Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR

Percobaan 6

KIMIA LINGKUNGAN

Disusun oleh

Nama : Cinderi Maura Restu

NPM : 10060312009

Shift / kelompok : 1/2

Tanggal Praktikum : 24 Desember 2012

Tanggal Laporan : 07 Januari 2012

Asisten : Dieni Mardliani,S.Farm

LABORATORIUM KIMIA TERPADU A

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2012
Percobaan 6

Kimia Lingkungan

1. Tujuan :

Dapat mengetahui senyawa-senyawa kimia yang ada di sekitar lingkungan

beserta sifat-sifatnya.

2. Prinsip :

Denaturasi, saponifikasi, dan polistiren.

3. Metode/teori dasar :

Polimer merupakan senyawa kimia berukuran besar yang berasal dari

sejumlah unit penyusun yang disebut monomer. Polimer terdiri dari polimer

alami dan polimer sintesis. Contoh polimer alami yaitu protein dan karbohidrat.

Karbohidrat tersusun dari monomer-monomer yang berupa glukosa. Protein

tersusun dari asam amino. Asam amino mengandung gugus –NH2 dan gugus –

COOH yang sangat mempengaruhi sifat dari asam amino dan protein.

Polimer sintesis dapat berupa polimer organik ataupun polimer

anorganik. Contoh polimer organik yaitu polietilen yang tersusun atas CH2=CH2

yang dimana rangka molekularnya tersusun atas atom carbon dengan jumlah

yang sangat banyak. Contoh lain adalah nilon, dokron, dan polivinilklorida.

Polimer organik umumnya menjadi getas pada suhu rendah, dan rusak pada

suhu tinggi, mudah terbakar, mengalami swelling dalam pelarut organik. Polimer
anorganik contohnya yaitu polimer yang tersusun dari kerangka yang tersusun

atas rantai silikon-oksigen dengan gugus organik yang terikat pada kerangka di

setiap atom silikon.

Cara pembuatan sabun yaitu reaksi antara basa dan asam lemak disertai

pemanasan.

Peran kimia lingkungan :

1. Mempelajari sifat dan fungsi bahan kimia dalam lingkungan.

2. Mempelajari dan menelaah pengaruh bahan kimia terhadap komponen lain

dan terhadap lingkungan, terutama jika bahan kimia itu tersebar dan

berkontaminasi dengan lingkungan sehingga keseimbangan terganggu.

3. Menentukan jumlah batas penyebaran bahan kimia dalam lingkungan agar

tidak memberikan gangguan terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan

manusia.

4. Mempelajari masalah lingkungan hidup yang berkaitan dengan reaksi kimia.

4. Alat dan bahan :

a. Alat :

1. Styrofoam

2. Tabung reaksi
3. Gelas kimia plastik

4. Penjepit kayu

5. Kertas lakmus

6. Gelas cup styrofoam

7. Kawat kasa

8. Pembakar spiritus

9. Kertas saring

10. Cawan penguapan

11. Batang pengaduk

12. Corong gelas

13. Kaki tiga

14. Pipet tetes

b. Bahan :

1. Alkohol

2. Aseton

3. Etil asetat
4. Metil etil keton

5. Larutan boraks

6. Larutan CuSO4

7. Larutan putih telur

8. Larutan NaOH 6 M

9. Larutan HgCl2

10. Larutan timbal asetat

11. Larutan HNO3 pekat

12. Aquades

13. Larutan NaCl jenuh

14. Larutan detergen

15. 1 ml larutan CaCl2

16. 5 ml larutan NaOH

17. 5 ml minyak kelapa

18. 5 ml etanol

19. Lem bening


5. Prosedur percobaan :

Percobaan 1 :

1. Disiapkan styrofoam (wadah pembungkus makanan dan minuman).

2. Styrofoam kemudian dipotong berbentuk persegi dengan panjang sisi sebesar

0,5 cm.

3. Styrofoam yang telah dipotong, dimasukkan kedalam 4 tabung reaksi yang

berbeda.

4. Kedalam tabung A, dimasukkan alkohol kedalamnya.

5. Kedalam tabung B, dimasukkan aseton kedalamnya.

6. Kedalam tabung C, dimasukkan etil asetat kedalamnya.

7. Kedalam tabung D, dimasukkan metil etil keton kedalamnya.

8. Diamati perubahan yang terjadi pada masing-masing tabung reaksi dan

ditentukan kesimpulannya.

Percobaan 2 :

1. Disiapkan sebuah gelas kimia plastik.

2. Dituangkan kedalamnya lem bening secukupnya.

3. Dituangkan lagi kedalamnya 5 ml larutan boraks.

4. Campuran tersebut kemudian didiamkan beberapa saat.


5. Diamati campuran lem bening dan larutan boraks tersebut.

Percobaan 3 :

1. Disiapkan 5 buah tabung reaksi ; A, B, C, D, dan E.

2. Dimasukkan kedalam tabungnya masing-masing 2 ml larutan putih telur.

3. Pada tabung A, ditambahkan 1 ml CuSO4 dan 5 tetes NaOH 6 M.

4. Tabung A kemudian digoyangkan.

5. Tabung B, ditambahkan 10 tetes HgCl2.

6. Tabung C, ditambahkan 5 tetes timbal asetat dan 1 ml NaOH 6 M.

7. Tabung D, ditambahkan 1 ml HNO3 pekat.

8. Tabung D kemudian dipanaskan.

9. Tabung E, ditambahkan 1 ml NaOH 6 M.

10. Tabung E kemudian dipanaskan.

11. Diletakkan kertas lakmus basah di bagian ujung tabung reaksi.

12. Uap yang dihasilkan dari proses pemanasan kemudian dicium.

13. Perubahan yang terjadi kemudian diamati.


Percobaan 4 :

1. Disiapkan sebuah cawan penguapan.

2. Dimasukkan kedalamnya 5 ml NaOH, 5 ml minyak kelapa, dan 5 ml etanol.

3. Cawan tersebut kemudian dipanaskan.

4. Selama proses pemanasan, campuran yang terdapat di cawan tersebut diaduk.

5. Setelah campurannya agak mengental, ditambahkan sejumlah air kedalam

campuran tersebut.

6. Kemudian campuran tersebut didinginkan.

7. Setelah dingin, kedalam campuran tersebut ditambahkan 25 ml NaCl jenuh.

8. Campuran tersebut kemudian disaring.

9. Sabun yang diperoleh, dicuci dengan 3 x 10 ml air.

10. Sabun tersebut kemudian dilarutkan dalam 30 ml aquades hingga

menghasilkan larutan sabun.

11. Disiapkan 3 buah tabung reaksi ; A, B, dan C.

12. Pada tabung A, dimasukkan 10 ml larutan sabun.

13. Pada tabung B, dimasukkan 10 ml larutan detergen.

14. Pada tabung C, dimasukkan 10 ml air kran.

15. Kedalam masing-masing tabung, dimasukkan 1 ml larutan CaCl2.


16. Diamati masing-masing tabung dan ditentukan kesimpulannya.

Percobaan 5 :

1. Disiapkan sebuah gelas cup styrofoam.

2. Kedalam gelas cup tersebut, dimasukkan air ± bagiannya.

3. Styrofoam itu kemudian dibakar dengan menggunakan pembakar spiritus dan

diletakkan di atas kawat kasa.

4. Diamati perubahan yang terjadi pada styrofoam tersebut.

5. Dilakukan percobaan tersebut sekali lagi, tetapi menggunakan styrofoam

kosong.

6. Ditentukan kesimpulannya.

6. Hasil pengamatan :

A. Percobaan 1

Pada tabung A, styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi

larutan alkohol. Setelah diamati, styrofoam tersebut masih sama seperti semula.

Larutannya tetap berwarna bening. Pada tabung B, styrofoam dimasukkan

kedalam tabung reaksi yang berisi larutan aseton. Setelah diamati, styrofoam

tersebut larut tetapi hanya sebagian. Warna larutannya menjadi kekuning-

kuningan. Pada tabung C, styrofoam dimasukkan kedalam tabung reaksi yang

berisi larutan etil asetat. Setelah diamati, styrofoam tersebut tetap ada dan
masih sama seperti semula. Terdapat gelembung pada laruutan tersebut dan

warna larutannya menjadi putih. Pada tabung D, styrofoam tersebut larut tetapi

terdapat endapan di dasar tabung. Warna larutannya menjadi putih keruh.

(a). Ket : Styrofoam yang dimasukkan kedalam larutan alkohol.

(b). Ket : Styrofoam yang dimasukkan kedalam larutan aseton.


(c). Ket : Styrofoam yang dimasukkan kedalam larutan etil asetat.

(d). Ket : Styrofoam yang dimasukkan kedalam larutan metil etil keton.

B. Percobaan 2

Setelah lem bening ditambahkan dengan larutan boraks dalam sebuah

gelas kimia, tekstur lem tersebut menjadi padat, kenyal, mengental, dan

menggumpal seperti lilin. Lem tersebut menjadi berwarna putih, dan tidak

menyatu (heterogen) dengan larutan boraks.


Ket : Lem bening yang ditambahkan boraks kedalamnya.

C. Percobaan 3

Pada tabung A, putih telur yang telah dimasukkan kedalam tabung

tersebut dan ditambahkan CuSO4 menjadi berwarna biru muda. Tetapi, setelah

dimasukkan NaOH 6 M kedalamnya, warnanya berubah menjadi ungu. Warna

tersebut tidak menyatu dan menggumpal. Pada tabung B, setelah ditambahkan

HgCl2 kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur, campurannya menjadi

menggumpal, kental, dan berwarna putih. Pada tabung C, setelah ditambahkan

timbal asetat dan NaOH 6 M kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur,

terjadi dua lapisan warna pada campuran tersebut, yaitu cokelat dan putih.

Tetapi, pada lapisan warna cokelat, terdapat gumpalan. Pada tabung D, setelah

ditambahkan HNO3 pekat kedalam tabung tersebut yang berisi putih telur,

campurannya tidak homogen (terpisah). HNO3 ada di bagian dasar tabung,

sedangkan putih telur diatasnya dan berwarna kuning serta cair (setelah

pemanasan). Pada tabung E, setelah ditambahkan NaOH 6 M kedalam tabung

tersebut yang berisi putih telur, terdapat dua gumpalan bening diatas warna

kuning, dan kertas lakmus menjadi berwarna biru.


(a). Ket : Putih telur yang ditambahkan dengan CuSO4 dan NaOH.

(b). Ket : Putih telur ditambahkan dengan HgCl2.

(c). Ket : Putih telur ditambahkan dengan timbal asetat dan NaOH.
(d). Ket : Putih telur ditambahkan dengan HNO3 pekat.

(e). Ket : Putih telur ditambahkan dengan NaOH 6 M.

D. Percobaan 4

a. Pembuatan larutan sabun

Cawan penguapan yang berisi NaOH (berwarna bening), minyak kelapa

(berwarna kuning), dan etanol (berwarna bening) menghasilkan campuran yang

tidak homogen. Ketika dipanaskan, cawan penguapannya harus terus diaduk.

Hasil dari pemanasan tersebut berupa padatan sabun yang berwarna putih

kekuning-kuningan. Setelah ditambahkan air dan didinginkan, sabunnya menjadi

gumpalan-gumpalan putih. Setelah dicuci dengan air 3x10 ml, sabunnya tetap

menggumpal dan berwarna putih.


Ket : Campuran antara NaOH, minyak kelapa, dan etanol sebelum pemanasan.

Ket : Campuran antara NaOH, minyak kelapa, dan etanol sesudah pemanasan.

b. Pengujian larutan sabun, detergen (digantikan sunlight), dan air kran.

Pada tabung A, ditambahkan air kran dan CaCl2, terdapat busa pada

bagian permukaan campuran pada tabung tetapi hanya sedikit dan lama-

kelamaan busanya hilang. Terdapat gumpalan pada campuran tersebut. Pada

tabung B, ditambahkan sunlight dan CaCl2, terdapat busa tetapi hanya sedikit,

lama kelamaan semakin sedikit. Pada tabung C, ditambahkan air kran dan CaCl2,

tidak terdapat busa pada campuran yang ada di tabung tersebut. Hanya terdapat

larutan bening tanpa busa.


Ket : Tabung B : sunlight ditambahkan larutan CaCl2.

Ket : Tabung C : air kran ditambahkan CaCl2.

E. Percobaan 5

Styrofoam yang berisi air, ketika dipanaskan tekstur dari styrofoam

tersebut menipis, lama kelamaan semakin menipis dan bolong. Sedangkan

styrofoam yang kosog (tidak berisi air), ketika dipanaskan tekstur dari styrofoam

tersebut menipis dan lama kelamaan bolong. Proses penipisan dan pembolongan

styrofoam yang tanpa air, lebih cepat daripada yang berisi air.
Ket : Styrofoam yang berisi air.

Ket : Styrofoam yang tanpa air (setelah pemanasan).

7. Pembahasan :

a. Percobaan 1

Styrofoam yang dimasukan kedalam alkohol, aseton, etil asetat, dan metil

etil keton, menghasilkan perubahan yang berbeda pada masing-masing senyawa

tersebut. Styrofoam yang dimasukkan kedalam alkohol, tidak terjadi perubahan

apa-apa. Styrofoam yang dimasukkan kedalam etil asetat, terjadi sedikit

perubahan pada larutannya, yaitu : terdapat gelembung pada tabung dan

styrofoamnya tetap ada. Styrofoam yang dimasukkan kedalam aseton, terjadi

perubahan pada warna larutannya, yaitu : menjadi berwarna kekuning-kuningan


dan styrofoamnya sebagian besar larut. Styrofoam yang dimasukkan kedalam

metil etil keton, terjadi perubahan pada styrofoamnya, yaitu : styrofoam larut

dalam larutan tersebut dan larutan menjadi keruh. Styrofoam memiliki struktur

yang banyak mengandung ikatan karbon. Karena memiliki ikatan karbon itulah

sehingga styrofoam bersifat non polar yang sulit larut dalam air. Styrofoam larut

dalam lemak dan sulit larut dalam air. Styrofoam larut dalam larutan yang

bersifat non polar. Dari keempat larutan yang telah diuji, dapat diketahui sifat

dari masing-masing senyawa tersebut dimulai dari non polar, yaitu : metil etil

keton, aseton, etil asetat, dan alkohol. Sedangkan apabila diurutkan dari

senyawa yang bersifat polar, yaitu alkohol, etil asetat, aseton, dan metil etil

keton. Styrofoam memiliki gugus polystiren. Gugus polystiren adalah salah satu

jenis polimer sintetik yang luas penggunaannya, terutama sebagai bahan plastik.

Ketidakmampuan mikroorganisme untuk menguraikan polistiren di alam,

menjadikannya sebagai sumber sampah plastik. Modifikasi terhadap polistiren

dapat dilakukan melalui pencampuran dengan polimer alam agar dihasilkan

polistiren dengan karakteristik yang berbeda.

b. Percobaan 2

Lem cair yang ditambahkan larutan boraks kedalamnya, menghasilkan

perubahan pada campuran tersebut. Lem menjadi padat, mengental, dan kenyal.

Campurannya menjadi tidak homogen (terpisah). Terjadi gumpalan pada lem

tersebut karena adanya ikatan antara boraks dengan karbohidrat dan lemak yang

terkandung dalam lem tersebut. Lemnya berwarna putih dan sangat mengental.
Lem yang digunakan pada percobaan ini terbuat dari tepung terigu atau tepung

kanji yang mengandung amilum. Amilum merupakan senyawa karbohidrat

golongan oligosakarida. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang

tidak larut dalam air. Amilum tersusun dari dua macam karbohidrat, yaitu

amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa

memberikan sifat keras. Sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket pada

tepung tersebut.

c. Percobaan 3

Pada tabung reaksi A, putih telur ditambahkan dengan CuSO4

menghasilkan perubahan warna pada putih telur menjadi warna biru muda.

Setelah ditambahkan degan NaOH, menjadi berwarna ungu dan campurannya

tidak menyatu (heterogen) serta terdapat gumpalan di dasar tabung. Pada

tabung reaksi B, putih telur ditambahkan dengan HgCl2, menghasilkan gumpalan

berwarna putih dan kental. Pada tabung reaksi C, putih telur ditambahkan timbal

asetat dan NaOH, menghasilkan dua lapisan warna yaitu cokelat dan putih, tetapi

warna cokelat yang mendominasi. Dan terdapat gumpalan pada dasar tabung.

Pada tabung reaksi D, putih telur ditambahkan dengan HNO 3 pekat, terdapat

pemisahan yang terjadi antara 2 senyawa ini. HNO3 terletak di bagian dasar

tabung, sedangkan putih telur terletak dibagian permukaan tabung. Putih telur

menjadi berwarna kuning dan cair setelah dilakukan proses pemanasan. Pada

tabung reaksi E, putih telur ditambahkan dengan NaOH dan diletakkan kertas

lakmus dibagian mulut tabung, terdapat dua gumpalan berwarna bening diatas
warna kuning. Kertas lakmus menjadi berwarna biru yang berarti campuran

tersebut bersifat basa. Pada percobaan ini, bahan pokok yang digunakan adalah

putih telur. Putih telur mengandung banyak protein. Dan pada percobaan ini

terjadi proses denaturasi protein, yaitu proses perusakan protein. Dengan kata

lain, denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur dari suatu protein

yang disebabkan oleh terjadinya gangguan ikatan hidrogen dan gaya-gaya

sekunder lain yang memutuskan molekul protein sehingga banyak sifat-sifat

biologis dari suatu protein yang hilang. Faktor-faktor yang menyebabkan

denaturasi protein adalah jika dipanaskan, terjadi energi kinetik sehingga

menyebabkan molekul proteinnya rusak. Jika ditambahkan senyawa asam atau

basa, menyebabkan pH proteinnya menjadi isoelektris. Isoelektris yaitu muatan

positif dan negatif dari senyawa tersebut menjadi sama sehingga terjadi

gumpalan. Dan jika ditambahkan senyawa logam, senyawa tersebut menjadi

tidak larut dan mempunyai afinitas yang tinggi. Afinitas adalah salah satu sifat

keperiodikan unsur. Dengan kata lain, afinitas adalah energi yang dilepaskan oleh

suatu atom (dalam wujud gas) ketika menangkap satu elektron membentuk ion

negatif. Dalam satu golongan yang sama pada sistem periodik unsur, nilai

afinitasnya dari atas ke bawah menurun. Sedangkan dalam satu periode yang

sama, nlai afinitasnya dari kiri ke kanan meningkat. Nilai afinitas elektron

umumnya sejalan dengan jari-jari atom. Semakin kecil jari-jari atom, maka

afinitas semakin tinggi. Sedangkan jika semakin besar jari-jari atom, maka

afinitasnya semakin rendah. Kesimpulannya, semakin senyawa yang

ditambahkan itu bersifat logam, maka afinitasnya akan semakin tinggi.


d. Percobaan 4

Campuran yang mengandung NaOH, minyak kelapa, dan etanol sebelum

pemanasan menghasilkan campuran yang heterogen. Pada waktu pemansan,

campurannya tidak boleh gosong atau hangus dan harus terus diaduk. Ini

dikarenakan jika gosong atau hangus, sabun yang dihasilkannya juga akan hangus

dan berwarna kecoklatan. Sabun yang dihasilkan haruslah berwarna putih. Dan

juga harus terus diaduk supaya campurannya merata dan didihannya tidak

meluber keluar crus. Setelah pemanasan hasil campurannya berupa padatan.

Setelah ditambahkan air dan didinginkan, terdapat gumpalan-gumpalan yang

terbentuk dari campuran tersebut. Pada tabung reaksi A, larutan sabun yang

dihasilkan ditambahkan dengan CaCl2 menghasilkan busa yang sedikit dan

terdapat gumpalan. Pada tabung reaksi B, sunlight ditambahkan dengan CaCl 2

menghasilkan busa yang juga sedikit. Tetapi busanya lebih banyak daripada air

sabun yang ditambahkan CaCl2. Pada tabung reaksi C, air kran ditambahkan

dengan CaCl2, tidak menghasilkan busa, hanya larutan bening saja. Pada

percobaan ini, terjadi reaksi penyabunan atau disebut juga reaksi saponifikasi.

Apabila minyak ditambahkan dengan basa kuat, akan menghasilkan padatan

sabun. Ditambahkan CaCl2 dan NaCl jenuh supaya dapat terlihat kesadahan

airnya. Suatu campuran, apabila semakin sadah, maka busanya akan meningkat.

Dan sebaliknya, apabila suatu campuran semakin tidak sadah (kesadahannya

menurun) busanya semakin sedikit. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa

kesadahan suatu campuran dapat menentukan jumlah busa yang dihasilkannya.

Air sadah adalah air yang banyak mengandung mineral kalsium dan magnesium.
Disebut juga air yang sukar dipakai untuk mencuci. Penyebab utama kesadahan

air adalah ion Ca2+ dan ion Mg2+. Penyebab lain dari kesadahan air adalah

disebabkan oleh ion logam dan garam-garam bikarbonat serta sulfat. Senyawa

kalsium dan magnesium bereaksi dengan sabun membentuk endapan dan

mencegah terjadiinya busa dalam air. Oleh karena senyawa-senyawa kalsium dan

magnesium relatif sukar larut dalam air, maka senyawa-senyawa itu cenderung

untuk memisah dari larutan dalam bentuk endapan atau presipitat yang akhirnya

menjadi kerak. Pada air sadah, sabun tidak akan menghasilkan busa atau

menghasilkan sedikit sekali busa.

e. Percobaan 5

Wadah styrofoam yang berisi air didalamnya, setelah dipanaskan

styrofoamnya menipis dan lama-kelamaan bolong pada dasar styrofoam

tersebut. Sedangkan wadah styrofoam yang tidak berisi air di dalamnya, ketika

dipanaskan styrofoamnya menipis dan langsung bolong bagian dasar dari

styrofoam tersebut. Proses penipisan styrofoam yang tanpa air lebih cepat dari

yang berisi air. Styrofoam yang berisi air, panas dari api pembakar spiritusnya

meresap melewati air dulu, setelah itu bisa membuat styrofoam tersebut bolong.

Sedangkan yang tanpa air, panas dari api langsung menuju styrofoamnya dan

membuat styrofoamnya langsung bolong tanpa ada penghambatnya yang

berupa air. Air yang diisikan pada styrofoam berfungsi sebagai perantara. Prinsip

dari percobaan ini adalah termodinamika. Jika kalor yang diberikan kepada

sistem, volume dan suhu sistem akan bertambah (sistem akan terlihat
mengembang dan bertambah panas). Sebaliknya, jika kalor diambil dari sistem,

volume dan suhu sistem akan berkurang (sistem tampak mengkerut dan terasa

lebih dingin). Kedua kejadian ini merupakan salah satu bentuk dari hukum

kekekalan energi pada termodinamika. Styrofoam memiliki nama lain yaitu

polystyrene. Polistiren adalah monomer yang dibuat dari styrene. Susunan

styrene yaitu C6H5-CH=CH2. Styrene merupakan salah satu jenis plastik yang

sangat ringan, kaku, tembus cahaya, dan tergolong murah namun cepat rapuh.

Agar styrene tidak cepat rapuh, maka dicampur dengan seng dan senyawa

botadine sehingga menjadi berwarna putih susu. Untuk kelenturannya,

polystyrene ditambahkan zat plasticier seperti dioktilptalat (DOP), butil hidroksi

toluena atau n-butil stearat. Plastik busa yang menjadi struktur sel-sel kecil

merupakan hasil proses peniupan dengan menggunakan gas Chloro Fluoro

Carbon (CFC). Kelemahan dari styrofoam yang lama adalah tidak ramah

lingkungan dan sifatnya yang sulit terurai. Butuh waktu kira-kira 1000 tahun

untuk menguraikan styrofoam. Bahan dasar styrofoam tidak bisa didaur ulang

dan bahannya diproduksi menggunakan HFC (hydrofluorocarbon) yang dapat

menyebabkan kerusakan ozon dan dapat merugikan kesehatan. Saat ini

styrofoam terbaru lebih ramah lingkungan karena dapat terurai dengan kurun

waktu 4 tahun. Styrofoam ini dinamakan Oxodegradable Polystyrene yang

ditambahkan bahan lain berupa oxium. Sehingga styrofoam ini mudah untuk

terurai dalam kurun waktu 4 tahun. Oxium merupakan zat aditif yang

ditambahkan kedalam polystyren sehingga mempercepat terjadinya degradasi.

Proses degradasi menyebabkan penurunan kekuatan tarik sehingga styrofoam


menjadi rapuh, retak, dan menjadi bubuk. Fase terakhir dari proses degradasi

akan menghasilkan karbon dioksida, air, dan biomassa yang akan kembali ke

alam. Styrofoam jenis ini terbuat dari bahan organik, atom-atom penyusunnya

sama dengan beras atau gula (hidrokarbon). Namun karena mata rantai dari

styrofoam jenis ini yang panjang, sehingga butuh waktu yang panjang juga untuk

terurai dan dimakan mikroba. Oxodegradable polystyrene merupakan bahan

yang aman digunakan sebagai kemasan masyarakat dan sudah diuji oleh BPOM.

Bahan pembentuk styrofoam yang biasa disebut gabus, bersifat racun, dan bisa

mencemari makanan dan minuman, terutama makanan yang masih panas dan

berlemak yang akan menyebabkan styrofoam akan leleh. Efek negatif dari

penggunaan styrofoam pada makanan yang panas terhadap tubuh manusia

adalah menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat (gejala sakit kepala,

letih, depresi), menyebabkan disfungsi sistem saraf pusat (pengurangan daya

igat, berkurangnya fungsi intelektual, kecepatan visiomotorik), berkurangnya

daya pendengaran, mempercepat detak jantung, insomnia, dapat memicu sel

kanker karena styrofoam mengandung dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan

zat benzen yang sulit untuk dicerna sehingga menumpuk dan berbalut lemak

yang tidak bisa dikeluarkan melalui feces dan urine, dapat juga megakibatkan

hilangnya kesadaran, merusak sumsum tulang belakang, anemia, berkurangnya

sistem imun tubuh, infeksi, bahkan kematian.


8. Kesimpulan :

Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa senyawa yang

ada di sekitar lingkungan memiliki sifatnya masing-masing. Sifatnya ini

menentukan penggunaan senyawa tersebut dalam kehidupan manusia sehari-

hari. Sebagai contoh, terdapat perbedaan sifat pada alkohol dan metil etil keton.

Alkohol memiliki sifat polar dan dapat larut dalam air. Sedangkan metil etil keton

memiliki sifat non polar yang tidak dapat larut dalam air dan dapat larut dalam

lemak. Contoh lain adalah penggunaan styrofoam dalam kehidupan sehari-hari

sebagai pembungkus makanan. Yang apabila makanan tersebut panas dan

mengandung lemak, akan menyebabkan banyak sekali efek negatif yang

berpengaruh pada tubuh manusia. Pengaruh pada lingkungan adalah styrofoam

sulit untuk dicerna, sehingga membutuhkan waktu yang lama supaya styrofoam

bisa terurai.

9. Jawaban pertanyaaan :

1. Carilah struktur styrofoam !

Jawab :
Styrofoam disebut juga polystyrene. Styrofoam memiliki banyak ikatan karbon.

Styrofoam bersifat non polar sehingga tidak mudah larut dalam air dan sulit

untuk terurai di lingkungan.

2. Apa saja bahaya boraks dan pengaruhnya dalam tubuh ?

Jawab :

Boraks yang ditambahkan kedalam makanan, membuat tekstur makanan

tersebut terasa kenyal dan tahan lama. Apabila makanan yang ditambahkan

boraks dimakan oleh manusia, akan dapat menyerang langsung sistem saraf

pusat dan menimbulkan gejala keracunan, seperti demam, mual, muntah, diare,

kejang, iritasi kulit dan jaringan lemak, apatis, depresi, anuria (tidak

terbentunknya urin), sianosis, hipotensi (tekanan darah rendah), kerusakan

ginjal, pigsan, bahkan kematian.

10. Daftar pustaka :

1. Tim Asisten Laboratorium Kimia Farmasi.2012.Penuntun Praktikum Kimia

Dasar Farmasi.Bandung:Universitas Islam Bandung.

2. Kimia Lingkungan.

http://www.WikipediabahasaIndonesia.org.id/wiki/kimia-lingkungan.

Diakses tanggal 23 Desember 2012.


3. Sabun dan detergen.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/Kimia-

Lingkungan/pencemaran_lingkungan/sabun-dan-detergen/.

Diakses tanggal 23 Desember 2012.

4. Kimia lingkungan dan peranannya.

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/Kimia-

Lingkungan/pencemaran_lingkungan/kimia-lingkungan-dan-peranannya/.

Diakses tanggal 23 Desember 2012.

5. Soe.2009.Peran Kimia Lingkungan.

http://www.soera.wordpress.co/2009/01/12/peran-kimia-lingkungan/.

Diakses tanggal 23 Desember 2012.

6. Fajeros.2010.Kimia Lingkungan.

http://www.id.scribd.com/doc/25185710/kimia-lingkungan.

Diakses tanggal 23 Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai