikan oleh pertambahan berat dan


kekompleksannya secara sistematik. Peristiwa ini dapat dibahas dalam
pengertian proses pertumbuhan dan perkembangan yang saling menjalin.
Pertumbuhan, dalam arti terbatas, menunjuk pada penambahan ukuran yang
tidak dapat dibalik, yang mencerminkan pertambahan protoplasma.
Perkembangan diartikan pada diferensiasi, suatu perubahan dalam tingkat
lebioh tinggi yang menyangkut spesialisasi dan organisasi secara anatomi dan
fisiologi (Harjadi, 1996).

Pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan ukuran tanaman sebagai


akibat adanya pembelahan dan pembesaran sel, termasuk sintesis berbagai
bahan seluler dan organisasi organel-organel subseluler. Pertumbuhan
merupakan proses yang tidak dapat dibalik (irreversible), dan laju
pertumbuhannya dapat diukur dengan menghitung peningkatan berat segar,
berat kering, volume, panjang, tinggi, atau luas area. Oleh karena ukurannya
bertambah, maka bentuk tanaman pun berubah-ubah sebagaimana ditentukan
oleh faktor-faktor genetiknya (Zulkarnain, 2009).

Istilah perkembangan, mengacu pada total perubahan pertumbuhan yang


bertahap dan progresif baik secara kualitatif maupun kuantitatif, yang meliputi
transformasi dari satu zigot menjadi tanaman dewasa yang reproduktif,
fenomena ini dicirikan oleh perubahan ukuran dan berat, munculnya struktur
dan fungsi baru serta hilangnya struktur dan fungsi yang lama. Perkembangan
dapat dipandang sebagai suatu fenomena yang terdiri dari atas tiga proses,
yang biasanya terjadi secara bersamaan, yakni pertumbuhan, diferensiasi
seluler, dan morfogenesis. (Zulkarnain, 2009).

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 7


Perkecambahan merupakan suatu proses dimana radikula (akar embrionik)
memanjang keluar menembus kulit biji (Salibury, 1985: 4160). Di balik gejala
morfologi dengan permunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-
biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan fisiologis.

Secara fisiologi, proses perkecambahan berlangsung dalam beberapa


tahapan penting meliputi :
 Absorbsi air dan Metabolisme pemecahan materi cadangan makanan
 Transport materi hasil pemecahan dari endosperm ke embrio yang aktif
bertumbuh
 Proses-proses pembentukan kembali materi-materi baru
 Respirasi
 Pertumbuhan

Banyak faktor yang mengontrol proses perkecambahan biji, baik yang


internal dan eksternal. Secara internal proses perkecambahan biji ditentukan
keseimbangan antara promotor dan inhibitor perkecambahan, terutam asam
giberelin (GA) dan asam absisat (ABA). Faktor eksternal yang merupkan
ekologi perkecambahan meliputi air, suhu, kelembaban, cahaya dan adanya
senyawa-senyawa kimia tertentu yang berperilaku sebagai inhibitor
perkecambahan (Mayer, 1975:46-43).

Proses Perkecambahan Biji (Jann dan Amen dalam Khan, 1934)

1. Penyerapan air
(1) Masuk air secara imbibisi dan osmosis
(2) Kulit biji
(3) Pengembangan embrio dan endosperm
(4) Kulit biji pecah, radikal keluar

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 8


2. Pencernaan
Merupakan proses terjadinya pemecahan zat atau senyawa bermolekul besar
dan kompleks menjadi senyawa bermolekul lebih kecil, sederhana, larut
dalam air dan dapat diangkut melalui membran dan dinding sel.

Makanan cadangan utama pada biji yaitu pati, hemiselulosa, lemak, protein:
• Tidak larut dalam air atau berupa senyawa koloid
• Terdapat dalam jumlah besar pada endosperm dan kotiledon
• Merupakan senyawa kompleks bermolekul besar
• Tidak dapat diangkut (immobile) ke daerah yang memerlukan
embrionikaksis
Proses pencenaan dibantu oleh enzim:
• Senyawa organik yang diproduksi oleh sel hidup
• Berupa protein
• Merupakan katalisator organik
• Memiliki fungsi pokok:
* Enzim Amilase merubah pati dan hemiselulosa menjadi gula
* Enzim Protease merubah protein menjadi asam amino
* Enzim Lipase merubah lemak menjadi asam lemak dan gliserin
• Aktivasi enzim dilakukan oleh air setelah terjadinya imbibisi
• Enzim yang telah diaktivasi masuk ke dalam endosperm atau kotiledon
untuk mencerna cadangan makanan

3. Pengangkutan zat makanan


Hasil pencernaan diangkut dari jaringan penyimpanan makanan menuju
titik-titik tumbuh pada embrionik axis, radicle dan plumulae. Biji belum
punya jaringan pengangkut, sehingga pengangkutan dilakukan secara difusi
atau osmosis dari satu sel hidup ke sel hidup lainnya.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 9


4. Asimilasi
Merupakan tahapan terakhir dalam penggunaan cadangan makanan.
Termasuk proses pembangunan kembali, misalnya protein yang sudah
dirombak menjadi asam amino disusun kembali menjadi protein baru. Tenaga
atau energi berasal dari proses pernapasan.

5. Pernafasan (Respirasi)
Merupakan proses perombakan makanan (karbohidrat) menjadi senyawa
lebih sederhana dengan membebaskan sejumlah tenaga. Pertama kali terjadi
pada embrionik axis setelah cadangan habis baru beralih ke endosperm atau
kotiledon. Aktivasi respirasi tertinggi adalah pada saat radicle menembus
kulit.

6. Pertumbuhan
Ada dua bentuk pertumbuhan embrionik axis:
 Pembesaran sel-sel yang sudah ada
 Pembentukan sel-sel yang baru pada titik-titik tumbuh

2.2 Dormansi
 Definisi Dormansi
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan
memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat
terjadi pada kulit biji maupun pada embrio. Biji yang telah masak dan
siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat
tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai
proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embrio.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 10


Istilah yang pernah digunakan untuk menjelaskan dormansi dan yang
paling lazim adalah istilah istirahat dan pasif. Lebih banyak istilah yang
menyertakan kata dormansi di belakang kata keadaan (adjektif), misalnya primer,
sekunder, bawaan, dan sebagainya. Secara logis menjelaskan pentingnya kesatuan
istilah dan menganjurkan tiga istilah baru saja, yakni endodormansi, ekodormansi,
dan paradormansi. Di laboratorium dan di bidang pertanian (bila perlu) digunakan
alkohol atau pelarut lemak (yang menghilangkan bahan berlilin) yang kadang
mengahalangi masuknya air atau asam pekat. Sebagai contoh, perkecambahan biji
kapas dan kacangan tropika dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih
dahulu dengan asam sulfat selama beberapa menit sampai satu jam dan
selanjutnya dibilas untuk menghilangkan asam itu (Salisbury dan Ross, 1992).

 Penyebab Terjadinya Dormansi Benih


Benih yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh :
• Rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh
struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar
masuknya air ke dalam benih.
• Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp dalam
kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih
menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan
mobilisasi cadangan makanan dalam benih.
• Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena
kulit biji yang cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio.
Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi,
sedangkan pada sayuran dormani sering dijumpai pada benih timun putih,
pare dan semangka non biji.

 Tipe-tipe Dormansi Benih


Ada beberapa tipe dari dormansi dan kadang-kadang lebih dari satu
tipe terjadi didalam benih yang sama. Di alam, dormansi dipatahkan
secara perlahan-lahan atau disuatu kejadian lingkungan yang khas. Tipe

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 11


dari kejadian lingkungan yang dapat mematahkan dormansi tergantung
pada tipe dormansi.
Secara umum menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan
menjadi 2 tipe yaitu :
1. Innate dormansi (dormansi primer)
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari
dua sifat:
• Dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting
perkecambahan tidak tersedia bagi benih dan menyebabkan kegagalan
dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan dengan sifat
fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama perkecambahan.
• Dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena sifat-
sifat tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan
inhibitor yang berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter dan
sensitivitas terhadap suhu dan cahaya.

2. Induced dormansi (dormansi sekunder)


Dormansi sekunder adalah sifat dormansi yang terjadi karena
dihilangkannya satu atau lebih faktor penting perkecambahan. Dormansi
sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal maupun
berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak
menguntungkan selama beberapa waktu dapat menjadi kehilangan
kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang dormansi sekunder
ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang dibutuhkan untuk
berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan cahaya pada
benih yang membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan
fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang
berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih
terbatas.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 12


Sedangkan menurut Sutopo (1985), Ada beberapa tipe dormansi, yaitu
dormansi Fisik dan dormansi Fisiologis.

1. Dormansi Fisik
Pada tipe dormansi ini yang menyebabkan pembatas structural terhadap
perkecambahan adalah kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas pada berbagai jenis
tanaman. Yang termasuk dormansi fisik adalah:
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Benih-benih yang menunjukkan tipe dormansi ini disebut benih
keras contohnya seperti pada famili Leguminoceae, disini pengambilan
air terhalang kulit biji yang mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-
sel berupa palisade yang berdinding tebal, terutama dipermukaan paling
luar dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin. Di alam selain
pergantian suhu tinggi dan rendah dapat menyebabkan benih retak akibat
pengembangan dan pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan
cendawan dapat membantu memperpendek masa dormansi benih.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Pada tipe dormansi ini, beberapa jenis benih tetap berada dalam
keadaan dorman disebabkan kulit biji yang cukup kuat untuk
menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit ini dihilangkan maka
embrio akan tumbuh dengan segera. Tipe dormansi ini juga umumnya
dijumpai pada beberapa genera tropis seperti Pterocarpus, Terminalia,
Eucalyptus, dll. (Doran, 1997).
Pada tipe dormansi ini juga didapati tipe kulit biji yang biasa
dilalui oleh air dan oksigen, tetapi perkembangan embrio terhalang oleh
kekuatan mekanis dari kulit biji tersebut. Hambatan mekanis terhadap
pertumbuhan embrio dapat diatasi dengan dua cara mengekstrasi benih
dari pericarp atau kulit biji.
c. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 13


Pada dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji
dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih
apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya
sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini terjadi
apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat. Benih
kacang adalah benih sayur yang tidak kenal masa dormansinya.

2. Dormasi fisiologis (embrio)


Penyebabnya adalah embrio yang belum sempurna
pertumbuhannya atau belum matang. Benih-benih demikian memerlukan
jangka waktu tertentu agar dapat berkecambah (penyimpanan). Jangka
waktu penyimpanan ini berbeda-beda dari kurun waktu beberapa hari
sampai beberapa tahun tergantung jenis benih. Benih-benih ini biasanya
ditempatkan pada kondisi temperatur dan kelembaban tertentu agar
viabilitasnya tetap terjaga sampai embrio terbentuk sempurna dan dapat
berkecambah (Schmidt, 2002).

Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :


a. Immaturity Embrio
Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan
sekelilingnya sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu
ditunda. Sebaiknya benih ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembaban
tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai embrionya terbentuk
secara sempurna dan mampu berkecambah.
b. After ripenin
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu
simpan tertentu agar dapat berkecambah, atau dika-takan membutuhkan
jangka waktu "After Ripening". After Ripening diartikan sebagai setiap
perubahan pada kondisi fisiologis benih selama penyimpanan yang
mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 14


penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan
beberapa tahun, tergantung dari jenis benihnya.

c. Dormansi Sekunder
Dormansi sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan
normal maupun berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu
keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat
menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Kadang-kadang
dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi yang
dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan
memberikan cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.
Diduga dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan
fisik yang terjadi pada kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang
berlebihan sehingga pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih
terbatas.
d. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolis pada embrio
Dormansi ini dapat disebabkan oleh hadirnya zat penghambat
perkecambahan dalam embrio. Zat-zat penghambat perkecambahan yang
diketahui terdapat pada tanaman antara lain : Ammonia, Abcisic acid,
Benzoic acid, Ethylene, Alkaloid, Alkaloids Lactone (Counamin) dll.
Counamin diketahui menghambat kerja enzim-enzim penting dalam
perkecambahan seperti Alfa dan Beta amilase.
Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan fisiologis adalah
kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe dormansi ini disebabkan
oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai contoh adalah dormansi yang
disebabkan oleh kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji indebiscent
yang membatasi masuknya O2 dan keperluan akan perlakuan chilling.
Tipe dormansi lain selain dormansi fisik dan fisiologis adalah kombinasi
dari beberapa tipe dormansi. Tipe dormansi ini disebabkan oleh lebih dari
satu mekanisme. Sebagai contoh adalah dormansi yang disebabkan oleh

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 15


kombinasi dari immaturity embrio, kulit biji indebiscent yang membatasi
masuknya O2 dan keperluan akan perlakuan chilling.

 Teknik Pematahan Dormansi Benih


Tujuan pematahan dormansi adalah mendorong proses pematangan
embrio, mengaktifkan enzim di dalam embrio, dan peningkatan
permeabilitas kulit benih yang memungkinkan masuknya air dan gas-gas
yang diperlukan dalam perkecambahan (Muchtar 1987).
Untuk mengetahui dan membedakan atau memisahkan apakah
suatu benih yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati,
maka dormansi perlu dipecahkan. Masalah utama yang dihadapi pada
saat pengujian daya tumbuh atau kecambah benih yang dormansi adalah
bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga diperlukan cara-cara
agar dormansi dapat dipersingkat.

Bewley dan Black (1985) mengemukakan 2 proses mekanisme


pematahan dormansi, yaitu :
1. Proses dormansi hormonal, konsep dari teori tersebut dihubungkan
dengan hormon pengatur tumbuh, baik yang menghambat (inhibitor)
maupun yang merangsang pertumbuhan (promotor). Dormansi dapat
dipatahkan dengan menghilangkan inhibitor atau dengan penggunaan
promotor yang mampu mempercepat terjadinya keseimbangan antara
inhibitor dan promotor.
2. Proses pengaruh metabolik sebagai akibat perlakuan pematahan
dormansi, konsepnya melibatkan lintasan pentose fosfat untuk sintesis
RNA, DNA dan protein.

Ada beberapa cara yang telah diketahui adalah :


A. Dengan perlakuan mekanis
Diantaranya yaitu dengan Skarifikasi. Skarifikasi mencakup cara-cara
seperti mengkikir atau menggosok kulit biji dengan kertas amplas,

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 16


melubangi kulit biji dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan
perlakuan goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus.
Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji
yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas.
B. Dengan perlakuan kimia
Tujuan dari perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih
mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat
seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit
biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
- Sebagai contoh perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat
selama 20 menit sebelum tanam.
- Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
- Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM.
Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide,
asam hidrochlorit, potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga
digunakan hormon tumbuh antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil
(IAA).
C. Perlakuan perendaman dengan air
Perlakuan perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan
penyerapan air oleh benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke
dalam air panas pada suhu 60 - 70 ℃ dan dibiarkan sampai air menjadi
dingin, selama beberapa waktu. Untuk benih apel, direndam dalam air
yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit lalu diangkat keluar
untuk dikecambahkan. Perendaman dengan air panas merupakan salah
satu cara memecahkan masa dormansi benih.
HCl adalah salah satu bahan kimia yang dapat mengatasi masalah
dormansi pada benih.
D. Perlakuan dengan suhu
Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada
keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah
perubahan dalam benih yang berakibat menghilangkan bahan-bahan

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 17


penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahan-bahan yang
merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap
jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
E. Perlakuan dengan cahaya
Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju
perkecambahan. Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah
cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari.

Di bawah ini adalah tabel tipe-tipe dari dormansi beserta metode pematahan
dormansi.

Tipe Karakteristik Contoh Metode pematahan dormansi


dormansi spesies Alami Buatan
Immature Benih secara Fraxinus Pematangan Melanjutkan
embryo fisiologis belum excelcior, secara alami proses fisiologis
mampu Ginkgo biloba, setelah biji pemasakan
berkecambah, karena Gnetum disebarkan embryo setelah
embryo belum gnemon biji mencapai
masak walaupun biji masa lewat-
sudah masak masak (after-
ripening)

Dormansi Perkembangan Pterocarpus, Dekomposisi Peretakan


mekanis embryo secara fisis Terminalia bertahap pada mekanis
terhambat karena spp, Melia struktur yang
adanya kulit volkensii keras
biji/buah yang keras

Dormansi Imbibisi/penyerapan Beberapa Fluktuasi suhu Skarifikasi


fisis air terhalang oleh Leguminoceae mekanis,
lapisan kulit & Myrtaceae pemberian air
biji/buah yang panas atau
impermeable bahan kimia

Dormansi Buah atau biji Buah fleshy Pencucian Menghilangkan


chemis mengandung zat (berdaging) (leaching) oleh jaringan buah
penghambat air, dekomposisi dan mencuci
(chemical inhibitory bertahap pada bijinya dengan
compound) yang jaringan buah air
menghambat
perkecambahan

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 18


Foto Biji gagal Sebagian besar Pencahayaan Pencahayaan
dormansi berkecambah tanpa spesies
adanya pencahayaan temperate,
yang cukup. tumbuhan
Dipengaruhi oleh pioneer tropika
mekanisme humida seperti
biokimia fitokrom eucalyptus dan
Spathodea
Thermo Perkecambahan Sebagian besar Penempatan pada Stratifikasi atau
dormansi rendah tanpa adanya spesies suhu rendah di pemberian
perlakuan dengan temperate, musim dingin perlakuan suhu
suhu tertentu tumbuhan Pembakaran rendah
pioneer daerah Pemberian suhu Pemberian suhu
tropis- yang berfluktuasi tinggi
subtropis Pemberian suhu
kering, berfluktuasi
tumbuhan
pioneer tropika
humida

2.3 Imbibisi
 Definisi Imbibisi
Imbibisi adalah penyerapan air (absorpsi) oleh benda-benda yang padat
(solid) atau agak padat (semi solid) karena benda-benda itu mempunyai zat
penyusun dari bahan yang berupa koloid.

 Syarat Terjadinya Imbibisi


1. Perbedaan Ψ antara benih dengan larutan, dimana Ψ benih < Ψ larutan.
2. Ada tarik menarik yang spesifik antara air dengan benih. Benih
memiliki partikel koloid yang merupakan matriks, bersifat hidrofil
berupa protein, pati, selulose.
3. Benih kering memiliki Ψ sangat rendah. Hubungan antara Ψ dengan
komponen penyusun: Ψ = Ψm + Ψp
4. Volume air yang diserap + volume biji mula-mula > volume biji
setelah menyerap air, sebagian air telah digunakan untuk menjalankan
proses metabolisme.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 19


5. Proses metabolime: aktivasi enzim, hidrolisis cadangan makanan,
respirasi.

 Imbibisi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu temperatur dan potensial


osmosis senyawa yang diimbibisi. Temperatur tidak mempengaruhi
kecapatan imbibisi, sedangkan potensial osmosis dapat mempengaruhi
kedua-duanya. Saat biji kacang hijau yang kering direndam dalam air, air
akan masuk ke ruang antarsel penyusun endosperm secara osmosis.
Peristiwa tersebut termasuk peristiwa imbibisi. Kecepatan imbibisi
berbanding lurus dengan kenaikan suhu dan berbanding terbalik dengan
kenaikan konsentrasi zat.

 Dinding sel hidup selalu rembes dan kadang-kadang dikelilingi oleh


larutan cair yang sinambung dari satu sel ke sel lainnya, sehingga
membentuk suatu jalinan pada seluruh tumbuhan. Dipandang dari sudut
hubungannya dengan larutan ini, sebuah sel tumbuhan biasanya dapat
dibandingkan dengan sistem osmosis tipe tertutup. Kedua selaput
sitoplasma, yaitu plasmalema di sebelah luar dan tonoplas di sebelah
dalam, kedua-duanya sangat permeabel terhadap air, tetapi relatif tak
permeabel terhadap bahan terlarut, sehingga untuk mudahnya seluruh
lapisan sitoplasma itu dapat dianggap sebagai membran sinambung dan
semi-permeabel.

 Banyak benda-benda kering atau benda setengah padat dapat menyerap air
(absorpsi) karena benda-benda tersebut mengandung materi koloid yang
hidrofil. Hidrofil artinya menarik air. Contoh pada tumbuhan misalnya biji
yang kering. Penyerapan air dipengaruhi oleh faktor dalam (disebut pula
faktor tumbuhan) dan faktor luar atau faktor lingkungan.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 20


 Faktor dalam terdiri dari:
a. Kecepatan transpirasi : semakin cepat transpirasi makin cepat
penyerapan.
b. Sistem perakaran : tumbuhan yang mempunyai system perakaran
berkembang baik, akan mampu mengadakan penyerapan lebih
kuat karena jumlah bulu akar semakin banyak.
c. Kecepatan metabolisme : karena penyerapan memerlukan energi,
maka semakin cepat metabolismem (terutama respirasi) akan
mempercepat penyerapan. (Yusuf, 2009)

 Faktor lingkungan terdiri dari:


a. Ketersediaan air tanah : tumbuhan dapat menyerap air bila air
tersedia antara kapasitas lapang dan konsentrasi layu tetap. Bila air
melebihi kapasitas lapang penyerapan terhambat karena akan
berada dalam lingkungan anaerob.
b. Konsentrasi air tanah : air tanah bukan air murni, tetapi larutan
yang berisi berbagai ion dan molekul. Semakin pekat larutan tanah
semakin sulit penyerapan.
c. Temperatur tanah : temperatur mempengaruhi kecepatan
metabolism. Ada temperatur optimum untuk metabolisme dan
tentu saja ada temperatur optimum untuk penyerapan.
d. Aerasi tanah: yang dimaksud dengan aerasi adalah pertukaran
udara, yaitu maksudnya oksigen dan lepasnya CO2 dari
lingkungan. Aerasi mempengaruhi proses respirasi aerob, kalau
tidak baik akan menyebabkan terjadinya kenaikan kadar CO2 yang
selanjutnya menurunkan pH. Penurunan pH ini berakibat terhadap
permeabilitas membran sel. (Yusuf, 2009)

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 21


BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Waktu : Rabu, 13 Mei 2015
Tempat : Laboratorium PLT, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.6 Alat dan Bahan


Alat:
1. Cawan Petri 10 buah
2. Kertas saring atau kapas
3. Gelas beaker
4. Tabung reaksi
5. Kertas amplas yang kasar

Bahan:
1. Biji kacang Hijau (Phaseolus radiates) sebanyak 60 biji
2. Biji Trembesi atau Saga sebanyak 100 biji
3. Aquades
4. Minyak sayur
5. 𝐻2 S𝑂4 pekat
6. Komarin 50 ppm

3.7 Cara Kerja Percobaan 1: Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap


Perkecambahan

1. Menyediakan 5 cawan peri beralaskan kertas saring atau kapas.


2. Membiarkan cawan 1 kering, membasahi cawan ke 2 dengan 15 ml
aquades untuk memungkinkan biji dapat berkecambah, begitu pula
dengan cawan ke 4 dan ke 5.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 22


3. Membasahi cawan ke 3 dengan 15 ml aquades yang telah dididihkan dan
sudah mencapai suhu kamar lagi.
4. Menyiapkan pula 1 tabung reaksi berisikan 10 ml air seperti pada cawan
ke 3, menggunakan air mendidih yang sudah didinginkan.
5. Memasukkan ke dalam cawan masing-masing 10 biji, pada cawan ke 5
10 biji yang telah dibuang kulit bijinya.
6. Melapisi permukaan tabung reaksi yang telah terisi 10 biji dengan
lapisan minyak.
7. Menyimoan semua cawan dan tabung pada suhu kamar, kecuali cawan
ke 4 di simpan dalam lemari es dengan suhu 5°-10℃.
8. Melakukan pengamatan jumlah biji yang berkecambah dalam tiap cawan
atau tabung selama 7 hari dan mencatat presentase perkecambahannya.

3.8 Cara Kerja Percobaan 2: Biji dengan Kulit Biji yang Relatif Keras
1. Menyediakan 50 biji saga sebanyak 50 biji bagi dalam 5 kelompok
2. Meyediakan pula 5 pasang cawan petri beralaskan kertas saring atau
kapas.
3. Cawan 1-4 dibasahi dengan aquades sebanyak 15 ml.
4. Pada cawan pertama dimasukkan 10 biji, pada cawan kedua dimasukkan
10 biji yang diasah menggunakan amplas sebagian kulit bijinya sampai
tampak kotiledonnya.
5. Pada cawan ketiga dimasukkan 10 biji yang telah direndam ke dalam air
mendidih dan biarkan tetap terendam hingga air mencapai suhu kamar.
6. Pada cawan keempat dimasukkan 10 biji yang sebelumnya direndam ke
dalam 𝐻2 S𝑂4 pekat 1-2 menit kemudian cuci di bawah air mengalir.
7. Membasahi cawan ke 5 dahulu secukupnya dengan komarin 50 ppm
kemudian dimasukkan 10 biji
8. Menyimpan semua cawan petri di dalam ruang gelap. Melakukan
pengamatan presentase perkecambahan dalam setiap cawan petri.
9. Menjaga kelembaban jangan sampai cawan petri kering.
10. Menuliskan hasil pengamatan pada tabel pengamatan praktikum.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 23


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Percobaan Pertama (Kacang Hijau)

Cawan Bentuk Perlakuan biji yang Presentase



berkecambah
Perkecambahan (%)
1 Biji utuh, tanpa aquades,
0 0
suhu kamar
2 Biji utuh, aquades, suhu
6 60
kamar
3 Biji utuh, aquades yang
8 80
dididihkan, suhu kamar
4 Biji utuh, aquades, suhu
0 0
5°-10℃.
5 Biji tanpa kulit, aquades,
10 100
suhu kamar
Tabung Biji utuh, direndam di
0 0
Reaksi dalam aquades, dilapisi
minyak

Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Percobaan Kedua (Biji Saga atau Trembesi)

Cawan Bentuk Perlakuan biji yang Presentase



berkecambah
Perkecambahan (%)
1 Aquades, biji utuh 0 0
2 Aquades, kulit biji diasah 6 60

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 24


3 Aquades, biji direndam dalam air 0 0
mendidih
4 Aquades, biji direndam dalam 0 0
𝐻2 S𝑂4 pekat
5 Komarin50 ppm, biji utuh 0 0
6 Aquades, biji utuh dengan lapisan 0 0
minyak

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perkecambahan (Percobaan)

Berdasarkan praktikum pengujian pengaruh faktor lingkungan terhadap


perkecambahan yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengamatan sebagai
berikut:

(1) Pada perlakuan pertama menggunakan Biji utuh, tanpa aquades di dalam
suhu kamar didapatkan hasil tidak ada satupun biji yang berkecambah
dengan presentase keberhasilan perkecambahan 0%. Biji yang disimpan
dalam keadaan kering tidak dapat tumbuh karena enzim-enzim
pertumbuhannya belum aktif.
(2) Pada perlakuan kedua menggunakan Biji utuh, aquades, di dalam suhu
kamar didapatkan hasil 6 biji yang berkecambah dengan presentase
keberhasilan perkecambahan 60%. Aquades merupakan salah satu faktor
yang mampu mengaktifkan enzim-enzim pertumbuhan pada biji.
(3) Pada perlakuan ketiga menggunakan Biji utuh, aquades yang dididihkan,
di dalam suhu kamar didapatkan hasil 8 biji yang berkecambah dengan
presentase keberhasilan perkecambahan 80%. Tujuan direndam dalam air
yang mendidih hingga mencapai suhu kamar (semula) yaitu untuk
mempermudah proses imbibisi dan melunakkan permukaan biji,

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 25


(4) Pada perlakuan pertama menggunakan Biji utuh, aquades, suhu 5°-10℃
didapatkan hasil tidak ada satupun biji yang berkecambah dengan
presentase keberhasilan perkecambahan 0%. Hal ini disebabkan karena
pada suhu yang sangat rendah, keadaan lingkungan dianggap tidak
memungkinkan tumbuhan untuk hidup. Lingkungan dianggap tidak
mendukung proses perkecambanhan, sehingga masa dormansi akan lebih
lama.
(5) Pada perlakuan pertama menggunakan Biji tanpa kulit, aquades, suhu
kamar didapatkan hasil 10 biji yang berkecambah dengan presentase
keberhasilan perkecambahan 100%. Kulit biji yang telah hilang membuat
aquades meresap hingga kotiledon mengaktifkan enzim-enzim
pertumbuhan pada biji. Suhu kamar juga mendukung kelembaban terhadap
biji. Membuat proses dormansi lebih singkat.
(6) Pada perlakuan pertama menggunakan biji utuh, di rendam dalam aquades
namun dilapisi dengan lapisan minyak sayur didapatkan hasil tidak ada
satupun biji yang berkecambah dengan presentase keberhasilan
perkecambahan 0%. Hal ini dikarenakan biji yang utuh membuat aquades
sulit berimbibisi ke dalam biji. Lapisan minyak juga menggangu
pertukaran oksigen yang dibutuhkan selama proses pertumbuhan.

4.2.2 Biji dengan Kulit Biji yang Relatif Keras (Percobaan 2)

Berdasarkan praktikum pengujian pengaruh faktor kulit biji yang relatif keras
dengan masa dormansi yang telah dilakukan, didapatkan hasil pengamatan
sebagai berikut:

1) Pada perlakuan pertama menggunakan biji utuh dan diberi aquades


didapatkan hasil tidak ada satupun biji yang berkecambah dengan
presentase keberhasilan perkecambahan 0%. Hal ini dikarenakan membran
luar biji sangat keras dan berlapis. Sehingga air tidak dapat masuk ke
endosperma biji untuk mengaktifkan enzim pertumbuhan.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 26


2) Pada perlakuan kedua menggunakan kulit biji yang diasah (skarifikasi) dan
diberi Aquades, didapatkan hasil 6 biji yang berkecambah dengan
presentase keberhasilan perkecambahan 60%. Skarifikasi membuat proses
imbibisi dapat berlangsung lebih maksimal.
3) Pada perlakuan ketiga menggunakan biji utuh yang direndam dalam air
mendidih dan diberi aquades , didapatkan hasil tidak ada satupun biji yang
berkecambah. Perendaman karena air mendidih bertujuan untuk
mempermudah proses imbibisi. Pada kenyataannya terjadi penyimpangan
dari teori karena presentase perkecambahan hanya 0 %.
4) Pada perlakuan keempat menggunakan biji utuh yang direndam dalam
H2SO4 pekat dan diberi aquades, didapatkan hasil tidak ada satupun biji
yang berkecambah dengan presentase keberhasilan perkecambahan 0%.
Sesuai dengan teori pada tinjauan pustaka, penggunaan H2SO4 ditujukan
untuk melunakkan lapisan luar biji yang keras sehingga memudahkan
imbibisi. Namun pada hasil praktikum didapat penyimpangan, karena
tidak ada satupun biji yang berkecambah.
5) Pada perlakuan kelima menggunakan biji utuh dan diberi Komarin 50 ppm,
didapatkan hasil tidak ada satupun biji yang berkecambah dengan
presentase keberhasilan perkecambahan 0%. Hal ini disebabkan komarin
memiliki kemampuan untuk mematikan enzim-enzim perkecambahan
sehingga memperlama masa dormansi tumbuhan.
6) Pada perlakuan keenam menggunakan biji utuh yang sirendam di dalam
tabung reaksi berisikan aquades dengan lapisan minyak, didapatkan hasil
tidak ada satupun biji yang berkecambah dengan presentase keberhasilan
perkecambahan 0%. Hal ini disebabkan lapisan minyak menghambat
oksigen yang dibutuhkan dalam proses perkecambahan tanaman.

Pada praktikum kali ini terdapat beberapa penyimpangan dari teori. Ada
beberapa faktor yang dapat berpengaruh. Contohnya adanya gangguan jamur yang
menghambat proses perkecambahan (benih menjadi busuk dan rusak sebelum
berkembang lebih lanjut). Selain itu kelembaban ruangan dan media tidak selalu
terjaga secara konstan.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 27


BAB V

KESIMPULAN

 Benih-benih berkulit keras seperti biji saga atau trembesi menunjukkan tipe
dormansi. Mereka termasuk dalam famili Leguminoceae. Pada biji
leguminoceae ini, air tidak dapat masuk karena terhalang kulit biji yang
mempunyai struktur terdiri dari lapisan sel-sel berupa palisade yang
berdinding tebal. Terutama di permukaan paling luar dan bagian dalamnya
mempunyai lapisan lilin. Di alam selain pergantian suhu tinggi dan rendah
dapat menyebabkan biji tersebut retak akibat pengembangan dan
pengkerutan, juga kegiatan dari bakteri dan cendawan dapat membantu
memperpendek masa dormansi biji.

 Cara-cara untuk memecahkan dormansi antara lain dengan perlakuan mekanis,


perlakuan kimia, perlakuan perendaman air, perlakuan pemberian temperatur
tertentu dan perlakuan dengan cahaya.

 Pada praktikum ini penggunaan perlakuan untuk mematahkan masa dormansi


biji antara lain dengan cara perendaman menggunakan air panas 60-70℃,
skarifikasi pada biji tanaman saga atau trembesi, perendaman dengan H2SO4,
serta menjaga kelembaban media dengan melakukan penyiraman aquades
secara berkala. Pada praktikum ini pula dilakukan penggunaan perlakuan
untuk mendukung masa dormansi seperti penggunaan komarin 50 ppm
sebagai penghambat kerja enzim-enzim penting dalam perkecambahan dan
menyebabkan masa dormansi biji lebih lama, penyimpanan dalam suhu 5-
10 ℃ (di dalam freezer) beserta penggunaan lapisan minyak pada tabung
reaksi dengan tujuan untuk mencegah atau oksigen dari luar masuk ke tabung.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 28


DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku:

Goldsworthy, Peter, 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Harjadi, M.M Sri Setyati. 1996. Pengantar Agronomi. Cetakan ke-12. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

Salisbury, F & Ross, C.W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit ITB,
Bandung.

Sasmithahamihardja, D. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Fakultas FMIPA ITB,


Bandung

Soerodikoesomo, Wibisono. 1994. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Depdikbud,


Jakarta

Suhardi. 1983. Dasar-dasar Bercocok Tanam. Kanisius, Yogyakarta.

Sutopo, Lita. 1993. Teknologi Benih. Fakultas Pertanian UNBRAW, Jakarta Utara.

Zulkarnain. 2009. Dasar-dasar Holtikultura. Cetakan pertama. Bumi Aksara,


Jakarta.

Situs Internet :

Abdi. 2008. Dormansi Pada Benih Tanaman Pangan Dan Cara Praktis
Membangkitkannya. Diakses dari http://www.tanindo.com/abdi5/hal0401.htm.
pada tanggal 14 Mei 2015.

Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/benih, diakses pada 14 Mei 2015.


____, Dormansi pada Biji, http://agrica.wordpress.com/2009/01/03/dormansi-biji/,
diakses pada 15 Mei 2015.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 29


LAMPIRAN

No. Gambar Keterangan


1 Berikut ini merupakan alat yang
dibutuhkan dalam praktikum yaitu
cawan petri, kapas, dan amplas.

2 Gambar di samping merupakan cairan


aquades dan cairan komarin 50 ppm.

3 Gambar di samping merupakan


gambar 𝐻2 S 𝑂4 pekat dan minyak
sayur.

4 Gambar di samping merupakan bahan


praktikum yaitu Biji Saga dan Biji
kacang Hijau.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 30


5 Biji saga dan biji kacang hijau yang
telah ditata di dalam cawan petri

6 Biji saga yang telah diberi berbagai


macam perlakuan, mengalami
beberapa perubahan.

7 Biji kacang hijau yang telah diberi


berbagai macam perlakuan,
mengalami beberapa perubahan.

8 Salah satu contoh cawan petri berisi


biji yang terserang jamur, sehingga
sulit teridentifikasi apakah biji tersebut
sudah berkecambah atau tidak.

Laporan Praktikum Ilmu Tanaman: Fisiologi Tumbuhan 31

Anda mungkin juga menyukai