Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Asupan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15

Tahun di
Propinsi DKI Jakarta (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI MAKRO (KARBOHIDRAT, PROTEIN,


LEMAK) DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA REMAJA UMUR 13-
15 TAHUN DI PROPINSI DKI JAKARTA (ANALISIS DATA
SEKUNDER RISKESDAS 2010)
Pramono Dwi Sasmito
Jurusan Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-Ilmu Gizi, Universitas Esa Unggul
Jalan Arjuna Utara No. 9, Kebun Jeruk, Jakarta
pramono_dwee@yahoo.com

Abstrak
Latar Belakang: Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi obesitas pada
remaja usia 13-15 tahun secara nasional sebesar 10,3%, tetapi terjadi penurunan
pada tahun 2010 menjadi 2,5%. Sedangkan prevalensi obesitas di Provinsi DKI
Jakarta mencapi 15% pada tahun 2007 dan pada tahun 2010 mengalami
penurunan menjadi 4,2%.Tujuan Penelitian: Mengetahui hubungan asupan zat
gizi makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) dengan kejadian Obesitas pada remaja
umur 13-15 tahun di Propinsi DKI Jakarta. Metode Penelitian: Data yang
digunakan merupakan data sekunder RISKESDAS 2010, dengan pendekatan cross
sectional. Jumlah seluruh sampel remaja umur 13-15 tahun yang diteliti (n=280).
Pengujian statistik menggunakan uji correlate Pearson Product Momment. Hasil:
Jumlah responden terbanyak berjenis kelamin laki-laki 143orang (51.1%) status
ekonomi tertinggi pada quintil 5 (38.9%), status pendidikan terbanyak tamat SD
(50.4%) kejadian obesitas (7,1%)Asupan Karbohidrat rata-rata 173.09 gr Protein
rata-rata 43.39gr dan asupan lemak rata-rata 39.42 gr. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan zat gizi makro dengan
kejadian obesitas (p≥0.05). Kesimpulan: untuk meningkatkan asupan
karbohidrat, protein dan lemak pada remaja maka perlu ditanamkan pendidikan
kesehatan pada remaja melalui peningkatan komunikasi informasi dan edukasi.

Kata kunci: karbohidrat, protein, lemak

Pendahuluan konsumsi makan. Tingkat konsumsi


Gizi lebih dan obesitas dianggap makan ditentukan oleh kualitas serta
sebagai sinyal pertama munculnya hidangan. Konsumsi yang kurang baik
kelompok penyakit-penyakit non infeksi kualitasnya akan memberikan kondisi
yang sekarang banyak terjadi di Negara kesehatan dan gizi yang tidak seimbang
maju maupun berkembang. Fenomena ini sehingga muncul berbagai penyakit,
dikemukakan oleh Gracey (1995) di beri diantaranya penyakit gizi lebih (obesitas),
nama sindrom dunia baru “New World penyakit gizi kurang, penyakit metabolic
Syndrome“. Status gizi adalah keadaan bawaan, dan penyakit keracunan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan makanan (Sediaoetama, 2004).
dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi Berdasarkan hasil Riskesdas tahun
dibedakan antara status gizi buruk, 2007 angka nasional pada remaja usia 13-
kurang, baik dan status gizi lebih 15 tahun yang obesitas 10,3%, sedangkan
(Almatsier, 2009). Berdasarkan dari data di propinsi DKI Jakarta 15% yang
Badan Pusat Statistik (BPS), angka mengalami obesitas. Pada tahun 2010
kemiskinan di Indonesia pada tahun 2009 terjadi penurunan angka obesitas yaitu
sebanyak 14,15 % dan mengalami dari 10,3% menjadi 2,5% secara nasional,
penurunan pada tahun 2010 menjadi 13,3 sedangkan untuk propinsi DKI Jakarta
%. Pertumbuhan ekonomi dan penurunan dari 15% menjadi 4,2% yang mengalami
angka kemiskinan ini juga akan obesitas. Untuk tahun 2013 prevalensi
berdampak pada pola makan atau tingkat obesitas secara nasional sebesar 2,5% dan
konsumsi masyarakat (BPS, 2010). untuk propinsi DKI Jakarta sebesar 6,8%
Kesehatan tergantung pada tingkat yang mengalami obesitas pada remaja usia
Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015 16
Hubungan Asupan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15 Tahun di
Propinsi DKI Jakarta (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

13-15 tahun. Remaja adalah sumber daya pendidikan, tetapi belum pasti
manusia yang paling potensial dalam berpengaruh signifikan terhadap
sebuah Negara karena remaja merupakan kegemukan, belum tentu yang
generasi penerus bangsa. Remaja berpendidikan tinggi tidak mengalami
merupakan periode dari pertumbuhan dan kegemukan. Kejadian kegemukan lebih
proses kematangan manusia, pada masa sering terjadi pada orang yang
ini terjadi perubahan yang sangat unik berpendidikan tinggi (Thomas, 2003).
dan berkelanjutan. Tiga kelompok remaja Berdasarkan asupan, Asupan makanan
menurut Depkes RI (2001) : usia remaja dikota dan didesa berbeda, perkotaan
awal 10 – 12 tahun, remaja tengah 13 – 15 lebih memiliki asupan energi yang tinggi.
tahun dan masa remaja akhir usia 16 – 19 Kepadatan penduduk yang lebih tinggi
tahun. Masalah status gizi yang lebih memberikan peluang lebih beragam dari
umum disebabkan oleh tingginya asupan berbagai sumber makanan. Pada remaja,
karbohidrat dan lemak namun tidak pola makan yang diterapkan sekarang
diimbangi oleh aktifitas fisik yang cukup. adalah makanan tinggi kalori. (Gharib dan
Karbohidrat, protein dan lemak Rasheed, 2011).
berpengaruh terhadap kejadian obesitas Menurut Mahlqvis (1997), konsumsi
(gizi lebih) melalui efek asupan makanan, makanan dan pengeluaran energi dapat
pencernaan, absorbsi asupan zat gizi, dan mempengaruhi obesitas secara langsung,
metabolisme dalam tubuh. Asupan sedangkan umur, jenis kelamin, gaya
makanan harus selalu cukup untuk hidup, keturunan, stress, sosial –
mensuplai kebutuhan tubuh dan tidak ekonomi, iklim, obat-obatan merupakan
menimbulkan overweight (kegemukan) faktorfaktor yang mempengaruhi obesitas
karena makanan yang beragam dan secara tidak langsung. Gaya hidup adalah
mengandung tinggi gaya hidup dimana unsur gerak fisik
Karbohidrat, Protein dan lemak sangat minimal, sedangkan beban kerja
akan menyebabkan gizi lebih. Aktifitas mental sangat maksimal (Kodyat, 1994).
fisik yang tinggi juga akan meningkatkan Tingkat pendidikan biasanya sejalan
kebutuhan energi dan zat gizi. Selain itu dengan pengetahuan, semakin tinggi
tidak sedikit remaja yang makan pengetahuan gizi maka semakin baik
berlebihan dan akhirnya mengalami pemilihan bahan makanan (Kusumajaya,
obesitas atau sebaliknya remaja yang 2007).
membatasi makan karena kecemasan Hereditas (keturunan) pada anak
akan mengalami kekurangan gizi (Badriah, menjadi salah satu factor penyebab
2011). Aktifitas fisik adalah gerakan yang obesitas. Bila salah satu orang tua
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem obesitas maka peluang terkena obesitas
penunjangnya. Seseorang yang gemuk 40%, dan kalau kedua orang tuanya
menggunakan lebih banyak energi untuk obesitas maka peluangnya menjadi
melakukan suatu pekerjaan daripada obesitas meningkat menjadi 80%
orang yang kurus, karena orang gemuk (Khomsan, 2004). WHO Menganjurkan
membutuhkan usaha lebih besar untuk rata – rata konsumsi energi makanan
menggerakkan berat badan tambahan sehari–hari adalah 10-15% berasal dari
(Almatsier, 2002). protein, 15-30% berasal dari lemak dan
Perempuan lebih rentan mengalami 55-75% dari karbohidrat (Almatsier,2002).
peningkatan simpanan lemak, umumnya Menurut data Riskesdas (2010), Prevalensi
perempuan mempunyai jumlah lemak obesitas di Propinsi DKI Jakarta sebesar
lebih besar dibandingkan dengan laki-laki 4,2 % dari rata – rata secara nasional
yaitu rata-rata 26,9 % dari total berat sebesar 2,5%. Tujuan penelitian ini adalah
badan perempuan. Sementara jumlah untuk mengetahui Hubungan asupan zat
lemak pada laki-laki rata-rata 14,7 %. gizi makro dengan kejadian Obesitas pada
Kelebihan lemak pada perempuan terlihat remaja umur 13 – 15 tahun di Propinsi
pada bagian perut, dada dan anggota DKI Jakarta.
tubuh bagian atas (Gibson, 1990). Faktor
lain dari obesitas adalah tingkat

Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015 17


Hubungan Asupan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15 Tahun di
Propinsi DKI Jakarta (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

Metode Penelitian 1804 remaja di Cina. Dimana jumlah


Data yang digunakan pada pene- remaja dengan status gizi gemuk dan
litian ini adalah data sekunder yang obesitas lebih banyak dialami oleh laki-laki
berasal dari Riskesdas 2010 yang meliputi daripada remaja perempuan, yaitu sebesar
asupan karbohidrat, asupan protein, 19.4% untuk remaja laki-laki dan 13.2%
asupan lemak, obesitas, dan remaja umur untuk remaja perempuan. Hal ini
13-15 tahun. Riskesdas 2010 merupakan dikarenakan remaja laki-laki lebih senang
survei yang dilakukan secara cross mengkonsumsi kripik kentang, jajanan
sectional yang bersifat deskriptif. Pene- yang digoreng, fast food, melewatkan
litian ini tidak dilakukan terhadap popu- sarapan, kebiasaan makan diluar jam
lasi tetapi dilakukan terhadap sampel. makan utama dan kurang selektif dalam
Maka disebut penelitian observasional pemilihan makanan.
atau non intervensi. Waktu penelitian
Riskesdas 2010 adalah bulan Mei-Agustus 2. Umur
2010 dan waktu penelitian pada penelitian Tabel 2
ini adalah bulan November-Januari 2015. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh remaja yang berada di provinsi
DKI Jakarta. Sample untuk riskesdas
adalah rumah tangga terpilih di blok
sensus yang dilakukan oleh badan pusat
statistik. Sample pada penelitian ini
Berdasarkan hasil penelitian
menggunakan sample remaja umur 13-15
didapatkan bahwa pada responden dengan
tahun yang termasuk di propinsi DKI
usia 14 tahun lebih banyak dibandingkan
Jakarta yaitu sebanyak 217 remaja.
dengan usia 13 dan 15 tahun yaitu
sebanyak 87 orang.Faktor umur sangat
Hasil dan Pembahasan
penting dalam penentuan status gizi.
1. Jenis Kelamin
Kesalahan penentuan umur akan
Tabel 1
menyebabkan interpretasi status gizi
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
menjadi salah. Hasil pengukuran tinggi
Kelamin
badan dan berat badan akan menjadi
tidak akurat apabila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat (Supariasa,
2002).
Pada masa ini terjadi pertumbuhan
yang sangat cepat disertai perubahan
Berdasarkan hasil penelitian fisiologi dan mental. Sesudah itu, derajat
didapatkan total responden remaja 13-15 pertumbuhan badan berkurang sehingga
tahun sebanyak 217 orang. Proporsi laki- remaja putra maupun remaja putri yang
laki sebanyak (48.8%), sedangkan mendekati usia 19 tahun pertumbuhannya
perempuan sebanyak (51.2%). Hal ini berhenti dan mereka memasuki usia
didukung oleh pernyataan Badan Pusat dewasa (Soekirman,2006).
Statistik (2005) yang menyatakan bahwa
jumlah remaja umur 10-19 tahun yang 3. Status Ekonomi
paling banyak adalah remaja laki-laki Tabel 3
(51.2%) dibandingkan perempuan (48.7%). Distribusi Responden Berdasarkan
Berdasarkan Parker (2002) mengatakan Status Ekonomi
juga bahwa kebutuhan gizi pada pria lebih
besar dibandingkan dengan perempuan
sehingga tiap kali makan porsinya lebih
banyak.
Hasil penelitian lain yang sesuai
dengan hasil penelitian ini adalah
penelitian oleh (Li et al, 2010) terhadap

Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015 18


Hubungan Asupan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15 Tahun di
Propinsi DKI Jakarta (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

Pendapatan dalam penelitian ini baik bagaimana mendapatkan dan


dikategorikan menjadi 5 berdasarkan mempertahankan status gizi normal.
quintil, yaitu tingkat pengeluaran rumah Tingkat pendidikan belum pasti
tangga perkapita.Semakin tinggi kuintil berpengaruh secara signifikan terhadap
menunjukkan semakin tinggi tingkat kegemukan.Belum tentu orang yang
ekonominya.quintil 1 (ekonomi sangat berpendidikan tinggi tidak mengalami
rendah), quintil 2 (ekonomi rendah), kegemukan.Kejadian kegemukan lebih
quintil 3 (ekonomi menengah), quintil 4 sering terjadi pada orang yang
(ekonomi tinggi), quintil 5 (ekonomi sangat berpendidikan tinggi.Terdapat faktor yang
tinggi). lebih dominan dalam penentuan kejadian
Berdasarkan hasil penelitian kegemukan pada seseorang (Thomas,
didapatkan bahwa dari 217 responden di 2003).
Propinsi DKI Jakarta, jumlah keluarga
remaja dengan status ekonomi sangat 5. Kejadian obesitas pada remaja umur
tinggi (quintil 5) yaitu 83 responden 13-15 tahun
(38.2%), sementara untuk jumlah remaja
dengan status ekonomi paling sedikit Tabel 5
adalah keluarga remaja dengan status Distribusi Responden Berdsarkan
ekonomi sangat rendah (quintil 1) yaitu 6 Kejadian Obesitas
responden (2.8%). Arisman dalam Devi
(2010), mengemukakan bahwa status gizi
dipengaruhi oleh determinan biologis yang
meliputi jenis kelamin,
lingkungan dalam Rahim, jumlah
kelahiran, berat lahir, ukuran orang tua Obesitas merupakan keadaan gizi
dan konstitusi genetik serta faktor sesorang yang kebutuhannya melebihi
lingkungan seperti keadaan social batas lebih dari cukup dalam waktu lama
ekonomi. (sandjaja, 2009). Menurut Damayanti
(2008), obesitas atau kegemukan
4. Status Pendidikan didefinisikan sebagai suatu keadaan
Tabel 4 dimana terjadi penumpukkan lemak
Distribusi Orang Tua Responden tubuh yang berlebih sehingga berat badan
Berdasarkan Status Pendidikan jauh diatas batas normalnya. Berdasarkan
hasil penelitian, kejadian obesitas
dibedakan menjadi obesitas dan tidak
obesitas.Hampir seluruh sampel tidak
obesitas yaitu sebanyak 202 orang dan
yang obesitas sebanyak 15 orang dari total
responden 217 orang.
Berdasarkan hasil penelitian Penelitian Jyu-Lin dan Kennedy
proporsi yang tamat SD lebih tinggi (2005) dilakukan pada etnis Cina-Amerika
dibandingkan dengan status pendidikan sedangkan pada penelitian ini berasa dari
lainnya yaitu sebanyak 104 orang atau etnis Jawa-Sumatera.Perbedaan ini yang
(47.9%).Mayoritas responden kemungkinan menyebabkan perbedaan
berpendidikan rendah (≤ tamat SLTP), hal hasil penelitian.Hal ini sesuai dengan teori
ini sejalan dengan penelitian (Irwan, 2012) bahwa factor etnis mempunyai hubungan
yang menyatakan semakin rendah tingkat dengan kegemukan. Etnis akan
pendidikan maka semakin tinggi kejadian mempengaruhi seseorang dalam
obesitas atau gizi lebih.Karena tingkat pemelihan makanan, pola makan,
pendidikan sangat berpengaruh terhadap komposisi makanan, maupun tingkat
mudahnya responden menerima informasi aktifitas sehingga setiap etnis dapat
terbaru tentang pengetahuan-pengetahuan berbeda dalam kaitannya dengan kejadian
yang salah satunya pengetahuan kegemukan (Atkinson, 2005).
gizi.Sehingga responden mengerti dengan
Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015 19
Hubungan Asupan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15 Tahun di
Propinsi DKI Jakarta (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

6. Asupan Karbohidrat gram dengan ± 19.37 gram dari total


sampel 217 orang. Penelitian Azaria (2012)
mengenai perbandingan asupan zat gizi
makro dari jajanan terhadap status gizi
anak sekolah kelas V di Bekasi Selatan
menunjukkan tidak ada perbedaan yang
bermakna antara asupan protein anak di
SD Negeri dengan SD Swasta.Menurut
Nurfatimah dalam Kusumawati (2010)
mengemukakan bahwa konsumsi protein
memiliki hubungan bermakna dengan
status gizi seseorang.
Grafik 1 Begitu pula penelitian yang
Distribusi Asupan Karbohidrat dilakukan oleh Soekatri, M (2011)
menyatakan apabila asupan energi kurang
Hasil penelitian Rata-rata asupan karena berbagai hal, asupan protein akan
Karbohidrat pada remaja dalam penelitian digunakan unutk memenuhi kebutuhan
ini adalah 168.74 gram dengan ± 67.658 energi, sehingga protein tidak cukup
gram dari total sampel 217 tersedia untuk pembentukan jaringan
orang.Kebutuhan sehari-hari untuk baru atau untuk memperbaiki jaringan
karbohidrat pada anak usia 4-18 tahun yang rusak. Selain sebagai sumber energi,
dianjurkan 55% dari energi total protein juga memiliki fungsi yang tidak
(Hardinsyah et al, 2012), sedangkan dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu
menurut Widyakarya Nasional Pangan dan membangun serta memelihara sel-sel
Gizi X (2012), AKG karbohidrat untuk jaringan tubuh.Protein juga berfungsi
anak usia 4-6 tahun sebesar 220 gram, 7- untuk mengatur keseimbangan cairan,
9 tahun 254 gram, laki-laki 10-12 tahun memelihara netralitas tubuh,
289 gram dan perempuan 10-12 tahun pembentukan antibody dan juga
275 gram. Asupan yang adekuat penting pengangkut zat-zat gizi (Almatsier, 2001).
untuk mempertahankan cadangan
glikogen yang dibutuhkan pada aktifitas 8. Asupan Lemak
fisik jangka panjang. Peningkatan glikogen
otot dengan adanya proses penumpukan
karbohidrat akan menambah stamina 30-
60 menit lebih lama (Hutagalung, 2004).

7. Asupan Protein

Grafik 3
Distribusi Asupan Lemak

Rata-rata asupan lemak pada


remaja dalam penelitian ini adalah 43.74
gram dengan ± 24.66 gram dari total
sampel 217 orang.Satu gram lemak
Grafik 2 mengandung 9 kkal, sedangkan
Distribusi Asupan Protein karbohidrat hanya 4 kkal sehingga jika
asupan lemak terlalu rendah akan
Rata-rata asupan protein pada mengakibatkan energi yang dikonsumsi
remaja dalam penelitian ini adalah 42.90 tidak tercukupi (Khomsan, 2004). Anjuran

Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015 20


Hubungan Asupan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15 Tahun di
Propinsi DKI Jakarta (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

proporsi asupan lemak menurut bahwa remaja dengan asupan karbohidrat


Hardinsyah (2012) untuk anak usia 4-18 yang rendah selama 12 minggu mengalami
tahun sebesar 30% sedangkan menurut penurunan berat badan sebesar 9.9±9.3kg.
Departemen Kesehatan RI anjuran Jika asupan karbohidrat ini dilakukan
konsumsi lemak dibatasi tidak lebih dari untuk waktu yang lebih lama maka akan
25% dari total energi sehari. Penelitian didapatkan status gizi normal yang
(Johnson et al, 2008) menyimpulkan diinginkan (Sondike et al, 2003).Pada
bahwa makanan padat energi, rendah penelitian (Sevita,2009) yang melakukan
lemak dan tinggi serat berkaitan dengan uji chi-square juga menyatakan tidak ada
meningkatnya massa lemak dan resiko hubungan antara konsumsi energi dengan
kelebihan adipositas. kejadian obesitas. Hal ini sejalan dengan
penelitian (Gemili,2004) bahwa tidak ada
9. Hubungan asupan karbohidrat dengan hubungan asupan karbohidrat terhadap
kejadian obesitas status gizi, hal ini seperti yang dikatakan
Tabel 6 (Supariasa,2002) bahwa Food recall 1 hari
Hasil Uji Korelasi Person Asupan tidak bisa menggambarkan status gizi
Karbohidrat Dan Kejadian Obesitas seseorang, karena minimal recall 3 hari.

10. Hubungan asupan protein dengan


kejadian obesitas

Tabel 7
Hasil Uji Korelasi Person Asupan Protein
Dan Kejadian Obesitas

Grafik 4
Hubungan Asupan Karbohidrat dan
Kejadian Obesitas

Hasil uji korelasi asupan


karbohidrat dengan kejadian obesitas
menunjukkan bahwa nilai p=0.021
Grafik 5
(p≥0.05), yang berarti tidak ada hubungan
Hubungan Asupan Protein dan Kejadian
yang signifikan antara asupan karbohidrat
Obesitas
dengan kejadian obesita pada remaja
umur 13-15 tahun di Propinsi DKI
Hasil uji korelasi asupan protein
Jakarta, dengan nilai r= 0,021, hubungan
dengan kejadian obesitas menunjukkan
lemah/tidak ada hubungan. Nilai koefisien
bahwa nilai p=0.32 (p≥0.05), yang berarti
korelasi yang searah, yaitu semakin tinggi
tidak ada hubungan yang signifikan
asupan karbohidrat semakin meningkat
antara asupan protein dengan kejadian
status gizi lebih sebaliknya semakin
obesitas pada remaja umur 13-15 tahun di
rendah asupan karbohidrat semakin
Propinsi DKI Jakarta, dengan nilai r=0,24,
rendah status gizi lebih, sesuai dengan
hubungan lemah/tidak ada hubungan dan
hasil penelitian yang dilakukan terhadap
negativ. Hasil penelitian ini juga tidak
remaja di New York yang menemukan
sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015 21


Hubungan Asupan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15 Tahun di
Propinsi DKI Jakarta (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

oleh (Sartika, 2011) terhadap 170.699 hubungan dan positif. Hasil penelitian ini
remaja yang menemukan bahwa ada sejalan dengan penelitian (Sugianti,et al
hubungan antara asupan protein dengan 2009) prevalensi obesitas lebih tinggi pada
status gizi lebih.Selain itu hasil penelitian sampel yang jarang mengkonsumsi
(Yulni et al, 2013) menunjukkan tidak makanan yang berlemak.
terdapat hubungan yang signifikan antara
asupan protein dengan status gizi
berdasarkan IMT/U dimana nilai
p=0.349p>0.05. sedangkanpenelitian yang
dilakukan oleh Jami (2013) menunjukkan
tidak ada hubungan bermakna antara
supan protein terhadap status gizi lebih
pada remaja usia 13-15 tahun di
Sumatera.
Kemungkinan penyebab lain
terhadap kejadian Overweight atau Grafik 6
obesitas adalah faktor genetik. Menurut Hubungan Asupan Lemak dan Kejadian
(Rita Ramayulis dan Lilis Christine, 2008) Obesitas
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kegemukan adalah faktor genetik, Hasil analisis menunjukkan bahwa
kerusakan pada satu bagian otak, pola tidak ada hubungan antara konsumsi
makan berlebih, jarang berolahraga, makanan berlemak dengan kejadian
ketidakstabilan emosi dan factor obesitas (p≥0.05). Hasil penelitian ini
lingkungan. Sedangkan menurut Almatsier berbeda dengan penelitian kohort yang
(2003), protein selain sumber energy juga dilakukan oleh (Gillis et al, 2004) terhadap
memiliki fungsi yang tidak dapat remaja kanada. Asupan lemak secara
digantikan oleh zat gizi lain yaitu bermakna berhubungan dengan status gizi
membangun serta memelihara sel-sel (p,0.0001). Remaja obesitas
jaringan tubuh. Makanan yang tinggi mengkonsumsi lebih banyak total energi,
protein biasanya tinggi lemak sehingga lemak dan asam lemak jenuh yang lebih
dapat menyebabkan obesitas. Menurut banyak dibandingkan remaja dengan
Mestuti dan Fitranti (2014), kelebihan status gizi tidak obesitas. Asupan yang
asupan dalam tubuh termasuk asupan berlebih ini kemudian akan menentukan
protein akan disimpan berupa lemak. persentase lemak tubuh yang mengontrol
aktifitas fisik. Namun, perbedaan dengan
11. Hubungan asupan lemak dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Gillis
kejadian obesitas et al, 2004) hanya mengukur asupan pada
remaja dengan status gizi obesitas,
Tabel 8 sedangkan remaja dengan status gizi lebih
Hasil Uji Korelasi Person Asupan Lemak dikategorikan remaja tidak obesitas dan
Dengan Kejadian Obesitas menggunakan uji statistik regresi parsial
untuk analisis bivariat. Kemungkinan ada
factor lain yang mempengaruhi status gizi
lebih seperti hormon, ketidaknormalan
produksi hormon seseorang dapat
meningkatkan resiko obesitas (WHO,
Hasil uji korelasi asupan lemak
2000).
dengan kejadian obesitas menunjukkan
bahwa nilai p=0.606 (p≥0.05), yang berarti
Kesimpulan
tidak ada hubungan yang signifikan
Umur remaja yang diteliti adalah
antara asupan lemak dengan kejadian
13-15 tahun dengan jenis kelamin
obesita pada remaja umur 13-15 tahun di
terbanyak adalah perempuan 51,2%
Propinsi DKI Jakarta, dengan nilai
(n=111). Sosial ekonomi tertinggi terdapat
r=0.272, hubungan lemah/tidak ada
pada quintil 5 sebesar 38,2% (n=83),

Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015 22


Hubungan Asupan Zat Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja Umur 13-15 Tahun di
Propinsi DKI Jakarta (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

dengan pendidikan terbanyak adalah http://ejournals1.undip.ac.id/index


Tamat SD 47.9% (n=104). Kejadian .php/jnc/article/download/4541/4
obesitas pada remaja umur 13-15 tahun di 366
Propinsi DKI Jakarta sebesar 6.9% (n=15).
Rata-rata asupan karbohidrat pada remaja Kodyat A, Benny, “Survey Indeks Massa
umur 13-15 tahun di Propinsi DKI Jakarta Tubuh (IMT) di 12 Kotamadya
adalah 168.74 g (±67.658 g). Rata-rata Indonesia”, The Journal Of
asupan protein pada remaja umur 13-15 Nutrition, Vol XXI, Persagi 2004
tahun di Propinsi DKI Jakarta adalah
42.90 g (±19.37 g). Rata-rata asupan Lindsay M Jaacks, Lindsay M
lemak pada remaja umur 13-15 tahun di Jaacks,Meghan M Slining, and
Propinsi DKI Jakarta adalah 43.74 g Barry M Popkin, “Recent
(±24,66 g). Tidak terdapat hubungan Underweight and Overweight Trends
antara asupan karbohidrat, protein, by Rural–Urban Residence among
lemak, dan kejadian obesitas (p≥0,05) Women in Low- and Middle-Income
pada remaja umur 13-15 tahun di Propinsi Countries”, The American Journal of
DKI Jakarta. Clinical Nutrition, Vol 8 no. 3: 714-
721, 2014
Daftar Pustaka
Anna N Funtikova, Isaac Subirana, “Soft Musadat, Anwar, “Analisis Faktor-faktor
Drink Consumption Is Positively yang Mempengaruhi Kegemukan
Associated With Inereased Waist pada Anak Usia 6-14 Tahun di
Circumference and 10-Year Incidence Propinsi Sumatera Selatan”, Tesis
of Abdominal Obesity in Spanish Magister, Institut Pertanian Bogor,
Adult”, The Journal Of Nutrition, Vol Bogor, 2010
145 no.2: 320-324, 2014
Pilar Guallar-Castillo n, Fernando
Betty, “Faktor-faktor yang Berhubungan Rodríguez-Artalejo, Nélida Schmid
dengan Kejadian pada Murid SD Fornés, “Intake of fried foods is
Fransiskus Padang Panjang Tahun associated with obesity in the cohort
2010”, Skripsi Sarjana, Universitas of Spanish adults from the European
Andalas, Padang, 2010 Prospective Investigation into Cancer
and Nutrition”, The American
Gemili S.N., “Analisis Hubungan Asupan Journal of Clinical Nutrition, Vol 85.
Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat No 1: 198-205, 2007
dan Serat Dengan Indeks Massa
Tubuh CDC Pada Siswa SLTA”, Popkin, M Barry, “Is There a Lag Globally
Skripsi, FKUNDIP, Semarang, 2004 in Overweight Trends for Children
Compared with Adults”, European
Gillis, “Relationship between juvenile Journal of Clinical Nutrition, Vol.12
obesity, dietary energy and fat no 1. 46-53, 2006
intake and physical Activity”,
Journal of the American College of Sartika, Ratu, “Faktor Resiko Obesitas
Nutrition, Vol 15 no. 6: 891-896, pada Anak Umur 5-15 Tahun di
2004 Indonesia”, Makalah Kesehatan, Vol.
15, no. 1: 37-43, 2011
Irwan, “Perbedaan Tingkat Asupan Energi,
Protein, dan Status Gizi Anak Asuh T S Olds, G R Tomkinson, “Trends in the
di Panti Asuhan Desa dan Kota di prevalence of childhood overweight
Indonesia”, Journal of Nutrition and obesity in Australia between
College Vol. 3 No. 1. FK, 2012 1985 and 2008”, International
Journal of Obesity, Vol 34 no. 1: 57-
Undip, “Program Studi Ilmu Gizi”, Diakses 66, 2010
dari

Nutrire Diaita Volume 7 Nomor 1, April 2015 23

Anda mungkin juga menyukai