PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang rumah
sakit disebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat 2
dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Tugas dan fungsi rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 983
tahun 1992 adalah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan serta kesehatan keluarga dan
lingkungan, sangat jelas bahwa dalam mengelola sebuah rumah sakit tidaklah mudah dan
bisa dikatakan cukup rumit. Dalam mengelola rumah sakit diperlukan banyak tenaga-
tenaga professional yang terdiri dari dokter, perawat, paramedik, apoteker serta operator
instrument alat-alat penunjang kesehatan.
Rumah sakit di Indonesia berdiri sesuai dengan undang-undang tentang Rumah sakit
sebagai pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan
yang diberikan kepada rumah sakit oleh Pemerintah melalui badan yang berwenang
(KARS) karena rumah sakit telah memenuhi standar pelayanan yang telah
ditentukan.Dewasa ini, globalisai menuntut pengembangan mutu pelayanan dan fasilitas
yang harus dilaksanakan secara arif dan berkelanjutan. Sistem Akreditasi yang telah
banyak dilaksanakan. Rumah sakit seharusnya tetap melakukan pelaporan tentang
indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut
bersumber dari sensus harian rawat inap BOR (Bed Occupancy Rate), ALOS (Average
Length of Stay), TOI (Turn Over Interval), BTO (Bed Turn Over), GDR dan NDR (Gross
Death Rate dan Nett Death Rate).
Salah satu permasalahan yang ada dalam rumah sakit adalah masih rendahnya tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan
dimana salah satu aktivitas yang rutin dilakukan dalam statistik rumah sakit adalah
1
menghitung tingkat efisiensi hunian tempat tidur (TT). Hal ini dilakukan untuk memantau
aktivitas penggunaaan tempat tidur di unit perawatan rawat inap dan untuk merencanakan
pengembangannya. Kriteria atau parameter tertentu dibutuhkan untuk menentukan apakah
tempat tidur yang tersedia telah berdaya guna dan berhasil guna. Parameter tersebut
diantaranya adalah BOR (Bed Occupancy Rate), LOS (Lenght of Stay), TOI (Turn Over
Interval), dan BTO (Bed Turn Over. Dimana indikator tersebut dapat dipakai untuk
mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan rawat inap suatu rumah
sakit
Oleh karena itu, tujuan dari makalah ini adalah untuk membahas mengenai beberapa
indikator-indikator pelayanan rumah sakit yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu dan efisiensi pelayanan di RSU Thalia Irham Tahun 2018.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut, yaitu untuk mengetahui
bagaimana mutu pelayanan kesehatan di RSU Thalia Irham Tahun 2018
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mendapatkan informasi tentang mutu pelayanan rumah sakit di Rawat Inap
RSU Thalia Irham Tahun 2018
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui jumlah rata-rata pemakaian tempat tidur (BOR)
b. Untuk mengetahui jumlah rata-rata lamanya perawatan pasien (ALOS)
c. Untuk mengetahui frekuensi penggunaan tempat tidur (BTO)
d. Untuk mengetahui interval penggunaan tempat tidur (TOI)
e. Untuk mengetahui angka kematian di atas 48 jam (NDR)
f. Untuk mengetahui angka kematian umum (GDR)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
paripurna.Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, rumah sakit
mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan
standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan
yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalamrangka
peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan
etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Pengaturan tugas dan fungsi Rumah Sakit yang terkait dengan banyaknya persyaratan
yang harus dipenui dalam pendirian Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk pengawasan
preventif terhadap Rumah Sakit. Di samping itu, penetapan sanksi yang sangat berat
merupakan bentuk pengawasan represifnya. Pengaturan tersebut sebenaranya
dilatarbelakangi oleh aspek pelayanan kesehatan sebagai suatu hal yang menyangkut hajat
hidup sangat penting bagi masyarakat.
Pengaturan tentang peran dan fungsi Rumah Sakit sebelumnya meliputi hal-hal
berikut ini:
a. Menyediakan dan menyelenggarakan:
1) Pelayanan medik
2) Pelayanan penunjang medik
3) Pelayanan perawat
4) Pelayanan Rehabilitas
b. Pencegahan dan peningkatan kesehatan
c. Sebagai tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik atau tenaga paramedik.
d. Sebagai tempat penelitian dan pengembngan lmu dan teknologi bidang kesehatan.
3. Jenis Rumah Sakit
Berdasarkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
4
a. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan dalam rumah
sakit umum dan rumah sakit khusus.
1) Rumah sakit umum, memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit
2) Rumah sakit khusus, memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu
jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis
penyakit, atau kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi rumah sakit publik
dan rumah sakit privat
1) Rumah sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan badan hukum yeng bersifat nirlaba. Rumah sakit publik
yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan
pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit publik yang
dikelola pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah sakit privat.
2) Rumah sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum dengan
tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.
4. Klasifikasi Rumah Sakit
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2019
tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit, rumah sakit diklasifikasikan berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan, yaitu:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
1) Rumah Sakit umum kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) penunjang medik
spesialis, 12 (dua belas) spesialis lain selain spesialis dasar, dan 13 (tiga belas)
subspesialis.
2) Dalam hal di satu wilayah administratif provinsi tidak terdapat Rumah Sakit
umum kelas A, Rumah Sakit umum kelas B sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 3 (tiga) spesialis lain selain
spesialis dasar, 1 (satu) penunjang medik spesialis, dan 9 (sembilan) pelayanan
5
medik subspesialis berupa pelayanan medik subspesialis dasar dan/atau
subspesialis lain selain subspesialis dasar.
3) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas A dan Rumah Sakit
penanaman modal asing diberikan oleh Menteri melalui Direktur Jenderal.
4) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1), Rumah Sakit harus memiliki:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:
30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik swasta. b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I
paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk
Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
b) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum, Jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
5% (lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga
persen) untuk pelayanan intensif lainnya.
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
1) Rumah Sakit umum kelas B mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) penunjang medik
spesialis, 8 (delapan) spesialis lain selain spesialis dasar, dan 2 (dua) subspesialis
dasar
2) Rumah Sakit umum kelas B) akan meningkatkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan mediknya, penambahan pelayanan paling banyak 2 (dua) spesialis lain
selain spesialis dasar, 1 (satu) penunjang medik spesialis, 2 (dua) pelayanan
medik subspesialis dasar, dan 1 (satu) subspesialis lain selain subspesialis dasar.
3) Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah
Sakit umum kelas B, Rumah Sakit umum kelas C sebagaimana dimaksud pada
6
ayat (4) dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 7 (tujuh) spesialis
lain selain spesialis dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
4) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas B diberikan oleh
gubernur setelah mendapatkan notifikasi dari kepala dinas yang berwenang di
bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah provinsi.
5) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1), Rumah Sakit harus memiliki:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:
30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik swasta. b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I
paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk
Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
b) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum, Jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
5% (lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga
persen) untuk pelayanan intensif lainnya.
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
1) Rumah Sakit umum kelas C merupakan Rumah Sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar
dan 4 (empat) penunjang medik spesialis.
2) Dalam hal Rumah Sakit umum kelas C akan meningkatkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan mediknya, penambahan pelayanan paling banyak 3 (tiga)
pelayanan medik spesialis lain selain spesialis dasar, dan 1 (satu) penunjang
medik spesialis.
3) Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah
Sakit umum kelas B, Rumah Sakit umum kelas C sebagaimana dimaksud pada
7
ayat (4) dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 7 (tujuh) spesialis
lain selain spesialis dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
4) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit
kelas D diberikan oleh bupati/wali kota setelah mendapatkan notifikasi dari
kepala dinas yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota. \
5) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1), Rumah Sakit harus memiliki:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:
30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik swasta. b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I
paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk
Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
6) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum, Jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas 5%
(lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga persen)
untuk pelayanan intensif lainnya.
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
1) Rumah Sakit umum kelas D merupakan Rumah Sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
2) Dalam hal Rumah Sakit umum kelas D akan meningkatkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan mediknya, penambahan pelayanan paling banyak 1 (satu)
pelayanan medik spesialis dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
3) Dalam hal di satu wilayah administratif kabupaten/kota tidak terdapat Rumah
Sakit umum kelas C, Rumah Sakit umum kelas D sebagaimana dimaksud pada
8
ayat (6) dapat menambah pelayanan mediknya paling banyak 2 (dua) spesialis
dasar dan 1 (satu) penunjang medik spesialis.
4) Izin Mendirikan dan Izin Operasional Rumah Sakit kelas C dan Rumah Sakit
kelas D diberikan oleh bupati/wali kota setelah mendapatkan notifikasi dari
kepala dinas yang berwenang di bidang kesehatan pada Pemerintah Daerah
kabupaten/kota.
5) Dalam menyelenggarakan pelayanan rawat inap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (1), Rumah Sakit harus memiliki:
a) jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit:
30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit
milik swasta. b. jumlah tempat tidur perawatan di atas perawatan kelas I
paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk
Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
jumlah tempat tidur perawatan intensif paling sedikit 8% (delapan
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit baik milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan swasta.
b) Dalam hal pelayanan rawat inap di Rumah Sakit umum, Jumlah tempat tidur
perawatan intensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas
5% (lima persen) untuk pelayanan unit rawat intensif (ICU), dan 3% (tiga
persen) untuk pelayanan intensif lainnya.
5. Jenis Pelayanan Rumah Sakit
Standar pelayanan minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan
oleh Badan Layanan Umum kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit
dalam Permenkes Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 meliputi jenis-jenis pelayanan rumah
sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah sakit, yaitu:
a. Pelayanan gawat darurat
b. Pelayanan rawat jalan
9
c. Pelayanan rawat inap
d. Pelayanan bedah
e. Pelayanan persalinan dan perinatologi
f. Pelayanan intensif
g. Pelayanan radiologi
h. Pelayanan laboratorium patologi klinik
i. Pelayanan rehabilitasi medik
j. Pelayanan farmasi
k. Pelayanan gizi
l. Pelayanan transfusi darah
m. Pelayanan keluarga miskin
n. Pelayanan rekam medis
o. Pengelolaan limbah
p. Pelayanan administrasi manajemen
q. Pelayanan ambulans/ kereta jenazah
r. Pelayanan pemulasaraan jenazah
s. Pelayanan laundry
t. Pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit
u. Pencegah Pengendalian Infeksi
B. Tinjauan Umum tentang Mutu Pelayanan Kesehatan
1. Definisi Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah hasil akhir atau out come dari interaksi dan
ketergantungan antara berbagai aspek, komponen, atau unsur organisasi pelayanan
kesehatan sebagai suatu sistem. Hubungan mutu dan aspek-aspek dalam pelayanan
kesehatan cara-cara peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat melalui pendekatan
institusional atau individu. Pendekatan dalam pelaksanaan evaluasi menggunakan
pendekatan yang lazim dipakai yakini pendekatan input, proses dan hasil (output).
a. Pendekatan input adalah berfokus pada system yang dipersiapkan dalam organisasi
dari manajemen termasuk komitmen, dan stakeholder lainnya, procedure dan
kebijakan sarana dan prasarana fasilitas dimana pelayanan diberikan.
10
b. Pendekatan Proses adalah semua metode dengan cara bagaiamana pelayanan
dilaksanakan
c. Hasil (output) adalah hasil pelaksanaan kegiatan perlu diperjelas perbeddan istilah
output dan outcome seperti sering didengar. Output adalah hasil yang dicapai dalam
jangka pendek, misalnya akhir dari kegiatan pemasangan infus, sedangkan outcome
adalah hasil yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan jangka pendek misalnya flebitis
setelah 3x24 jam pemasangan infus. (M.Fais Satrianegara, 2014)
Menurut Azwar (1996), mutu pelayanan kesehatan bersifat multi dimensional. Hal
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan atau pasien, pengertian mutu pelayanan kesehatan
terutama berhubungan erat dengan ketanggapan dan kemampuan petugas rumah sakit
dalam memenuhi kebutuhan pasien dan komunikasi petugas pasien, termasuk di
dalamnya keramahan dan kesungguhan.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan atau rumah sakit, termasuk di
dalamnya dokter dan semua paramedis, derajat mutu terkait pada pemakaian yang
sesuai dengan perkembangan ilmudan teknologi.
c. Dari pihak penyandang dana data mutu lebih terkait denganefisiensi pemakaian
sumber dana, kewajaran pembiayaan dan atau kemampuan pelayanan kesehatan yang
mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) dalam Sanjoyo (2009), mutu pelayanan
kesehatan adalah yang menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang
disatu pihak menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan
penduduk, serta pada pihak lain, tata penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesional yang telah ditetapkan.
2. Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu dan efisien pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator tersebut adalah:
a. Bed Occupancy Rate (BOR)
Bed Occupancy Ratio (BOR) merupakan angka yang menunjukkan presentase
penggunaan TT di unit rawat inap (bangsal). Angka BOR yang rendah menunjukkan
kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR
11
yang tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang
tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur.
Nilai standar untuk BOR berdasarkan Barber-Johnson (standar internasional)
yaitu 75%-85%. Sedangkan menurut Depkes BOR yang ideal adalah antara 60-85% .
12
(Jumlah TT x jumlah hari dalam setahun) −
jumlah hari perawatan
TOI =
Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
e. Net Death Rate (NDR)
Net Death Rate (NDR) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawatuntuk
tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaranmutu pelayanan
di rumah sakit.Standar nilai NDR kurang dari 25 per 1000 penderita keluar.
Jumlah pasien mati > 48 jam dirawat
NDR = x 1000
Jumlah pasien keluar RS (hidup + mati)
13
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI
14
Ruangan/ tempat tunggu yang nyaman dan bersih, ditampilkan untuk meningkatkan
kesembuhan pasien secara psikologis.
Sebahagian besar kamar dilengkapi dengan pendingin ruangan (AC), toilet di dalam.
Televisi (TV), Kulkas, Bed Side Cabinet dan terpasang pemanas air sentral (Central Solar
Water Heater), yang memungkinkan pasien dapat memilih air hangat maupun dingin untuk
membersihkan dirinya.
Sistem tempat pendaftaran (Reception & Information Centre) yang terbuka, sangat
memudahkan pasien untuk meminta informasi maupun untuk melakukan pendaftaran.
Dilantai 1 terdapat Ruangan Administrasi/ RM, Manajemen, Apotik, Kamar Bersalin,
Poliklinik, UGD, Station Nurse I, HCU, Kamar Perawatan I/ Bayi, Radiologi, Ruangan
Dokter dan Kamar Operasi sedangkan Ruangan Laboratorium, Station Nurse II, Administrasi
, Aula, Ruang Komite Medik, Ruang PPI, Kamar Perawatan II dan III/ Bayi, Dapur, Gudang
Gizi, Gudang Apotik dan Mushollah yang ditempatkan di lantai 2. Lantai 3 digunakan untuk
Tempat Laundry dan Penampungan Air Bersih.
Jenis pelayanan medic terdiri dari instalasi Gawat Darurat (IGD), Rawat Jalan, rawat
inap, Kamar Insentif, Kamar Bersalin dan Kamar Operasi. Sedangkan jenis pelayanan
penunjang medic terdiri dari Radiologi, laboratorium, Farmasi dan Gizi.
B. VISI, Misi dan Motto
Visi
“ Menjadi Rumah Sakit Dengan Layanan Yang Bermutu Dengan
Mengutamakan Kepuasan Pelanggan”.
MISI
MOTTO
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHSAN
A. Hasil
Mutu pelayanan rumah sakit di RSUD Lasinrang Pinrang tahun 2018 berdasarkan
tingkat efisiensi kunjungan pasien adalah sebagai berikut:
1. Bed Occupancy Rate (BOR)
Diketahui :
a. Jumlah hari Lama dirawat tahun 2018 = 6294 hari
b. Jumlah pasien rawat inap yang keluar (hidup dan mati) tahun 2018 = 2573 pasien
Maka :
11535
ALOS = = 2.44 hari
25737
16
3. Bed Turn Over (BTO)
Diketahui :
a. Jumlah pasien rawat inap yang keluar (hidup dan mati RSU Thalia Irham Gowa
tahun 2018= 2573 pasien
b. Jumlah tempat tidur tahun 2018 = 40 TT
Maka :
2573
BTO = = 64,325 kali
40
Jadi, frekuensi penggunaan tempat tidur (BTO) di RSU Thalia Irham Gowa
tahun 2018 sebanyak 64 kali.
4. Turn Over Interval (TOI)
Jadi, interval penggunaan tempat tidur (TOI) di RSU Thalia Irham Gowa
tahun 2018 sebanyak 1 hari.
17
5. Net Death Rate (NDR)
Jadi angka kematian diatas 48 jam setelah dirawat untuk tiap 100 pasien di RSU
Thalia Irham Gowa tahun 2018 sebesar 2 orang
Diketahui :
a. Jumlah seluruh kematian di RS = 15 orang
b. Jumlah pasien yang keluar rumah sakit (hidup dan mati) = 2573 orang
Maka,
15
GDR = 𝑥 1000 = 5,82 orang
25737
Jadi, angka kematian umum pasien yang keluar RS pada RSU Thalia Irham
Gowa tahun 2018 sebesar 6 orang
18
B. Pembahasan
Semakin rendah BOR berarti semakin sedikit tempat tidur yang digunakan untuk
merawat pasien dibandingkan dengan Tempat tidur yang telah disediakan. Dengan
kata lain, jumlah pasien yang sedikit ini bisa menimbulkan kesulitan pndapatan
ekonomi bagi pihak rumah sakit. Berdasarkan Depkes RI, 2005, nilai parameter BOR
yang ideal adalah antara 60-85%.
Hasil perhitungan BOR di RSU Thalia Irham Gowa tahun 2018 adalah
79,01%, dimana angka tersebut mencapai standar nasional yaitu 60-85%. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai penggunaan tempat tidur sudah ideal dan masyarakat sudah
mampu memanfaatkan fasilitas perawatan di RSU Thalia Irham Gowa.
19
semakin panjang lama dirawat, berarti semakin tinggi biaya yang nantinya harus
dibayar oleh pasien dan diterima oleh rumah sakit.
Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata lama perawatan seorang pasien
(ALOS) di RSU Thalia Irham Gowa tahun 2018 adalah selama 2 hari. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai lama rawat belum ideal ditandai dengan hari perawatan
pasien di ruangan rawat inap lebih singkat dan lebih cepat meninggalkan rumah sakit.
20
oleh pasien berikutnya. Hal ini bisa sangat menguntungkan bagi pihak manajemen
rumah sakit tapi bisa merugikan pasien karena tempat tidur tidak sempat disiapkan
secara baik. Akibatnya, kejadian infeksi nosocomial mungkin bisa meningkat, beban
kerja tim medis meningkat sehingga kepuasan dan keselamatan pasien terancam
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, interval penggunaan tempat tidur (TOI)
di RSU Thalia Irham Gowa tahun 2018 sebanyak 1 hari. Hal ini sudah merupakan
nilai ideal.
21
BAB V
KESIMPULAN
1. Hasil perhitungan BOR di RSU Thalia Irham Gowa tahun 2018 adalah 79,01%, dimana
angka tersebut mencapai standar nasional yaitu 60-85%
2. Hasil perhitungan, rata-rata lama perawatan seorang pasien (ALOS) di RSU Thalia Irham
Gowa tahun 2018 adalah selama 2 hari. Hal ini menunjukkan bahwa nilai lama rawat
belum ideal, karena belum mencapai standar yakni 6-9 hari
3. Hasil perhitungan, frekuensi penggunaan tempat tidur (BTO) di RSU Thalia Irham Gowa
tahun 2018 sebanyak 64 kali. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan tempat
tidur di rawat inap RSU Thalia Irham Gowa tahun 2018 tidak mencapai standar ideal
yakni 40-50 kali
4. Hasil perhitungan di atas, interval penggunaan tempat tidur (TOI) di RSU Thalia Irham
Gowa tahun 2018 sebanyak 1 hari. Hal ini sudah ideal. Idealnya tempat tidur kosong/
tidak terisi ada pada kisaran 1–3 hari.
5. hasil perhitungan di atas, angka kematian diatas 48 jam setelah dirawat untuk tiap 1000
pasien dirawat inap RSU Thalia Irham Gowa tahun 2018 sebesar 2 oarang atau 2 per
1000 pasien yang keluar.
6. hasil perhitungan, angka kematian umum pasien yang keluar di ruang rawat inap RSU
Thalia Irham Gowa tahun 2018 sebesar 6 orang atau 6 per 1000 penderita keluar.
22
REFERENSI
DEPKES RI. (1994). Standar Peralatan, Ruang dan Tenaga Rumah Sakit. Dirjen Yanmed.
Jakarta.
Dwianto L.T. (2013). Analisis Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Grafik Barber
Johnson Pada Bangsal Kelas III di RSUD Pandan Arang Boyolali Periode Triwulan
Tahun 2012. Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, 2: 70-78
Indah Sari (2009). Gambaran Penilaian Efisiensi Pelayanan Rawat Inap Berdasarkan Grafik
Barber Johnson Di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2003-2007. Jurnal informasi
kesehatan , 1 : !0-12
Indriani P & Sugiarti (2014). Gambaran Efisiensi Penggunaan Tempat Tidur Ruang Perawatan
Kelas III di Rumah Sakit Umum Daerah Tasikmalaya Tahun 2011 dan 2012. Jurnal
Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia, : 72-80
Lestari Tri (2013). Analisis Penggunaan Tempat Tidur Berdasarkan Grafik Barber Johnson
Perbulan Tahun 2012 Untuk memenuhi Standar Mutu Pelayanan Rawat Inap di RS PKU
Muhammadiyah Sukoharjo. Jurnal Ilmiah dan Informatika Kesehatan, 1 : 1-10
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 Tentang Klasifikasi
Dan Perizinan Rumah Sakit
23