AUTIS Kel 13
AUTIS Kel 13
Fasilitator:
Lilis Maghfuroh, S.Kep., Ns., M.Kes
Di susun oleh:
Kelompok 13
1.Devi Yuniarti (1702012333)
2.Evida Wakhid (1702012338)
3.M. Syamsul Hadi (1702012353)
5A KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas keperawatan anak II
dengan judul “asuhan keperawatan pada anak dengan Autisme ”
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai media, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.Untuk itu
kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu saya dalam pembuatan makalah ini dan dapat selesai tepat pada waktuya.
Penyusun,
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Pengertian anak autis
2. Etiologi (penyebab) autis
3. Tanda dan gejala autis
4. Patofisiologis autis
5. Pathway autis
6. Pemeriksaan penunjang autis
7. Penatalaksanaan autis
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk melatih dan
menambah pengetahuan tentang anak autis. Dan diharapkan agar mahasiswa/mahasiswi
dapat membuat asuhan keperawatan anak autis. Disamping itu juga sebagai syarat dari
tugas mata kuliah keperawatan anak.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
‘aut’yang berarti ‘diri sendiri’ dan ‘ism’ yang secara tidak langsung menyatakan
‘orientasi atau arah atau keadaan (state). Pengertian ini menunjuk pada bagaimana
anak-anak autis gagal bertindak dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan
beberapa penonjolan perilaku mereka.Ini, tidak membantu orang lain untuk
memahami seperti apa dunia mereka. Sudah sejak tahun 1938, sebenarnya dr. Leo
Keanner (seorang dokter spesialispenyakit jiwa)melaporkan bahwa dia telah
mendiagnosa dan mengobati pasien dengan sindroma autisme yang dia sebut infantile
autisme. Untuk menghormatinya autisme juga disebut dengan sindroma keanner.
Dengan gejala tidak mampu bersosialisasi, megalami kesulitan menggunakan bahasa,
berperilaku berulang-ulang, serta bereaksi tidak biasa terhadap rangsangan sekitar.
2.2 Etiologi
Faktor penyebab atuisme masih terus dicari dan masih dalam penelitian parah
ahli. Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa faktor genetika (keturunan
memegang peranan penting dalam proses terjadinya autisme.
A. Faktor Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor
genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme adalah
tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-30%). Disebut fragile-X
karena secara sitogenetik penyakit ini ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) X
4. Sindrome fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X
terangkai) yaitu melalui kromosome X. Pola penurunannya tidak umum, yaitu
tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked lainnya, karena tidak bisa
digolingkan sebagai dominan atau resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi
penderita maupun pembawa sifat (carrier). (Dr. Sultana MH Faradz, Ph.D, 2003)
B. Ganguan pada Sistem Syaraf
Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan
pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah
pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di
otak kecil pada autisme. Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan
kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan.
Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggu fungsi bagian lain
dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan
perilaku.
C. Ketidakseimbangan Kimiawi
Beberapa peneliti menemukan sejumlah kecil dari gejala autistik
berhubungan dengan makanan atau kekurangan kimiawi di badan. Alergi terhadap
makanan tertentu, seperti bahan-bahan yang mengandung susu, tepung gandum,
daging, gula, bahan pengawet, penyedap rasa, bahan pewarna, dan ragi. Untuk
memastikan pernyataan tersebut, dalam tahun 2000 sampai 2001 telah dilakukan
pemeriksaan terhadap 120 orang anak yang memenuhi kriteria gangguan autisme
menurut DSM IV. Rentang umur antara 1 – 10.tahun, dari 120 orang itu 97 adalah
anak laki-laki dan 23 orang adalah anak perempuan. Dari hasil pemeriksaan
diperoleh bahwa anak anak ini mengalami gangguan metabolisme yang kompleks,
dan setelah dilakukan pemeriksaan untuk alergi, ternyata dari 120 orang anak
yang diperiksa: 100 anak (83,33%) menderita alergi susu sapi, gluten dan
makanan lain, 18 anak (15%) alergi terhadap susu dan makanan lain, 2 orang anak
(1,66 %) alergi terhadap gluten dan makanan lain. (Dr. Melly Budiman, SpKJ,
2003). Penelitian lain menghubungkan autism dengan ketidakseimbangan
hormonal, peningkatan kadar dari bahan kimiawi tertentu di otak, seperti opioid,
yang menurunkan persepsi nyeri dan motivasi.
D. Kemungkinan Lain
Autisme juga diduga dapat disebabkan oleh virus, seperti rubella, toxo,
herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan makanan pada masa
kehamilan yang dapat menghambat pertuimbuhan sel otak yang menyebabkan
fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman
komunikasi dan interaksi (Depdiknas, 2002). Kemungkinan yang lain adalah
faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu
untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara sejak
kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.
Anak autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2
tahun setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastic, Kriteria DSM-IV
(Diagnostik dan Stastistikal Manual) autisme ,Harus ada sedikitnya 6 gejala dari 1,2
dan 3
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal 2 gejala :
1) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, kontak mata
kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju.
2) Tak bisa main dengan teman sebaya.
3) Tak dapat merasaka apa yang dirasa orang lain.
4) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
b. Gangguan kualitatif dalam komunikasi
1) Bicara terlambat / bahkan sama sekali tak berkembang (dan tidak ada usaha
untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
2) Bila bisa bicara tak dipakai untuk komunikasi.
3) Cara main kurang variatif, kurang imajinatif, kurang bisa meniru.
4) Menggunakan bahasa aneh dan diulang.
c. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang dari perilaku, minat dan kegiatan
1) Pertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang khas dan berlebih.
2) Terpaku suatu kegiatan ritualistik/ rutinitas tidak berguna, menolak suatu
perubahan.
3) Gerakan aneh yang khas dan diulang.
4) Sering terpukau pada bagian benda.
d. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan / gangguan dalam bidang :
1) Interaksi social
2) Bicara dan berbahasa
3) Cara bermain yang kurang variatif
e. Bukan disebabkan oleh Reff’s Syndrom.
2.4 Patofisiologi
Diperkirakan bahwa genetik merupakan penyebab utama dari autisme. Tapi
selain itu juga faktor lingkungan misal terinfeksi oleh bahan beracunyang akan
merusak struktur tubuh. Selain itu bahan-bahan kimia juga dapat menyebabkan
autisme.karena kita ketahui bahwa bila bahan tersebut masuk dalam tubuh akan
merusak pencernaan dan radang dinding usus karena alergi. Bahan racun masuk
melalui pembuluh darah yang bila tidak segera diatasi bisa menuju ke otak kemudian
bereaksi dengan endhorphin yang akan mengakibatkan perubahan perilaku. Anak
dengan autisme mengalami gangguan pada otaknya yang terjadi karena infeksi yang
disebabkan oleh jamur, logam berat, zat aditif, alergi berat,obat-obatan, kasein dan
gluten. Infeksi tersebut terjadi pada saat bayi dalam kandungan maupun setelah lahir.
Kelainan yang dialami anak autisme terjadi pada otak bagian lobus parietalis, otak
kecil (cerebellum) dan pada bagian sistem limbik. Kelainan ini menyebabkan anak
mengalami gangguan dalam berpikir, mengingat dan belajar berbahasa serta dalam
proses atensi. Sehingga anak dengan autisme kurang berespon terhadap berbagai
rangsang sensoris dan terjadilah kesulitan dalam menyimpan informasi baru.
2.5 Pathway
Abnormalitas neurotransmiter
a. Bagian Tahap Pertama: Saat bertemu dengan anak, apakah anak melakukan
kontak mata?
b. Bagian Tahap Kedua : Tarik perhatian anak, kemudian tunjuk ke benda yang
menarik di seberang (bagian lain dari) ruangan, kemudian katakan “Wah/eh
lihat (tuh/itu), ada .......... (sebutkan nama suatu mainan)!” Perhatikan wajah
anak, apakah anak melihat ke arah benda yang ditunjuk?
c. Bagian Tahap Ketiga : Tarik perhatian anak, kemudian berikan miniatur
gelas/cangkir dan teko mainan, dan katakan “Bisa buat teh tidaaak...?” /
“Coba buat teeeh...”. Bisa juga diganti dengan hal lainnya, misalnya gelas
dan teko/ceret, dan katakan “Bisa tuang(in) air tidaaak...?” / “Minta air
dooong...” (sambil menyodorkan gelas ke arah teko). Perhatikan apakah anak
melakukan seakan-akan menuangkan teh/air, kemudian meminumnya, dlsb?
d. Bagian Tahap Keempat : Katakan kepada anak “(Coba) Tunjuk lampu...” /
“Lampu manaaa...” / “Mana lampuuu...”. Perhatikan apakah anak menunjuk
ke arah lampu?
e. Bagian Tahap Kelima, apakah anak mampu menyusun balok mainan (ump.
Lego)? Jika ya, berapa banyak tumpukannya?
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan skrining CHAT ini,
yaitu sebagai berikut: Sebelum memberikan pertanyaan/instruksi, pastikan
terlebih dahulu bahwa anak melihat ke kita. Pada tahap kedua tersebut,
merupakan pertanyaan yang penting sebagai indikasi ada tidaknya ciri autistik.
Namun hal yang perlu diperhatikan yaitu pastikan bahwa anak memang benar-
benar melihat benda yang kita tunjuk di seberang ruangan, bukannya anak hanya
sekedar melihat ke tangan kita. Pada bagian ketiga tersebut di atas, bisa diganti
dengan permainan pura-pura (pura-pura bermain/memainkan) hal yang lainnya.
Pada bagian keempat tersebut, bisa diganti dengan misalnya “Mana beruang/
kelinci/bebek/dll?” ataupun berbagai benda lainnya yang di luar jangkauan kita
maupun anak. Anak tidak mampu melakukan kelima hal tersebut di atas, maka
itu berarti bahwa besar kemungkinannya anak tersebut mengalami/menyandang
autisme. Jika anak tidak mampu melakukan 3 dari 5 hal tersebut di atas, maka
anak tersebut mungkin autistik. Setiap anak yang gagal dalam tes ini, bisa dicoba
dilakukan tes ulang pada kunjungan berikut 1 bulan kemudian. Namun
berdasarkan fakta bahwa kunci keberhasilan penanganan autisme adalah
intervensi dini, serta semakin dini semakin baik, maka lebih bijaksanalah jika
tidak dilakukan penundaan perujukan berupa pemeriksaan ulang 1 bulan
kemudian
Anak ini sangat berbeda dari anak-anak lain seusianya dengan cara berikut:
Tidak
Agak
Iya nih
3 PENATALAKSANAAN
1. PENATALAKSANAAN MEDIS
Kimia otak yang kadarnya abnormal pada penyandang autis adalah serotonin
5-hydroxytryptamine (5-HT), yaitu neurotransmiter atau penghantar sinyal di sel-sel
saraf. Sekitar 30-50 persen penyandang autis mempunyai kadar serotonin tinggi
dalam darah. Kadar norepinefrin, dopamin, dan serotonin 5-HT pada anak normal
dalam keadaan stabil dan saling berhubungan. Akan tetapi, tidak demikian pada
penyandang autis. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan atau
perjalanan gangguan autistik, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik seperti
hiperaktivitas, penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas dan
gangguan tidur. Sejumlah observasi menyatakan, manipulasi terhadap sistem dopamin
dan serotonin dapat bermanfaat bagi pasien autis. Antipsikotik generasi baru, yaitu
antipsikotik atipikal, merupakan antagonis kuat terhadap reseptor serotonin 5-HT dan
dopamin tipe 2 (D2). Risperidone bisa digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin
D2 dan serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah laku
menyakiti diri sendiri. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas
pelbagai reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi,
gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori, gangguan
penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresi, iritabilitas emosi atau
kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
Dengan berbagai terapi itu, diharapkan penyandang autis bisa menjalani hidup
sebagaimana anak-anak lain dan tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri dan
berprestasi
2. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu
anak berbicara yang lebih baik.
b. Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
c. Terapi perilaku : anak autis seringkali merasa frustasi. Teman-temannya seringkali
tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Maka tak
heran mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari
latar belakang dari perilaku negative tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk
memperbaiki perilakunya.
d. Terapi bermain.
e. Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy).
f. Terapi melalui makan (diet therapy).
g. Auditory Integratoin Therapy.
h. Biomedical treatment/therapy.
i. Hydro Therapy.
j. Terapi musik.
BAB 3
KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian
1. Identitas Anak
Nama anak
Jenis kelamin Perempuan atau Laki-laki
Usia (Ciri-ciri autisme pada anak usia 1,5 tahun hingga 3 tahun.)
Pendidikan
Alamat
Pekerjaan
Suku bangsa
Tanggal,jam masuk RS, nomor registrasi
Diagnosis medis
2. Keluhan Utama
1. Apakah anak anda sering terlihat bosan atau tidak berminat terhadap
pembicaraan atau suatu aktivitas di sekitarnya?
2. Apakah anak anda sering mengerjakan suatu pekerjaan atau bermain dengan
suatu benda, yang dilakukannya berulang-ulang dalam waktu yang lama,
sehingga anda merasa heran mengapa anak seumurnya dapat berkonsentrasi
sangat baik?
3. Apakah anda memperhatikan bahwa anak anda dapat sangat awas terhadap
suara tertentu misalnya iklan di TV, tetapi seperti tidak mendengar suara lain
yang sama kerasnya, bahkan tidak menoleh bila dipanggil?
4. Apakah anda merasa bahwa perkembangan anak (selain perkembangan
kemampuan berbicara) agak lambat (misalnya terlambat berjalan)?
5. Apakah anak anda hanya bermain dengan satu atau dua mainan yang
disukainya saja hampir sepanjang waktunya, atau tidak berminat terhadap
mainan sama sekali?
6. Apakah anak anda sangat menyukai meraba suatu benda secara aneh,
misalnya meraba-raba berbagai tekstur seperti karpet atau sutera?
7. Apakah ada seseorang yang menyatakan kekuatiran bahwa anak anda
mungkin mengalami gangguan pendengaran?
8. Apakah anak anda senang memperhatikan dan bermain dengan jari-jarinya?
9. Apakah anak anda belum dapat atau tidak dapat menyatakan keinginannya,
baik dengan menggunakan kata-kata atau dengan menunjuk menggunakan
jarinya?
10. Apakah anak anda tampaknya tidak berminat untuk belajar bicara?
11. Apakah anak anda seperti tidak mempunyai rasa takut terhadap benda atau
binatang yang berbahaya? Bila anda mencoba menarik perhatiannya.
12. Apakah kadang-kadang anda merasa bahwa ia menghindari menatap mata
anda?
13. Apakah anak anda suka digelitik dan berlari bersama, tetapi tidak menyukai
bermain “ciluk-ba”.
14. Apakah ia pernah mengalami saat-saat ia menjadi kurang berminat terhadap
mainan?
15. Apakah ia menghindari atau tidak menyukai boneka atau mainan berbulu?
16. Apakah ia tidak suka bermain dengan boneka atau mainan berbulu?
17. Apakah ia terpesona pada sesuatu yang bergerak, misalnya membuka-buka
halaman buku, menuang pasir, memutar roda mobil-mobilan atau
memperhatikan gerakan air?
18. Apakah anda merasa bahwa kadang-kadang anak anda tidak peduli apakah
anda berada atau tidak ada di sekitarnya?
19. Apakah kadang-kadang suasana hatinya berubah tiba-tiba tanpa alasan yang
jelas?
20. Apakah ia mengalami kesulitan untuk bermain dengan mainan baru,
walaupun setelah terbiasa ia dapat bermain dengan mainan tersebut?
21. Apakah ia pernah berhenti menggunakan mimik yang sudah pernah
dikuasainya, seperti melambaikan tangan untuk menyatakan da-dah,
mencium pipi, atau menggoyangkan kepala untuk menyatakan tidak?
22. Apakah anak anda sering melambaikan tangan ke atas dan ke bawah di
samping atau di depan tubuhnya seperti melambai-lambai bila merasa
senang?
23. Apakah anak anda menangis bila anda pergi, tetapi seperti tidak peduli saat
anda datang kembali?
Penafsiran
Bila ada 3 atau lebih jawaban “Ya” untuk nomor ganjil, anak harus
diperiksa lebih lanjut untuk menentukan apakah ia mengalami autisme.
Bila ada 3 atau lebih jawaban “Ya” untuk nomor genap, anak harus
diperiksa apakah ia mengalami gangguan perkembangan selain autisme.
14.Pemeriksaan fisik
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Autis suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks, yang secara
klinis ditandai oleh gejala – gejala diantaranya kualitas yang kurang dalam
kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam
kemampuan komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas, perilaku tak wajar,
disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik). Selain itu tampak
pula adanya respon tak wajar terhadap pengalaman sensorik, yang terlihat
sebelum usia 3 tahun. Sampai saat ini penyebab pasti autis belum diketahui, tetapi
beberapa hal yang dapat memicu adanya perubahan genetika dan kromosom,
dianggap sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian autis pada anak,
perkembangan otak yang tidak normal atau tidak seperti biasanya dapat
menyebabkan terjadinya perubahan pada neurotransmitter, dan akhirnya dapat
menyebabkan adanya perubahan perilaku pada penderita.
Dalam kemampuan intelektual anak autis tidak mengalami
keterbelakangan, tetapi pada hubungan sosial dan respon anak terhadap dunia
luar, anak sangat kurang. Anak cenderung asik dengan dunianya sendiri. Dan
cenderung suka mengamati hal – hal kecil yang bagi orang lain tidak menarik,
tapi bagi anak autis menjadi sesuatu yang menarik.Terapi perilaku sangat
dibutuhkan untuk melatih anak bisa hidup dengan normal seperti anak pada
umumnya, dan melatih anak untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
4.2 Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi
mahasiswa/mahasiswi UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
dapat memahami asuhan keperawatan autisme pada anak dan khususnya bagi
orang tua yang memiliki anak autisme.
DAFTAR PUSTAKA
Jennifer Stephenson and Mark Carter (2008). The Use of Weighted Vests with Children
with Autism Spectrum Disorders and Other Disabilities. Journal of Autism
and Developmental Disorders. 10.1007/s10803-008-0605-3.
Handojo. 2003. Auits. Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer.
Hadi, Abdul. 2006.Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik. Bandung:
Alfabeta Bandung.
Yatim, Faisal. dr. 2007. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak. Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
Santrock, John. W.1995. Live – Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid
I.Jakarta: Erlangga.