Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang rumah
sakit disebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat 2
dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Tugas dan fungsi rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 983
tahun 1992 adalah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan serta kesehatan keluarga dan
lingkungan, sangat jelas bahwa dalam mengelola sebuah rumah sakit tidaklah mudah dan
bisa dikatakan cukup rumit. Dalam mengelola rumah sakit diperlukan banyak tenaga-
tenaga professional yang terdiri dari dokter, perawat, paramedik, apoteker serta operator
instrument alat-alat penunjang kesehatan.
Rumah sakit di Indonesia berdiri sesuai dengan undang-undang tentang Rumah sakit
sebagai pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan
yang diberikan kepada rumah sakit oleh Pemerintah melalui badan yang berwenang
(KARS) karena rumah sakit telah memenuhi standar pelayanan yang telah
ditentukan.Dewasa ini, globalisai menuntut pengembangan mutu pelayanan dan fasilitas
yang harus dilaksanakan secara arif dan berkelanjutan. Sistem Akreditasi yang telah
banyak dilaksanakan. Rumah sakit seharusnya tetap melakukan pelaporan tentang
indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut
bersumber dari sensus harian rawat inap BOR (Bed Occupancy Rate), ALOS (Average
Length of Stay), TOI (Turn Over Interval), BTO (Bed Turn Over), GDR dan NDR (Gross
Death Rate dan Nett Death Rate).
Salah satu permasalahan yang ada dalam rumah sakit adalah masih rendahnya tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan
dimana salah satu aktivitas yang rutin dilakukan dalam statistik rumah sakit adalah
menghitung tingkat efisiensi hunian tempat tidur (TT). Hal ini dilakukan untuk memantau
aktivitas penggunaaan tempat tidur di unit perawatan rawat inap dan untuk merencanakan
pengembangannya. Kriteria atau parameter tertentu dibutuhkan untuk menentukan apakah
tempat tidur yang tersedia telah berdaya guna dan berhasil guna. Parameter tersebut
diantaranya adalah BOR (Bed Occupancy Rate), LOS (Lenght of Stay), TOI (Turn Over
Interval), dan BTO (Bed Turn Over. Dimana indikator tersebut dapat dipakai untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan rawat inap suatu rumah
sakit
Oleh karena itu, tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas mengenai beberapa
indikator-indikator pelayanan rumah sakit yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan di RSUD Labuang Baji Tahun 2019.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut, yaitu untuk mengetahui
bagaimana mutu pelayanan kesehatan di RSUD Labuang baji Makassar tahun 2019
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi tentang mutu pelayanan rumah sakit di Rawat Inap
RSUD Labuang Baji Makassar tahun 2019

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui jumlah rata-rata pemakaian tempat tidur (BOR)
b. Untuk mengetahui jumlah rata-rata lamanya perawatan pasien (ALOS)
c. Untuk mengetahui frekuensi penggunaan tempat tidur (BTO)
d. Untuk mengetahui interval penggunaan tempat tidur (TOI)
e. Untuk mengetahui angka kematian di atas 48 jam (NDR)
f. Untuk mengetahui angka kematian umum (GDR)
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Tentang Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan

karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,

kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang tetap mampu

meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud

derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral dari

suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna

(komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)dan pencegahan penyakit (preventif)

kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan

dan pusat penelitian medik.

Rumah sakit adalah bangunan gedung atau sarana kesehatan yang memerlukan

perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan

kemudahan, dimana berdasarkan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit

bertujuan :

a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan

b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan

rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;

c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit;

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat. Pelayanan Kesehatan Paripurna adalah pelayanan kesehatan yang

meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Pasal 4 Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan bahwa

tugas rumah sakit adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna.Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, rumah sakit

mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalamrangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Pengaturan tugas dan fungsi Rumah Sakit yang terkait dengan banyaknya persyaratan
yang harus dipenui dalam pendirian Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk pengawasan
preventif terhadap Rumah Sakit. Di samping itu, penetapan sanksi yang sangat berat
merupakan bentuk pengawasan represifnya. Pengaturan tersebut sebenaranya
dilatarbelakangi oleh aspek pelayanan kesehatan sebagai suatu hal yang menyangkut hajat
hidup sangat penting bagi masyarakat.
Pengaturan tentang peran dan fungsi Rumah Sakit sebelumnya meliputi hal-hal
berikut ini:
a. Menyediakan dan menyelenggarakan:
1) Pelayanan medik
2) Pelayanan penunjang medik
3) Pelayanan perawat
4) Pelayanan Rehabilitas
b. Pencegahan dan peningkatan kesehatan
c. Sebagai tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik atau tenaga paramedik.
d. Sebagai tempat penelitian dan pengembngan lmu dan teknologi bidang kesehatan.

3. Jenis Rumah Sakit

Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

a. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah

sakit umum dan rumah sakit khusus.

1) Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan

jenis penyakit
2) Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu

jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis

penyakit, atau kekhususan lainnya.

b. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit publik

dan rumah sakit privat


1) Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan badan hukum yeng bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang
dikelola pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah sakit privat.
2) Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum dengan
tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.

4. Klasifikasi Rumah Sakit


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019
tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit, rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan, yaitu:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
1) Rumah Sakit umum kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) penunjang medik spesialis, 12 (dua
belas) spesialis lain selain spesialis dasar, dan 13 (tiga belas) subspesialis.
2) Dalam hal di satu wilayah administratif provinsi tidak terdapat Rumah Sakit umum kelas
A, Rumah Sakit umum kelas B sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menambah
pelayanan mediknya paling banyak 3 (tiga) spesialis lain selain spesialis dasar, 1 (satu)
penunjang medik spesialis, dan 9 (sembilan) pelayanan medik subspesialis berupa
pelayanan medik subspesialis dasar dan/atau subspesialis lain selain subspesialis dasar.
3) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit penanaman
modal asing diberikan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.
4) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (1), Rumah Sakit harus memiliki:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:
 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta. b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I paling
banyak 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
 jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan swasta.
b) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum, Jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
5% (lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga
persen) untuk pelayanan intensif lainnya.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
1) Rumah Sakit umum kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) penunjang medik spesialis, 8 (delapan)
spesialis lain selain spesialis dasar, dan 2 (dua) subspesialis dasar
2) Rumah Sakit umum kelas B) akan meningkatkan fasilitas dan kemampuan pelayanan
mediknya, penambahan pelayanan paling banyak 2 (dua) spesialis lain selain spesialis
dasar, 1 (satu) penunjang medik spesialis, 2 (dua) pelayanan medik subspesialis dasar,
dan 1 (satu) subspesialis lain selain subspesialis dasar.
3) Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah Sakit
umum kelas B, Rumah Sakit umum kelas C sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
menambah pelayanan mediknya paling banyak 7 (tujuh) spesialis lain selain spesialis
dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
4) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh gubernur
setelah mendapatkan notifikasi dari kepala dinas yang berwenang di bidang kesehatan
pada Pemerintah Daerah provinsi.
5) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (1), Rumah Sakit harus memiliki:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:
 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik
swasta. b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I paling
banyak 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
 jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan swasta.
b) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum, Jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
5% (lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga
persen) untuk pelayanan intensif lainnya.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
1) Rumah Sakit umum kelas C merupakan Rumah Sakit umum yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat)
penunjang medik spesialis.
2) Dalam hal Rumah Sakit umum kelas C akan meningkatkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan mediknya, penambahan pelayanan paling banyak 3 (tiga) pelayanan medik
spesialis lain selain spesialis dasar, dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
3) Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah Sakit
umum kelas B, Rumah Sakit umum kelas C sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
menambah pelayanan mediknya paling banyak 7 (tujuh) spesialis lain selain spesialis
dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
4) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit kelas D
diberikan oleh bupati/wali kota setelah mendapatkan notifikasi dari kepala dinas yang
berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota. \
5) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43
ayat (1), Rumah Sakit harus memiliki:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:
 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik swasta. b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I
paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk
Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
 jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
6) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum, Jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas 5%
(lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga persen)
untuk pelayanan intensif lainnya.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
1) Rumah Sakit umum kelas D merupakan Rumah Sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
2) Dalam hal Rumah Sakit umum kelas D akan meningkatkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan mediknya, penambahan pelayanan paling banyak 1 (satu)
pelayanan medik spesialis dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
3) Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah
Sakit umum kelas C, Rumah Sakit umum kelas D sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 2 (dua) spesialis
dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
4) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit
kelas D diberikan oleh bupati/wali kota setelah mendapatkan notifikasi dari
kepala dinas yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota.
5) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1), Rumah Sakit harus memiliki:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:
 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik swasta. b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I
paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk
Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
 jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
b) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum, Jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
5% (lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga
persen) untuk pelayanan intensif lainnya.

5. Jenis Pelayanan Rumah Sakit

Standar pelayanan minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar

yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan

oleh Badan Layanan Umum kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit

dalam Permenkes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 meliputi jenis-jenis pelayanan rumah

sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah sakit, yaitu:


a. Pelayanan gawat darurat
b. Pelayanan rawat jalan

c. Pelayanan rawat inap

d. Pelayanan bedah

e. Pelayanan persalinan dan perinatologi

f. Pelayanan intensif

g. Pelayanan radiologi

h. Pelayanan laboratorium patologi klinik

i. Pelayanan rehabilitasi medik

j. Pelayanan farmasi

k. Pelayanan gizi

l. Pelayanan transfusi darah

m. Pelayanan keluarga miskin

n. Pelayanan rekam medis

o. Pengelolaan limbah

p. Pelayanan administrasi manajemen

q. Pelayanan ambulans/ kereta jenazah

r. Pelayanan pemulasaraan jenazah

s. Pelayanan laundry
t. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit

u. Pencegah Pengendalian Infeksi

B. Tinjauan Umum tentang Mutu Pelayanan Kesehatan


1. Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah hasil akhir atau out come dari interaksi dan
ketergantungan antara berbagai aspek, komponen, atau unsur organisasi pelayanan
kesehatan sebagai suatu sistem. Hubungan mutu dan aspek-aspek dalam pelayanan
kesehatan cara-cara peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat melalui pendekatan
institusional atau individu. Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi menggunakan
pendekatan yang lazim dipakai yakini pendekatan input, proses dan hasil (output).
a. Pendekatan input adalah berfokus pada system yang dipersiapkan dalam organisasi
dari manajemen termasuk komitmen, dan stakeholder lainnya, procedure dan
kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.
b. Pendekatan Proses adalah semua metode dengan cara bagaiamana pelayanan
dilaksanakan
c. Hasil (output) adalah hasil pelaksanaan kegiatan perlu diperjelas perbeddan istilah
output dan outcome seperti sering didengar. Output adalah hasil yang dicapai dalam
jangka pendek, misalnya akhir dari kegiatan pemasangan infus, sedangkan outcome
adalah hasil yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya flebitis
setelah 3x24 jam pemasangan infus. (M.Fais Satrianegara, 2014)
Menurut Azwar (1996), mutu pelayanan kesehatan bersifat multi dimensional. Hal
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan atau pasien, pengertian mutu pelayanan kesehatan
terutama berhubungan erat dengan ketanggapan dan kemampuan petugas rumah sakit
dalam memenuhi kebutuhan pasien dan komunikasi petugas pasien, termasuk di
dalamnya keramahan dan kesungguhan.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan atau rumah sakit, termasuk di
dalamnya dokter dan semua paramedis, derajat mutu terkait pada pemakaian yang
sesuai dengan perkembangan ilmudan teknologi.
c. Dari pihak penyandang dana data mutu lebih terkait denganefisiensi pemakaian
sumber dana, kewajaran pembiayaan dan atau kemampuan pelayanan kesehatan yang
mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) dalam Sanjoyo (2009), mutu pelayanan
kesehatan adalah yang menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang
disatu pihak menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan
penduduk, serta pada pihak lain, tata penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesional yang telah ditetapkan.
2. Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu dan efisien pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator tersebut adalah:
a. Bed Occupancy Rate (BOR)
Bed Occupancy Ratio (BOR) merupakan angka yang menunjukkan presentase

penggunaan TT di unit rawat inap (bangsal). Angka BOR yang rendah menunjukkan

kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR

yang tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang

tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.

Nilai standar untuk BOR berdasarkan Barber-Johnson (standar internasional)

yaitu 75%-85%. Sedangkan menurut Depkes BOR yang ideal adalah antara 60-85% .

Jumlah hari perawatan RS dalam waktu tertentu


BOR = x 100%
Jumlah TT x jumlah hari dalam satu tahun

b. Average Length of Stay (ALOS)


Average Length of Stay (ALOS) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Selain memberikan gambaran tingkat efisiensi, indikator ini juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan
hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal
antara 6 – 9 hari.

Jumlah hari perawatan pasien rawat inap di RS


(hidup + mati)
ALOS =
Jumlah pasien rawat inap yang keluar RS
(hidup + mati)
c. Bed Turn Over (BTO)
Bed Turn Over (BTO) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada
satuperiode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu(biasanya dalam
periode 1 tahun).Indikator ini memberikan tingkatefisiensi pada pemakaian tempat
tidur.Idealnya dalam setahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40 – 50 kali.
Jumlah pasien rawat inap yang keluar (hidup + mati)
BTO = di RS dalam 1 tahun
Jumlah tempat tidur di RS pada tahun yang sama
d. Turn Over Interval (TOI)
Turn Over Interval (TOI) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur
tidakditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.Indikator ini memberikan
gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong
atau tidak terisi pada kisaran 1–3 hari.

(Jumlah TT x jumlah hari dalam setahun) −


jumlah hari perawatan
TOI =
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
e. Net Death Rate (NDR)
Net Death Rate (NDR) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawatuntuk
tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaranmutu pelayanan
di rumah sakit.Standar nilai NDR kurang dari 25 per 1000 penderita keluar.
Jumlah pasien mati > 48 jam dirawat
NDR = x 1000%
Jumlah pasien keluar RS (hidup + mati)

f. Gross Death Rate (GDR)


Gross Death Rate (GDR) adalah angka kematian umum untuk setiap
1000penderita keluar rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan untuk menilai mutu
pelayanan jika angka kemtian <48 jam tinggi. Standar nilai GDR tidak lebih dari 45
per 1000 penderita keluar.

Jumlah seluruh kematian pasien di RS


GDR = x 1000%
Jumlah pasien keluar RS (hidup + mati)

Anda mungkin juga menyukai