Anda di halaman 1dari 6

Kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun

dengan peningkatan usia. Masalah lain yang muncul adalah tubuh orang tua kehilangan
kemampuan untuk membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh atau memang benda
itu bagian dari dalam tubuhnya sendiri.

Fatmah. MAKARA, KESEHATAN, VOL. 10, NO. 1, JUNI 2006: 47-53. RESPONS IMUNITAS YANG
RENDAH PADA TUBUH MANUSIA USIA LANJUT.

Usia dapat menganggu semua tahap penyembuhan luka seperti: perubahan vaskuler
menganggu sirkulasi ke daerah luka, penurunan fungsi hati menganggu sintesis faktor
pembekuan, respons inflamasi lambat, pembentukan antibodi dan limfosit menurun, jaringan
kolagen kurang lunak, jaringan parut kurang elastis. Seiring dengan bertambahnya usia,
perubahan yang terjadi di kulit yaitu frekuensi penggunaan sel epidermis, respon inflamasi
terhadap cedera, persepsi sensoris, proteksi mekanis, dan fungsi barier kulit.9 Kecepatan
perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang,
namun selanjutnya proses penuaan dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat
memperlambat proses penyembuhan luka

Dian Nurani1 , Femmy Keintjem2 , Fredrika Nancy Losu3. Jurnal Ilmiah Bidan Volume 3 Nomor 1.
Januari – Juni 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Proses Penyembuhan Luka Post
Sectio Caesarea

pembengkakan pada tungkai bawah disebabkan oleh

penumpukan cairan pada kaki tersebut. Banyak faktor yang dapat

menyebabkan oedema kaki ini. Faktor yang berperan adalah kadar

protein (albumin) dalam darah yang rendah, fungsi pompa jantung

menurun, sumbatan pembuluh darah atau pembuluh limfe, penyakit

liver dan ginjal kronis, posisi tungkai terlalu lama tergantung (gravitasi).

Oedema kaki ini terjadi pada kedua tungkai tetapi dapat juga terjadi

pada satu tungkai saja. oedema kaki hanya satu tungkai saja

disebabkan karena aliran pembuluh darah atau

pembulih limfe tersumbat, sumbatan ini dapat terjadi karena darah


yang kental lalu membeku didalam pembuluh darah atau massa tumor yang menekan pembuluh darah
atau pembuluh limfe

D Kustiyaningrum. 2014. Jurnal INS. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Relaksasi Kaki
Dengan Kejadian Oedema Pada Ibu Hamil Trimester Iii Di Bps Lumintu Jajar Surakarta.

Inflamasi adalah respon normal terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi
berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemenelemen darah, sel darah putih (leukosit) dan
mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu
mekanisme perlindungan tubuh untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada
tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Lima ciri khas dari
inflamasi, dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi adalah 3 kemerahan (eritema), panas,
pembengkakan (edema), nyeri dan hilangnya fungsi. Dua tahap inflamasi adalah tahap vascular yang
terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap vascular berkaitan dengan
vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi darah dan cairan meninggalkan
plasma dan pergi menuju ke tempat cedera. Tahap lambat terjadi ketika leukosit menginfiltrasi jaringan
inflamasi. Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi. Prostaglandin yang telah berhasil
diisolasi dari eksudat pada tempat inflamasi adalah salah satu diantaranya. Prostaglandin (mediator
kimia) mempunyai banyak efeknya, termasuk diantaranya adalah vasodilatasi, relaksasi otot polos,
meningkatnya permeabilitas kapiler dan sensitisasi sel-sel saraf terhadap nyeri (Kee dan Hayes, 1996).
Histamin bertanggung jawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada
arteriol yang didahului dengan vasokonstriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Hal ini
menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, sel darah
merah akan menggumpal, akibatnya sel darah terdesak ke pinggir, makin lambat aliran sel darah putih
makin menempel pada dinding pembuluh darah makin lama makin banyak. Perubahan permeabilitas
yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin
bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebagai
penyebab radang prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainnya (Mansjoer,
1999). Asam arakidonat merupakan prekusor dari sejumlah besar mediator inflamasi. Senyawa ini
merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya terdapat dalam keadaan bebas berada dalam
fosfolipid membrane sel. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan, maka enzim
fosfolipase diaktivasi untuk mengubah fosfolipid tersebut menjadi asam arakidonat, kemudian sebagian
diubah oleh enzim siklooksigenase dan seterusnya menjadi prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan.
Bagian lain dari asam arakidonat diubah oleh enzim lipooksigenase menjadi leukotrien.
M CAHYANI - 2012

Proses pemijatan dapat meningkatkan alitan darah sekaligus meningkatkan aliran sirkulasi limfatik pada
jaringan tersebut. Proses pemijatan dengan penekanan akan mengenai pembuluh darah, pada
pembuluh darah tersebut akan tertekan dan terdorong dengan proses pemijatan, sehingga aliran darah
akan menuju ke bagian yang lebih proksimal, demikian juga akan terjadi permeabilitas dinding
pembuluh darah (Goats, 1994). Demikian juga pada pembuluh limfe, dengan proses penekanan pada
pemijitan tersebut akan merangsang aliran cairan dari bagian interstisial sel akan menuju ke bagian
dalam pembuluh limfe yang selanjutnya akan di alirkan ke bagian proskimal pada pembuluh limfe
tersebut. Selanjutnya cairan akan dibawa kembali ke sistem vaskuler di muara saluran limfe di atrium
dextra jantung. Mekanisme yang terjadi pada pembuluh limfe tersebut yang menjadikan pijat sering
disebut sebagai pijat limfatik atau limph drainage (Ekici, Bakar, Akbayrak, & Yuksel, 2009). Sama dengan
penelitian oleh Goats (1994), hasil studi literatur oleh Weerapong et al. (2005) menunjukan bahwa
manfaat pijat sangat banyak salah satu diantaranya adalah meningkatkan kecepatan aliran darah,
dimana dengan proses pijat dengan mekanisme penekanan (pressure) akan menekan pembuluh darah
di sekitar area pemijatan tersebut sehingga pembuluh darah dapat berdilatasi dan konstriksi sehingga
melemaskan otot polos pada pembuluh darah tersebut yang pada akhirnya meningkatkan aliran darah
di area tersebut. Proses pemijatan selain berefek pada pembuluh darah juga berefek pada darah,
sehingga dengan proses pijat akan mengalirkan darah dari area distal tubuh ke arah proksimal tubuh,
sehingga akan berefek juga dalam memperlancar aliran darah (Weerapong et al., 2005). Dalam
penelitian ini, secara statistik dan secara klinis menunjukan ada penurunan dalam lingkar oedema,
namun peneliti belum dapat memastikan keefektifan intervensi pijat kaki tersebut, karena pasien
menerima terapi medikasi diuretik lasix dan atau furosemide dalam terapi yang diberikannya, bisa
dimungkinkan penurunan oedema tersebut akibat efek dari pemberian medikasi tersebut, seperti
penelitian Fogari (2005), menunjukan bahwa pasien yang mengalami eodema dapat diberikan terapi
diuretik untuk menurunkan oedema tersebut (Fogari, 2005), sehingga peneliti akan merencanakan
penelitian lanjutan dengan prosedur pijat kaki tersebut dengan membandingkan dengan adanya
kelompok kontrol yang tidak diberikan terapi pijat kaki sekaligus mengontrol penggunaan obat diuretik.
Penjelasan no 2

Obstruksi Drainase Vena (dan Limfatik) pada Ekstremitas

Pada keadaan obstruksi, tekanan hidrostatik dalam anyaman kapiler bagian hulu dari obstruksi
meningkat, sehingga cairan dalam jumlah abnormal berpindah dari vaskuler ke ruang interstitial. Karena
rute alternatif (yaitu limfatik) dapat juga mengalami obstruksi, maka terjadi peningkatan volume cairan
interstital di ekstremitas (terdapat cairan terjebak dalam ekstremitas) yang menyebabkan edema lokal.
Keadaan tersebut akan mengurangi volume darah efektif arteri. Apabila obstruksi vena dan limfatik
terjadi pada sebelah ekstremitas, cairan akan terakumulasi dalam interstitial, sehingga mengurangi
volume plasma. Volume plasma yang berkurang akan merangsang retensi garam dan air sampai defisist
volume plasma terkoreksi. Pada ekstremitas yang terkena akan terjadi regangan jaringan sampai
keseimbangan hukum Starling dapat dicapai, di mana tidak terjadi lagi akumulasi cairan. Efek yang
terjadi adalah peningkatan volume cairan interstitial lokal. Keadaan yang sama terjadi pada asites dan
hidrotoraks, di mana cairan terjebak atau terakumulasi di dalam kavitas, mengurangi volume
intravaskuler, dan menyebabkan retensi garam dan air sekunder.

4. Kalor atau peningkatan suhu tubuh merupakan reaksi pada permukaan tubuh yakni kulit yang terjadi
akibat peradangan. Daerah peradangan pada kaki menjadi lebih panas dari sekelilingnya karena darah
dengan lebih banyak disalurkan ke permukaan daerah yang terkena radang lebih banyak dibandingkan
ke daerah normal. Dolor atau nyeri dihasilkan dengan berbagai mekanisme. Perubahan konsentrasi ion-
ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf untuk mengeluarkan zat kimia tertentu misalnya
mediator histamin atau mediator lainnya yang menyebabkan pembengkakan dan peradangan pada
jaringan sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan lokal terutama pada saat berjalan dapat
menimbulkan rasa sakit.

Mardiyantoro, Fredy. 2017. Penyebaran Infeksi Odontogen dan Tatalaksana. Malang : Universitas
Brawijaya.

3. Pembengkakan pada kaki pasien terjadi akibat meningkatnya permeabilitas dinding kapiler serta
adanya penyaluran cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan yang cedera. Pada peradangan,
dinding kapiler tersebut menjadi lebih permeabel dan lebih mudah dilalui oleh leukosit dan protein
terutama albumin yang diikuti oleh molekul yang lebih besar sehingga plasma jaringan mengandung
lebih banyak protein yang kemudian meninggalkan kapiler dan masuk ke dalam jaringan sehingga
menyebabkan jaringan menjadi bengkak. Pasien telah mengalami pembengkakan selama 2 bulan
sehingga jumlah cairan yang menumpuk pada kaki semakin banyak sehingga pasien merasakan
pertambahan berat.

Mardiyantoro, Fredy. 2017. Penyebaran Infeksi Odontogen dan Tatalaksana. Malang : Universitas
Brawijaya.

5. Demam menjadi salah satu gejala dari adanya infeksi jaringan dalam tubuh. Substansi yang dapat
menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal baik eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen
berasal dari mikroorganisme seperti bakteri, virus dan jamur. Sedangkan pirogen endogen berupa
molekulmolekul kimia seperti kompleks antigen-antibodi, metabolit steroid androgenik dan sitokin
inflamasi (IL-1, IL-6, TNF dan IFN). Pirogen dapat menyebabkan demam melalui stimulus hipotalamus.
Pirogen eksogen yang masuk ke dalam tubuh atau zat asing akan dikelilingi dan dilekatkan pada
imunoglobulin serta komplemen dan selanjutnya difagosit oleh makrofag. Proses ini akan melepaskan
sejumlah sitokin pro inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF-α, Interferon (IFN) yang akan bekerja pada daerah
preoptik hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu pelepasan asam arakidonat dari membran fosfolipid
dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi PGE2 karena peran
dari enzim siklooksigenase. PGE2 dapat terbentuk secara langsung dan dapat terbentuk melalui
pelepasan cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang nantinya akan meningkatkan suhu termostat
di susunan saraf pusat dan menyebabkan demam.

Fisiologi Sheerwood

Anda mungkin juga menyukai