Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan, dan yang paling sering
terjadi adalah abortus. Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas, dimana
masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (liewollyn,
2002). Terdapat beberapa macam abortus, yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan abortus
terapeutik. Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang kurang baik
untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan merupakan pengakhiran kehamilan
dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan
karena indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, 2002).
Angka kejadian abortus, terutama abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat
mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyaknya wanita mengalami yang kehamilan
dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang
wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-
tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000 - 750.000 janin yang mengalami
abortus spontan.
Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya
karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14
minggu villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan
sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah
pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan
kemudian plasenta (Prawirohardjo, 2002).
Menariknya pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan
masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang sebelah mata. Oleh
karena itu, pandangan yang ada di dalam masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan
yang dimiliki oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok
bahasan ini.
Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya abortus adalah
dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk
klien harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi
seiring dengan kejadian abortus.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan dan menerapkan asuhan keperawatan pada ibu dengan
kejadian Abortus sesuai dengan konsep teori asuhan keperawatan
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui dan memahami definisi abortus
b) Mengetahui dan memahami jenis – jenis abortus beserta tanda dan gejalanya.
c) Mengetahui dan memahami etiologi abortus
d) Mengetahui dan memahami manifestasi klinik dari abortus
e) Mengetahui dan memahami komplikasi dari abortus
f) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari abortus
g) Mampu menyusun dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan abortus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Abortus adalah pengeluaran atau ekstraksi janin atau embrio yang berbobot 500 gram
atau kurang, dari ibunya yang kira – kira berumur 20 sampai 22 minggu kehamilan (Moore,
2001).
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa gestasi belum
mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Liewollyn, 2002).

B. Klasifikasi Abortus :
1. Abortus spontanea
Abortus spontanea adalah abortus yang terjadi tanpa tindakan atau terjadi dengan
sendirinya. Aborsi ini sebagian besar terjadi pada gestasi bulan kedua dan ketiga. Abortus
spontan terdiri dari beberapa jenis yaitu:
a. Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa
adanya dilatasi serviks.
Gejala-gejala abortus imminens antara lalin :
1) Perdarahan pervagina pada paruh pertama kehamilan. Perdarahan biasanya terjadi
beberapa jam sampai beberapa hari. Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan
selama beberapa minggu.
2) Nyeri kram perut. Nyeri di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri dapat berupa
nyeri punggung bawah yang menetap disertai perasaan tertekan di panggul, atau
rasa tidak nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.
Untuk pemeriksaan penunjang abortus imminen digunakan Sonografi vagina,
pemeriksaan kuantitatif serial kadar gonadotropin korionik (HCG) serum, dan kadar
progesteron serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai kombinasi, untuk
memastikan apakah terdapat janin hidup intrauterus. Selain itu, juga digunakan
tekhnik pencitraan colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam
mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup.
Jika konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua jaringan yang keluar
harus diperiksa untuk menentukan apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila
janin dan plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin diperlukan kuretase.
Ultrasonografi abdomen atau probe vagina dapat membantu dalam proses
pengambilan keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat jaringan dalam
jumlah signifikan, maka dianjurkan dilakukan kuretase. Penanganan abortus
imminens meliputi :
1) Istirahat baring.
Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik.
2) Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional
sintetik peroral atau secara intramuskular. Walaupun bukti efektivitasnya tidak
diketahui secara pasti.
3) Pemeriksaan ultrasonografi
b. Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi
masih dalam uterus.
Gejala-gejala abortus insipiens adalah:
1) Rasa mules lebih sering dan kuat
2) Perdarahan lebih banyak dari abortus imminens.
3) Nyeri karena kontraksi rahim kuat yang dapat menyebabkan pembukaan.
Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan
cunam ovum, disusul dengan kerokan. Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
1) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi
vakum manual.
Jika evaluasi tidak dapat dilakukan, maka segera lakukan :
a) Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila
perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila
perlu).
b) Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
a) Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
b) Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit
untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
c) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan
c. Abortus Inkompletus
Abortus Inkompletus merupakan pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Apabila plasenta (seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau lambat akan
terjadi perdarahan yang merupakan tanda utama abortus inkompletus. Pada abortus
yang lebih lanjut, perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga
menyebabkan hipovolemia berat. Gejala-gejala yang terpenting adalah:
1) Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan, perdarahan berlangsung
terus.
2) Servux sering tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang
dianggap corpus allienum, maka uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
kontraksi. Tetapi setelah dibiarkan lama, cervix akan menutup.
Penanganan abortus inkomplit :
1) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi
dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin
0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per oral.
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16
minggu, evaluasi hasil konsepsi dengan :
a) Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih.
Evakuasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi
vakum manual tidak tersedia.
b) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400
mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
a) Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam
fisiologik atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes permenit sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi
b) Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
c) Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
d) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
d. Abortus kompletus
Pada jenis abortus ini, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita
ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan
dapat dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Klien dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya
apabila penderita anemia perlu diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau
jika anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.

2. Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)


Abortus provokatus adalah peristiwa menghentikan kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya dianggap bayi belum dapat hidup diluar
kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28 minggu, atau berat badan bayi
belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah 1000 gram dapat terus
hidup.
a. Missed abortion
Kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak
dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui,
tetapi diduga pengaruh hormone progesterone. Pemakaian Hormone progesterone
pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Gejala missed abortion adalah :
1) Tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan
atau setelah pengobatan.
2) Gejala subyektif kehamilan menghilang,
3) Mamma agak mengendor lagi,
4) Uterus tidak membesar lagi malah mengecil,
5) Tes kehamilan menjadi negatif
6) Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya amenorhoe berlangsung
terus.
Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan
besamya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed
abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena
hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan. Tindakan
pengeluaran janin, tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar
fibrinogen dalam darah sudah mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi
apabila janin yang mati lebih dari 1 bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor
mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan
merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati, dan ingin
supaya janin secepatnya dikeluarkan.
Sekarang kecenderungan untuk menyelesaikan missed abortus dengan
oxitocin dan antibiotic. Setelah kematian janin dapat dipastikan

b. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi
kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
C. Etiologi
1. Etiologi dari keadaan patologis
Abortus spontan terjadi dengan sendiri atau yang disebut dengan
keguguran.Prosentase abortus ini 20% dari semuajenis abortus. Sebab-sebab abortus
spontan yaitu :
a. Faktor Janin
Perkembangan zigot abnormal. Kondisi ini menyebabkan kelainan pertumbuhan
yang sedemikian rupa sehingga janin tidak mungkin hidup terus. Abortus spontan
yang disebabkan oleh karena kelainan dari ovum berkurang kemungkinannya kalau
kehamilan sudah lebih dari satu bulan, artinya makin muda kehamilan saat terjadinya
abortus makin besar kemungkinan disebabkan oleh kelainan ovum. Beberapa sebab
abortus adalah :
1) Kelainan kromosom
Pada umumnya kelainan kromosom yang terbanyak mempengaruhi
terjadinya aborsi adalah Trisomi dan Monosomi X. Trisomi autosom terjadi pada
abortus trisemester pertama yang disebabkan oleh nondisjuntion atau inversi
kromosom. Sedangkan pada monosomi X (45, X) merupakan kelainan
kromosom tersering dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup (sindrom
Turner).
2) Mutasi atau faktor poligenik
Dari kelainan janin ini dapat dibedakan dua jenis aborsi, yaitu aborsi
aneuploid dan aborsi euploid. Aborsi aneuploid terjadi karena adanya kelainan
kromosom baik kelainan struktural kromosom atau pun komposisi kromosom.
Sedangkan pada abortus euploid, pada umumnyanya tidak diketahuai
penyebabnya. Namun faktor pendukung aborsi mungkin disebabkan oleh :
kelainan genetik, faktor ibu, dan beberapa faktor ayah serta kondisi lingkungan.
(Williams,2006)
b. Faktort ibu
Berbagai penyakit ibu dapat menimbulkan abortus misalnya :
1. Infeksi yang terdiri dari :
a) Infeksi akut:
 Virus, misalnya cacar, rubella, dan hepatitis.
 Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
 Parasit, misalnya malaria.
b) 2 Infeksi kronis
 Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
 Tuberkulosis paru aktif.
2. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
3. Penyakit kronis, misalnya :
a) hipertensi  jarang menyebabkan abortus di bawah 80 minggu,
b) nephritis
c) diabetes  angka abortus dan malformasi congenital meningkat pada wanita
dengan diabetes. Resiko ini berkaitan dengan derajat control metabolic pada
trisemester pertama.
d) anemia berat
e) penyakit jantung
f) toxemia gravidarum yang berat dapat menyebabkan gangguan sirkulasi
pada plasenta
4. Trauma, misalnya laparatomi atau kecelakaan dapat menimbulkan abortus
5. Kelainan alat kandungan hipolansia, tumor uterus, serviks yang pendek, retro
flexio utero incarcereta, kelainan endometriala, selama ini dapat menimbulkan
abortus.
6. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga menyebabkan
hiperemia dan abortus.
7. Uterus terlalu cepat meregang (kehamilan ganda,mola)

c. Pemakainan obat dan faktor lingkungan


1. Tembakau
merokok dapat meningkatkan resiko abortus euploid. Wanita yang merokok lebih
dari 14 batang per hari memiliki resiko 2 kali lipat dobandingkan wanita yang
tidak merokok.
2. Alkohol
abortus spontan dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8
minggu pertama kehamilan.
3. Kafein
konsumsi kopi dalam jumlah lebih daari empat cangkir per hari tampak sedikit
meningkatkan abortus spontan
4. Radiasi
5. Kontrasepsi
alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden abortus septik
setelah kegagalan kontasepsi.
6. Toxin lingkungan
pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang menunjukkan bahan
tertentu di lingkungan sebagai penyebab. Namun terdapat buktibahwa arsen,
timbal, formaldehida, benzena dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus
(barlow, 1982)

d. Faktor Imunologis
1. Autoimun
2. Alloimun

e. Faktor ayah
Translokasi kromosom pada sperma dapat mnyebabkan abortus.(william,2006)

2. Etiologi non-patologis misalnya : aborsi karena permintaan wanita yang bersangkutan


D. Patofisiologi
Patofisiologi abortus dimulai dari perdarahan pada desidua yang menyebabkan necrose
dari jaringan sekitarnya. Selanjutnya sebagian / seluruh janin akan terlepas dari dinding
rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim, sehingga merangsang kontraksi
rahim untuk terjadi eksplusi seringkali fatus tak tampak dan ini disebut “Bligrted Ovum”.
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara
dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14
minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan
menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan
terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong
amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin
masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
E. Pathway

Fisiologi organ terganggu Abortus (mati janin <16-28


penyakit Ibu/Bapak mnggu/BB <400-1000 gram)
Panggul sempit

Abortus spontan Abortus Provokatus

Intoleransi aktivitas

 Ab. Imminens  Ab. Medisinalis


 Ab. Insipiens  Ab. Kriminalis Gangguan rasa nyaman
 Ab. Inkompletus
 Ab. Komplitus
 Missed abortus Nyeri Abdomen

Curetase Kurang pengetahuan Ansietas


F. Manifestasi Klinik
1. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan
normal atau meningkat.
2. Perdarahan pervagina, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
Rasa mulas atau kram perut di daerah atas simpisis, sering disertai nyeri pinggang
akibat kontraksi uterus.
3. Pemeriksaan ginekologi :
 Inspeksi vulva : perdarahan pervagina, ada/tidak jaringan hasil konsepsi,
tercium/tidak bau busuk dari vulva
 Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup,
ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak jaringan berbau busuk dari ostium.
 Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak
nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi tidak
menonjol atau tidak nyeri.

G. Komplikasi
1. Perdarahan (haemorrogrie)
2. Perforasi
3. Infeksi dan tetanus
4. Payah ginjal akut
5. Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang banyak) dan syok
septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis)
6. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan
pembekuan darah

H. Pemeriksaan penunjang
1. Tes Kehamilan
Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

I. Penatalaksanaan Abortus
Teknik aborsi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Teknik bedah
a. Kuretose / dilatasi
Kurotase ( kerokan ) adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase
(sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus melakukan
pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks. Mengan isi
uterus dengan mengerok isinya disebut kuretase tajam sedangang mengosongkan
uterus dengan vakum disebut kuretase isap .
b. Aspirasi haid
Aspirasi rongga endometrium menggunakan sebuah kanula karman 5 atau 6 mm
fleksibel dan tabung suntik, dalam 1 sampai 3 minggu setelah keterlambatan haid
disebut juga induksi haid, haid instan dan mini abortus.
c. Laporotomi
Pada beberapa kasus, histerotomi atau histerektomi abdomen untuk abortus lebih
disukai daripada kuretase atau induksi medis. Apabila ada penyakit yang cukup
significanpada uterus, histerektomi mungkin merupakan terpa ideal.
2. Teknik medis
a. Oksitosin
b. Prostaglandin
c. Urea hiperosomik
d. Larutan hiperostomik intraamnion.

Anda mungkin juga menyukai