Oleh
Kelompok 5
Nama-nama Kelompok
1. Eta Firaria
2. Meti F.A.Ratu
3. Yohana K.Jenat
4. Yolla K.Bilistolen
5. Yultiana Lampur
6. Yuniati Yohanis
7. Yusta A.M.Liu
8. Yustina S.Soka
9. Yulius Iba
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kami kesehatan dan kekuatan kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan
pada pasien Tn. K.L dengan diagnosa Diabetes Melitus Tipe II. Laporan ini kami
susun sebagai pertanggung jawaban atas semua praktek yang kami laksanakan
mulai tanggal 20 -25 Januari 2020, pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing kami
selama praktek magang dan menyusun laporan ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 5
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 6
a) Tujuan umum ..................................................................................... 6
b) Tujuan khusus .................................................................................... 6
1.3 Proses pembutan makalah .............................................................................. 7
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 8
2.1 Aspek Medis .................................................................................................. 8
2.2 Asuhan Keperawatan ..................................................................................... 9
BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................ 10
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 50
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 50
5.2 Saran ............................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi
masalah utama dalam kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. DM
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes melitus tipe
2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi
sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin
(American Diabetes Association, 2012).
Menurut World Health Organization/ WHO (2012) bahwa jumlah klien
dengan DM di dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian
akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Pada tahun 2020 nanti
diperkirakan akan ada sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20
tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta
klien yang menderita DM. Hasil penelitian yang dilakukan pada seluruh
provinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk
toleransi glukosa tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM
adalah sebesar 5,7%.
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan berupa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi klien diabetes melitus pada tahun
2007 yaitu 1,1% meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,4%. Sementara itu
prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013
sebesar 2,1% prevalensi yang tertinggi adalah pada daerah Sulawesi Tengah
(3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Data Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 prevalensi DM adalah 0,6%.
Data Riskesdas tersebut menyebutkan bahwa prevalensi klien DM cenderung
meningkat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dimana terjadi
peningkatan prevalensi penyakit DM sesuai dengan pertambahan umur namun
pada umur ≥ 65 tahun prevalensi DM cenderung menurun. Prevalensi DM
cenderung lebih tinggi bagi klien yang tinggal di perkotaan dibandingkan
dengan di pedesaan. Ditinjau dari segi pendidikan menurut Riskesdas bahwa
prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat
pendidikan tinggi (Balitbang Depkes RI, 2013).
Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak
negatif terhadap fisik maupun psikologis klien, gangguan fisik yang terjadi
seperti poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk.
Disamping itu klien juga dapat mengalami penglihatan kabur, kelemahan dan
sakit kepala. Dampak psikologis yang terjadi pada klien dengan DM seperti
kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi,
kesepian, tidak berdaya (Potter & Perry 2010), ditambah lagi klien dapat
menjadi pasif, tergantung, merasa tidak nyaman, bingung dan merasa
menderita (Purwaningsih & Karlina, 2012).
Salah satu dampak psikologis yang dialami pada klien dengan DM adalah
stres. Stres merupakan perasaan yang diciptakan ketika seseorang bereaksi
terhadap peristiwa tertentu. Reaksi tersebut merupakan cara tubuh
meningkatnya untuk suatu tantangan dan bersiap-siap untuk memenuhi situasi
yang sulit dengan berfokus, kekuatannya, stamina, dan kewaspadaan yang
meningkat. Peristiwa yang memicu stres disebut stresor, dan mereka
mencakup berbagai macam situasi fisik, seperti cedera atau sakit. Tubuh
bersiap untuk mengambil tindakan dalam menanggapi stres. Persiapan ini
disebut respon fight or flight. Diabetes itu sendiri juga merupakan penyebab
stres (Eom et al, 2011).
Stres pada klien DM dibandingkan dengan populasi umum, memiliki
tingkat stres yang lebih tinggi, dan sebagaimana tingkat stres meningkat,
kontrol glikemik semakin memburuk dapat berakibat gangguan pada
pengontrolan kadar gula darah (Eom et al, 2011). Pada keadaan stres akan
terjadi peningkatan hormon-hormon stres epinefrin dan kortisol. Hormon
epinefrin dan kortisol keduanya meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak
dalam darah sehingga meningkatkan kadar gula darah (Sherwood, 2001).
1.2 Tujuan
a) Tujuan Umum
Mampu memahami penyakit Diabetes Melitus tipe II dan dapat
melakukan Asuhan Keperawatan yang komprehensif
b) Tujuan Khusus
1. Dapat memahami pengertian penyakit DM tipe II
2. Dapat memahami penyebab penyakit DM tipe II
3. Dapat memahami patofisiologi penyakit DM tipe II
4. Dapat memahami tanda dan gejala penyakit DM tipe II
5. Dapat memahami pemeriksaan penunjang penyakit DM tipe II
6. Dapat memahami penatalaksanaan penyakit DM tipe II
7. Dapat memahami komplikasi penyakit DM tipe II
8. Dapat memahami pengkajian penyakit DM tipe II
9. Dapat memahami diagnosa penyakit DM tipe II
10. Dapat memahami intervensi penyakit DM tipe II
11. Dapat memahami implementasi penyakit DM tipe II
12. Dapat memahami evaluasi penyakit DM tipe II
1.4 Manfaat
1.4.1. Teoritis
a) Institusi pendidikan
1.4.2. Praktis
a) Tempat Praktek
Kegemukan Usia
Revisten insulin Gaya hidup
Intoleransi aktivitas
D. Tanda dan gejala DM tipe II
pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat
berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes
toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut
mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya
mereka tidak mengalami ketoasidosis karena ini tidak defisiensi insulin
secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi
dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia
berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap
obat-obat hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk
menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan
kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada
pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi
tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah
normal. Penderita juga reisten terhadap insulin eksogen (Sylvia &
Lorraine, 2014).
E. Pemeriksaan penunjang DM tipe II
Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang diabetes mellitus
adalah:
1) Gula darah meningkat > 200 ml/dl
2) Aseton plasma (aseton) positif secara mencolok.
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi biasanya < 330
mOsm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi),
leukositosis dan hemokonsentrasi menunjukkan respon
terhadap stres atau infeksi.
7) Ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/ normal
lochidrasi/penurunan fungsi ginjal
8) Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I),
normal sampai meningkat (Tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan
akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK dan
infeksi luka.
F. Penatalaksanaan DM tipe II
a) Pendidikan/edukasi
Peran perawat sebagai educator dimana pembelajaran
merupakan health education yang berhubungan dengan semua
tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Perawat harus mampu
memberikan edukasi kesehatan dalam pencegahan penyakit,
pemulihan, penyusunan program health education serta
memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan. Agar perawat
dapat bertindak sesuai perannya sebaga educator pada pasien dan
keluarga, maka perawat harus memiliki pemahaman terhadap
prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran (Bastable, 2014).
Tujuan edukasi kesehatan adalah membantu individu
mencapai tingkat kesehatan yang optimal melalui tindakannya
sendiri. Metode dalam pelaksanaan edukasi juga ikut berperan
penting. Metode edukasi yang digunakan harus disesuaikan
dengan tujuan dan sasaran pembelajaran. Metode edukasi dibagi
menjadi 3 yaitu metode edukasi untuk individual, metode edukasi
untuk kelompok, dan metode edukasi untuk massa. Selain
menggunakan metode yang tepat, sebagai intervensi yang
terstruktur, maka edukasi membutuhkan persiapan media dalam
pelaksanaannya sehingga dapat meningkatkan efektifitas edukasi.
Secara umum orang mempergunakan tiga metode dalam belajar
yaitu visuali, auditory, kinesthetic (Widiastuti, 2012).
b) Terapi gizi medis
Pengelolaan diet pada penderita diabetes mellitus sangat
penting. Tujuan dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu
penderita memperbaiki gizi dan untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang lebih baik yaitu ditunjukkan pada pengendalian
glukosa, lipid dan tekanan darah. Penatalaksanaan diet bagi
penderita diabetes tipe 2 ini merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes mellitus secara total (Waspadji, 2010).
Standar dan prinsip diet diabetes mellitus tipe 2 menurut
Waspadji (2010), standar diet diabetes melitus diberikan pada
penderita diabetes mellitus atau pasien sehat yang bukan penderita
diabetes mellitus sesuai kebutuhannya. Penatalaksanaan diet ini
meliputi 3 hal utama yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh
penderita diabetes mellitus, yaitu jumlah makanan, jenis makanan,
dan jadwal makanan (Perkeni, 2011). Penatalaksanaan diet pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 berfokus pada pembatasan
jumlah energi, karbohidrat, lemak jenuh dan natrium (ADA,
2011).
1. Jenis makanan
Makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang
mengandung banyak karbohidrat sederhana, makanan yang
mengandung banyak kolesterol, lemak trans, dan lemak
jenuh serta tinggi natrium. Makanan yang mengandung
karbohidrat mudah diserap seperti sirup, gula, dan sari buah
harus dihindari. Sayuran dengan kandungan karbohidrat
tinggi seperti buncis, kacang panjang, wortel, daun
singkong dan bayam harus dibatasi tidak boleh dalam
jumlah banyak. Buah-buahan berkalori tinggi seperti nanas,
anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat, dan sawo
sebaiknya dibatasi. Sayuran yang bebas dikonsumsi adalah
sayuran dengan kandungan kalori rendah seperti oyong,
ketimun, labu air, labu siam, lobak, selada air, jamur
kuping, dan tomat (ADA, 2010).
Makanan yang diperbolehkan adalah sumber
karbohidrat kompleks, makanan tinggi serat larut air, dan
makanan yang diolah dengan sedikit minyak. Penggunaan
gula murni diperbolehkan hanya sebatas sebagai bumbu
(Waspadji dkk, 2010). Selain itu, pasien diabetes harus
membatasi makanan dari jenis gula, minyak dan garam.
Banyak penderita diabetes melitus tipe 2 mengeluh karena
makanan yang tercantum dalam daftar menu diet kurang
bervariasi sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu,
agar ada variasi dan tidak menimbulkan kebosanan, dapat
diganti dengan makanan penukar, kandungan zat gizinya
harus sama dengan makanan yang digantikannya (Perkeni,
2011).
2. Jenis bahan makanan yang dianjurkan : sumber protein
hewani : ayam tanpa kulit, ikan dan putih telur, sumber
protein nabati : tempe, tahu, kacang-kacangan (kacang ijo,
kacang merah, kacang kedelai), sayuran yang bebas
dikonsumsi : oyong, ketimun, labu air, lobak, selada air,
jamur kuping dan tomat, buah – buahan : jeruk siam, apel,
pepaya, melon, jambu air, salak, semangka, belimbing, susu
rendah lemak.
3. Jenis bahan makanan yang diperbolehkan tetapi dibatasi,
yaitu : sumber karbohidrat kompleks : padi-padian (beras,
jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar,
kentang), dan sagu, sayuran tinggi karbohidrat : buncis,
kacang panjang, wortel, daun singkong, bayam, daun katuk,
daun pepaya, melinjo, nangka muda dan tauge, buah –
buahan tinggi kalori : nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang,
alpukat, sawo.
4. Jenis bahan makanan yang harus dihindari : sumber
karbohidrat sederhana : gula pasir, gula jawa, gula batu,
madu, sirup, cake, permen, minuman ringan, selai, dan lain-
lain, makanan mengandung asam lemak jenuh : mentega,
santan, kelapa, keju krim, minyak kelapa dan minyak kelapa
sawit, makanan mengandung lemak trans: margarin, makanan
mengandung kolesterol tinggi : kuning telur, jeroan, lemak
daging, otak, durian, susu full cream, makanan mengandung
natrium tinggi: makanan berpengawet, ikan asin, telur asin,
abon, kecap.
c) Latihan jasmani/olahraga
Kegiatan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur
(3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang teratur dapat menyebabkan kontraksi
otot meningkat, sehingga permeabilitas membran sel terhadap
glukosa meningkat dan resistensi insulin berkurang. Ada beberapa
latihan jasmani yang disarankan bagi penderita diabetes melitus,
diantaranya: jalan, bersepeda santai, jogging dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Penelitian yang dilakukan oleh Choi, Kyung
(2012) menunjukkan bahwa setelah dilakukan latihan selama 60
menit dengan 12 kali latihan, kelompok intervensi menunjukkan
penurunan berat badan secara signifikan, lingkar pinggang,
tekanan darah, glycate hemoglobin, apolipoproptein B dan kadar
asam lemak bebas (Kyung, 2012).
d) Intervensi farmakologis
Penderita diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan
suntikan insulin setiap hari. Penderita diabetes melitus tipe 2,
umumnya perlu minum obat antidiabetes secara oral atau tablet.
Penderita diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi
tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet
(Perkeni, 2011).
1. Obat Hipoglikemi Oral (OHO)
Merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang
diresepkan oleh dokter khusus bagi diabetesi. Obat penurun
glukosa darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara
oral. OHO bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan
kadar glukosa darah (Perkeni, 2011).
2. Insulin
Insulin merupakan basis pengobatan penderita diabetes
melitus tipe II yang harus diberikan segera setelah diagnosis
ditegakkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian insulin adalah jenis preparat, dosis insulin, waktu
dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan insulin
(Suyono dkk, 2011)
G. Komplikasi DM tipe II
Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang abnormal/rendah terjadi jika
kadar glukosa darah turun dibawah 60-50 mg/dL (3,3-2,7
mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu
sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat
terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa
dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda
atau bila pasien lupa makan cemilan.
b) Ketoasidosis Diabetik
Keadaan ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan
gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada
tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis:
dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Apabila jumlah
insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan
hiperglikemia
c) Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketotik
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense
of awareness). Pada saat yang sama tidak ada atau terjadi ketosis
ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa
kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan
elekrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan
akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam ruang ekstrasel.
Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan
hypernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan
utama antara sindrom HHNK dan DKA adalah tidak terdapatnya
ketosis dan asidosis pada sindrom HHNK. Perbedaan jumlah
insulin yang terdapat dalam masing-masing keadaan ini dianggap
penyebab parsial perbedaan diatas. Pada hakikatnya, insulin tidak
terdapat pada DKA.
Komplikasi kronik
1. Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
sering terjadi pada diabetes mellitus. Perubahan
aterosklerotik ini serupa dengan yang terlihat pada pasien-
pasien nondiabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan
tersebut cemderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan
frekuensi yang lebih besar pada pasienpasien diabetes
mellitus.
2. Komplikasi Mikrovaskuler
Perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang
hanya terjadi pada diabetes mellitus. Penyakit mikrovaskuler
diabetik (mikroangiopati) ditandai oleh penebalan membran
basalis pembuluh kapiler. Membran basalis mengelilingi sel-
sel endotel kapiler.
3. Retinopati Diabetik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetic
disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil pada retina mata.
4. Neuropati
Neuropati dalam diabetes mellitus mengacu kepada
sekelompok penyakitpenyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan
spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan
bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena (Hasdianah,
2014).
B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan
keletihan
3. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisik
C. Intervensi
No Diagnosa Noc Nic
1. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan masalah Nyeri 1. lakukan pengkajian nyeri
agen cedera biologis akut dapat teratasi. secara komprehensif
domain 12. Dengan kriteria hasil : 2. gunakan strategi komunikasi
00132 1. Nyeri yang dilaporkan terapeutik untuk mengetahui
pada skala sedang (3) pengelaman nyeri
ditingkatkan pada skala 3. gali pengetahuan dan
tidak ada (5) kepercayaaan pasien mengenai
2. Panjang episode nyeri nyeri
dilaporkan pada skala 4. tentukan akibat dari
sedang (3) ditingkatkan pengelaman nyeri terhadap
pada skala tidak ada (5) kualitas hidup pasien misalnya,
3. Mengerang dan menangis tidur, nafsu makan, pengertian
dilaporkan pada skala perasaan hubungan, performa
sedang (3) ditingkatkan kerja dan tanggung jawab
pada skala tidak ada (5) peran
4. Ekpresi wajah dilaporkan 5. gali bersama pasien faktor-
pada skala sedang (3) faktor yang yang dapat
ditingkatkan pada skala menurunkan atau memperberat
tidak ada (5) nyeri
5. Ketegangan otot 6. evaluasi bersama pasien dan
dilaporkan pada skala tim kesehatan lainnya
sedang (3) ditingkatkan mengenai efektivitas tindakan
pada skala tidak ada (5) pengontrolan nyeri yang
6. Mual dilaporkan pada pernah digunakan sebelumnya
skala sedang (3) 7. ajarkan prinsip-prinsip
ditingkatkan pada skala manajemen nyeri
tidak ada (5) 8. ajarkan pasien untuk teknik
relaksasi nafas dalam
9. kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian terapi
analgesik
A. Pengkajian
Tgl MRS: 18 januari 2020 Jam Masuk : 10 Wita
Tgl Pengkajian : 21 Januari 2020 No RM : 16 28 73
Jam pengkajian : 09:00 Wita Dokter : Dokter Bagus SP,PD
Diagnosa Masuk : Diabetes melitus tipe II tidak terkontrol
1. Identitas
a) Nama pasien : Tn. K.
b) Umur : 47 tahun
c) Suku/bangsa : Maulafa /indonesia
d) Agama : kristen
e) Pendidikan : SMP
f) Pekerjaan : Wiraswata
g) Alamat :maulafa
h) Penanggung jawab biayaya
Nama :Ny. A
Alamat : maulafa
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a) Keluhan Utama : pusing, nafas sedikit sesak, badan terasa lemas
dan nyeri dikepala
b) Riwayat penyakit sekarang : pasien mengatakan kepala pusing,
nafas sedkit sesak, nyeri kepala dengan kaki, lemas sudah satu hari
yang lalu.
Pengkajian PQRST
P: kenaikan gula darah
Q: seperti nyut-nyut
R: di kepala dan kaki
S: Skala 4 nyeri
T: Setiap saat bergerak
c) Keluhan saat dikaji :pusing , nafas sedikit sesak, lemas nyeri
dikepala dan kaki
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a) Pernah diawat : pasien mengatakan belum pernah di rawat di RS
b) Riwayat penyakit kronis dan menular : pasien mengatakan tidak
ada riwayat penyakit kronik
c) Riwayat penggunaan obat : pasien mengatakan pernah
mengonsusmsi obat paracetamol, amoxililin
d) Riwayat alergi : pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit
alergi
e) Riwayat operasi : pasien mengatakan belum pernah operasi
4. Riwayat penyakit keluarga
Genogram :
x x x x
47
tahun x
Keterangan : = Laki –laki
= Perempuan
X = Meninggal
= Pasien
10. Terapi :
No Jenis terapi Dosis Indikasi Kontraindikasi
1. Pumpicel 2x1
2. Episan sirup 3x1 Lambung Diare,
sembelit
3. Lapibal 2x1 Neuropati , Hipersensitif
vertigo
4. Micardis 1x1 Jantung Hipertensi
5. Novorapide 3x8u DM Hipoglikemia
6. Amlodipin 3x1
7. Sansulin 1x1 DM Hipoglikemia
8. Infus NS 0,9 %
B. Analisa Data
No Data klien Etiologi Masalah
1. Ds: Agen cidera Nyeri akut
- pasien mengatakan kepala biologis
pusing, nyeri kepala dengan
kaki, lemas sudah satu hari
yang lalu
Pengkajian PQRST
P: kenaikan gula darah
Q: seperti nyut-nyut
R: di kepala dan kaki
S: Skala 4 nyeri
T: Setiap saat bergerak
Do:
- pasien tampak terlihat
pusing dan menahan
nyeri
- TTV
TD : 120/90 mmhg
S : 36,2 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9
% 18 TPM
2. Ds: Keletihan Ketidakefektifan
- Pasien mengatakan pola napas
sedikit sesak napas dan
pusing
Do:
- Pasien tampak terlihat
bernapas sedikit sesak
dan pusing
- TTV
TD : 120/90 mmhg
S : 36,2 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
- Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9
% 18 TPM
Do:
- Pasien tampak terlihat
lemas
- TTV
TD : 120/90 mmhg
S : 36,2 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
- Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9
% 18 TPM
C. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan keletihan
c) Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisik
d) Intervensi
h) Catatan perkembangan
No Diagnosa Hari/TGL Catatan Perkembangan TTD
5.1 Kesimpulan
Tn. K. Umur : 47 tahun, Suku/bangsa : maulafa /indonesia, Agama :
kristen , Pendidikan : SMP, Pekerjaan : wiraswasta , Alamat : maulafa Masuk
rumah sakit dengan diagnosa DM Tipe II atau DM tidak terkontrol pasien
dirawat dirumah sakit bayangkara ruangan mawar selama 3 hari, dilakukan
pengkajian terdapat keluhan pusing, nafas sedikit sesak, badan terasa lemas
dan nyeri dikepala dan dikaki pada pemeriksaan GDS 511 mg/dl diagnosa
yang diambil nyeri akut, ketidakefektifan pola nafas, dan keletihan tindakan
yang diberikan adalah manajemen nyeri, manajemen pernapasan, manajemen
energi.
5.2 Saran
Kepada pasien dan keluarga
Diharapkan pasien dapat melakukan Diit makannan yang mengandung
karbohidrat tinggi, lemak, berminyak, margarin, sebelum makan keluarga juga
harus membantu memberikan sansulin kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA