Anda di halaman 1dari 18

PORTOFOLIO

Kasus 2

Topik: Demam Tifoid


Tanggal (kasus): 6-11-2017 Presenter: dr. Putri Aliya
Tanggal presentasi: 20-3-2018 Narasumber: dr. Pandji Prijadi Budojo Sp.A
Pembimbing: dr. Neneng Tresna Imawati
dr. Agus Suprapto S.H

Tempat presentasi: Aula RS. TK.IV Dr. Bratanata Jambi


Obyektif presentasi:
□ Keilmuan
√ □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan pustaka
□ Diagnostik
√ □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□Neonatus □ Bayi √ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi:
An. SCN (3Thn) dengan demam tifoid
□ Tujuan:
- Mampu mendiagnosis Demam Tifoid
- Mampu memberikan penatalaksanaan pada pasien Demam Tifoid
Bahan bahasan: □ Tinjauan pustaka □ Riset √ Kasus □ Audit
Cara □ Diskusi √ Presentasi dan □ E‐mail □ Pos
membahas: diskusi

Data pasien: Nama: An. SCN No Registrasi: 252442


Nama RS: Rumkit TK.IV Dr. Usia: 3 tahun Terdaftar Sejak:
Bratanata Jambi 6 November 2017
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Pasien An. S usia 3 tahun datang ke IGD RS TK IV Dr. bratanata yang merupakan kiriman dari
dr. Pandji Prijadi Budojo Sp.A dengan keluhan demam sejak ± 5 hari SMRS. Demam dirasakan
terus menerus sepanjang hari namun lebih meningkat di malam hari. Oleh ibunya diberi obat
penurun panas dan panas turun beberapa saat setelah minum obat, namun kemudian naik lagi.
Demam tidak disertai menggigil dan berkeringat, dan tidak ada kejang. Anak mengeluhkan
nyeri didaerah ulu hati dan juga mengalami mual namun tidak muntah, Nafsu makan anak
menurun sejak terjadinya demam, namun minum masih kuat. Anak juga mengeluhkan batuk
sejak 2 hari yang lalu, berdahak, dan tidak berdarah, serta mengeluhkan pilek. Buang air kecil
normal seperti biasa, berwarna kuning muda, dan tidak ada nyeri saat buang air kecil. Anak
juga mengalami tidak ada buang air besar sejak 2 hari yang lalu, flatus ada. Tidak ada
perdarahan pada gusi, hidung, BAB. Tidak ada riwayat berpergian ke luar kota.
2. Riwayat Pengobatan:
 Anak hanya diberikan paracetamol syr oleh ibunya.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit: ( - )
4. Riwayat Keluarga / Masyarakat:
Tidak ada keluarga dan masyarakat lingkungan sekitar yang mengalami keluhan yang sama.
5. riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan : ibu ANC sebanyak 4 kali selama kehamilan
Kelahiran : Pasien lahir dengan masa gestasi aterm ditolong oleh bidan secara spontan BL 2900
gr, bayi setelah dilahirkan langsung menangis.
6. Riwayat Makan dan Minum :
 ASI eksklusif : 6 bulan
 Susu formula : 7 bulan
 Nasi tim : 8 bulan
 Makan dewasa : 10 bulan
7. Riwayat Imunisasi : Kesan lengkap
8. Riwayat Sosial Ekonomi : Kesan cukup
9. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Tidak tampak adanya kelainan
Daftar Pustaka
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis.

Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-345.

2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari

http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_Perlu_Diketa
hui.html. 10 Agustus 2014.

3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed.


Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika,
2002:1-43.

Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Demam Tifoid
2. Gejala Demam Tifoid
3. Penatalaksanaan Demam Tifoid

Subyektif
Pasien An. S usia 3 tahun datang ke IGD RS TK IV Dr. bratanata yang
merupakan kiriman dari dr. Pandji Prijadi Budojo Sp.A dengan keluhan demam sejak
± 5 hari SMRS. Demam dirasakan terus menerus sepanjang hari namun lebih
meningkat di malam hari. Oleh ibunya diberi obat penurun panas dan panas turun
beberapa saat setelah minum obat, namun kemudian naik lagi. Demam tidak disertai
menggigil dan berkeringat, dan tidak ada kejang. Anak mengeluhkan nyeri didaerah
ulu hati dan juga mengalami mual namun tidak muntah, Nafsu makan anak menurun
sejak terjadinya demam, namun minum masih kuat. Anak juga mengeluhkan batuk
sejak 2 hari yang lalu, berdahak, dan tidak berdarah, serta mengeluhkan pilek. Buang
air kecil normal seperti biasa, berwarna kuning muda, dan tidak ada nyeri saat buang
air kecil. Anak juga mengalami tidak ada buang air besar sejak 2 hari yang lalu, flatus
ada. Tidak ada perdarahan pada gusi, hidung, BAB. Tidak ada riwayat berpergian ke
luar kota.

Obyektif
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital
Nadi : 90 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 38,7 0C

Berat badan : 14 kg
Kepala : Normocephaly
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, palpebra
edema (-)
Telinga : Sekret (-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-),
Bibir : sianosis (-), anemis (-)
Lidah : simetris (+), kotor (+), tremor (+)
Leher : tidak teraba pembesaran tiroid, tidak teraba pembesaran KGB,
peningkatan vena jugularis (-).

Thoraks :
- Paru
a) Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, sikatrik (-), retraksi
sela iga (-)
b) Palpasi : vocal fremitus sama kanan dan kiri
c) Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
d) Auskultasi : suara nafas vesikuler, wheezing (-/-), ronchi (-/-)
- Jantung
a) Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi : ictus cordis teraba ICS V
c) Auskultasi : S1 S2 reguler, mur-mur (-), gallop (-)

Abdomen :
a) Inspeksi : Abdomen simetris, jejas (-)
b) Auskultasi : Bising Usus (+) N
c) Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan epigastrium (+),
Lien dan hepar tidak teraba.
d) Perkusi : Tympani (+), pekak hati (-), asites (-)

Ektremitas : Akral hangat, oedem tungkai (-/-), Sianosis (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan darah rutin (13-02- 2017)

Pemeriksaaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 12,2 12-14 g/dL


Hematokrit 36,3 37-43 %

Leukosit 9,4 4-10 ribu/ul

Trombosit 175 150-450 ribu/ul

Eritrosit 4.7 4,2 -5,2 juta/ul

MCV/MCH/MCHC

MCV 84,7 75-87 Fl

MCH 28,5 24-30 Pg

MCHC 33,6 31-37 g/dl

PDW 16,3 9-17 fl

RDW-SD 46,4 fl

RDW-CV 13 11-16 %

MPV 10,6 7,2-11,1 fl

PCT 0,2 %

Differential

Basofil 0 0-1 %

Eosinofil 2 0,5-5 %

Limfosit 26 20-40 %

Monosit 3 2-8 %

Neutrofil 69 50-70 %

Lain-lain

Laju Endap Darah 10 <15 mm/jam

 Pemeriksaan imunologi / serologi (06-11-2017 )

CRP : (+) positif

Titer : (-) Negatif

Kadar : 6 mg/L
Titer Hasil Nilai rujukan Keterangan

Tidak menunjukkan infeksi demam


(-) = < 2
tifoid aktif

Pengukuran tidak menunjukkan


Boderline = 3
demam tifoid aktif

Menunjukkan infeksi demam tifoid


(+) = 4-5
4 aktif

(+) = 6-10 Indikasi kuat demam tifoid aktif

Assessment
A. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh salmonella typhi.1

Pada tahun 1829 Pierre Louis (prancis) mengeluarkan istilah typhoid yang
berarti seperti typhus. Baik kata typhoid maupun typhus berasal dari kata yunani
typhos. Terminologi ini dipakai pada penderita yang mengalami demam disertai
kesadaran yang terganggu.1

B. Epidemiologi
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.1

Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural
reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya
melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat
bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk
beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu, atau kotoran yang kering
maupun pada pakaian. Akan tetapi S. Typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu
pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp
63°C).1

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui


minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama – sama dengan tinja (melalui rute oral
fekal = jalur oro-fekal).1

Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada
dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari
seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan
sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.1

C. Etiologi
Demam Tifoid adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella
typhi. Etiologi demam tifoid dan demam paratifoid adalah S. typhi, S. paratyphi A, S.
paratyphi B (S. Schotmuelleri) dan S. paratyphi C (S. Hirschfeldii).1,2

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-
negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif
anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri
polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi
juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multipel antibiotik.2
Gambar 2.1. Mikroskopik Salmonella Typhi

D. Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti


ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel pada Peyer Patch, 2) bakteri
bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer Patch, nodus limfatikus
mesenterica, dan organ- organ extra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri
bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan
kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus
sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.2

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh


manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2) banyak yang
mati namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer
patch dalam usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat
5
menyebabkan infeksi minimal berjumlah 10 dan jumlah bisa saja meningkat bila
keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi,
penggunaan obat- obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton Pump Inhibitor.2

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejnum dan
ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman
akan menembus sel- sel epitel (sel-M merupakan selnepitel khusus yang yang
melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke
lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel
fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian
kelenjar getah bening mesenterika.2

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag


ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ Retikuloendotelial tubuh terutama hati
dan Limpa. Di organ- organ RES ini kuman meninggalkan sel- sel fagosit dan
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali
masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai
tanda- tanda dan gejala infeksi sistemik.2

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,


dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini
adalah delirium. Pada anak- anak gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur
berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari berturut- turut.1,2

Dalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S.
typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia
jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi
pembuluh darah sekitar peyer patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasi
akibat akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus.1

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot,
serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di
reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.1
Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi
makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika
untuk memproduksi sitokin dan zat- zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler, yang tidak
stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi
sistem imunologis.2

E. Manifestasi Klinis
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari debgan rata-rata
antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat berfariasi, dari gejala klinis
ringan dan tidak memerlukanperawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus
dirawat. Variasi gejala ini disebabkan factor galur salmonella, status nutrisi dan
imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya. 2

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada
era pemakaian antibiotic belum seperti pada saat ini, penampilan demam pada kasus
demam tifoid mempunyai istilah khusu yaitu step ladder temperature chart yang
ditandai dengan demam timbul insidious, kemudian naik secara bertahap tiap harinya
dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan
bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis, kecuali
apabila terjadi focus infeksi.2

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala,
malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus
yang berpenampilan berat, pada saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat.
Bahkan dapat juga dijumpai penderitademam tifoid yang dating dengan syok
hipovolemik sebagai akibat kurang masukan cairan dan makanan. gejala
gastrointestinal sangat bervarias, pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau
obstipasi kemudian disusul episode diare, pada sebagian pasien lidah tampak kotor
dengan putih ditengah sedang tepid an ujungnya kemerahan. Banyak dijumpai gejala
meteorismus, berbeda dengan buku bacaan barat pada anak Indonesia lebih banyak
dijumpai hepatomegaly dibandingkan splenomegaly.2,3

Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-
5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung
pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan pada anak Indonesia. Ruam ini
muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. Bronchitis banyak dijumpai
pada demam tifoid sehingga buku ajar lama bahkan menganggap sebagai bagian dari
penyakit demam tifoid. Bradikardi relative jarang dijumpai pada anak.2

F. Komplikasi

Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3%, sedangkan


perdarahan usus pada 1-10% kasus demam tifoid anak. Penyulit biasanya terjadi pada
minggu ke3 sakit. Komplikasi didahului dengan penurunan suhu, tekanan darah dan
peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus halus ditandai oleh nyeri abdomen
local pada kuadran kana bawah akan tetapi dilaporkan juga nyeri yang menyelubung.
Kemudian akan diikuti muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defance muskulare,
hilangnya keredupan hepar dan tanda-tanda peritonitis yang lain. Beberapa perforasi
usus halus mempunyai manifestasi klinis yang tidak jelas.2,3

Dilaporkan pula kasus dengan komplikasi neuropsikiatri. Sebagian besar


bermanifestasi gangguan kesadaran, disorientasi, delirium, obtundasi, stupor bahkan
koma. Manifestasi klinis neuropsikiatri berprognosis buruk. 3

Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi klinis berupa aritmia, perubahan


ST-T pada EKG, bahkan syok kardiogenik. Sebagian kasus mengeluarkan S.typhi
melalui urin pada saat sakit maupun setelah sembuh. Sistitis bahkan pielonefritis
dapat jadi penyulit demam tifoid. Pneumonia sering dijumpai pada demam tifoid,
dapat ditimbulkan oleh kuman S. thypi namun seringkali sebagai akibat infeksi
sekunder. Fokal infeksi dibeberapa lokasi sebagai akibat bacteremia misalnya infeksi
pada tulang, otak, hati, limpa, otot, kelenjar ludah dan persendian.3

G. Gambaran Darah Tepi


Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang,
anemia normokrom normositik, yang diduga karena efek toksik supresi sumsum
tulang atau perdarahan usus. Tidak selalu ditemukan leukopenia, diduga leukopenia
disebabkan oleh destruksi leukosit oleh toksin dalam peredaran darah, sering hitung
leukosit dalam batas normal dan dapat pula leukositosis, terutama bila disertai
komplikasi lain. 3

H. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan


gastrointestinal mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran, dengan kriteria
ini maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis tersangka demam tifoid. Diagnosis
pasti ditegakkan melalui isolasi S. typhi dari darah. Pada dua minggu pertama sakit,
kemungkinan mengisolasi s. Typhi dari dalam darah pasien lebih besar dari pada
minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan feses, kemungkinan
keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari aspirasi sumsum tulang
mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi
prosedur ini sangat invasif, sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada
keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari
duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik. 1,2,3

Uji serologi Widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi
terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis
demam tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥1/40 dengan
memakai uji Widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45
menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96%
kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan.
Banyak senter mengatur pendapat apabila titer o aglutinin sekali periksa ≥1/200 atau
pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat
ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa
lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).
Banyak peneliti mengemukakan bahwa uji serologik Widal kurang dapat dipercaya
sebab dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat timbul
negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah positif. 1,2,3
Akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk
mendeteksi antibodi S. typhi dalam serum, antigen terhadap S. typhi dalam darah,
serum dan urin bahkan DNA S typhi dalam darah dan faeces. Polymerase chain
reaction talah digunakan untuk memperbanyak gen Salmonella ser. Typhi secara
spesifik pada darah pasien dan hasil dapat diperoleh hanya dalam beberapa jam.
Metode ini spesifik dan lebih sensitif dibandingkan dengan biakan darah. Walaupun
laporan-laporan pendahuluan menunjukkan hasil yang baik namun sampai sekarang
tidak salah satupun dipakai secara luas. Sampai sekarang baik belum disepakati
adanya pemeriksaan yang dapat menggantikan uji serologi Widal.3

I. Diagnosis Banding

Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara


dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan
bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme
intraselular seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,
shigelosis dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis,
leukemia, limfoma dan penyakit hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.1,2,3

J. Tatalaksana

Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah
baring, isolasiyang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian
antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan
cairan, elektrolit serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul penyulit dapat
dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan utama
karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmoneella typhi berhubungan dengan
keadaan bakteriemia.2

Kloramphenikol masil merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita


demam tipoid. Dosis yang di berikan adalah 100 mg/ kgBB/ hari di bagi dalam 4 kali
pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun, sedang pada
kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai 21
hari, 4-6 minggu untuk osteomielits akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah satu
kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier. Namun pada anak
hal tersebut jarang dilaporkan.3

Ampisilin memberikan respons perbaikan klinis yang kurang apabila


dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksilin dengan dosis 100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian per oral memberikan hasil yang setara
dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Kombinasi
trimethoprim sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan hasil yang kurang baik
dibanding kloramferikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kg/hari atau SMZ
50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Di beberapa negara sudah dilaporkan kasus
demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol. Di India resistensi ganda terhadap
kloramfenikol, Ampisilin, dan TMP-SMZ terjadi sebanyak 49-83%. Strain yang
resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga Pemberian
sefalosporin generasi ketiga seperti Seftriakson 100 mg/kg/hari dibagi dalam 1 atau 2
dosis (maksimal 4 gram/hari) salama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kg/ hari
dibagi dalam 3-4 dosis efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolon baik tetapi
tidak dianjurkan untuk anak. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/KgBB/hari
selama 10 hari dapat diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit
<2000/μl atau dijumpai resistensi terhadap S.typhi.3

Pada demam tifoid kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor, koma dan
shock pemberian deksametason intravena (3 mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk
dosi awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping
antibiotik yang memadai, dapat menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi
10%. Demam tiloid dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang memerlukan
transfusi darah. Sedangkan apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada
peritoneum dan udara bebas pada foto abdomen dapat membantu menegakkan
diagnosis. Laparatomi harus segera dilakukan pada perforasi usus disertai
penambahan antibiotik metronidazol dapat memperbaiki prognosis. Reseksi 10 cm
disetiap sisi perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka harapan hidup. Transfusi
trombosit dianjurkan untuk pengobatan trombositopenia yang dianggap cukup
sehingga menyebabkan perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masih
dalam pertimbangan untuk dilakukan intervensi bedah. 1,2,3

Ampisilin (atau amoksisilin) dosis 40 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral


ditambah dengan probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ
selama 4-6 minggu memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit
saluran empedu. Bila terdapat kolelitiasis tau kolesistitis, pemberian antibiotic saja
jarang berhasil, kolesistektomi dianjurkan setelah pemberian antibiotik (ampisilin 200
mg/kgBB/hari dalam 4-6 dosis IV) selama 7-10 hari, setelah kolesistektomi
dilanjutkan dengan amoksisilin 30 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral selama 30
hari.3
Kasud demam tipoid yang mengalami relaps di beri pengobatan sebagai kasus
demam typoid serangan pertama.

K. Prognosis
Prognosis pasien demam typoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan ada tidak nya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi
antibiotik yang angka mortalitas <1%. Dinegara berkembang, angka mortalitasnya
>10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan.
Munculnya komplika seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,
meningitis, endokarditis, dan neumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi.3
Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S. ser. Typhi
≥ 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada
anak- anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari
seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier
kronis dibandingkan dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat
terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.3

L. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka
konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57oc
untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi.
Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57 oc beberapa menit dan secara
merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu
negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan
pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap higiene pribadi.
Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.3

M. Vaksin Demam Tifoid


Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu
yang berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella
typhi. Vaksin berisi kuman Salmonella typhi, S. paratyphi A, S. paratyphi B yang
dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara pemberian
suntikan subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang
terbatas, disamping efek samping lokal pada empat suntikan yang cukup sering.
Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a)
diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari, memberi daya
perlindungan 6 tahun, Vaksin Ty-21a diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun.
Pada penelitian di lapangan didapat hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik
dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi komponen Vi dari salmonella
typhi diberikan secara suntikan intramuscular memberikan perlindungan 60-70%
selama 3 tahun.1,2,3

 Diagnosa Masuk : Febris


 Diagnosa Pulang : Demam Tifoid

Plan
Terapi sesuai advice dr. Pandji Sp.A :
 IVFD RL 10 tpm
 Injeksi ceftriaxone 1 x 700 mg
 Injeksi ranitidine 2 x 0,8 cc
 Injeksi dexametason 3 x ½ amp
 Paracetamol inf 20 cc / 4 jam
PO : Ataroc 2 x ½ c
Comtusi 3 x 1 cth
FOLLOW UP

Tanggal S O A P
6-11-2017 Demam (+), sakit Kesadaran : CM Demam  IVFD RL 10 tpm
perut (+), mual (+), Vital sign : tifoid  Injeksi ceftriaxone 1 x
muntah (-), batuk Nadi: 700 mg (iv)
(+), pilek (+), BAB 90 kali/menit  Injeksi ranitidine 2 x
(-), tidak mau Nafas: 0,8 cc (iv)
makan 24 kali/menit  Injeksi dexametason 3
0
Suhu: 38,7 C x ½ amp (iv)
PF: NTE (+)  Paracetamol inf 20 cc /
4 jam (iv)
 Comtusi 3 x 1 cth
 Ataroc 2 x ½ c
 Sanvita B 3 x 1 cth
7-11-2017 Demam (+), sakit Kesadaran : CM Demam  IVFD RL 10 tpm
perut (+) Vital sign : tifoid  Injeksi ceftriaxone 1 x
berkurang, mual (- Nadi: 700 mg (iv)
), muntah (-), batuk 84 kali/menit  Injeksi ranitidine 2 x
(+), pilek (+), BAB Nafas: 0,8 cc (iv)
(+) biasa 24 kali/menit  Injeksi dexametason 3
0
Suhu: 37,7 C x ½ amp (iv)
PF: NTE (+)  Comtusi 3 x 1 cth
 Ataroc 2 x ½ c
 Sanvita B 3 x 1 cth
8-11-2017 Demam (+), sakit Kesadaran : CM Demam  IVFD RL 10 tpm
perut (+) Vital sign : tifoid  Injeksi ceftriaxone 1 x
berkurang, mual (- Nadi: 700 mg (iv)
), muntah (-), batuk 82 kali/menit  Injeksi ranitidine 2 x
(+) berkurang, pilek Nafas: 0,8 cc (iv)
(-), BAB (+) biasa 22 kali/menit  Injeksi dexametason 3
0
Suhu: 37,2 C x ½ amp (iv)
PF: NTE (+)  Comtusi 3 x 1 cth
 Ataroc 2 x ½ c
 Sanvita B 3 x 1 cth
9-11-2017 Demam (-), sakit Kesadaran : CM Demam Boleh pulang
perut (-), mual (-), Vital sign : tifoid Obat pulang :
muntah (-), batuk Nadi:
 Comtusi 3 x 1 cth
(+) berkurang, pilek 80 kali/menit
 Ataroc 2 x ½ c
(-) Nafas:
 Sanvita B 3 x 1 cth
22 kali/menit
Suhu: 36,80C
PF: NTE (-)

PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia Ad Bonam
Ad functionam : Dubia Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia Ad Bonam

Anda mungkin juga menyukai

  • PF Paru
    PF Paru
    Dokumen9 halaman
    PF Paru
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Penurunan Kesadaran
    Penurunan Kesadaran
    Dokumen19 halaman
    Penurunan Kesadaran
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Lapkas FTI Academica
    Lapkas FTI Academica
    Dokumen7 halaman
    Lapkas FTI Academica
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Fraktur Tibia
    Fraktur Tibia
    Dokumen22 halaman
    Fraktur Tibia
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • PPK Ko Lorek Tal
    PPK Ko Lorek Tal
    Dokumen76 halaman
    PPK Ko Lorek Tal
    Heru Nugroho
    Belum ada peringkat
  • Patologi Klinik
    Patologi Klinik
    Dokumen14 halaman
    Patologi Klinik
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • JIWA
    JIWA
    Dokumen9 halaman
    JIWA
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • COMBUTIO
    COMBUTIO
    Dokumen51 halaman
    COMBUTIO
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Contoh Portofolio Demam Tifoid - Dr. Putri
    Contoh Portofolio Demam Tifoid - Dr. Putri
    Dokumen18 halaman
    Contoh Portofolio Demam Tifoid - Dr. Putri
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Kulit Dan Kelamin
    Kulit Dan Kelamin
    Dokumen13 halaman
    Kulit Dan Kelamin
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • CSS Stroke
    CSS Stroke
    Dokumen16 halaman
    CSS Stroke
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • PPRA
    PPRA
    Dokumen13 halaman
    PPRA
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Demam Tifoid
    Demam Tifoid
    Dokumen3 halaman
    Demam Tifoid
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Lembar VeR
    Lembar VeR
    Dokumen1 halaman
    Lembar VeR
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • SMF Obsgin: Total DDD Antibiotik Pasien Obsgin Agustus 2018
    SMF Obsgin: Total DDD Antibiotik Pasien Obsgin Agustus 2018
    Dokumen13 halaman
    SMF Obsgin: Total DDD Antibiotik Pasien Obsgin Agustus 2018
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • OBSGYN
    OBSGYN
    Dokumen172 halaman
    OBSGYN
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Mata
    Mata
    Dokumen9 halaman
    Mata
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • New Pediatri
    New Pediatri
    Dokumen45 halaman
    New Pediatri
    ricky
    Belum ada peringkat
  • IMUNISASI
    IMUNISASI
    Dokumen10 halaman
    IMUNISASI
    Kalih R Gusti
    Belum ada peringkat
  • Lembar Follow Up Pasien
    Lembar Follow Up Pasien
    Dokumen2 halaman
    Lembar Follow Up Pasien
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • BEDAH
    BEDAH
    Dokumen13 halaman
    BEDAH
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Fix
    Fix
    Dokumen2 halaman
    Fix
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • INTERNA
    INTERNA
    Dokumen4 halaman
    INTERNA
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • PPI
    PPI
    Dokumen7 halaman
    PPI
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • PPRA
    PPRA
    Dokumen13 halaman
    PPRA
    Idriana Syakinah Muharani
    Belum ada peringkat
  • Formularium - Nasional
    Formularium - Nasional
    Dokumen267 halaman
    Formularium - Nasional
    ancha_003_17370703
    Belum ada peringkat
  • PPK Ketrampilan-Klinis
    PPK Ketrampilan-Klinis
    Dokumen544 halaman
    PPK Ketrampilan-Klinis
    Dul Joni
    Belum ada peringkat
  • KMK No. 312 TTG Daftar Obat Esensial Nasional 2013
    KMK No. 312 TTG Daftar Obat Esensial Nasional 2013
    Dokumen70 halaman
    KMK No. 312 TTG Daftar Obat Esensial Nasional 2013
    krisnandar
    Belum ada peringkat
  • PPK Dokter Di Fasyankes Primer - 2014
    PPK Dokter Di Fasyankes Primer - 2014
    Dokumen685 halaman
    PPK Dokter Di Fasyankes Primer - 2014
    Paskalina Cici
    100% (5)