Bismillahirahmanirahim,
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta karuniaNya kepada kami,sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Perawatan pada Kelompok Rentan” pada mata
kuliah Manajemen bencana di STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan motivasi berbagai
pihak. Untuk itu,dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-
rekan yang telah membantu.
Kelompok l
1
Page
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
…………………………………………………………………………………………
………………
Daftar Isi
…………………………………………………………………………………………
…………………………
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
…………………………………………………………………………………………
………….
1.2.Rumusan Masalah
…………………………………………………………………………………………
…….
1.3.Tujuan
…………………………………………………………………………………………
………………………
1.4.Manfaat
…………………………………………………………………………………………
……………………
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Kelompok Rentan
……………………………………………………………………………..
2.2.Identifikasi Kelompok Beresiko
…………………………………………………………………………..
2.2.1. Anak-anak
…………………………………………………………………………………………
………….
2.2.2.Ibu Hamil,menyusui dan
Bayi………………………………………………………………………….
2.2.3.Lansia
…………………………………………………………………………………………
……………………
2
………………………………………………….....
2.3.Tindakan Yang Sesuai Untuk kelompok Rentan
………………………………………………….
2.3.1.Kelompok Beresiko pada Anak-anak
…………………………………………………2.3.2.Kelompok Beresiko pada
Ibu hamil,Menyusui dan Bayi……………………………
2.3.3.Kelompok Beresiko pada Lansia
……………………………………………………………………..
2.3.4.Kelompok Beresiko pada Individu Disabilitas dan Penyakit Kronis
………………….
2.4.Sumber Daya yang Tersedia dilingkungan Untuk Kebutuhan Kelompok
Beresiko..
2.5.Lingkungan yang sesuai dengan Kebutuhan Kelompok Beresiko
………………………..
BAB 3 PENUTUP
3.1.Kesimpulan
…………………………………………………………………………………………
…………….
3.2.Saran
…………………………………………………………………………………………
………………………
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………………………………………
…………
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.1.Latar Belakang
Page
Berbagai bencana telah menimbulkan korban dalam jumlah yang
besar.Banyak korban yang selamat menderita sakit dan cacat.Rumah,tempat kerja ,
ternak dan peralatan menjadi rusak atau hancur.Korban juga mengalami dampak
psikologis akibat bencana, misalnya ketakutan, kecemasan akut, perasaan mati rasa
secara emosional dan kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang dampak ini
memudar dengan berjalannya waktu.Tapi untuk kebanyakan orang lain,bencana
memberikan dampak psikologis jangka panjang , baik yang terlihat jelas misalnya
depresi , psikosomatis ( keluhan fisik yang diakibatkan oleh masalah psikis ) ataupun
yang tidak langsung : konflik,hingga perceraian.
Dalam banyak kasus, jika tidak ada intervensi yang dirancang dengan baik,
banyak korban bencana akan mengalami depresi parah, gangguan kecemasan,
gangguan stress pasca trauma, dan gangguan emosi lainnya.Bahkan lebih dari dampak
fisik dari bencana, dampak psikologis dapat menyebabkan penderitaan lebih panjang,
mereka akan kehilangan semangat hidup, kemampuan social merusak nilai-nilai luhur
yang mereka miliki.
Menurut Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia, kelompok rentan adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat
yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat didefinisikan sebagai kelompok yang
harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah karena kondisi social yang sedang
mereka hadapi.Konteks kerentanan merujuk kepada situasi rentan yang setiap saat
dapat mempengaruhi atau
4
Page
membawa perubahan besar dalam penghidupan masyarakat. Setiap orang yang
termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak mendapatkan perlakuan dan
perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya. Kelompok masyarakat yang
rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, perempuan dan penyandang cacat. Dalam
konteks ini, kita akan membicarakan lebih rinci mengenai perawatan kelompok rentan
pra, saat dan pasca terjadinya bencana dalam makalah kami yang berjudul “
Perawatan Pada Kelompok Rentan”
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
1.4.Manfaat
5
Page
Manfaat Penulisan makalah ini, untuk membantu para pembaca baik itu masyarakat
maupun tenaga kesehatan agar lebih memahami perawatan pada kelompok rentan
karena hal tersebut sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mitigasi
bencana.
BAB 2
PEMBAHASAN
6
Page
2.1. Pengertian Bencana
Definisi dan Jenis Bencana
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh
faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam,
dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi. dan
wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
2.2.Tahapan Bencana
Disaster atau bencana dibagi beberapa tahap yaitu : tahap pra-disaster, tahap serangan
atau saat terjadi bencana (impact), tahap emergensi dan tahap rekonstruksi. Dari ke-
empat tahap ini, tahap pra disaster memegang peran yang sangat strategis.
a.Tahap Pra-Disaster
Tahap ini dikenal juga sebagai tahap pra bencana, durasi waktunya mulai saat
sebelum terjadi bencana sampai tahap serangan atau impact. Tahap ini dipandang oleh
para ahli sebagai tahap yang sangat strategis karena pada tahap pra bencana ini
masyarakat perlu dilatih tanggap terhadap bencana yang akan dijumpainya kelak.
Latihan yang diberikan kepada petugas dan masyarakat akan sangat berdampak
kepada jumlah besarnya korban saat bencana menyerang (impact), peringatan dini
7
Pada tahap serangan atau terjadinya bencana (Impact phase) merupakan fase
terjadinya klimaks bencana. Inilah saat-saat dimana, manusia sekuat tenaga mencoba
ntuk bertahan hidup. Waktunya bisa terjadi beberapa detik sampai beberapa minggu
atau bahkan bulan. Tahap serangan dimulai saat bencana menyerang sampai serang
berhenti.
d.Tahap Rekonstruksi
Pada tahap ini mulai dibangun tempat tinggal, sarana umum seperti sekolah, sarana
ibadah, jalan, pasar atau tempat pertemuan warga. Pada tahap rekonstruksi ini yang
dibangun tidak saja kebutuhan fisik tetapi yang lebih utama yang perlu kita bangun
kembali adalah budaya. Kita perlu melakukan rekonstruksi budaya, melakukan re-
orientasi nilai-nilai dan norma-norma hidup yang lebih baik yang lebih beradab.
Dengan melakukan rekonstruksi budaya kepada masyarakat korban bencana, kita
berharap kehidupan mereka lebih baik bila dibanding sebelum terjadi bencana.
Situasi ini seharusnya bisa dijadikan momentum oleh pemerintah untuk membangun
kembali Indonesia yang lebih baik, lebih beradab, lebih santun, lebih cerdas hidupnya
lebih memiliki daya saing di dunia internasional.
8
Page
dari pengertian yang pertama, karena sebagai kelompok lemah sehingga mudah
Page
dipengaruhi.
2.2. Identifikasi Kelompok Beresiko
Undang-undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengartikan bencana sebagai suatu peristiwa luar biasa yang mengganggu dan
mengancam kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam ataupun
manusia, ataupun keduanya. Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat
bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan perawat yang
merupakan petugas kesehatan yang jumlahnya terbanyak didunia dan salah satu
petugas kesehatan yang berada di lini terdepan saat bencana terjadi. Peran perawat
dapat dimulai sejak tahap mitigasi ( pencegahan ), tanggap darurat bencana dalam
fase pre hospital dan hospital hingga tahap recovery.
Terdapat individu atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat yang
lebih rentan terhadap efek lanjut dari kejadian bencana yang memerlukan perhatian
dan penanganan khusus untuk mencegah kondisi yang lebih buruk pasca bencana.
Kelompok- kelompok ini diantaranya : anak-anak, perempuan terutama ibu hamil dan
menyusui, lansia, individu – individu yang menderita penyakit kronis dan kecacatan.
Identifikasi dan pemetaan kelompok beresiko melalui pengumpulan informasi dan
data demografi akan mempermudahperencanaan tindakan kesiap siagaan dalam
menghadapi kejadian bencana di masyarakat (Morrow , 1999 , Powers & Daily , 2010
; World Health Organization ( WHO ) & international Council of Nursing ( ICN ) ,
2009 ) .
2.2.1.Anak – anak
Anak – anak sering menjadi korban dalam semua tipe bencana karena
ketidakmampuanmereka melarikan diri dari bahaya. Ketika Pakistan diguncang
gempa Oktober 2005 , sekitar 16.000 anak meninggal dunia karena gedung sekolah
mereka runtuh. Tanah longsor yang terjadi di Leyte , Filipina , beberapa tahun yang
lalu mengubur lebih dari 200 anak sekolah yang tengah belajar di dalam kelas (
Indriyani 2014 ). Diperkirakan sekitar 70% dari semua kematian akibat bencana alam
maupun bencana yang disebabkan oleh manusia ( Powers & Daily , 2010 ).
Selain menjadi korban, anak-anak juga rentan terpisah dari orang tua atau wali
mereka saat bencana terjadi. Diperkirakan sekitar 35.000 anak-anak Indonesia
10
kehilangan satu atau dua orang tua saat kejadian Tsunami 2004. Terdapat juga laporan
Page
adanya perdagangan anak ( Child Trafficking ) yang dialami oleh anak-anak yang
kehilangan orang tua / wali ( Powers & Daily , 2010 ).
Pasca bencana, anak-anak beresiko mengalami masalah – masalah kesehatan
jangka pendek dan jangka panjang baik fisik dan psikologis karena malnutrisi,
penyakit – penyakit infeksi, kurangnya skill bertahan hidup dan komunikasi,
ketidakmampuan melindungi diri sendiri, kurangnya kekuatan fisik, imunitas, dan
kemampuan koping. Kondisi tersebut dapat mengancam jiwa jika tidak diidentifikasi
dan ditangani oleh petugas kesehatan ( Powers & daily, 2010; Veenema , 2007 ).
Anak yang mengalami bencana merasakan kesakitan yang mendalam pada
rohani dan jasmani. Rasa takut, rasa sakit dan kesedihan mereka itu bukanlah hal yang
mudah dibayangkan.Tidak hanya "masa sekarang" bagi anak, bencana juga
mempengaruhi kehidupan "masa depan" bagi anak-anak dari berbagai sisi. Perawatan
psikologis pada anak-anak yang menerima pukulan hebat karena ketakutan dan
mengalami rasa kehilangan saat bencana adalah tantangan utama yang harus ditangani
dengan serius. Sebab perkembangan gangguan stres akut (disingkat ASD: Acute
Stress Disorder) dangangguan stres pasca trauma (disingkat PTSD:Post Traumatic
Stress Disorder) yang mengarah pada gangguan yang lebih serius dapat ditanggulangi
dengan mengenali reaksi stres dan menguranginya secara tepat. Stres pada anak yang
disebabkan oleh bencana tidak hanya dipengaruhi oleh skala bencana serta tingkat
kerusakan atau kehilangan, tetapi juga dipengaruhi oleh usia anak itu sendiri, orang-
orang yang berada di samping mereka ketika bencana, tingkah laku dan respon dari
orang tua serta anggota keluarganya. Stres anak berhubungan dengan stres pengasuh
mereka, maka anak merasa terancam dan ketakutan baik secara langsung maupun
tidak langsung dengan melihat dan merespon pada reaksi stres orang tua/ pengasuh.
Reaksi stres pada anak muncul dalam 3 aspek, yaitu fisiologis, emosi, dan tingkah
laku. Meskipun tidak ada masalah penyakit dalam, mereka menunjukkan gejala fisik
seperti mualmual; sakit perut; diare; sakit kepala; konsumsi susu yang buruk; panik
karena ketakutan pada pemandangan atau bunyi sepele yang mengingatkan peristiwa
yang menakutkan; menangis pada malam hari; susah tidur; bermimpi buruk berkali-
kali; tidak bisa konsentrasi untuk belajar; melamun tanpa ekspresi wajah; melakukan
tindakan yang tidak realistis; memperlihatkan tingkah laku yang menakutkan seolah-
olah mereka berada dalam situasi bencana; tidak tenang dan gelisah; perilaku seperti
11
Page
bayi, sebagai contoh minta digendong, mengisap ibu jari, tidak mau pisah dari orang
tua, seperti terlihat pada Tabel dibawah ini :
bom
Page
World Trade Center (September, 2000) berdampak terhadap kejadian BBLR (berat
bayi lahir
rendah) pada ibu-ibu melahirkan di New York.
Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan dampak
bencana
pada ibu hamil, melahirkan dan bayi. Dampak bencana yang sering terjadi adalah
abortus
dan lahirprematur disebabkan oleh ibu mudah mengalami stres, baik karena
perubahan
hormon maupun karena tekanan lingkungan/stres di sekitarnya. Efek dari stres ini
diteliti
dengan melakukan riset terhadap ibu hamildi antara korban gempa bumi. Penelitian
mengambil tempat di Cili selama tahun 2005, di saat gempa bumi Tarapaca sedang
mengguncang daerah tersebut. Penelitian sebelumnya telah mengamati efek stres pada
wanita hamil, namun yang berikut ini memfokuskan pada dampak stres pada waktu
kelahiran bayi serta dampaknya pada kelahiran bayi perempuan atau laki-laki.
Hasilnya, ibu
hamil yang tinggal di area pusat gempa, dan mengalami gempa bumi terburuk pada
masa
kehamilan dua dan tiga bulan, memiliki risiko melahirkan prematur yang lebih besar
dari
kelompok lainnya. Pada ibu hamil yang terekspos bencana alam di bulan ketiga
kehamilan,
peluang ini meningkat hingga 3,4%. Tidak hanya itu, stres juga menjadi salah satu
faktor
yang menyebabkan keguguran.
Selain itu, saat bencana ibu hamil bisa saja mengalami benturan dan luka yang
mengakibatkan perdarahan atau pelepasan dini pada plasenta dan rupture uteri.
Keadaan
ini dapat mengakibatkan gawat janin dan mengancam kehidupan ibu dan janin. Itulah
sebabnya ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan
bencana alasannya Karena disitu ada dua kehidupan.
14
Page
2.2.3.Lansia
Merupakan salah satu kelompok yang rentan secara fisik, mental, dan
ekonomik saat dan setelah bencana yang disebabkan karena penurunan kemampuan
mobilitas fisik dan / atau karena mengalami masalah kesehatan kronis ( Klynman et
al, 2007 ). Di Amerika Serikat, lebih dari 50% korban kematian akibat dari badai
Katrina adalah lansia dan diperkirakan sekitar 1300 lansia yang hidup mandiri
sebelum kejadian badai tersebut harus dirawat di panti jompo setelah bencana alam itu
terjadi ( Powers & Daily, 2010 ).
Pada bencana, kebutuhan lansia sering terabaikan dan mengalami
diskriminasi, contohnya dalam hal distribusi kebutuhan hidup dan finansial pasca
bencana. Hak – hak dan kebutuhan spesifik lansia kadang – kadang terlupakan yang
dapat memperparah masalah kesehatan dan kondisi depresi pada lansia tersebut (
Klynman et al, 2007).
Kelompok lansia terbentuk dari setiap individu yang dipengaruh oleh gaya hidup, ciri
khas keluarga, sumber daya sosial dan ekonomi, budaya dan adaptasi, lingkungan,
struktur gen, dan sebagainya. Peningkatan usia akan menurunkan homeostasis,
penurunan fungsi berbagai organ tubuh, daya kesiapan dan daya adaptasi menurun,
melemah dan sering sakit karena banyak stresor akan bermunculan pada saat
bencana.Efek dari bencana akan berbeda tergantung pada level penurunan fungsi
tubuh, homeosatits, adaptasi dan sebagainya. Lansia selama hidupnya telah memiliki
beberapa pengalaman kehilangan. Bencana pun akan menambah pengalaman
kehilangan.Respon dari lansia ada beberapa hal yang sama dengan anak, yakni
menjadi emosional, mengasingkan diri, bertindak seakan-akan kembali ke masa
kanak-kanak. Respon pada saat kejadian pun beraneka ragam seperti kegelisahan dan
ketakutan baik yang disadari maupun tidak disadari. Lansia juga mengalami
kesendirian dalam menjalani kehidupan sehari-hari karena sudah kehilangan pasangan
atau berpisah dari anak/cucu yang sudah menikah dan memiliki kehidupan rumah
tangga sendiri. Dilihat dari kartu keluarga yang ada di Jepang, jumlah lansia yang
menjadi kepala keluarga sekitar 20% dari seluruh kepala keluarga.Struktur seperti ini
mempersulit perolehan keamanan dan bantuan (support) dari orang-orang yang dekat.
Jika melihat sisi ekonomi, penyokong nafkah lansia adalah lansia itu sendiri, dan
banyak yang hidup dari uang pensiunan. Kehilangan rumah dan harta akan
mengakibatkan kehilangan harapan untuk membangkitkan kehidupan dan harapan
15
Saat bencana
a. Mengintegrasikan pertimbangan pediatric dalam system triase standar
yang digunakan saat bencana.
b. Lakukan pertolongan kegawat daruratan kepada bayi dan anak sesuai
dengan tingkat kegawatan dan kebutuhannya dengan mempertimbangkan
aspek tumbuh kembangnya, misalnya menggunakan alat dan bahan
khusus untuk anak dan tidak disamakan dengan orang dewasa.
c. Selama proses evakuasi, transportasi, sheltering dan dalam pemberian
pelayanan fasilitas kesehatan, hindari memisahkan anak dari oang tuanya,
keluarga atau wali mereka.
Pasca Bencana
a. Usahakan kegiatan rutin sehari-hari dapat dilakukan sesegera mungkin
contohnya waktu makan dan personal hygiene teratur, tidur, bermain dan
sekolah
b. Monitor status nutrisi anak dengan pengukuran antropometri
c. Dukung dan berikan semangat kepada orang tua
19
emosional
e. Minta bantuan dari ahli kesehatan anak yang mungkin ada dilokasi
evakuasi sebagai voluntir untuk mencegah, mengidentifikasi, mengurangi
resiko kejadian depresi pada anak pasca bencana
f. Identifikasi anak yang kehilangan orang tua dan sediakan penjaga yang
terpercaya serta lingkungan yang aman untuk mereka.
2.3.2. Tindakan yang sesuai untuk kelompok beresiko pada Ibu Hamil,Menyusui
dan Bayi
Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada berbagai macam kondisi kita
harus cepat dan bertindak tepat di tempat bencana, petugas harus ingat bahwa dalam
merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong janinnya sehingga
meningkatkan kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat melindungi dua kehidupan,
ibu hamil dan janinnya.
Perubahan fisiologis pada ibu hamil, seperti peningkatan sirkulasi darah,
peningkatan kebutuhan oksigen dan lain-lain sehingga lebih rentan saat bencana dan
setelah bencana
( Farida, Ida. 2013 ).
Menurut Ida Farida ( 2013 ) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan
ibu hamil :
a. Meningkatkan kebutuhan oksigen
Penyebab kematian janin adalah kematian ibu. Tubuh ibu hamil yang
mengalami keadaan bahaya secara fisik berfungsi untuk membantu
menyelamatkan nyawanya sendiri daripada nyawa si janin dengan
mengurangi volume perdarahan pada uterus.
b. Persiapan melahirkan yang aman
Dalam situasi bencana, petugas harus mendapatkan informasi yang jelas
dan terpercaya dalam menentukan tempat melahirkan adalah
keamanannya. Hal yang perlu dipersiapkan adalah air bersih dan steril dan
obat-obatan, yang perlu diperhatikan adalah evakuasi ibu ke tempat
perawatan selanjutnya yang lebih memadai.
Pra Bencana
a. Melibatkan perempuan dalam penyusunan perencanaan penanganan
20
bencana
Page
Saat Bencana
Ibu hamil dan melahirkan perlu diprioritaskan dalam penanggulangan bencana
alasannya karena ada dua kehidupan dan adanya perubahan fisiologis. Perawat harus
ingat bahwa dalam merawat ibu hamil adalah sama halnya dengan menolong
janinnya. Sehingga, meningkatkan kondisi fisik dan mental wanita hamil dapat
melindungi dua kehidupan.
1. Pengkajian
Pengkajian kesehatan yang harus dilakukan pada ibu hamil dan bayi atau janin
saat terjadi bencana, meliputi:
a. Ibu Hamil
Ibu hamil harus dikajiberat badan, pembengkakan kaki, dan darah. Berat
badan diukur dengan timbangan badan. Hasil pengukuran saat ini
dibandingkan dengan pengukuran sebelumnya untuk mengkaji peningkatan
berat badan yang dihubungkan dengan ada atau tidak adanya oedema. Kalau
tidak ada timbangan, mengamati oedema harus selalu dicek dengan menekan
daerah tibia. Ibu hamil yang mengalami oedema juga sulit menggenggam
tangannya, atau menapakkan kakinya ke dalam sepatu karena adanya oedema
di tangan, lutut dan telapak kaki harus diperiksa.
Selain itu, sindrom hipertensi karena kehamilan juga harus dikaji dengan
persepsi perabaan oleh petugas penyelamatan dengan melihat gejala-gejala
yang dirasakan oleh ibu hamil yaitu seperti sakit kepala dan nadi meningkat,
apabila tensimeter tidak tersedia. Anemia dapat dikaji dengan melihat warna
pembuluh darah kapiler ibu hamil. Pada kasus warna konjungtiva atau kuku
pucat, dapat diperkirakan merupakan tanda anemia.
21
Pengkajian pada ibu hamil harus juga mengkaji janin dalam kandungannya.
Page
b. Bayi
Suhu tubuh pada bayi baru lahir belum stabil. Suhu tubuh bayi perlu dikaji
karena
permukaan tubuh bayi lebih besar dari pada tubuh orang dewasa sehingga
suhu tubuhnya mudah turun.Pakaian bayi juga harus tertutup dan hangat agar
mengurangi perpindahan suhu yang ekstrim. Kebutuhan cairan juga perlu
dikaji dengan seksama karena bisa saja bayi terpisah dari ibunya sehingga
menyusui ASI terputus. Bayi yang kehilangan atau terpisah dari ibunya
22
karena ibu sakit atau meninggal bisa dicarikan donor ASI dengan syarat
Page
keluarga menyetujui pemberian ASI donor, identitas donor ASI maupun bayi
penerima tercatat, ibu susu dinyatakan sehat oleh tenaga kesehatan serta ASI
donor tidak diperjualbelikan.
Masalah kesehatan yang bisa terjadi pada ibu hamil, janin dan bayi,
serta
penanganannya.
a. Tekanan darah rendah
Wanita hamil dapat mengalami tekanan darah rendah karena tidur dengan
posisi
supinasi dalam waktu lama. Keadaan ini disebut Sindrom Hipotensi
Supinasi,karena vena cava inferior tertekan oleh uterus dan volume darah
yang kembali ke jantung menjadi menurun sehingga denyut jantung janin
menjadi menurun. Dalam hal ini, tekanan darah rendah dapat diperbaiki
dengan mengubah posisi tubuh ibu menghadap ke sebelah kiri sehingga vena
cava superior dapat bebas dari tekanan uterus. Ketika wanita hamil
dipindahkan ke tempat lain, maka posisi tubuhnya juga menghadap ke sebelah
kiri.
b.Janin kurang Oksigen
Penyebab kematian janin adalah kematian ibu. Tubuh ibu hamil yang
mengalami keadaan bahaya secara fisik berfungsi untuk membantu
menyelamatkan nyawanya sendiri daripada nyawa janin dengan mengurangi
volume perdarahan pada uterus. Untuk pemberian Oksigen secukupnya
kepada janin harus memperhatikan bahwa pemberian Oksigen ini tidak hanya
cukup untuk tubuh ibu tetapi juga cukup untuk janin.
c.Hipotermi
Suhu tubuh pada bayi baru lahir belum stabil,karena permukaan tubuh bayi
lebih besar dari pada tubuh orang dewasa sehingga suhu tubuhnya mudah
turun.Cairan amniondan darahharus segera dilap supaya bayi tetap hangat.
Perhatikan suhu lingkungan dan pemakaian baju dan selimut bayi. Harus
sering mengganti pakaian bayi karena bayi cepat berkeringat. Persediaan air
yang cukup karena bayi mudah mengalami dehidrasi, perlu diberikan ASI
sedini mungkin dan selama bayi mau
d.Menyusui tidak efektif
23
Ibu yang menyusui anaknya harus diberikan dukungan dan bantuan praktis
Page
Saat Bencana
Menurut Ida Farida ( 2013 ) keperawatan lansia pada saat bencana adalah :
1. Tempat aman
Yang diprioritaskan pada saat terjadi bencana adalah memindahkan orang
lansia ke tempat yang aman. Orang lansia sulit mendapatkan informasi krena
penurunan daya pendengaran penurunan komunikasi dengan luar.
2. Rasa Setia
Selain itu, karena mereka memiliki rasa setia yang dalam pada tanah dan
rumah sendiri, maka tindakan untuk mengungsi pun berkecenderungan
terlambat dibandingkan dengan generasi yang lain.
3. Penyelamatan darurat
( Triage, Treatment, and Transportation )dengan cepat. Fungsi indera
orang lansia yang mengalami perubahan fisik berdasarkan proses menua,
maka skala rangsangan luar untuk memunculkan respon pun mengalami
peningkatan sensitivitas sehingga mudah terkena mati rasa.
Pasca Bencana
Menurut Ida Farida ( 2013 ) keperawatan bencana pada lansia setelah bencana
adalah :
5. Mental Care
Menurut Ida Farida ( 2013 ) dampak bencana pada penyakit kronis akan memberi
pengaruh besar pada kehidupan dan lingkungan bagi orang-orang dengan panyakit
kronis. Terutama dalam situasi yang terpaksa hidup di tempat pengungsian dalam
waktu yang lama atau terpaksa memulai kehidupan yang jauh berbeda dengan pra-
bencana, sangat sulit mengatur dan memanajemen penyakit seperti sebelum bencana.
Walaupun sudah berhasil selamat dari bencana dan tidak terluka sekalipun
manajemen penyakit kronis mengalami kesulitan, sehingga kemungkinan besar
penyakit tersebut kambuh dan kemungkinan menjadi lebih parah lagi ketika hidup
ditempat pengungsian atau ketika memulai kehidupan sehari-hari lagi.
27
disebabkan oleh perubahan gaya hidup sehari-hari. Bagi orang yang memiliki resiko
penyakit kronis perubahan kehidupan yang disebabkanoleh bencana akan menjadi
pemicu meningkatnya penyakit kronis seperti penyakit diabetes mellitus dan panyakit
pernapasan.
Pra Bencana
a.Identifikasi kelompok rentan dari kelompok individu yang cacat dan penyakit
kronis.
Menurut Ida Farida ( 2013) keperawatan pada fase persiapan sebelum bencana bagi
korban cacat dan penyakit kronis :
Saat Bencana
a.Sediakan alat-alat emergency dan evakuasi yang khusus untuk orang-orang cacat
dan penyakit kronis ( HIV / AIDS dan penyakit infeksi lainnya ), alat bantu berjalan
untuk korban dengan kecacatan, alat-alat BHD sekali pakai, dll.
Menurut Ida Farida ( 2013 ) keperawatan bencana pada penyandang cacat yakni :
Page
a. Bantuan evakuasi
Saat terjadi bencana, penyandang cacat membutuhkan waktu yang lama untuk
mengevakuasi diri sehingga supaya tidak terlambat dalam mengambil
keputusan untuk melakukan evakuasi, maka informasi persiapan evakuasi dan
lain-lain perlu diberitahukan kepada penyandang cacat dan penolong
evakuasi.
b. Informasi
Dalam penyampaian informasi digunakan berbagai macam-mcam alat
disesuaikan dengan ciri-ciri penyandang cacat, misalnya internet ( email, sms,
dll ) dan siaran televisi untuk tuna rungu, handphone yang dapat membaca
pesan masuk untuk tuna daksa dan sebagainya.
1. Tuna daksa adalah kebanyakan orang yang jalannya tidak stabil dan mudah
jatuh, serta orang yang memiliki keterbatasan dalam perpindahan atau
pemakai kursi roda yang tidak dapat melangkah sendirian ketika berada
ditempat yang jalannya tidak rata dan memiliki tangga. Ada yang menganggap
kursi roda seperti satu bagian dari tubuh sehingga cara mendorongnya harus
mengecek keinginan si pemakai kursi roda dan keluarganya.
2. Tuna netra
Dengan mengingat bahwa tuna netra mudah merasa takut karena menyadari
suasana aneh disekitarnya,maka perlu diberitahukan tentang kondisi sekitar
rumah dan tempat aman untuk lari dan bantuan utuk pindah yang tidak
familiar. Pada waktu menolong mereka untuk pindah,peganglah siku dan
pundak, atau genggamlah secara lambut pergelangannya karena berkaitan
dengan tinggi badan mereka serta berjalanlah setengah langkah didepannya.
3. Tuna rungu
Beritahukan dengan senter ketika berkunjung kerumahnya karena tidak dapat
menerima informasi suara. Sebagai metode komunikasi, ada bahas tulis, bahas
isyarat, bahasa membaca gerakan mulut lawan bicara, dll tetapi belum tentu
semuanya dapat menggunakan bahasa isyarat.
4. Gangguan intelektual
29
Pasca bencana
Kebutuhan sarana dan prasarana yang mendesak seperti air bersih, MCK untuk
umum, jalan ke lokasi bencana, alat komunikasi dalam masyarakat dan pihak
luar, penerangan / listrik, sekolah sementara, alat angkut / transport, gudang
penyimpanan persediaan, tempat pemukiman sementara, pos kesehatan alat dan
bahan-bahan.
Untuk mengurangi dampak yang lebih berat akibat bencana tehadap kelompok-
kelompok beresiko saat bencana baik itu dampak jangka panjang maupun jangka
pendek, maka petugas kesehatan yang terlibat dalam penanganan bencana perlu
mengidentifikasikan sumber daya apa saja yang tersedia dalam lingkungan yang dapat
digunakan saat bencana terjadi, diantaranya ( Enarson, 2000; Federal Emergency
Management Agency / FEMA, 2010; Powers & Daily, 2010; Veenema, 2007 ) :
pengungsian, dll.
d. Adanya system support berupa konseling dari ahli-ahli voluntir yang khusus
menangani kelompok beresiko untuk mencegah dan mengidentifikasi dini
kondii depresi pasca bencana pada kelompok tersebut sehingga intervensi
yang sesuai dapat diberikan untuk merawat mereka.
e. Adanya agensi-agensi baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah ( NGO
) yang membantu korban bencana terutama kelompok-kelompok beresiko
seperti : agensi perlindungan anak dan perempuan, agensi pelacakan keluarga
bencana ( tracking centre), dll.
Adanya website atau homepage bencana dan publikasi penelitian yang berisi
informasi-informasi tentang bagaimana perencanaan kegawat daruratan dan
bencana pada kelompok-kelompok dengan kebutuhan khusus dan beresiko.
3.1.Kesimpulan
Kelompok rentan adalah semua orang yang menghadapi hambatan atau
keterbatasan dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan
berlaku umum bagi suatu masyarakat yang berperadaban. Jadi kelompok rentan dapat
didefenisikan sebagai kelompok yang harus mendapatkan perlindungan dari
34
pemerintah karena kondisi social yang sedang mereka hadapi. Kelompok masyarakat
Page
rentan adalah orang lanjut usia, anak-anak, perempuan, dan penyandang cacat. Untuk
mengurangi dampak bencana pada individu dari kelompok-kelompok rentan diatas,
petugas-petugas yang terlibat dalam perencanaan dan penanganan bencana perlu
mempersiapkan peralatan-peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan kelompok-
kelompok rentan tersebut, contohnya ventilasator untuk anak, alat bantu untuk
individu yang cacat, alay=t-alat bantuan untuk persalinan,dll, melakukan pemetaan
kelompok-kelompok rentan, merencanakn intervensi-intervensi untuk mengatasi
hambatan informasi dan komunikasi, menyediakan transportasi dan rumah
penampungan yang dapat diakses, menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.
3.2.Saran
Dalam penulisan makalah ini,penulis menyarankan kepada para pembaca agar
memahami secara mendalam materi yang telah dipaparkan dalam makalah ini,karena
dalam kehidupan sehari-hari hal tersebut sangat bermanfaat untuk meningkatkan taraf
hidup kelompok rentan.
Daftar Pustaka
36
Page