Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit
retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan imunosupresi berat yang
menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan menisfetasi neurologis
(Kumay,2007). HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang mengancam hidup
manusia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari HIV/AIDS. Epidemiologi HIV
pertama diidentifikasi pada tahun 1983. Derajat kesakitan dan kematian yang
disebabkan oleh HIV dan dampak global dari infeksi HIV terhadap sumber daya
penyedia kesehatan dan ekonomi sudah meluas dan terus berkembang. HIV telah
menginfeksi 50-60 juta orang dan menyebabkan kematian pada orang dewasa dan anak-
anak lebih dari 22 juta orang. Lebih dari 42 juta orang hidup dengan infeksi HIV dan
AIDS, yang kira-kira 70% berada di Afrika dan 20% berada di Asia, dan hampir 3 juta
orang meninggal setiap tahun. Penyakit ini sangat berbahaya karena sekitar setengah
dari 5 juta kasus baru setiap tahun terjadi pada dewasa muda, yaitu 15 – 24 tahun
(Abbas, 2007).
HIV/AIDS dimata dunia dipandang sebagai penyakit yang mematikan, menjijikkan
dan menakutkan sehingga banyak orang takut akan penyakit tersebut, termasuk untuk
merawat orang dengan penyakit HIV/AIDS. Perawat merupakan faktor yang
mempunyai peran penting pada perawatan pasien dengan HIV/AIDS khususnya dalam
memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat
beradaptasi dengan sakitnya dan pemberian dukungan sosial, berupa dukungan
emosional, perawatan pasien, dan pemberian informasi kepada pasien. Pada makalah ini,
kelompok memaparkan tentang konsep dasar HIV/AIDS, VCT, ARV dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan HIV-AIDS?
2. Apa penyebab dari HIV-AIDS?
3. Apa saja tanda dan gejala dari HIV-AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari HIV-AIDS?
5. Apa saja komplikasi dari HIV-AIDS?
6. Bagaimana pencegahan dan pengobatan dari HIV-AIDS?
7. Apa yang dimaksud dengan VCT?
8. Bagaimana prinsip pemberian layanan VCT?
9. Bagaimana model dan tahapan pemberian layanan VCT?
10. Apa yang dimaksud dengan ARV?
11. Apa saja tujuan dan manfaat pemberian ARV?
12. Bagaimana cara kerja ARV?
13. Bagaimana peran perawat dalam pemberian ARV?
14. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV-AIDS?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian HIV-AIDS?
2. Untuk mengetahui penyebab HIV-AIDS?
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala HIV-AIDS?
4. Untuk mengetahui patofisiologi HIV-AIDS?
5. Untuk mengetahui komplikasi HIV-AIDS?
6. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan dari HIV-AIDS
7. Untuk mengetahui pengertian VCT
8. Untuk mengetahui prinsip pemberian layanan VCT
9. Untuk mengetahui model dan tahapan pemberian layanan VCT
10. Untuk mengetahui pengertian ARV
11. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat pemberian ARV
12. Untuk mengetahui cara kerja ARV
13. Untuk mengetahui peran perawat dalam pemberian ARV
14. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV-AIDS
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar HIV/AIDS

A. Pengertian HIV-AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-
helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini diklasifikasikan
dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus.10,17
Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang
menjadi lebih rentan terhadap infeksi (Smeltzer, 2001). Tingkat HIV dalam tubuh
dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV
telah berkembang menjadi AIDS (Acquired Imunnodeficiency Syndrome).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit
retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan imunosupresi berat yang
menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan menisfetasi neurologis.
HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab acquired Immune Deficiency Syndrom
(AIDS) (Kumay,2007).

Gambar 1 Virus HIV


B. Klasifiasi HIV-AIDS
Klasifikasi Klinis Infeksi HIV Pada Orang Dewasa Menurut WHO
Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas

I 1. Asimptomatik Asimptomatik,

2. Limfadenopati Generalisata aktivitas normal

II 1. Berat badan menurutn <10 % Simptomatik,

2. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan aktivitas normal

seperti, dermatitis seboroik, purigo,

onikomikosis, ulkus oral yang rekuren,

kheilitis angularis.

3. Herpes zoster dalam 5 tahun terkahir

4. Infeksi saluran napas bagian atas seperti

sinusitis bakterialis

III 1. Berat badan menurun < 10% Pada umunya

2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 lemah, aktivitas

bulan di tempat tidur

3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan kurang dari 50%

4. Kandidiasis orofaringeal

5. Oral hairy leukoplakia

6. TB paru dalam tahun terakhir

7. Infeksi bacterial yang berat seperti

pneumonia, piomiositis

IV 1. HIV wasting syndrome Pada umumnya

2. Pnemonia Pneumocystis carinii sangat lemah,

3. Toksoplasmosis otak aktivitas di


4. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan tempat tidur

5. Kriptokokosis ekstrapulmonar lebih dari 50 %

6. Retinitis virus situmegalo

7. Herpes simpleks mukokutan > 1 bulan

8. Leukoensefalopati multifocal progresif

9. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis

10. Tuberkulosis di luar paru

C. Etiologi HIV-AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahu 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat
pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional
pada tahun 1986 nama Virus dirubah menjadi HIV.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core)
dan bagian selubung (envelop). Bagian ini berbentuk silindris tersusun atas dua
untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis
protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dang liprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120
berhubungan dengan reseptor lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia , maka HIV termasuk virus sensitis terhadap
pengaruh berbagai desinfektan seperti eter, asetor, alcohol, jodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi relative resisten terhadap radiasi dan sinae ultraviolet. Virus HIV
hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat
juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak (Siregar,
2008).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam
cara penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsusng, air
mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur,
atau muluh sehingga HIV yang tedapa dalam cairan tersebut masuk ke aliran
darah (PELEKSI,1995 dalam Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa
terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan
HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual
2. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0.01%
sampai 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS,
kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS
sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI,1995 dalam
Nursalam, 2007). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui
tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan.(Lili V, 2004 dalam Nursalam,
2007).
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan
menyebar ke seluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain
yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi HIV, dan
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV, dan langsung
digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menular HIV
5. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat
tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut
mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan
oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi
menularkan HIV. Selain jarun suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-
sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos
obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.
D. Manifestasi Klinis HIV-AIDS
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV. Gejalanya
meliputi demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan),
batuk, nyeri persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak
kemerahan pada kulit (makula / ruam). Diagnosis AIDS dapat ditegakkan apabila
menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor
dan 1 gejala minor (Siregar, 2004).
1. Gejala Mayor
a. Berat badan turun >10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik >1 bulan
c. Demam berkepanjangan >1 bulan
d. Penurunan kesadaran
e. Demensia / HIV ensefalopati
2. Gejala Minor
a. Batuk menetap >1 bulan
b. Dermatitis generalisata (peradangan kulit yang menyebabkan gatal)
c. Herpes Zooster multisegmental dan berulang
Herpes zoster biasanya menyebabkan ruam lepuh yang mengikuti
jalan saraf yang memanjang dari sumsum tulang belakang (dikenal sebagai
pola dermatomal). Walaupun sering kali sakit, herpes zoster biasanya jinak;
biasanya dapat terjadi selama tiga sampai empat minggu tanpa menyebabkan
masalah serius atau masalah jangka panjang, Namun, terkadang, penyakit ini
dapat menjadi rumit dengan kambuhan, kerusakan organ tubuh dan pola
dermatomal ganda.
d. Kandidiasis orofaringeal (penyakit jamur pada rongga mulut dan
kerongkongan)
Candidiasis oral (thrush) adalah infeksi pada mulut dan atau
kerongkongan yang disebabkan oleh jamur. Candidiasis oral kadang-kadang
dapat terjadi tanpa gejala, gejala yang paling umum adalah rasa tidak enak
dan terbakar ada mulut serta perubahan rasa. Candidiasis oral tergolong
dalam mucocutaneous candidiasis. Mucocutaneous candidiasis pada infeksi
HIV terdiri atas tiga bentuk antara lain: oropharyngeal, esophageal, dan
vulvovaginal.
e. Herpes simpleks kronis progresif
Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari
manusia. Serupa dengan herpes zoster, herpes simpleks menyebabkan luka-
luka yang sangat sakit pada kulit. Gejala pertama biasanya gatal-gatal dan
kesemutan/perasaan geli, diikuti dengan lepuh yang membuka dan menjadi
sangat sakit. Infeksi ini dapat dorman (tidak aktif) dalam sel saraf selama
beberapa waktu. Namun tiba-tiba infeksi menjadi aktif kembali. Herpes dapat
aktif tanpa gejala atau tanda kasatmata. Herpes simpleks tidak termasuk
infeksi yang mendefinisikan AIDS. Namun orang yang terinfeksi HIV dan
herpes simpleks bersamaan lebih mungkin mengalami jangkitan herpes lebih
sering. Jangkitan ini dapat lebih berat dan bertahan lebih lama dibandingkan
dengan orang tidak terinfeksi HIV.
f. Limfadenopati generalisata (pembesaran di semua kelenjar limfa)
Limfadenopati berarti penyakit pada kelenjar atau aliran getah bening
(sistem limfatik). Biasanya, penyakit tersebut terlihat sebagai kelenjar getah
bening menjadi bengkak, sering tanpa rasa sakit. Pembengkakan kelenjar itu
disebabkan oleh reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai infeksi, yaitu
HIV.
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Kandidiasis vagina merupakan keputihan yang disebabkan oleh jamur
Candida albicans. Pada keadaan normal, jamur ini terdapat di kulit maupun
di dalam liang kemaluan perempuan. Tetapi pada keadaan tertentu, jamur ini
meluas sedemikian rupa sehingga menimbulkan keputihan. Gejalanya berupa
keputihan berwarna putih seperti susu, bergumpal, disertai rasa gatal panas
dan kemerahan pada kelamin dan di sekitarnya.
h. Retinitis virus sitomegalo
Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah virus yang dapat
mengakibatkan infeksi oportunistik . Virus ini sangat umum. Sistem kekebalan
tubuh yang sehat mengendalikan virus ini, sehingga tidak mengakibatkan
penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV dapat
menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART) sudah
mengurangi angka penyakit CMV pada Odha secara bermakna. Namun,
kurang lebih 5% Odha masih mengalami penyakit CMV.
E. Patofisiologi HIV–AIDS
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus
yang menunjukan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam
ribonukleat (RNA) dan bukan dalam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel
virus yang lengkap dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam
inti berbentuk peluru yang terpancung di mana p24 merupakan komponen structural
yang utama. Tombol (knob) yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein
gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan
sel-sel CD4 positif adalah gp120 dari HIV. Sel CD4 positif mencakup monosit,
makropag dan limfosit T4 helper (dinamakan sel-sel CD4 + jika dikaitkan dengan
infeksi HIV).
Limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel
di atas. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper HIV akan menginjeksikan
dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper, dengan menggunakan
enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase HIV akan melakukan
pemrograman ulang materi genetic dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double stranded DNA (DNA utau ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nucleus
sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian infeksi yang permanen (Brunner &
Suddart2002).
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktivitas sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,
sitogen (TNF alfa atau interleukin I) atau produk gen virus seperti :
CMV(cytomegalovirus), virus Epstein Barr, herpes simplek dan hepatitis. Sebagai
akibatnya pada sel T4 yang terifeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas
HIV akan terjadi dan sel T4 dihancurkan. HIV yang baru ini kemudian dilepas ke
dalam plasma darah dan menginfeksi CD4+ lainnya. Jika fungsi limfosit T4
terganggu mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi
dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan
infeksi oportunistik (Brunner & Suddart2002). Infeksi monosit dan makrofag
berlangsung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna,
tetapi sel – sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat
tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh lewat sistem ini untuk
menginfeksi berbagai jaringan tubuh (Brunner & Suddart2002).
F. Komplikasi dan Prognosis
Menurut Arif Mansjoer (2000), komplikasi yang dapat terjadi pada penderit
HIV/AIDS adalah:
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
Pneumocystis pneumonia (PCP) merupakan penyakit oportunistik pada
infeksi HIV (human immunodefi ciency virus) yang disebabkan oleh
Pneumocystis jiroveci. Infeksi Pneumocystis pneumonia terjadi bila kadar CD4
penderita kurang dari 200 sel/mm3. Profi laksis diberikan bila kadar CD4 pada
penderita HIV kurang dari 200 sel/mm3. Obat yang digunakan untuk pengobatan
PCP antara lain trimetoprim-sulfametoksazol, primakuin, klindamisin,
atavaquon, pentamidin.
2. Tuberculosis (TBC)
Sistem kekebalan tubuh bertugas untuk melawan infeksi yang menyerang
tubuh. Usaha menyerang infeksi ini dapat melemahkan sistem kekebalan, dan
menyebabkan jumlah CD4 menurun, walaupun biasanya setelah sembuh, CD4-
nya naik lagi. Tetapi bila sistem kekebalan seorang Odha harus melawan infeksi
lain, serangannya terhadap HIV berkurang, dan viral load juga akan naik. TB
dianggap IO, tetapi penyakit akibat TB dapat muncul dengan jumlah CD4 yang
tinggi termasuk pada orang dengan HIV.
3. Esofagitis
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur
makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini
terjadi karena infeksi jamur (jamurkandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1
atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun
kasusnya langka.
4. Diare
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi
karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum
(seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli),
serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis,
mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV)
yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan
yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama
(primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek
samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya
pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan
merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap
nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan
yang berhubungan dengan HIV.
5. Toksoplasmositis
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena
gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi
organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat
langsung dari penyakit itu sendiri. Toksoplasmositis adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini
biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma
ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada
mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran
yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus
neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan
muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika
tidak ditangani dapat mematikan.
6. Leukoensefalopati multifocal prigesif
Leukoensefalopati multifocal prigesif adalah penyakit demielinasi, yaitu
penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut
sel syaraf (akson). sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan
oleh virus JC. yang 70Vo populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi
laten. dan meny'ebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah.
sebagaimana,yang teriadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat
(progresif) dan menyebar (multilokal). sehingga biasam amenyebabkan kematian
dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
7. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang
pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda
homoseksual tahun l98l adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamily gammaherpesvirinae, yaitu
virus herpes manusia-8 yang.iuga.disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV).
Penyakit ini sering muncnl di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan. tetapi
dapat menverang organ lain. terutama mulut. saluran pencemaan. dan paru-paru.
8. Kanker getah bening
Kanker getah bening adalah kanker yang menverang sel darah putih dan
terkumpul dalam kelenjar getah bening. misalnya seperti limfbda Burkitt
(Burkitt'.s lymphomct) atau sejenisnya (Burkitt'.s-like lymphoma). difussi large
B-cell Ivmphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih
sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan
perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus. limfoma adalah
tanda utama AIDS. l-idfbma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-
Ban atau virus herpes Sarkoma Kaposi.Kanker leher rahim pada wanita yang
terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus
papiloma manusia.
9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV).
Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada leher rahim wanita. Hampir
seluruh kanker Rahim sdisebabkan oleh infeksi Hman Papillona Virus( HPV).
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Untuk pemeriksaan pertama biasanya digunakan Rapid tes untuk melakukan uji
tapis. Saat ini tes yang cukup sensitif dan juga memiliki spesifitas yang tinggi.
Hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan tes yang memiliki
prinsip dasar tes yang berbeda untuk meminimalkan adanya hasil positif palsu
yaitu ELISA. Rapid Tes hasilnya bisa dilihat dalam waktu kurang lebih 20 menit.
b. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya
antibody dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila
terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Biasanya hasil uji ELISA mungkin
masih akan negatif 6 sampai 12 minggu setela pasien terinfeksi. Karena hasil
positif palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar, maka hasil uji
ELISA yang positif diulang dan apabila keduanya positif maka dilakukan uji
yang lebih spesifik yaitu Western Blot.
c. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk
mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai
protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua
rantai protein ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi
setelah 2 minggu dengan sampel yang sama. Jika western blot tetap tidak bisa
disimpulkan maka tes western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes
tetap negatif maka pasien dianggap HIV negatif.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat
sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang
lain tidak jelas. (Nursalam, 2007).
H. Penatalaksanaan Medis HIV AIDS
Penatalaksanaan HIV/AIDS di UPIPI (Nasronudin, 2007).
1. Penatalaksanaan Umum
Istirahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan
mikronutrien untuk penderita HIV&AIDS, konseling termasuk pendekatan
psikologis dan psikososial, membiasakan gaya hidup sehat antara lain
membiasakan senam seperti yang dilakukan di UPIPI.
2. Penatalaksanaan Khusus
Pemberian antiretroviral therapy (ART) kombinasi, terapi infeksi sekunder
sesuai jenis infeksi yang ditemukan, terapi malignansi. Rekomendasi memulai
terapi antiretroviral penderita dewasa menurut WHO (2006).
Stadium Pemeriksaan CD4 tidak Pemeriksaan CD4 dapat
Klinis WHO dapat dilakukan dilakukan

I ARV belum Terapi bila CD4 <200 sel/𝑚𝑚3


direkomendasikan

II ARV belum Mulai terapi bila CD4 <200 sel/


direkomendasikan 𝑚𝑚3

III Mulai terapi ARV Pertimbangkan terapi bila

CD4 <350 <200 sel/ 𝑚𝑚3𝑎𝑐𝑑 dan


mulai ARV sebelum CD4 turun
<200 sel/ 𝑚𝑚3

IV Mulai terapi ARV Terapi tanpa mempertimbangkan


jumlah CD4

Menurut Duarsa Wirya, 2009, belum ada penyembuhan untuk penyakit HIV/IDS, tetapi
apabila telah terinfeksi virus ini maka perlu dilakukan:

a. Pengendalian infeksi opurtunistik


Tujuan pemberian pengendali infeksi opurtunistik adalah untuk menghilangkan,
mengendalikan, dan memulihkan infeksi opurtunistik,nnasokomial, atau sepsis.
Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Terapi ini sebagai obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c. Terapi antiviral baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah:
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidin
d. Vaksin dan rekonstruksi virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS (Duarsa, 2003).
I. Pencegahan HIV-AIDS
Tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika seseorang belum
terinfeksi HIV/AIDS, yaitu (Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
Dan Penyehatan Lingkungan Departemen RI, 2003 yaitu:
1. Pahami HIV/AIDS dan ajarkan pada orang lain
Memahami HIV AIDS dan bagaimana virus ini ditularkan merupakan dasar
untuk melakukan tindakan pencegahan.
2. Hindarkan hubungan seksual diluar nikah
Usahakan hanya berhubungan dengan satu orang pasangan,tidak berhubungan
dengan orang lain. Hubungan seks dengan sembarang orang akan menjadikan
pelaku seks bebas ini sangat beresiko terinfeksi HIV, oleh karena itu mengetahui
status HIV/AIDS patner seks sangatlah penting.
3. Gunakan jarum suntik yang baru dan steril
Penyebaran paling cepat HIV AIDS adalah melalui penggunaan jarum suntik
secara bergantian dengan orang yang memiliki status HIV positif, penularan
melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU ( Injection Drug User).
4. Gunakan kondom berkualitas
Penggunaan kondom saat berhubungan seks cukup efektif mencegah penularan
HIV AIDS melalui seks.
5. Lakukan sirkumsisi
Penelitian pada tahun 2006 oleh National Institutes of Health (NIH)
menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki resiko 53% lebih
kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi.
6. Lakukan tes HIV secara berkala
Jika seseorang tergolong dalam resiko tinggi, sebaiknya melakukan tes HIV
secara teratur, minimal 1 tahun sekali.
Layanan Voluntary Counseling Test (VCT)
A. Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan
dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan
HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan
antiretroviral (ARV) dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan
HIV/AIDS yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat
dan lebih aman (Pedoman Pelayanan VCT, 2006).
B. Prinsip Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
VCT merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat dan sebagai
pintu masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV/AIDS berkelanjutan yang
berdasarkan prinsip:
- Sukarela dalam melaksanakan testing HIV
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien tanpa paksaan
dan tanpa tekanan. Keputusan untuk melakukan pemeriksaan terletak ditangan
klien. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan
untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual
Injecting Drug User (IDU), rekrutmen pegawai / tenaga kerja Indonesia dan
asuransi kesehatan.
- Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas.
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien.
Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh
konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan diluar
konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam
tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk
penanganan kasus klien selanjutnya dengan seijin klien maka informasi kasus
dari diri klien dapat diketahui.
- Mempertahankan hubungan relasi konselor dan klien yang efektif
Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan
mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi prilaku
beresiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam
menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.
- Testing merupakan salah satu komponen dari VCT.
C. Model Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Pelayanan VCT dapat dikembangkan diberbagai layanan terkait yang
dibutuhkan, misalnya klinik Infeksi Menular Seksual (IMS), klinik Tuberkulosa
(TB), Klinik Tumbuh Kembang Anak dan sebagainya. Lokasi layanan VCT
hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan mudah
diketahui oleh klien VCT. Namun klinik cukup mudah dimengerti sesuai dengan
etika dan budaya setempat dimana pemberian nama tidak mengundang stigma dan
diskriminasi. Model layanan VCT terdiri atas :
- Mobile VCT (Penjangkauan dan keliling)
Mobile VCT adalah model layanan dengan penjangkauan dan keliling
yan dapat dilaksanakan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau layanan
kesehatan yang langsung mengunjungi sasaran kelompok masyarakat yang
memiliki perilaku berisiko atau berisiko tertular HIV/AIDS di wilayah
tertentu. Layanan ini diawali dengan survei atau penelitian atas kelompok
masyarakat di wilayah tersebut dan survei tentang layanan kesehatan dan
layanan dukungan lainnya di daerah setempat.
- Statis VCT (Klinik VCT tetap)
Statis VCT adalah sifatnya terintegrasi dalam sarana kesehatan dan sarana
kesehatan lainnya, artinya bertempat dan menjadi bagian dari layanan kesehatan
yang telah ada. Sarana kesehatan dan sarana kesehatan lainnya harus
memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan VCT, layanan
pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan terkait dengan HIV/AIDS.
D. Tahapan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
1. Pre-test counseling
Pre-test counseling adalah diskusi antara klien dan konselor yang
bertujuan untuk menyiapkan klien untuk testing, memberikan pengetahuan
pada klien tentang HIV/AIDS. Isi diskusi yang disampaikan adalah klarifikasi
pengetahuan klien tentang HIV/AIDS, menyampaikan prosedur tes dan
pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien menghadapi hari
depan, membantu klien memutuskan akan tes atau tidak, mempersiapkan
informed consent dan konseling seks yang aman.
2. HIV testing
Pada umumnya, tes HIV dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi
dalam darah seseorang. Jika HIV telah memasuki tubuh seseorang, maka di
dalam darah akan terbentuk protein khusus yang disebut antibodi. Antibodi
adalah suatu zat yang dihasilkan sistem kekebalan tubuh manusia sebagai
reaksi untuk membendung serangan bibit penyakit yang masuk. Pada umumnya
antibodi terbentuk di dalam darah seseorang memerlukan waktu 6 minggu
sampai 3 bulan tetapi ada juga sampai 6 bulan bahkan lebih. Jika seseorang
memiliki antibodi terhadap HIV di dalam darahnya, hal ini berarti orang itu
telah terinfeksi HIV.
Tes HIV yang umumnya digunakan adalah Enzyme Linked Imunosorbent
Assay (ELISA), Rapid Test dan Western Immunblot Test. Setiap tes HIV
ini memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang berbeda. Sensitivitas
adalah kemampuan tes untuk mendeteksi adanya antibodi HIV dalam darah
sedangkan spesifisitas adalah kemampuan tes untuk mendeteksi antibodi
protein HIV yang sangat spesifik.
3. Post-test counseling
Post-test counseling adalah diskusi antara konselor dengan klien yang
bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi
dengan hasil tes, menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman mental
emosional klien, membuat rencana dengan menyertakan orang lain yang
bermakna dalam kehidupan klien, menjawab, menyusun rencana tentang
kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan perilaku berisiko dan
perawatan, dan membuat perencanaan dukungan.
E. Pemanfaatan Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Menurut kamus pintar Bahasa Indonesia (1995), pemanfaatan berasal dari kata
dasar manfaat yang artinya guna atau faedah. Dengan demikian kata pemanfaatan
berarti menggunakan sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan kegunaan atau
faedah dari objek tersebut.
Layanan VCT adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara konselor dan
klien untuk memahami HIV/AIDS beserta resiko dan konsekuensi terhadap diri,
pasangan, keluarga dan orang di sekitarnya dengan tujuan utama adalah
perubahan perilaku ke arah perilaku yang lebih sehat dan lebih aman (Pedoman
Pelayanan VCT, 2006).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa individu dikatakan
memanfaatkan layanan VCT jika dia tahu informasi mengenai layanan VCT dan
mau menggunakan layanan VCT untuk tujuan yang bermanfaat. Dengan demikian
pemanfaatan layanan VCT adalah sejauh mana orang yang pernah melakukan
perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS merasa perlu menggunakan layanan
VCT untuk mengatasi masalah kesehatannya, untuk mengurangi perilaku beresiko
dan merencanakan perubahan perilaku sehat.
ANTI RETROVIRAL VIRUS (ARV)
1. Definisi
ARV merupakan obat yg digunakan pasien dgn tes HIV positif . Terapi
antiretroviral (ART) berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat.
Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat antiretroviral
(ARV). ARV tidak membunuh virus itu. Namun, ART dapat melambatkan
pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan virus dilambatkan, begitu juga penyakit
HIV.
2. Tujuan Pengobatan ARV
a. Mengurangi morbiditas dan mortalitas terkait HIV/AIDS.
b. Memperbaiki mutu hidup.
c. Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan.
d. Mencegah penularan HIV dari ibu ke anak.
e. Menurunkan biaya perawatan dan Menurunkan kemiskinan.
f. Menghentikan replikasi HIV
g. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi opoturnistik.
h. Memperbaiki kualitas hidup
i. Menurunkan morbiditas dan moralitas karena infeksi HIV.
3. Manfaat ARV
a. Menekan replikasi virus sedini mungkin dalam waktu lama.
b. Perbaikan fungsi immun.
c. Hidup bebas dari penyakit untuk waktu lama.
d. Resiko resistensi obat rendah dgn penekan virus sempurna.
e. Menurunnya kemungkinan resiko transmisi virus.
4. Cara Kerja ARV
Obat-obatan ARV yang beredar saat ini sebagian besar bekerja berdasarkan
siklus replikasi HIV, sementara obat-obat baru lainnya masih dalam penelitian.
Jenis obat-obat ARV mempunyai target yang berbeda pada siklus replikasi HIV
yaitu:
 Entry (saat masuk). HIV harus masuk kedalam sel T untuk dapat memulai
kerjanya yang merusak. HIV mula-mula melekatkan diri pada sel, kemudian
menyatukan memembran luarnya dengan membran luar sel. Enzim reverse
transcriptase dapat dihalangi oleh obat AZT, ddC, 3TC, dan D4T, enzim
intregrase mungkin dihalangi oleh obat yang sekarang sedang dikembangkan,
enzim protease mungkin dapat dihalangi oleh obat Saquinavir, Ritonivir, dan
Indinivir.
 Early replication. Sifat HIV adalah mengambil alih mesin genetik sel T. Setelah
bergabung dengan sebuah sel, HIV menaburkan bahan-bahan genetiknya
kedalam sel. Disini HIV mengalami masalah dengan kode genetiknya yang
tertulis dalam bentuk yang disebut RNA, sedangkan pada manusia kode genetik
tertulis dalam DNA. Untuk mengatasi masalah ini HIV membuat enzim reverse
transcriptase (RT) yang menyalin RNA-nya kedalam DNA. Obat Nucleose RT
inhibitors (Nukes)menyebabkan terbentuknya enzim reverse transcriptase yang
cacat. Golongan non-nucleoside RT inhibitors memiliki kemampuan untuk
mengikat enzim reverse transcriptase sehingga membuat enzim tersebut
menjadi tidak berfungsi.
 Late replication. HIV harus menggunting sel DNA untuk kemudian
memasukkan DNAnya sendiri kedalam guntingan tersebut dan menyambung
kembali helaian DNA tersebut. Alat penyambung itu adalah enzim intregrase
maka obat integrase inhibitors diperlukan untuk menghalangi penyambungan
ini.
 Assembly (perakitan atau penyatuan). Begitu HIV mengambil alih bahan-bahan
genetik sel, maka sel akan diatur untuk membuat berbagai potongan sebagai
bahan untuk membuat virus baru. Potongan ini harus dipotong dalam ukuran
yang benar yang dilakukan enzim protease HIV, maka pada fase ini, obat jenis
Protease inhibitors diperlukan untuk menghalangi terjadinya penyambungan
ini.
Pasien harus memahami tujuan pemberian ARV, antara lain:
- ARV tidak menyembuhkan
- Selama pengobatan ARV, virus masih dapat ditularkan atau didapat sehingga
perlu diterapkan safe sex dan safe injection.
- Pengobatan seumur hidup

Jangan memulai ARV jika:


- Pasien tidak memiliki motivasi
- Tahap konseling intensif
- Pengobatan tidak dapat dilanjutkan
- Asimtomatik dan tidak ada informasi tentang hitung CD4
- Tidak dapat memonitor secara biologis
- Tidak ada akses terhadap diagnosis dan pengobatan IO (Infeksi Oportunistik)
5. Jenis – jenis Obat - obatan ARV
Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside reverse
transcriptase inhibitors,non – nucleoside reverse transcriptase inhibitors,protease
inhibitor dan fussion inhibitor.
a. Nucleoside atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan
RNA virus menjadi DNA ( proses ini dilakukan oleh virus HIV agar bisa
bereplikasi).
Contoh dari obat ARV yang termasuk dalam golongan ini:
Nama Generik : Zidovudine
Nama Dagang : Retrovir
Nama lain: AZT ,ZCV
b. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NtRTI).Yang termasuk golongan ini
adalah Tenofovir (TDF)
c. Nonnucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI).Golongan ini juga
berkeja dengan menghambat proses perubahan RNA menjadi DNA dengan cara
mengikat reverse transcriptase sehingga tidak berfungsi. Yang termasuk
golongan NNRTI adalah :
Nama generik : nevirapin
Nama dagang : viramune
Nama lain : NVP BI-RG-587
d. Protease inhibitor (PI,menghalangi kerja enzim protease yang berfungsi
memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar untuk
memproduksi virus baru, contoh obat golongan ini adalah indinavir (IDV),
ritonavir (RTV) dan amprenavir (APV).
e. Fusion inhibitor. Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20)

6. Cara memilih obat

a. Pertimbangan dalam memilih obat adalah hasil pemeriksaan CD4, viral load dan
kemampuan pasien mengingat penggunaan obatnya. Pertimbangan yang baik
adalah memilih obat berdasarkan jadwal kerja dan pola hidup.
b. Kebanyakan orang lebih mudah mengingat obat yang diminum sewaktu makan
7. Efek samping obat
a. Efek samping jangka pendek adalah: mual, muntah, diare, sakit kepala, lesu dan
susah tidur. Efek samping ini berbeda-beda pada setiap orang, jarang pasien
mengalami semua efek samping tersebut. Efek samping jangka pendek terjadi
segera setelah minum obat dan berkurang setelah beberap minggu. Selama
beberapa minggu penggunaan ARV, diperbolehkan minum obat lain untuk
mengurangi efek samping. Efek samping jangka panjang ARV belum banyak
diketahui
b. Efek samping pada wanita: efek samping pada wanita lebih berat dari pada pada
laki-laki, salah satu cara mengatasinya adalah dengan menggunakan dosis yang
lebih kecil. Beberapa wanita melaporkan menstruasinya lebih berat dan sakit, atau
lebih panjang dari biasanya,namun ada juga wanita yang berhenti sama sekali
menstruasinya. Mekanisme ini belum diketahui secara jelas.
8. Peran Perawat dalam Pemberian ARV
a. Penggunaan obat ARV Kombinasi
Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
- Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya resistensi
- Meningkatkan efektifitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul efek
samping, bisa diganti obat lainnya dan bila virus mulai resisten terhadap obat
yang sedang digunakan, bisa memakai kombinasi lain.
b. Efektivitas obat ARV kombinasi:
- ARV kombinasi lebih efektif karena mempunyai khasiat ARV yang lebih
tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibanding penggunaan satu jenis
obat saja.
- Kemungkinan terjadinya resistensi virus kecil, akan tetapi bila pasien lupa
minum obat dapat menimbulkan terjadinya resistensi.
- Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil, sehingga
kemungkinan efek samping lebih kecil.
ASUHAN KEPERAWATAN HIV-AIDS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluahn utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien
penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan),
diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat
badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar
getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-
0bercak gatal diesluruh tubuh.
3. Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah:
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga,
adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja
seks komersial).
6. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau
perawat.
b. Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan
berat badan yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih
dari 10 % BB ).
c. Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah
d. Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam daan keringat pada malam
hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan
depresi terhadap penyakit.
e. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti
bekerja. Hal ini disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat
maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena
kondisi tubuh yang lemah.
f. Pola prespsi dan kosep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi
dan stres.
g. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
h. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga
diri rendah.
i. Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisa dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan,
perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif
dan adaptif.
j. Pola reproduksi skesual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karean
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah,
karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan
perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan
agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.
7. Pemeriksaan fisik
a. Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah
b. Kesadaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
c. Vital sign : TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang
ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan : biasanya ditemukn
frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat
krena demam, BB ; biasanya mengalami penrunan(bahkan hingga 10% BB),
TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).
d. Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
e. Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik, pupil isokor,refleks
pupil terganggu
f. Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
g. Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
criptococus neofarmns)
h. Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya bercakbercak putih
seperti krim yang menunjukan kandidiasis
i. Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
j. Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB napas pendek (cusmaul)
k. Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
l. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tandatanda lesi
(lesi sarkoma kaposi)
m. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral
dingin
B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neorologis, ansietas,
nyeri, keletihan
3. Diare berhubungan dengan infeksi
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, ketidak mampuan menelan.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera; biologis
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan,
perubahan pigmentasi, perubahan turgor, kondisi ketidak seimbangan nutrisi,
penurunan imunologis
8. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh
9. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme
10. Cemas berhubungan dengan kurang informasi, perubahan status
kesehatan/ancaman kematian
11. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
(Nanda Internasional, 2014)
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kep Kriteria Hasil (Noc) Intervensi (Nic)

1 Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas


nafas keperawatan diharapkan status
1)Posisikan pasien untuk
pernafasan tidak terganggu
Definisi : ketidak mampuan untuk dengan kriteria hasil : memaksimalkan ventilasi
membersihkan sekresi atau
obstruksi dari saluran nafas untuk 1) Deviasi ringan dari kisaran 2)Buang secret dengan
mempertahankan bersihan jalan normal frekuensi pernafasan memotivasi pasien untuk
nafas 2) Deviasi ringan dari kisaran
normal Irama pernafasan melakukan batuk atau
Batasan Karakteristik :
1)Suara nafas tambahan 3) Deviasi ringan dari kisaran menyedot lendir
2)Perubahan frekuensi nafasan normal suara auskultasi
3)Motifasi pasien untuk
3)Perubahan iraman nafas nafas
4)Penurunan bunyi nafas 4) Deviasi ringan dari kisaran bernafas pelan, dalam,
5)Sputum dalam jumlah normal kepatenan jalan berputar dan batuk
berlebihan nafas
6)Batuk tidak efektif 5) Deviasi ringan dari kisaran 4)Instruksikan bagaimana
normal saturasi oksigen agar bisa melakukan batuk
6) Tidak ada retraksi dinding
efektif
dada
5)Auskultasi suara nafas, catat
area yang ventilasinya
menurun atautidak dan
adanya suara nafas tambahan
6)Monitor status pernafasan
dan oksigenisasi sebagaimana
mestinya
Fisioterapi dada
1)Jelaskan tujuan dan
prosedur fisioterapi dada
kepada pasien
2)Monitor status respirasi dan
kardioloogi (misalnya, denyut
dan suara irama nadi, suara
dan kedalaman nafas
3)Monitor jumlah dan
karakteristik sputum
4)Instruksikan pasien untuk
mengeluarkan nafas dengan
teknik nafas dalam
Terapi Oksigen
1)Bersihkan mulut, hidung
dan sekresi trakea dengan
tepat
2)Siapkan peralatan oksigen
dan berikan melalui sistem
hemodifier
3)Monitor aliran oksigen
4)Monitor efektifitas terapi
oksigen
5)Pastikan penggantian
masker oksigen/ kanul nasal
setiap kali perangkat diganti
Monitor Pernafasan
1)Monitor pola nafas
(misalnya, bradipneu)
2)Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
3Auskultasi suara nafas
4)Kaji perlunya penyedotan
pada jalan nafas dengan
auskultasi suara nafas ronci di
paru
5)Auskultasi suara nafas
setelah tindakan, untuk dicatat
6)Monitor kemampuan batuk
efektif pasien

2 Ketidakefektifan Pola Nafas Setelah dilakukan asuhan Menajemen Jalan Nafas :


keperawatan diharapkan status 1)Posisikan pasien untuk
Definisi : Inspirasi dan atau pernafasan tidak terganggu memaksimalkan ventilasi
ekspirasi yang tidak memberi dengan kriteria hasil : 2)Lakukan fisioterapi dada,
ventilasi adekuat 1) Frekuensi pernafasan Tidak sebagimana semestinya
ada deviasi dari kisaran normal 3)Buang secret dengan
Faktor Resiko : 2) Irama pernafasan Tidak ada memotivasi klien untuk
1) Perubahan kedalamam deviasi dari kisaran normal melakukan batuk atau
pernafasan 3)Suara Auskultasi nafas Tidak menyedot lendir
2) Bradipneu ada deviasi dari kisaran normal 4)Motivasi pasien untuk
3) Dipsnea 4)Saturasi oksigen Tidak ada bernafas pelan, dalam,
4) Pernafasan cuping hidung deviasi dari kisaran normal berputar dan batuk.
5) Takipnea 5)Tidak ada retraksi dinding 5)Auskutasi suara nafas, catat
dada area yang ventilasinya
Faktor yang berhubungan : 6)Tidak ada suara nafas menurun atau tidak ada dan
1) Kerusakan Neurologis tambahan adanya suara nafas tambahan
2) Imunitas Neurologis 7)Tidak ada pernafasan cuping 6)Kelola nebulizer ultrasonik,
hidung sebgaimana mestinya
7)Posisikan untuk
meringankan sesak nafas
8)Monitor status pernafasan
dan oksigen, sebagaimana
mestinya
Pemberian Obat :
1)Pertahankan aturan dan
prosedur yang sesuai dengan
keakuratan dan keamanan
pemberian obat-obatan
2)Ikuti prosedur limabenar
dalam pemberian obat
3)Beritahu klien mengenai
jenis obat, alasan pemberian
obat, hasil yang diharapkan,
dan efek lanjutan yang akan
terjadi sebelum pemberian
obat.
4)Bantu klien dalam
pemberian obat
Terapi Oksigen :
1)Bersihkan mulut, hidung,
dan sekresi trakea dengan
tepat
2)Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
3)Monitor aliran oksigen
4)Periksa perangkat (alat)
pemberian oksigen secara
berkala untuk mmastikan
bahwa konsentrasi (yang
telah) ditentukan sedang
diberikan
Monitor Pernafasan :
1)Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
2)Catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisan,penggunaan
otot-otot bantu nafas
3)Palpasi kesimetrisan
ekstensi paru
4)Auskultasi suara nafas, catat
area dimana terjadinya
penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan keberadaan
suara nafas tambahan
5)Auskultasi suara nafas
setelah tindakan untuk dicatat
6)Monitor sekresi pernafasan
pasien
7)Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)

Monitor tanda-tanda vital :


1)Monitor tekanan darah,
Nadi, Suhu, dan status
pernafasan dengan tepat
2)Monitor suara paru-paru
3)Monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban

3 Diare Setelah dilakukan tindakan Menajemen Saluran Cerna


Definisi : Pasase fases yang lunak keperawatan diharapkan 1)Monitor buang air besar
dan tidak berbentuk eliminasi usus tidak terganggu termasuk frekuensi,
dengan kriteria hasil : konsistensi, bentuk, volume
Batasan Karakteristik : 1)Pola eliminasi tidakdan warna, dengan cara yang
1)Nyeri abdomen terganggu tepat
2)Sedikitnya tiga kali defekasi per 2)Suara bising usus tidak 2)Monitor bising usus
hari terganggu Manajemen Diare
3) Bising usus hiperaktif 3)Diare tidak ada 1)Tentukan riwayat diare
2)Ambil tinja untuk
Situasional : Setelah dilakukan tindakan pemeriksaan kultur dan
1) Penyalahgunaan alkohol keperawatan diharapkan tidak sensitifitas bila diare berlanjut
terjadi keparahan infeksi 3)Instruksikan pasien atau
Fisiologis dengan kriteria hasil : anggota keluarga utuk
1) Proses Infeksi 1)Malaise tidak ada mencatat warna, volume,
2)Nyeri tidak ada frekuensi, dan konsistensi
3)Depresi jumlah sel darh putih tinja
4)Identivikasi faktor yang
bisa menyebabkan diare
(misalnya medikasi, bakteri,
dan pemberian makan lewat
selang)
5)Amati turgor kulit secara
berkala
6)Monitor kulit perineum
terhadap adanya iritasi dan
ulserasi
7)Konsultasikan dengan
dokter jika tanda dan gejala
diare menetap
Pemasangan Infus
1)Verivikasi instruksi untuk
terapi IV
2)Beritau pasien mengenai
prosedur
3)Pertahankan teknik aseptik
secara seksama
4)Pilih vena yang sesuai
dengan penusukan vena,
pertimbangkan prevelansi
pasien, pengalaman masa lalu
dengan infus, dan tangan non
dominan
5)Berikan label pada
pembalut IV dengan tanggal,
ukuran, dan inisiasi sesuai
protokol lembaga
Terapi Intravena (IV)
1)Verivikasi perintah untuk
terapi intravena
2)Instruksikan pasien tentang
prosedur
3)Periksa tipe cairan, jumlah,
kadaluarsa, karakterisktik dari
cairan dan tingkat merusak
pada kontainer
4)Lakukuan (prinsip) lima
benar sebelum memulai infus
atau pemberian pengobatan
(misalnya, benar obat, dosis,
pasien, cara, dan frekuensi)
5)Monitor kecepatan IV,
seblum memberikan
pengobatan IV
6)Monitor tanda vital
7)Dokumentasikan terapi
yang diberikan, sesuai
protokol dan institusi
4 Kekurangan Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan :
keperawatan diharapkan 1)Timbang berat badan setiap
Definisi : peurunan cairan keseimbangan cairan tidak hari dan monitor status pasien
intravaskuler, interstisial, terganggu dengan kriteria hasil : 2)Jaga Intake/ asupan yang
dan/atau intra seluler. Ini mengacu 1)Tekanan darah tidak akurat dan catat output pasien
pada dehidrasi, kehilangan cairan terganggu 3)Monitor status hidrasi
saja tampa perubahan pada 2)Keseimbangan intake dan (misalmya, membran mukosa
natrium output dalam 24 jam tidak lembab, denyut nadi adekuat,
terganggu dan tekanan darah ortostatik)
Batasan Karakteristik : 3)Berat badan stabil tidak 4)Monitor hasil laboratorium
1)Penurunan tekanan darah terganggu yang relevan dengan retensi
2)Penurunan tekanan nadi 4)Turgor kulit tidak terganggu cairan (misalnya, peningkatan
3)Penurunan turgor kulit berat jenis, peningkatan BUN,
4)Kulit kering Setelah dilakukan tindakan penurunan hematokrit, dan
5)Penurunan frekuensi nadi keperawatan diharapkan hidrasi peningkatan kadar osmolitas
6)Penurnan berat badan tiba-tiba tidak terganggu dengan kriteria urin)
7)Kelemahan hasil : 5)Monitor status
1)Turgor kulit tidak terganggu hemodinamika CVP, MAP,
Faktor yang berhubungan : 2)Membran mukosa lembab PAP, dan PCWP,
1) Kehilangan cairan aktif tidak terganggu jika ada)
3)Intake cairan tidak terganggu 6)Monitor tanda-tanda vital
4)Output cairan tidak terganggu 7)Beri terapi IV, seperti yang
5)Perfusi Jaringan tidak ditentukan
terganggu 8)Berikan cairan dengan tepat
6)Tidak ada nadi cepat dan 9)Berikan diuretik yang
lemah diresepkan
7)Tidak ada kehilangan berat 10)Distribusi asupan cairan
badan selama 24 jam

Monitor Cairan :
1)Tentukan jumlah dan jenis
Intake/asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi
2)Tentukan faktor-faktor yang
menyebabkan
ketidakseimbangan cairan
3)Periksa isi kulang kapiler
4)Periksa turgor kulit
5)Monitor berat badan
6)Monitor nilai kadar serum
dan elektrolit urin
7)Monitor kadar serum
albumin dan protein total
8)Monitor tekanan darah,
denyut jantung, dan status
pernafasan
9) Monitor membran mukosa,
turgor kulit, dan respon haus

5 Ketidak seimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan Menajemen Nutrisi


dari kebutuhan tubuh keperawatan diharapkan status 1) Identifikasi adanya alergi
Definisi : asuhan kebutuhan tubuh nutrisi dapat ditingkatkan atau intolerasi akanan yang
tidak cukup untuk memenuhi dengan kriteria hasil: dimiliki pasien
kebutuhan metabolik metabolik 1)Asupan Nutrisi tidak
Batasa karekteristik : menyimpang dari rentang Terapi nutrisi
1)Nyeri abdomen normal 1)Kaji kebutahan nutrisi
2)Menghindari makan 2)Asupan makanan tidak parenteral
3)Berat badan 20% atau lebih menyimpang dari rentang 2)Berikan nutrisi enteral,
dibawah berat baadan ideal normal sesuai kebutuhan
4)Diare 3)Berikan nutrisi enteral
5)Bising usus hiperaktif Setelah dilakukan tindakan 4)Hentikan pemberian
6)Penurunan berat badan dengan
keperawatan diharapkan Status makanan melalui selang
asupan yang adekuat nutrisi : Asupan nutrisi dapat makan begitu pasien mampu
7)Membran mukosa pucat ditingkatkan dengan kriteria mentoleransi asupan
8)Ketidakmampuan memakan
hasil : (makanan) melalui oral
makanan 1)Asupan kalori sebagian besar 5)Berikan nutrisi yang
9)Tonus otot menurun adekuat dibutuhkan sesuai batas diet
2)Asupan protein sebagian yang dianjurkan
Faktor yang Berhubungan besar adekuat
1)Faktor biologis 3)Asupan lemak sebagian besar Pemberian Nutrisi Total
- Ketidak mampuan untuk adekuat Parenteral (TPN)
mengabsorbsi nutrien 4)Asupan karbohidrat sebagian 1)Pastikan isersi intravena
- Ketidak mampuan untuk besar adekuat cukup paten untuk pemberian
mencerna makanan 5)Asupan vitamin sebagian nutrisi intravena
- Ketidak mampuan menelan besar adekuat 2)Pertahankan kecepatan
makan 6)Asupan mineral sebagian aliran yang konstan
besar 3)Monitor kebocoran, infeksi
adekuat dan komplikasi metabolik
4)Monitor masukan dan
Setelah dialkukan tindakan output cairan
keperawatan diharapkan terjadi 5)Monitor kadar albumin,
peningkatan nafsu makan protein total, elektrolit, profil
dengan kriteria hasil : lipid, glukosa darah dan kimia
1.Intake makanan tidak darah
terganggu 6)Monitor tanda-tanda vital
2.Intake nutrisi tidak terganggu
3.Intake cairan tidak terganggu

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan diharapkan terjadi
peningkatan
status nutrisi : asupan makanan
dan cairan dengan kriteri hasil :
1)Asuhan makanan secara oral
sebagian besar adekuat
2)Asupan cairan intravena
sepenuhnyaa kuat
3)Asupan nutrisi parenteral
sepenuhnya kuat

6 Nyeri akut Definisi pengalaman Setelah dilakukan tindakan Pemberian analgesik :


sensori emosional tidak keperawatan diharapkan kontrol 1)Tentukan lokasi,
menyenangkan dan yang yang nyeri dapat karakteristik, kualitas dan
muncul akibat kerusakan jaringan dipertahankan dengan kriteria keparahan nyeri sebelum
yang aktual atau potensial atau di hasil: mengobati pasien
gambarkan dalam hal kerusakan 1)Secara konsisten 2)Cek perintah pengobatan
sedemikian rupa,awitan yang tiba menunjukkan meliputi obat, dosis, dan
– tiba atau lambat dari intensitas menggunakan tindakan frekuensi obat analgesik yang
ringan hingga berat dengan akhir pengurangan (nyeri) tanpa diresepkan
yang dapat di antisipasi atau analgesik 3)Cek adanya riwayat alergi
diprediksi dan berlangsung <6 2)Secara konsisten obat
bulan menunjukkan Menggunakan 4)Pilih analgesik atau
analgesik yang kombinasi analgesik yang
Batasan Karakteristik : direkomendasikan sesuai ketika lebih dari satu
1)Perubahan selera makan 3)Melaporkan nyeri terkontrol diberikan
2)Perubahan tekanan darah Setelah dilakukan tindakan Menajemen nyeri :
3)Perubahan frekuensi jantung keperawatan tingkat nyeri dapat 1)Lakukan pengkajian nyeri
4)Perubahan frekuensi pernafasan diatasi: komprehensif yang meliputi
5)Laporan isyarat 1)Nyeri yang dilaporkan tidak lokasi, karakteristik,
6)Diaforesis ada onset/durasi, frekuensi,
7)Perilaku ditraksi (mis; 2)Mengerang dan meringis kualitas, intensitas atau
berjalan mondar mandir, mencari tidak ada beratnya nyeri dan faktor
orang lain dan/ atau aktifitas lain, 3)Menyeringit tidak ada pencetus
aktivitas yang berulang) 4)Ketegangan otot tidak ada 2)Observasi adanya petunjuk
8)Mengekpresikan prilaku (misal 5)Tanda –tanda vital tidak nonverbal mengenai
gelisah merengek, menangis, mengalami devisiasi ketidaknyamanan
waspada, iritabilitas, mendesah) 3)Gunakan strategi
9)Masker wajah (mis; mata kurang komunikasi terapeutik untuk
bercahaya, tampak kacau, gerakan mengetahui pengalaman nyeri
mata berpancar atau tetap pada dan sampaikan penerimaan
satu fokus, meringis) pasien terhadap nyeri
10)Sikap melindungi area nyeri 4)Kaji bersama pasien
11)Gangguan presepsi nyeri, faktorfaktor yang dapat
hambatan proses berfikir, menurunkan atau
penurunan interaksi dengan orang memberatkan nyeri
dan lingkungan) 5)Ajarkan penggunaan teknik
non farmakologilan nyeri
6)Evaluasi keefektifan dari
tindakan pengontrolan
7)Mendukung istirahat tidur
8)Memberikan informasi
terkait dengan diagnosa dan
keperawatan
9)Mendorong keluarga
menemani pasien
10)Kaji tanda verbal dan non
verbal dari ketidak nyamanan
Monitor tanda tanda vital :
1)Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
pernafasan dengan tepat
7 kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pemberian obat kulit:
keperawatan diharapkan
Definisi : beresiko mengalami integritas jaringan kulit dan 1) Ikuti prinsip 5 benar
perubahan kulit yang uruk membranmukosa dapat pemberian
ditingkatkan : 2) Catat riwayat medis
Faktor Resiko pasien dan riwayat alergi
Eksternal 1. Suhu kulit tidak terganggu 3) Tentukan pengetahuan
1) Zat kimia 2. Tekstur kulit tidak pasien mengenai medikasi
2) Ekskresi terganggu dan pemahaman pasien
3)Usia yang ekstream 3. Integritas kulit tidak mengenai metode
4)Hipertermia terganggu pemberian obat
5)Hipotermia 4. Pigmentasi abnormal
6)Humiditas Pengecekan kulit :
ringan
7)Faktor mekanik (mis, gaya
gunting, tekanan, pengekangan) 5. Lesi mukosa ringan 1) Amati warna,
8)Lembab 6. Kanker kulit tidak ada kehangatan, bengkak,
9)Imobilisasi pulsasi, tekstur, edema,
Internal dan ulserasi pada
1)Perubahan pigmentasi ekstremitas
2)Perubahan turgor kulit 2) Monitor warna dan suhu
3)Faaktor perkembangan kulit
4)Kondisi ketidak seimbangan 3) Monitor kulit dan
nutrisi ( obesitas, emasiasi/ kurus selaput lendir terhadap
kerempeng) area perubahan warna,
5)Gangguan sirkulasi memar, dan pecah
6)Gangguan 4) Monitor kulit untuk
kondisi metabolik adanya ruam dan lecet
7)Faktro imunologi
8)Medikasi
9)Faktor psikogenik
10)Tonjolan tulang
8 Harga diri rendah situasional Setelah dilakukan tindakan Peningkatan citra tubuh
keperawatan diharapkan terjadi 1)Tentukan harapan citra diri
Definisi : perkembangan peningkatan harga diri dengan pasien didasarkan pada tahap
presepsi negatif tentang kriteria hasil : perkembangan
harga diri sebagai respon 2)Tentukan perubahan fisik
terhadap situasi saat ini 1) Verbalisasi penerimaan saat ini apakah berkontribusi
(sebutkan) diri pada cita diri pasien
2) Penerimaan terhadap 3)Bantu pasien untuk
Batasan Karakteristik : keterbatasan diri mendiskusikan perubahan
1) Evaluasi diri bahwa individu 3) Mempertahankan perubahan (bagian tubuh)
tidak mampu menghadapi posisi tegak disebabkan adanya penyakit
peristiwa 4) Mempertahankan kontak dengan cara yang tepat
2)Evaluasi diri bahwa individu mata 4)Monitor frekuensi dari
tidak mampu menghadapi situasi pernyataan mengkritisi diri
5) Komunikasi terbuka
3)Perilaku bimbang 5)Monitor pernyataan yang
4)Perilaku tidak asertif mengidentifikasi citra tubuh
5)Secara verbal melaporkan mengenai ukuran dan berat
tentang situasional saat ini badan
terhadap Peningkatan koping :
harga diri 1)Gunakan pendekatan yang
6)Ekspresi ketidakberdayaan tenang dan memberikan
7)Ekspresi ketidak bergunaan jaminan
8)Verbalisasi meniadakan diri 2)Berikan suasana
penerimaan
Faktor Berhubungan : 3)Sediakan informasi aktual
1)Perilaku tidak selaras dengan mengenai diagnosis,
nilai penanganan dan prognosis
2)Perubahan perkembangan Peningkatan harga diri :
3)Gangguan citra tubuh 1)Monitor penerimaan pasien
4)Kegagalan mengenai harga diri
5)Gangguan fungsional 2)Jangan mengkritisi pasien
6)Kurang penghargaan secara negatif
7)Kehilangan penghargaan
8)Kehilangan
9)Penilakan
10)Perubahan
9 Ansietas Setelah dilakukan Bimbingan antisipatif :
tindakan keperawatan diharapkan
Definisi : perasaan tidak nyaman tingkat kecemasan tidak 1) Bantu klien
atau kekhawatiran yang samar terganggu dengan kriteria hasil : mengidentifikasi
disertai respon autonom (sumber kemungkinan
1) Tidak ada wajah tegang perkembangan
sering kali tidak spesifik atau tidak 2) Tidak ada rasa takut yang
diketahui oleh individu); situasi krisis yang akan
disampaikan secara lisan terjadi dan efek dari krisis
perasaan takut yang disebabkan 3) Tidak ada rasa cemas yang di yang bisa berdampak pada
oleh antisipasi terhadap bahaya. sampaikan secara klien dan keluarga
Hal ini merupakan siyarat lisan 2) Gunakan contoh kasus
kewaspadaan yang untuk meningkatkan
4) Tidak ada peningkatan tekan
memperingatkan individu akan darah kemampuan pemecahan
adanya bahaya dan memampukan masalah klien dengan
5) Tidak ada peningkatan
individu untuk bertindak tekanan nadi cara yang tepat
menghadapi ancaman 6) Tidak ada peningkatan 3) Libatkan keluarga
frekuensi pernafasan maupun orang orang
Batasan karakteristik : Prilaku 7) Tidak ada menarik terdekat klien jika
1)Penurunan produktivita memungkinkan
diri
2)Gerakan irelevan
8) Tidak ada gangguan pola Pengurangan kecemasan :
3)Gelisah
tidur
4)Melihat sepintas
5)Insomnia 1) Gunakan pendekan yang
6)Kontak mata yang buruk tenang dan menyakinkan
7)Mengekspresi kan kekhawatiran 2) Nyaktakan dengan jelas
harapan terhadap prilaku
karena peruahan dalam peristiwa
klien
hidup
3) Berikan informasi faktual
8)Agitasi
terkait diagnosis,
9)Mengintai perawatan dan progosis
10)Tampak waspada
4) Dorong keluarga untuk
mendampingi pasien
Afektif dengan cara yang tepat
1)Gelisah 5) Puji kekuatan prilaku yang
2)Kesedihan yang mendalam baik secara tepat
3)Distres 6) Dengarkan klien
4)Ketakutan 7) Identifikasi pada saat
5)Perasaan tidak adekuat terjadi perubahan
6)Berfokus pada diri sendiri kecemasan
7)Peningkatan kewaspadaan 8) Instruksikan pasien untuk
8)Iritabilitas menggunakan teknik
9)Gugup relaksasi
10)Senang berlebihan 9) Kaji untuk tanda verbal
dan nonverbal keceemasan
10 Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Fever treatment
keperawatan diharapkan terjadi
Definisi : suhu tubuh naik diatas perubahan suhu tubuh dengan 1)Monitor suhu sesering
rentang normal kriteria hasil : mungkin
Batasan Karakteristik:
2)Monitor IWL
1)kenaikan suhu tubuh diatas 1)Suhu tubuh dalam rentang
rentang normal normal 3)Monitor warna dan suhu
2)serangan atau konvulsi (kejang) kulit
3)kulit kemerahan 2)Nadi dan RR dalam rentang
4)pertambahan RR normal 4)Monitor tekanan darah, nadi
5)takikardi dan RR
3)Tidak ada perubahan warna
6)saat disentuh tangan terasa kulit dan tidak ada pusing,
hangat 5)Monitor penurunan tingkat
merasa nyaman kesadaran
Faktor faktor yang berhubungan : 6)Monitor WBC, Hb, dan Hct
1)penyakit/ trauma
2)peningkatan metabolisme 7)Monitor intake dan output
3)aktivitas yang berlebih
4)pengaruh medikasi/anastesi 8)Berikan anti piretik
5)ketidakmampuan/penurunan
9)Berikan pengobatan untuk
6)kemampuan untuk berkeringat
mengatasi penyebab demam
7)terpapar dilingkungan panas
8)dehidrasi 10)Selimuti pasien
9)pakaian yang tidak tepat
11)Lakukan tapid sponge
12)Berikan cairan intravena
13)Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila

Temperature regulation
1)Monitor suhu minimal tiap
2 jam
2)Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3)Monitor TD, nadi, dan RR
4)Monitor warna dan suhu
kulit
5)Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6)Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7)Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8)Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9)Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek negatif
dari kedinginan
10)Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
11)Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12Berikan anti piretik jika
perlu
Monitor TTV
1)Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2)Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3)Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4)Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5)Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6)Monitor kualitas dari nadi
7)Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8)Monitor suara paru
9)Monitor pola pernapasan
abnormal
10)Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11 Resiko infeksi Status imun Kontrol Infeksi
Risk control 1)Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain
Definisi : Peningkatan resiko Kriteria Hasil :
masuknya organisme patogen 2) Pertahankan teknik isolasi
1)Klien bebas dari tanda dan
Faktor-faktor resiko : gejala infeksi 3)Batasi pengunjung bila
perlu
1)Prosedur Infasif 2)Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, factor yang 4)Instruksikan pada
2)Ketidakcukupan pengetahuan mempengaruhi penularan serta pengunjung untuk mencuci
untuk menghindari paparan penatalaksanaannya, tangan saat berkunjung dan
patogen setelah berkunjung
3)Menunjukkan kemampuan meninggalkan pasien
3)Trauma untuk mencegah timbulnya
5)Gunakan sabun
4)Kerusakan jaringan dan infeksi
antimikrobia untuk cuci
peningkatan paparan lingkungan 4)Jumlah leukosit dalam batas tangan
normal
5)Ruptur membran amnion
6)Cuci tangan setiap sebelum
5)Menunjukkan perilaku hidup dan sesudah tindakan
sehat kperawtan
7)Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat pelindung
8)Tingktkan intake nutrisi
9)Berikan terapi antibiotik
bila perlu
proteksi terhadap infeksi
1)Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2)Monitor hitung granulosit,
WBC
3)Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4)Batasi pengunjung
5)Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
6)Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
7)Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
8)Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-helper
atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). HIV dapat menyebabkan infeksi
oportunistik yang berat. Terapi menurut WHO (2006) yaitu Terapi Antiretroviral
(ARV). Pemberian ARV tidak serta merta segera diberikan begitu saja pada penderita
yang dicurigai, tetapi perlu menempuh langkah-langkah yang arif dan bijaksana, serta
mempertimbangkan berbagai faktor, dokter telah memberikan penjelasan tentang
manfaat, efek samping, resistensi dan tata cara penggunaan ARV, kesanggupan dan
kepatuhan penderita mengkonsumsi obat dalam waktu yang tidak terbatas, serta saat
yang tepat untuk memulai terapi ARV (Nasronudin, 2007).
B. Saran
1. Untuk perawat
Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan kepada
pasien dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai dengan SOP agar keamanan pasien
dan keamanan perawat terjaga. Selain masalah fisiologis pada pasien, perawat juga
harus mampu melakukan asuhan keperawatan terhadap masalah psikologis dan
social dari pasien
2. Untuk masyarakat
Masyarakat dihimbau agar tetap waspada pada penyakit HIV, senantiasa menjaga
kesehatan dan menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terinfeksi virus
HIV. Masyarakat tidak perlu resah akan banyaknya masalah kesehatan yaitu HIV
karena HIV tidak akan menular jika kita dapat menghindari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan infeksi dari HIV tersebut. Masyarakat juga harus memberikan
dukungan kepada orang-orang yang terkena HIV karena mereka membutuhkan
dorongan dari orang sekitar selama hidupnya, bukan mengisolasi dan mengucilkan
di lingkungan tempat tinggal dan di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Besral, dkk. 2004. Potensi Penyebaran HIV Dari Pengguna NAPZA Suntik ke Masyarakat
Umum. Departemen Biostatika dan Kependudukan, FKM UI.
http://journal.ui.ac.id/health/article/download/313/309 (Diakses pada 16 januari
2014, pukul 15.00 wib).

CDC, 1993. Revised Classification System for HIV Infection and Expanded Surveillance
Case Definition for AIDS Among Adolescents and Adults, MMWR Morb Mortal
Weekly Report; 41(51); 961-962.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Duarsa, Wirya. 2003. Penyakit Menular seksual Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book,
Toronto.

Hermawati, Pian. 2011. Hubungan Persepsi ODHA Terhadap Stigma HIV/AIDS


Masyarakat dengan Interaksi Sosial ODHA. 34

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Dirjen Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan


Lingkungan. Laporan Triwulan 1.

Murtiastutik D. 2008, ‘HIV & AIDS’ In : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya :
Airlangga University Press,pp. 211-231

Nursalam & Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi. Jakarta:
Salemba Medika.

Nasronudin. 2007. HIV & AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial.
Surabaya: Airlangga University Press

Anda mungkin juga menyukai