Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HIV-AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-
helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini diklasifikasikan
dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus.10,17
Selama infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang
menjadi lebih rentan terhadap infeksi (Smeltzer, 2001). Tingkat HIV dalam tubuh
dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV
telah berkembang menjadi AIDS (Acquired Imunnodeficiency Syndrome).
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan suatu penyakit
retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan imunosupresi berat yang
menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan menisfetasi neurologis.
HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab acquired Immune Deficiency Syndrom
(AIDS) (Kumay,2007).
I 1. Asimptomatik Asimptomatik,
kheilitis angularis.
sinusitis bakterialis
4. Kandidiasis orofaringeal
pneumonia, piomiositis
C. Etiologi HIV-AIDS
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahu 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat
pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional
pada tahun 1986 nama Virus dirubah menjadi HIV.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core)
dan bagian selubung (envelop). Bagian ini berbentuk silindris tersusun atas dua
untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis
protein. Bagian selubung terdiri atas lipid dang liprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120
berhubungan dengan reseptor lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia , maka HIV termasuk virus sensitis terhadap
pengaruh berbagai desinfektan seperti eter, asetor, alcohol, jodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi relative resisten terhadap radiasi dan sinae ultraviolet. Virus HIV
hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat
juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak (Siregar,
2008).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui enam
cara penularan, yaitu :
1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan sesual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsusng, air
mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai selaput lendir, penis, dubur,
atau muluh sehingga HIV yang tedapa dalam cairan tersebut masuk ke aliran
darah (PELEKSI,1995 dalam Nursalam,2007 ). Selama berhubungan juga bisa
terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur dan mulut yang bisa menjadi jalan
HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual
2. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0.01%
sampai 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS,
kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS
sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI,1995 dalam
Nursalam, 2007). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui
tranfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan.(Lili V, 2004 dalam Nursalam,
2007).
3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan
menyebar ke seluruh tubuh.
4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain
yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinveksi HIV, dan
langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV, dan langsung
digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV bisa menular HIV
5. Alat-alat untuk menoreh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat
tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut
mungkin dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu.
6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupun yang digunakan
oleh para pengguna narkoba (Injecting Drug User-IDU) sangat berpotensi
menularkan HIV. Selain jarun suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-
sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos
obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan HIV.
D. Manifestasi Klinis HIV-AIDS
Sindroma HIV akut adalah istilah untuk tahap awal infeksi HIV. Gejalanya
meliputi demam, lemas, nafsu makan turun, sakit tenggorokan (nyeri saat menelan),
batuk, nyeri persendian, diare, pembengkakkan kelenjar getah bening, bercak
kemerahan pada kulit (makula / ruam). Diagnosis AIDS dapat ditegakkan apabila
menunjukkan tes HIV positif dan sekurang-kurangnya didapatkan 2 gejala mayor
dan 1 gejala minor (Siregar, 2004).
1. Gejala Mayor
a. Berat badan turun >10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik >1 bulan
c. Demam berkepanjangan >1 bulan
d. Penurunan kesadaran
e. Demensia / HIV ensefalopati
2. Gejala Minor
a. Batuk menetap >1 bulan
b. Dermatitis generalisata (peradangan kulit yang menyebabkan gatal)
c. Herpes Zooster multisegmental dan berulang
Herpes zoster biasanya menyebabkan ruam lepuh yang mengikuti
jalan saraf yang memanjang dari sumsum tulang belakang (dikenal sebagai
pola dermatomal). Walaupun sering kali sakit, herpes zoster biasanya jinak;
biasanya dapat terjadi selama tiga sampai empat minggu tanpa menyebabkan
masalah serius atau masalah jangka panjang, Namun, terkadang, penyakit ini
dapat menjadi rumit dengan kambuhan, kerusakan organ tubuh dan pola
dermatomal ganda.
d. Kandidiasis orofaringeal (penyakit jamur pada rongga mulut dan
kerongkongan)
Candidiasis oral (thrush) adalah infeksi pada mulut dan atau
kerongkongan yang disebabkan oleh jamur. Candidiasis oral kadang-kadang
dapat terjadi tanpa gejala, gejala yang paling umum adalah rasa tidak enak
dan terbakar ada mulut serta perubahan rasa. Candidiasis oral tergolong
dalam mucocutaneous candidiasis. Mucocutaneous candidiasis pada infeksi
HIV terdiri atas tiga bentuk antara lain: oropharyngeal, esophageal, dan
vulvovaginal.
e. Herpes simpleks kronis progresif
Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari
manusia. Serupa dengan herpes zoster, herpes simpleks menyebabkan luka-
luka yang sangat sakit pada kulit. Gejala pertama biasanya gatal-gatal dan
kesemutan/perasaan geli, diikuti dengan lepuh yang membuka dan menjadi
sangat sakit. Infeksi ini dapat dorman (tidak aktif) dalam sel saraf selama
beberapa waktu. Namun tiba-tiba infeksi menjadi aktif kembali. Herpes dapat
aktif tanpa gejala atau tanda kasatmata. Herpes simpleks tidak termasuk
infeksi yang mendefinisikan AIDS. Namun orang yang terinfeksi HIV dan
herpes simpleks bersamaan lebih mungkin mengalami jangkitan herpes lebih
sering. Jangkitan ini dapat lebih berat dan bertahan lebih lama dibandingkan
dengan orang tidak terinfeksi HIV.
f. Limfadenopati generalisata (pembesaran di semua kelenjar limfa)
Limfadenopati berarti penyakit pada kelenjar atau aliran getah bening
(sistem limfatik). Biasanya, penyakit tersebut terlihat sebagai kelenjar getah
bening menjadi bengkak, sering tanpa rasa sakit. Pembengkakan kelenjar itu
disebabkan oleh reaksi sistem kekebalan tubuh terhadap berbagai infeksi, yaitu
HIV.
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
Kandidiasis vagina merupakan keputihan yang disebabkan oleh jamur
Candida albicans. Pada keadaan normal, jamur ini terdapat di kulit maupun
di dalam liang kemaluan perempuan. Tetapi pada keadaan tertentu, jamur ini
meluas sedemikian rupa sehingga menimbulkan keputihan. Gejalanya berupa
keputihan berwarna putih seperti susu, bergumpal, disertai rasa gatal panas
dan kemerahan pada kelamin dan di sekitarnya.
h. Retinitis virus sitomegalo
Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah virus yang dapat
mengakibatkan infeksi oportunistik . Virus ini sangat umum. Sistem kekebalan
tubuh yang sehat mengendalikan virus ini, sehingga tidak mengakibatkan
penyakit. Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV dapat
menyerang beberapa bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART) sudah
mengurangi angka penyakit CMV pada Odha secara bermakna. Namun,
kurang lebih 5% Odha masih mengalami penyakit CMV.
E. Patofisiologi HIV–AIDS
HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus
yang menunjukan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam
ribonukleat (RNA) dan bukan dalam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel
virus yang lengkap dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam
inti berbentuk peluru yang terpancung di mana p24 merupakan komponen structural
yang utama. Tombol (knob) yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein
gp120 yang terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan
sel-sel CD4 positif adalah gp120 dari HIV. Sel CD4 positif mencakup monosit,
makropag dan limfosit T4 helper (dinamakan sel-sel CD4 + jika dikaitkan dengan
infeksi HIV).
Limfosit T4 helper ini merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel
di atas. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper HIV akan menginjeksikan
dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper, dengan menggunakan
enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase HIV akan melakukan
pemrograman ulang materi genetic dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double stranded DNA (DNA utau ganda). DNA ini akan disatukan ke dalam nucleus
sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian infeksi yang permanen (Brunner &
Suddart2002).
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktivitas sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,
sitogen (TNF alfa atau interleukin I) atau produk gen virus seperti :
CMV(cytomegalovirus), virus Epstein Barr, herpes simplek dan hepatitis. Sebagai
akibatnya pada sel T4 yang terifeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas
HIV akan terjadi dan sel T4 dihancurkan. HIV yang baru ini kemudian dilepas ke
dalam plasma darah dan menginfeksi CD4+ lainnya. Jika fungsi limfosit T4
terganggu mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi
dan malignansi yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan
infeksi oportunistik (Brunner & Suddart2002). Infeksi monosit dan makrofag
berlangsung secara persisten dan tidak mengakibatkan kematian sel yang bermakna,
tetapi sel – sel ini menjadi reservoir bagi HIV sehingga virus tersebut dapat
tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke seluruh tubuh lewat sistem ini untuk
menginfeksi berbagai jaringan tubuh (Brunner & Suddart2002).
F. Komplikasi dan Prognosis
Menurut Arif Mansjoer (2000), komplikasi yang dapat terjadi pada penderit
HIV/AIDS adalah:
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
Pneumocystis pneumonia (PCP) merupakan penyakit oportunistik pada
infeksi HIV (human immunodefi ciency virus) yang disebabkan oleh
Pneumocystis jiroveci. Infeksi Pneumocystis pneumonia terjadi bila kadar CD4
penderita kurang dari 200 sel/mm3. Profi laksis diberikan bila kadar CD4 pada
penderita HIV kurang dari 200 sel/mm3. Obat yang digunakan untuk pengobatan
PCP antara lain trimetoprim-sulfametoksazol, primakuin, klindamisin,
atavaquon, pentamidin.
2. Tuberculosis (TBC)
Sistem kekebalan tubuh bertugas untuk melawan infeksi yang menyerang
tubuh. Usaha menyerang infeksi ini dapat melemahkan sistem kekebalan, dan
menyebabkan jumlah CD4 menurun, walaupun biasanya setelah sembuh, CD4-
nya naik lagi. Tetapi bila sistem kekebalan seorang Odha harus melawan infeksi
lain, serangannya terhadap HIV berkurang, dan viral load juga akan naik. TB
dianggap IO, tetapi penyakit akibat TB dapat muncul dengan jumlah CD4 yang
tinggi termasuk pada orang dengan HIV.
3. Esofagitis
Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur
makanan dari mulut ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini
terjadi karena infeksi jamur (jamurkandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1
atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun
kasusnya langka.
4. Diare
Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi
karena berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum
(seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli),
serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus (seperti kriptosporidiosis,
mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV)
yang merupakan penyebab kolitis).
Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan
yang digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama
(primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat juga merupakan efek
samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya
pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan
merupakan petunjuk terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap
nutrisi, serta mungkin merupakan komponen penting dalam sistem pembuangan
yang berhubungan dengan HIV.
5. Toksoplasmositis
Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena
gangguan pada syaraf (neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi
organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan, atau sebagai akibat
langsung dari penyakit itu sendiri. Toksoplasmositis adalah penyakit yang
disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma gondii. Parasit ini
biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma
ensefalitis), namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada
mata dan paru-paru. Meningitis kriptokokal adalah infeksi meninges (membran
yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh jamur Cryptococcus
neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan
muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika
tidak ditangani dapat mematikan.
6. Leukoensefalopati multifocal prigesif
Leukoensefalopati multifocal prigesif adalah penyakit demielinasi, yaitu
penyakit yang menghancurkan selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut
sel syaraf (akson). sehingga merusak penghantaran impuls syaraf. Ia disebabkan
oleh virus JC. yang 70Vo populasinya terdapat di tubuh manusia dalam kondisi
laten. dan meny'ebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah.
sebagaimana,yang teriadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat
(progresif) dan menyebar (multilokal). sehingga biasam amenyebabkan kematian
dalam waktu sebulan setelah diagnosis.
7. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang
pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan tumor ini pada sejumlah pemuda
homoseksual tahun l98l adalah salah satu pertanda pertama wabah AIDS.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamily gammaherpesvirinae, yaitu
virus herpes manusia-8 yang.iuga.disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV).
Penyakit ini sering muncnl di kulit dalam bentuk bintik keungu-unguan. tetapi
dapat menverang organ lain. terutama mulut. saluran pencemaan. dan paru-paru.
8. Kanker getah bening
Kanker getah bening adalah kanker yang menverang sel darah putih dan
terkumpul dalam kelenjar getah bening. misalnya seperti limfbda Burkitt
(Burkitt'.s lymphomct) atau sejenisnya (Burkitt'.s-like lymphoma). difussi large
B-cell Ivmphoma (DLBCL), dan limfoma sistem syaraf pusat primer, lebih
sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan
perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus. limfoma adalah
tanda utama AIDS. l-idfbma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-
Ban atau virus herpes Sarkoma Kaposi.Kanker leher rahim pada wanita yang
terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan oleh virus
papiloma manusia.
9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV).
Kanker serviks adalah kanker yang muncul pada leher rahim wanita. Hampir
seluruh kanker Rahim sdisebabkan oleh infeksi Hman Papillona Virus( HPV).
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Untuk pemeriksaan pertama biasanya digunakan Rapid tes untuk melakukan uji
tapis. Saat ini tes yang cukup sensitif dan juga memiliki spesifitas yang tinggi.
Hasil yang positif akan diperiksa ulang dengan menggunakan tes yang memiliki
prinsip dasar tes yang berbeda untuk meminimalkan adanya hasil positif palsu
yaitu ELISA. Rapid Tes hasilnya bisa dilihat dalam waktu kurang lebih 20 menit.
b. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), bereaksi terhadap adanya
antibody dalam serum dengan memperlihatkan warna yang lebih jelas apabila
terdeteksi jumlah virus yang lebih besar. Biasanya hasil uji ELISA mungkin
masih akan negatif 6 sampai 12 minggu setela pasien terinfeksi. Karena hasil
positif palsu dapat menimbulkan dampak psikologis yang besar, maka hasil uji
ELISA yang positif diulang dan apabila keduanya positif maka dilakukan uji
yang lebih spesifik yaitu Western Blot.
c. Western Blot merupakan elektroporesis gel poliakrilamid yang digunakan untuk
mendeteksi rantai protein yang spesifik terhadap DNA. Jika tidak ada rantai
protein yang ditemukan berarti tes negatif. Sedangkan bila hampir atau semua
rantai protein ditemukan berarti western blot positif. Tes ini harus diulangi lagi
setelah 2 minggu dengan sampel yang sama. Jika western blot tetap tidak bisa
disimpulkan maka tes western blot harus diulangi lagi setelah 6 bulan. Jika tes
tetap negatif maka pasien dianggap HIV negatif.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat
sensitive dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang
lain tidak jelas. (Nursalam, 2007).
H. Penatalaksanaan Medis HIV AIDS
Penatalaksanaan HIV/AIDS di UPIPI (Nasronudin, 2007).
1. Penatalaksanaan Umum
Istirahat, dukungan nutrisi yang memadai berbasis makronutrien dan
mikronutrien untuk penderita HIV&AIDS, konseling termasuk pendekatan
psikologis dan psikososial, membiasakan gaya hidup sehat antara lain
membiasakan senam seperti yang dilakukan di UPIPI.
2. Penatalaksanaan Khusus
Pemberian antiretroviral therapy (ART) kombinasi, terapi infeksi sekunder
sesuai jenis infeksi yang ditemukan, terapi malignansi. Rekomendasi memulai
terapi antiretroviral penderita dewasa menurut WHO (2006).
Stadium Pemeriksaan CD4 tidak Pemeriksaan CD4 dapat
Klinis WHO dapat dilakukan dilakukan
Menurut Duarsa Wirya, 2009, belum ada penyembuhan untuk penyakit HIV/IDS, tetapi
apabila telah terinfeksi virus ini maka perlu dilakukan:
a. Pertimbangan dalam memilih obat adalah hasil pemeriksaan CD4, viral load dan
kemampuan pasien mengingat penggunaan obatnya. Pertimbangan yang baik
adalah memilih obat berdasarkan jadwal kerja dan pola hidup.
b. Kebanyakan orang lebih mudah mengingat obat yang diminum sewaktu makan
7. Efek samping obat
a. Efek samping jangka pendek adalah: mual, muntah, diare, sakit kepala, lesu dan
susah tidur. Efek samping ini berbeda-beda pada setiap orang, jarang pasien
mengalami semua efek samping tersebut. Efek samping jangka pendek terjadi
segera setelah minum obat dan berkurang setelah beberap minggu. Selama
beberapa minggu penggunaan ARV, diperbolehkan minum obat lain untuk
mengurangi efek samping. Efek samping jangka panjang ARV belum banyak
diketahui
b. Efek samping pada wanita: efek samping pada wanita lebih berat dari pada pada
laki-laki, salah satu cara mengatasinya adalah dengan menggunakan dosis yang
lebih kecil. Beberapa wanita melaporkan menstruasinya lebih berat dan sakit, atau
lebih panjang dari biasanya,namun ada juga wanita yang berhenti sama sekali
menstruasinya. Mekanisme ini belum diketahui secara jelas.
8. Peran Perawat dalam Pemberian ARV
a. Penggunaan obat ARV Kombinasi
Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
- Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya resistensi
- Meningkatkan efektifitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul efek
samping, bisa diganti obat lainnya dan bila virus mulai resisten terhadap obat
yang sedang digunakan, bisa memakai kombinasi lain.
b. Efektivitas obat ARV kombinasi:
- ARV kombinasi lebih efektif karena mempunyai khasiat ARV yang lebih
tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibanding penggunaan satu jenis
obat saja.
- Kemungkinan terjadinya resistensi virus kecil, akan tetapi bila pasien lupa
minum obat dapat menimbulkan terjadinya resistensi.
- Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil, sehingga
kemungkinan efek samping lebih kecil.
ASUHAN KEPERAWATAN HIV-AIDS
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluahn utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien
penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan),
diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat
badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan
tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar
getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-
0bercak gatal diesluruh tubuh.
3. Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah:
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga,
adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja
seks komersial).
6. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
a. Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau
perawat.
b. Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan
berat badan yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih
dari 10 % BB ).
c. Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah
d. Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam daan keringat pada malam
hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan
depresi terhadap penyakit.
e. Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti
bekerja. Hal ini disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat
maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena
kondisi tubuh yang lemah.
f. Pola prespsi dan kosep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi
dan stres.
g. Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
h. Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat
mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga
diri rendah.
i. Pola penanggulangan stres
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisa dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan,
perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif
dan adaptif.
j. Pola reproduksi skesual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karean
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah,
karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan
perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan
agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.
7. Pemeriksaan fisik
a. Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah
b. Kesadaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
c. Vital sign : TD; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang
ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan : biasanya ditemukn
frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat
krena demam, BB ; biasanya mengalami penrunan(bahkan hingga 10% BB),
TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).
d. Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika
e. Mata : biasnay konjungtifa anemis , sce;era tidak ikterik, pupil isokor,refleks
pupil terganggu
f. Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
g. Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
criptococus neofarmns)
h. Gigi dan mulutr : biasany ditemukan ulserasi dan adanya bercakbercak putih
seperti krim yang menunjukan kandidiasis
i. Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
j. Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB napas pendek (cusmaul)
k. Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
l. Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tandatanda lesi
(lesi sarkoma kaposi)
m. Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral
dingin
B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penyakit paru
obstruksi kronis
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan neorologis, ansietas,
nyeri, keletihan
3. Diare berhubungan dengan infeksi
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis, ketidak mampuan menelan.
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera; biologis
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan,
perubahan pigmentasi, perubahan turgor, kondisi ketidak seimbangan nutrisi,
penurunan imunologis
8. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh
9. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolisme
10. Cemas berhubungan dengan kurang informasi, perubahan status
kesehatan/ancaman kematian
11. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola
hidup yang beresiko.
(Nanda Internasional, 2014)
C. Intervensi Keperawatan
Monitor Cairan :
1)Tentukan jumlah dan jenis
Intake/asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi
2)Tentukan faktor-faktor yang
menyebabkan
ketidakseimbangan cairan
3)Periksa isi kulang kapiler
4)Periksa turgor kulit
5)Monitor berat badan
6)Monitor nilai kadar serum
dan elektrolit urin
7)Monitor kadar serum
albumin dan protein total
8)Monitor tekanan darah,
denyut jantung, dan status
pernafasan
9) Monitor membran mukosa,
turgor kulit, dan respon haus
Temperature regulation
1)Monitor suhu minimal tiap
2 jam
2)Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
3)Monitor TD, nadi, dan RR
4)Monitor warna dan suhu
kulit
5)Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
6)Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
7)Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
8)Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
9)Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek negatif
dari kedinginan
10)Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
11)Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
12Berikan anti piretik jika
perlu
Monitor TTV
1)Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2)Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3)Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
4)Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5)Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6)Monitor kualitas dari nadi
7)Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
8)Monitor suara paru
9)Monitor pola pernapasan
abnormal
10)Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
11 Resiko infeksi Status imun Kontrol Infeksi
Risk control 1)Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain
Definisi : Peningkatan resiko Kriteria Hasil :
masuknya organisme patogen 2) Pertahankan teknik isolasi
1)Klien bebas dari tanda dan
Faktor-faktor resiko : gejala infeksi 3)Batasi pengunjung bila
perlu
1)Prosedur Infasif 2)Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, factor yang 4)Instruksikan pada
2)Ketidakcukupan pengetahuan mempengaruhi penularan serta pengunjung untuk mencuci
untuk menghindari paparan penatalaksanaannya, tangan saat berkunjung dan
patogen setelah berkunjung
3)Menunjukkan kemampuan meninggalkan pasien
3)Trauma untuk mencegah timbulnya
5)Gunakan sabun
4)Kerusakan jaringan dan infeksi
antimikrobia untuk cuci
peningkatan paparan lingkungan 4)Jumlah leukosit dalam batas tangan
normal
5)Ruptur membran amnion
6)Cuci tangan setiap sebelum
5)Menunjukkan perilaku hidup dan sesudah tindakan
sehat kperawtan
7)Gunakan baju, sarung
tangan sebagai alat pelindung
8)Tingktkan intake nutrisi
9)Berikan terapi antibiotik
bila perlu
proteksi terhadap infeksi
1)Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
2)Monitor hitung granulosit,
WBC
3)Monitor kerentanan
terhadap infeksi
4)Batasi pengunjung
5)Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
6)Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
7)Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
8)Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat
limfotropik khas yang menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
menghancurkan atau merusak sel darah putih spesifik yang disebut limfosit T-helper
atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). HIV dapat menyebabkan infeksi
oportunistik yang berat. Terapi menurut WHO (2006) yaitu Terapi Antiretroviral
(ARV). Pemberian ARV tidak serta merta segera diberikan begitu saja pada penderita
yang dicurigai, tetapi perlu menempuh langkah-langkah yang arif dan bijaksana, serta
mempertimbangkan berbagai faktor, dokter telah memberikan penjelasan tentang
manfaat, efek samping, resistensi dan tata cara penggunaan ARV, kesanggupan dan
kepatuhan penderita mengkonsumsi obat dalam waktu yang tidak terbatas, serta saat
yang tepat untuk memulai terapi ARV (Nasronudin, 2007).
B. Saran
1. Untuk perawat
Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan kepada
pasien dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai dengan SOP agar keamanan pasien
dan keamanan perawat terjaga. Selain masalah fisiologis pada pasien, perawat juga
harus mampu melakukan asuhan keperawatan terhadap masalah psikologis dan
social dari pasien
2. Untuk masyarakat
Masyarakat dihimbau agar tetap waspada pada penyakit HIV, senantiasa menjaga
kesehatan dan menghindari faktor-faktor yang dapat menyebabkan terinfeksi virus
HIV. Masyarakat tidak perlu resah akan banyaknya masalah kesehatan yaitu HIV
karena HIV tidak akan menular jika kita dapat menghindari faktor-faktor yang dapat
menyebabkan infeksi dari HIV tersebut. Masyarakat juga harus memberikan
dukungan kepada orang-orang yang terkena HIV karena mereka membutuhkan
dorongan dari orang sekitar selama hidupnya, bukan mengisolasi dan mengucilkan
di lingkungan tempat tinggal dan di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Besral, dkk. 2004. Potensi Penyebaran HIV Dari Pengguna NAPZA Suntik ke Masyarakat
Umum. Departemen Biostatika dan Kependudukan, FKM UI.
http://journal.ui.ac.id/health/article/download/313/309 (Diakses pada 16 januari
2014, pukul 15.00 wib).
CDC, 1993. Revised Classification System for HIV Infection and Expanded Surveillance
Case Definition for AIDS Among Adolescents and Adults, MMWR Morb Mortal
Weekly Report; 41(51); 961-962.
Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.
Duarsa, Wirya. 2003. Penyakit Menular seksual Edisi Kedua. Jakarta: FKUI.
Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book,
Toronto.
Murtiastutik D. 2008, ‘HIV & AIDS’ In : Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Surabaya :
Airlangga University Press,pp. 211-231
Nursalam & Kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi. Jakarta:
Salemba Medika.
Nasronudin. 2007. HIV & AIDS: Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan Sosial.
Surabaya: Airlangga University Press