Anda di halaman 1dari 58

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN TN. K.

DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II DI RS BAYANGKARA


KUPANG RUANGAN MAWAR

Oleh

Kelompok 5

Nama-nama Kelompok

1. Eta Firaria
2. Meti F.A.Ratu
3. Yohana K.Jenat
4. Yolla K.Bilistolen
5. Yultiana Lampur
6. Yuniati Yohanis
7. Yusta A.M.Liu
8. Yustina S.Soka
9. Yulius Iba

PROGAM STUDI NURSE


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kami kesehatan dan kekuatan kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan
pada pasien Tn. K.L dengan diagnosa Diabetes Melitus Tipe II. Laporan ini kami
susun sebagai pertanggung jawaban atas semua praktek yang kami laksanakan
mulai tanggal 20 -25 Januari 2020, pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing kami
selama praktek magang dan menyusun laporan ini.

Kupang, Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2
DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 5
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 6
a) Tujuan umum ..................................................................................... 6
b) Tujuan khusus .................................................................................... 6
1.3 Proses pembutan makalah .............................................................................. 7
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 7
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................ 8
2.1 Aspek Medis .................................................................................................. 8
2.2 Asuhan Keperawatan ..................................................................................... 9
BAB III TINJAUAN KASUS ............................................................................ 10
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP ............................................................................................ 50
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 50
5.2 Saran ............................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi
masalah utama dalam kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. DM
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Lebih dari 90 persen dari semua populasi diabetes adalah diabetes melitus tipe
2 yang ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi
sel beta pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin
(American Diabetes Association, 2012).
Menurut World Health Organization/ WHO (2012) bahwa jumlah klien
dengan DM di dunia mencapai 347 juta orang dan lebih dari 80% kematian
akibat DM terjadi pada negara miskin dan berkembang. Pada tahun 2020 nanti
diperkirakan akan ada sejumlah 178 juta penduduk Indonesia berusia diatas 20
tahun dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2 juta
klien yang menderita DM. Hasil penelitian yang dilakukan pada seluruh
provinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nasional untuk
toleransi glukosa tertanggu (TGT) adalah sebesar 10,25% dan untuk DM
adalah sebesar 5,7%.
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan berupa Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi klien diabetes melitus pada tahun
2007 yaitu 1,1% meningkat pada tahun 2013 menjadi 2,4%. Sementara itu
prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013
sebesar 2,1% prevalensi yang tertinggi adalah pada daerah Sulawesi Tengah
(3,7%) dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Data Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 prevalensi DM adalah 0,6%.
Data Riskesdas tersebut menyebutkan bahwa prevalensi klien DM cenderung
meningkat pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dimana terjadi
peningkatan prevalensi penyakit DM sesuai dengan pertambahan umur namun
pada umur ≥ 65 tahun prevalensi DM cenderung menurun. Prevalensi DM
cenderung lebih tinggi bagi klien yang tinggal di perkotaan dibandingkan
dengan di pedesaan. Ditinjau dari segi pendidikan menurut Riskesdas bahwa
prevalensi DM cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat
pendidikan tinggi (Balitbang Depkes RI, 2013).
Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak
negatif terhadap fisik maupun psikologis klien, gangguan fisik yang terjadi
seperti poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk.
Disamping itu klien juga dapat mengalami penglihatan kabur, kelemahan dan
sakit kepala. Dampak psikologis yang terjadi pada klien dengan DM seperti
kecemasan, kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi,
kesepian, tidak berdaya (Potter & Perry 2010), ditambah lagi klien dapat
menjadi pasif, tergantung, merasa tidak nyaman, bingung dan merasa
menderita (Purwaningsih & Karlina, 2012).
Salah satu dampak psikologis yang dialami pada klien dengan DM adalah
stres. Stres merupakan perasaan yang diciptakan ketika seseorang bereaksi
terhadap peristiwa tertentu. Reaksi tersebut merupakan cara tubuh
meningkatnya untuk suatu tantangan dan bersiap-siap untuk memenuhi situasi
yang sulit dengan berfokus, kekuatannya, stamina, dan kewaspadaan yang
meningkat. Peristiwa yang memicu stres disebut stresor, dan mereka
mencakup berbagai macam situasi fisik, seperti cedera atau sakit. Tubuh
bersiap untuk mengambil tindakan dalam menanggapi stres. Persiapan ini
disebut respon fight or flight. Diabetes itu sendiri juga merupakan penyebab
stres (Eom et al, 2011).
Stres pada klien DM dibandingkan dengan populasi umum, memiliki
tingkat stres yang lebih tinggi, dan sebagaimana tingkat stres meningkat,
kontrol glikemik semakin memburuk dapat berakibat gangguan pada
pengontrolan kadar gula darah (Eom et al, 2011). Pada keadaan stres akan
terjadi peningkatan hormon-hormon stres epinefrin dan kortisol. Hormon
epinefrin dan kortisol keduanya meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak
dalam darah sehingga meningkatkan kadar gula darah (Sherwood, 2001).
1.2 Tujuan
a) Tujuan Umum
Mampu memahami penyakit Diabetes Melitus tipe II dan dapat
melakukan Asuhan Keperawatan yang komprehensif
b) Tujuan Khusus
1. Dapat memahami pengertian penyakit DM tipe II
2. Dapat memahami penyebab penyakit DM tipe II
3. Dapat memahami patofisiologi penyakit DM tipe II
4. Dapat memahami tanda dan gejala penyakit DM tipe II
5. Dapat memahami pemeriksaan penunjang penyakit DM tipe II
6. Dapat memahami penatalaksanaan penyakit DM tipe II
7. Dapat memahami komplikasi penyakit DM tipe II
8. Dapat memahami pengkajian penyakit DM tipe II
9. Dapat memahami diagnosa penyakit DM tipe II
10. Dapat memahami intervensi penyakit DM tipe II
11. Dapat memahami implementasi penyakit DM tipe II
12. Dapat memahami evaluasi penyakit DM tipe II

1.3 Proses Pembuatan Makalah


Di mulai dari mengidentifikasi masalah diruangan (presentase
kasus terbesar diruangan), kemudian studi literatur, diskusi kelompok,
konsultasi pembimbing, makalah diseminarkan

1.4 Manfaat
1.4.1. Teoritis

a) Institusi pendidikan

Hasil pembahasan ini dapat menjadi sumber bahan bacaan dan

referensi bagi perpustakaan di institusi pendidikan.


b) Mahasiswa

Hasil pembahasan ini dapat memberikan informasi bagi semua

mahasiswa/i di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maranatha Kupang.

1.4.2. Praktis

a) Tempat Praktek

Hasil pembahsan ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi

RS. Bayangkara ruangan cendana


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Aspek Medis
A. Pengertian DM tipe II
DM tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non-Insulin Dependent
Diabetes (NIDDM). Dalam DM tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi
oleh pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh total. Jumlahnya
mencapai 90-95% dari seluruh pasien dengan diabetes, dan banyak
dialami oleh orang dewasa tua lebih dari 40 tahun serta lebih sering
terjadi pada individu obesitas. Kasus DM tipe 2 umumnya mempunyai
latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi
insulin. Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan DM secara
klinis. Sel beta pankreas masih dapat melakukan kompensasi bahkan
sampai overkompensasi, insulin disekresi secara berlebihan sehingga
terjadi kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar
glukosa darah. Mekanisme kompensasi yang terus menerus
menyebabkan kelelahan sel beta pankreas yang disebut dekompensasi,
mengakibatkan produksi insulin yang menurun secara absolut. Kondisi
resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin yang menurun,
akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga memenuhi
kriteria diagnosa DM (Damayanti, 2015).
Resistensi insulin utamanya dihasilkan dari kerusakan genetik dan
selanjutnya oleh faktor lingkungan. Ketika glukosa intrasel meningkat,
maka asam lemak bebas (Free Fatty Acid- FFAs) disimpan, namun
ketika glukosa menurun maka FFAs masuk ke sirkulasi sebagai
substrat dari produksi glukosa. Pada kondisi normal, insulin memicu
sintesa trigliserida dan menghambat lipolisis postprandial. Glukosa
diserap ke dalam jaringan adiposa dan sirkulasi FFAs mempunyai efek
yang bahaya pada produksi glukosa dan sensitifitas insulin,
peningkatan glukosa darah pun ikut berperan. Pada tipe ini terjadi
kehilangan sel beta pankreas lebih dari 50% (Damayanti, 2015).
B. Penyebab DM tipe II
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Virus dan
kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Sekitar
80% klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan
banyak insulin untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat
pankreas tidak cukup menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh
atau saat jumlah reseptor insulin menurun atau mengalami gangguan.
Faktor resiko dapat dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga
menderita DM adalah resiko yang besar.
Menurut Smeltzer & Bare (2010), DM tipe II disebabkan
kegagalan relatif sel beta dan resisten insulin. Resisten insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh
hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan
ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap
glukosa. Penyebab resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak
begitu jelas, faktor yang banyak berperan menurut Riyadi (2008)
antara lain:
a) Riwayat keluarga
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap diabetes. Ini terjadi karena DNA pada orang DM akan
ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan
produksi insulin. Glukosa darah puasa yang tinggi dikaitkan
dengan risiko DM di masa depan. Keluarga merupakan salah satu
faktor risiko DM. Jika salah satu dari orang tua menderita DM tipe
2, risiko anak mereka terkena DM tipe 2 dengan sebesar 40%.
Risiko ini akan menjadi 70% jika kedua orang tuanya menderita
DM tipe 2. Kembar identik akan berisiko lebih tinggi terkena DM
dibandingkan dengan kembar yang tidak identik. Gen pembawa
DM tersebut ikut mengatur fungsi dari sel yang memproduksi
insulin beta (Yang, 2010).
b) Jenis kelamin
Pria lebih rentan terkena hiperglikemia dibandingkan
dengan wanita. Persentase hiperglikemia pada pria sebesar 12,9%,
sedangkan pada wanita 9,7%. Hal ini berbeda dengan penelitian
Gale dan Gillespie (2010) dimana DM tipe 2 dominan terjadi pada
wanita dari pada pria. Tidak ada perbedaan prevalensi DM tipe 2
antara pria dan wanita ketika berusia di bawah 25 tahun. Akan
tetapi, mulai ada perbedaan sebesar 20% pada wanita daripada pria
yang berusia 25-34 tahun. Pada kelompok usia 35-44 tahun
perbedaannya menjadi 60% dan kelompok usia 45-64 tahun DM
tipe 2 lebih tinggi 2 kali lipat pada wanita daripada pria (Gillespie,
2010).
c) Kelainan genetik
DM dapat menurun menurut silsilah keluarga yang
mengidap DM. Ini terjadi karena DNA pada orang DM akan ikut
diinformasikan pada gen berikutnya terkait dengan penurunan
produksi insulin.
d) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang
secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang berisiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas yang memproduksi insulin. Menurut Merck (2008), DM
tipe 2 biasanya bermula pada penderita yang usianya lebih dari 30
tahun dan menjadi semakin lebih umum dengan peningkatan usia.
Sekitar 15% dari orang yang lebih tua dari 70 tahun menderita DM
tipe 2. DM tipe 2 di negara maju relatif terjadi di usia yang lebih
muda, tetapi di negara berkembang terjadi pada kelompok usia
lebih tua. Kenaikan prevalensi DM dimulai pada masa dewasa
awal. Di Amerika orang yang berusia 45-55 tahun terkena DM
empat kali lebih banyak dibandingkan pada mereka yang berusia
20-44 tahun (Finucane dan Popplewell, 2010).
e) Gaya hidup stress
Stress cenderung membuat hidup seseorang mencari makan
yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas mudah
rusak sehingga berdampak pada penurunan insulin.
f) Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama risiko
terkena DM. Malnutrisi dapat merusak pankreas, sedangkan
obesitas meningkatkan gangguan kerja dan resistensi insulin. Pola
makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga akan
berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
g) Obesitas
Obesitas mengakibat sel-sel beta pankreas mengalami
hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi
energi sel yang terlalu banyak.
h) Kebiasaan merokok
Rokok mengandung zat adiktif yang bernama nikotin.
Nikotin ini dapat mengakibatkan ketergantungan dan kehilangan
kontrol. Merokok dapat mengakibatkan peningkatan sementara
kadar glukosa darah, merokok juga dapat merusak sensitivitas
organ dan jaringan terhadap aksi insulin. Asupan nikotin dapat
meningkatkan kadar hormon, seperti kortisol, yang dapat
mengganggu efek insulin.
i) Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat
pada penurunan fungsi pankreas. Seseorang yang sedang menderita
sakit karena virus atau bakteri tertentu, merangsang produksi
hormon tertentu yang secara tidak langsung berpengaruh pada
kadar gula darah.
C. Patofisiologi DM tipe II
Pada diabetes mellitus tipe ini terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
dalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan oleh jaringan. Ada beberapa
faktor yang diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin seperti faktor genetik, usia (resistensi insulin
cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun), obesitas, riwayat
keluarga dan kelompok etnik tertentu seperti golongan Hispanik serta
penduduk asli Amerika (Brunner & Suddarth, 2010). Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe
2 (Brunner & Suddarth, 2002). Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetes jarang terjadi pada DM tipe 2. Jika DM tipe 2
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hyperosmolar nonketotik (HHNK)
(Brunner & Suddarth, 2010)
Pathway

Kegemukan Usia
Revisten insulin Gaya hidup

Diabetes melitus tipe II

B1 breating B2 blood B3 brain B4 Bladder B5 bowel B6 bone

Perubahan Hipergli Metabolisme


Asam lemak bebas Kerusakan
glukosa ke kemia lemak
meningkat integritas
asam lemak meningkat
kulit
Kerusaka
ketogenesis n hormon Asam lemak
meningkat
ateroske
elerosis Terputusnya Gangguan
Ketonemia kontinitas elminasi Bau nafas
jaringan urin keton
Mudah
Asidodosis trauma
metbolik Pelepasan
Asidosis
mediator kimia

Nafas kusmaul Kerusakan


Nouse
integritas Kelesuan
Stimulasi reseptor
kulit fisik
nyeri Ketidak
Ketidakefektifan
seimbangan
pola napas
nutrisi kurang
Nyeri akut Keletihan
Tidak dapat dari
beraktivitas kebutuhan
tubuh

Intoleransi aktivitas
D. Tanda dan gejala DM tipe II
pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat
berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes
toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut
mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya
mereka tidak mengalami ketoasidosis karena ini tidak defisiensi insulin
secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi
dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia
berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap
obat-obat hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk
menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan
kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada
pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi
tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah
normal. Penderita juga reisten terhadap insulin eksogen (Sylvia &
Lorraine, 2014).
E. Pemeriksaan penunjang DM tipe II
Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang diabetes mellitus
adalah:
1) Gula darah meningkat > 200 ml/dl
2) Aseton plasma (aseton) positif secara mencolok.
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi biasanya < 330
mOsm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi),
leukositosis dan hemokonsentrasi menunjukkan respon
terhadap stres atau infeksi.
7) Ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/ normal
lochidrasi/penurunan fungsi ginjal
8) Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I),
normal sampai meningkat (Tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan
akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK dan
infeksi luka.
F. Penatalaksanaan DM tipe II
a) Pendidikan/edukasi
Peran perawat sebagai educator dimana pembelajaran
merupakan health education yang berhubungan dengan semua
tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Perawat harus mampu
memberikan edukasi kesehatan dalam pencegahan penyakit,
pemulihan, penyusunan program health education serta
memberikan informasi yang tepat tentang kesehatan. Agar perawat
dapat bertindak sesuai perannya sebaga educator pada pasien dan
keluarga, maka perawat harus memiliki pemahaman terhadap
prinsip-prinsip pengajaran dan pembelajaran (Bastable, 2014).
Tujuan edukasi kesehatan adalah membantu individu
mencapai tingkat kesehatan yang optimal melalui tindakannya
sendiri. Metode dalam pelaksanaan edukasi juga ikut berperan
penting. Metode edukasi yang digunakan harus disesuaikan
dengan tujuan dan sasaran pembelajaran. Metode edukasi dibagi
menjadi 3 yaitu metode edukasi untuk individual, metode edukasi
untuk kelompok, dan metode edukasi untuk massa. Selain
menggunakan metode yang tepat, sebagai intervensi yang
terstruktur, maka edukasi membutuhkan persiapan media dalam
pelaksanaannya sehingga dapat meningkatkan efektifitas edukasi.
Secara umum orang mempergunakan tiga metode dalam belajar
yaitu visuali, auditory, kinesthetic (Widiastuti, 2012).
b) Terapi gizi medis
Pengelolaan diet pada penderita diabetes mellitus sangat
penting. Tujuan dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu
penderita memperbaiki gizi dan untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang lebih baik yaitu ditunjukkan pada pengendalian
glukosa, lipid dan tekanan darah. Penatalaksanaan diet bagi
penderita diabetes tipe 2 ini merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes mellitus secara total (Waspadji, 2010).
Standar dan prinsip diet diabetes mellitus tipe 2 menurut
Waspadji (2010), standar diet diabetes melitus diberikan pada
penderita diabetes mellitus atau pasien sehat yang bukan penderita
diabetes mellitus sesuai kebutuhannya. Penatalaksanaan diet ini
meliputi 3 hal utama yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh
penderita diabetes mellitus, yaitu jumlah makanan, jenis makanan,
dan jadwal makanan (Perkeni, 2011). Penatalaksanaan diet pada
penderita diabetes mellitus tipe 2 berfokus pada pembatasan
jumlah energi, karbohidrat, lemak jenuh dan natrium (ADA,
2011).
1. Jenis makanan
Makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang
mengandung banyak karbohidrat sederhana, makanan yang
mengandung banyak kolesterol, lemak trans, dan lemak
jenuh serta tinggi natrium. Makanan yang mengandung
karbohidrat mudah diserap seperti sirup, gula, dan sari buah
harus dihindari. Sayuran dengan kandungan karbohidrat
tinggi seperti buncis, kacang panjang, wortel, daun
singkong dan bayam harus dibatasi tidak boleh dalam
jumlah banyak. Buah-buahan berkalori tinggi seperti nanas,
anggur, mangga, sirsak, pisang, alpukat, dan sawo
sebaiknya dibatasi. Sayuran yang bebas dikonsumsi adalah
sayuran dengan kandungan kalori rendah seperti oyong,
ketimun, labu air, labu siam, lobak, selada air, jamur
kuping, dan tomat (ADA, 2010).
Makanan yang diperbolehkan adalah sumber
karbohidrat kompleks, makanan tinggi serat larut air, dan
makanan yang diolah dengan sedikit minyak. Penggunaan
gula murni diperbolehkan hanya sebatas sebagai bumbu
(Waspadji dkk, 2010). Selain itu, pasien diabetes harus
membatasi makanan dari jenis gula, minyak dan garam.
Banyak penderita diabetes melitus tipe 2 mengeluh karena
makanan yang tercantum dalam daftar menu diet kurang
bervariasi sehingga sering terasa membosankan. Untuk itu,
agar ada variasi dan tidak menimbulkan kebosanan, dapat
diganti dengan makanan penukar, kandungan zat gizinya
harus sama dengan makanan yang digantikannya (Perkeni,
2011).
2. Jenis bahan makanan yang dianjurkan : sumber protein
hewani : ayam tanpa kulit, ikan dan putih telur, sumber
protein nabati : tempe, tahu, kacang-kacangan (kacang ijo,
kacang merah, kacang kedelai), sayuran yang bebas
dikonsumsi : oyong, ketimun, labu air, lobak, selada air,
jamur kuping dan tomat, buah – buahan : jeruk siam, apel,
pepaya, melon, jambu air, salak, semangka, belimbing, susu
rendah lemak.
3. Jenis bahan makanan yang diperbolehkan tetapi dibatasi,
yaitu : sumber karbohidrat kompleks : padi-padian (beras,
jagung, gandum), umbi-umbian (singkong, ubi jalar,
kentang), dan sagu, sayuran tinggi karbohidrat : buncis,
kacang panjang, wortel, daun singkong, bayam, daun katuk,
daun pepaya, melinjo, nangka muda dan tauge, buah –
buahan tinggi kalori : nanas, anggur, mangga, sirsak, pisang,
alpukat, sawo.
4. Jenis bahan makanan yang harus dihindari : sumber
karbohidrat sederhana : gula pasir, gula jawa, gula batu,
madu, sirup, cake, permen, minuman ringan, selai, dan lain-
lain, makanan mengandung asam lemak jenuh : mentega,
santan, kelapa, keju krim, minyak kelapa dan minyak kelapa
sawit, makanan mengandung lemak trans: margarin, makanan
mengandung kolesterol tinggi : kuning telur, jeroan, lemak
daging, otak, durian, susu full cream, makanan mengandung
natrium tinggi: makanan berpengawet, ikan asin, telur asin,
abon, kecap.
c) Latihan jasmani/olahraga
Kegiatan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur
(3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani
dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa
darah. Latihan jasmani yang teratur dapat menyebabkan kontraksi
otot meningkat, sehingga permeabilitas membran sel terhadap
glukosa meningkat dan resistensi insulin berkurang. Ada beberapa
latihan jasmani yang disarankan bagi penderita diabetes melitus,
diantaranya: jalan, bersepeda santai, jogging dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Penelitian yang dilakukan oleh Choi, Kyung
(2012) menunjukkan bahwa setelah dilakukan latihan selama 60
menit dengan 12 kali latihan, kelompok intervensi menunjukkan
penurunan berat badan secara signifikan, lingkar pinggang,
tekanan darah, glycate hemoglobin, apolipoproptein B dan kadar
asam lemak bebas (Kyung, 2012).
d) Intervensi farmakologis
Penderita diabetes melitus tipe 1 mutlak diperlukan
suntikan insulin setiap hari. Penderita diabetes melitus tipe 2,
umumnya perlu minum obat antidiabetes secara oral atau tablet.
Penderita diabetes memerlukan suntikan insulin pada kondisi
tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan tablet
(Perkeni, 2011).
1. Obat Hipoglikemi Oral (OHO)
Merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang
diresepkan oleh dokter khusus bagi diabetesi. Obat penurun
glukosa darah bukanlah hormon insulin yang diberikan secara
oral. OHO bekerja melalui beberapa cara untuk menurunkan
kadar glukosa darah (Perkeni, 2011).
2. Insulin
Insulin merupakan basis pengobatan penderita diabetes
melitus tipe II yang harus diberikan segera setelah diagnosis
ditegakkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian insulin adalah jenis preparat, dosis insulin, waktu
dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan insulin
(Suyono dkk, 2011)
G. Komplikasi DM tipe II
Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang abnormal/rendah terjadi jika
kadar glukosa darah turun dibawah 60-50 mg/dL (3,3-2,7
mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu
sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia dapat
terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini bisa
dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda
atau bila pasien lupa makan cemilan.
b) Ketoasidosis Diabetik
Keadaan ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan
gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada
tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis:
dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis. Apabila jumlah
insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan
berkurang pula. Di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi
tidak terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan
hiperglikemia
c) Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketotik
Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense
of awareness). Pada saat yang sama tidak ada atau terjadi ketosis
ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa
kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan
elekrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan
akan berpindah dari ruang intrasel ke dalam ruang ekstrasel.
Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan
hypernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan
utama antara sindrom HHNK dan DKA adalah tidak terdapatnya
ketosis dan asidosis pada sindrom HHNK. Perbedaan jumlah
insulin yang terdapat dalam masing-masing keadaan ini dianggap
penyebab parsial perbedaan diatas. Pada hakikatnya, insulin tidak
terdapat pada DKA.
Komplikasi kronik
1. Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar
sering terjadi pada diabetes mellitus. Perubahan
aterosklerotik ini serupa dengan yang terlihat pada pasien-
pasien nondiabetik, kecuali dalam hal bahwa perubahan
tersebut cemderung terjadi pada usia yang lebih muda dengan
frekuensi yang lebih besar pada pasienpasien diabetes
mellitus.
2. Komplikasi Mikrovaskuler
Perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang
hanya terjadi pada diabetes mellitus. Penyakit mikrovaskuler
diabetik (mikroangiopati) ditandai oleh penebalan membran
basalis pembuluh kapiler. Membran basalis mengelilingi sel-
sel endotel kapiler.
3. Retinopati Diabetik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetic
disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil pada retina mata.
4. Neuropati
Neuropati dalam diabetes mellitus mengacu kepada
sekelompok penyakitpenyakit yang menyerang semua tipe
saraf, termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom dan
spinal. Kelainan tersebut tampak beragam secara klinis dan
bergantung pada lokasi sel saraf yang terkena (Hasdianah,
2014).

2.2 Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas pasien
a) Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat, status, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis).
b) Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien).
2. Riwayat kesehatan pasien
Keluhan/ Alasan masuk Rumah Sakit
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas
pasien mungkin berbau aseton, pernapasan kusmaul, gangguan
pada pola tidur, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan, dan sakit kepala.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab terjadinya
penyakit serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit
lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya
penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang
penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan
anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stres (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
6. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.
7. Pola aktivitas sehari-hari
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit,
gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain.
8. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan sulit
kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi
(oliguri, disuri, dan lain-lain), penggunaan kateter, frekuensi
defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan,
infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi berlebih.
9. Pola makan
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit,
nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan
terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat
gizi, masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
10. Personal hygiene
Menggambarkan kebersihan dalam merawat diri yang mencakup,
mandi, bab, bak, dan lain-lain.
11. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita tampak lemah atau pucat. Tingkat
kesadaran apakah sadar, koma, disorientasi.
b) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan
reguler ataukah ireguler, adanya bunyi napas tambahan,
respiration rate (RR) normal 16-20 kali/menit, pernapasan
dalam atau dangkal. Denyut nadi reguler atau ireguler, adanya
takikardia, denyutan kuat atau lemah. Suhu tubuh meningkat
apabila terjadi infeksi.
c) Pemeriksaan Kepala dan leher
1) Kepala : normal, kepala tegak lurus, tulang kepala
umumnya bulat dengan tonjolan frontal di bagian
anterior dan oksipital di bagian posterior
2) Rambut : biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering,
tidak terlalu berminyak.
3) Mata : simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya,
terdapat gangguan penglihatan apabila sudah
mengalami retinopati diabetik.
4) Telinga : fungsi pendengaran mungkin menurun.
5) Hidung : adanya sekret, pernapasan cuping hidung,
ketajaman saraf hidung menurun.
6) Mulut : mukosa bibir kering.
7) Leher : tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
d) Pemeriksaan Dada
1) Pernafasan : sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum
purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium
menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton..
2) Kardiovaskuler : takikardia/nadi menurun, perubahan
3) TD postural, hipertensi disritmia dan krekel.
e) Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi abdomen,
suara bising usus yang meningkat.
f) Pemeriksaan Reproduksi
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada
pria, dan sulit orgasme pada wanita.
g) Pemeriksaan Integumen
Biasanya terdapat lesi atau luka pada kulit yang lama sembuh.
Kulit kering, adanya ulkus di kulit, luka yang tidak kunjung
sembuh. Adanya akral dingin, capillarry refill kurang dari 3
detik, adanya pitting edema.
h) Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan otot dan tonus otot melemah. Adanya luka pada kaki
atau kaki diabetik.
i) Pemeriksaan Status Mental
Biasanya penderita akan mengalami stres, menolak kenyataan,
dan keputus asaan.
j) Pemeriksaan penunjang
Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang diabetes
mellitus adalah:
1) Gula darah meningkat > 200 ml/dl
2) Aseton plasma (aseton) positif secara mencolok.
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi biasanya < 330
mOsm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi),
leukositosis dan hemokonsentrasi menunjukkan respon
terhadap stres atau infeksi.
7) Ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/ normal
lochidrasi/penurunan fungsi ginjal
8) Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I),
normal sampai meningkat (Tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon
tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan
akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK dan
infeksi luka.

B. Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan
keletihan
3. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisik
C. Intervensi
No Diagnosa Noc Nic
1. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan masalah Nyeri 1. lakukan pengkajian nyeri
agen cedera biologis akut dapat teratasi. secara komprehensif
domain 12. Dengan kriteria hasil : 2. gunakan strategi komunikasi
00132 1. Nyeri yang dilaporkan terapeutik untuk mengetahui
pada skala sedang (3) pengelaman nyeri
ditingkatkan pada skala 3. gali pengetahuan dan
tidak ada (5) kepercayaaan pasien mengenai
2. Panjang episode nyeri nyeri
dilaporkan pada skala 4. tentukan akibat dari
sedang (3) ditingkatkan pengelaman nyeri terhadap
pada skala tidak ada (5) kualitas hidup pasien misalnya,
3. Mengerang dan menangis tidur, nafsu makan, pengertian
dilaporkan pada skala perasaan hubungan, performa
sedang (3) ditingkatkan kerja dan tanggung jawab
pada skala tidak ada (5) peran
4. Ekpresi wajah dilaporkan 5. gali bersama pasien faktor-
pada skala sedang (3) faktor yang yang dapat
ditingkatkan pada skala menurunkan atau memperberat
tidak ada (5) nyeri
5. Ketegangan otot 6. evaluasi bersama pasien dan
dilaporkan pada skala tim kesehatan lainnya
sedang (3) ditingkatkan mengenai efektivitas tindakan
pada skala tidak ada (5) pengontrolan nyeri yang
6. Mual dilaporkan pada pernah digunakan sebelumnya
skala sedang (3) 7. ajarkan prinsip-prinsip
ditingkatkan pada skala manajemen nyeri
tidak ada (5) 8. ajarkan pasien untuk teknik
relaksasi nafas dalam
9. kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian terapi
analgesik

2. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan Manajemen jalan nafas


pola napas keperawatan Ketidakefektifan 1. posisikan pasien untuk
berhubungan dengan pola napas dapat teratasi. memaksimalkan ventilasi
nyeri dan keletihan Dengan kriteria hasil : 2. Motivasi pasien untuk
Domain 4 1. Frekuensi pernapasan bernafas pelan
00032 dipertahankan pada skala 3 3. instruksikan bagaimana agar
deviasi sedang dari kisaran bisa melakukan batuk efektif
normal ditingkatkan pada 4. auskultasi suara nafas , catat
skala 5 tidak ada deviasi area yang ventilasinya
dari kisaran normal menurun dan adanya suara
2. Irama pernafasan tambahan
dipertahankan pada skala 3 5. posisikan untuk
deviasi sedang dari kisaran meringankan sesak nafas
normal ditingkatkan pada 6. kolaborasi dengan dokter
skala 5 tidak ada deviasi untuk pemberian obat.
dari kisaran normal
3. Kedalaman inspirasi
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedang dari kisaran
normal ditingkatkan pada
skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal
4. Suara auskultasi
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedang dari kisaran
normal ditingkatkan pada
skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal
5. Kepatenan jalan napas
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedang dari kisaran
normal ditingkatkan pada
skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal
6. Penggunaan otot bantu
nafas dipertahankan pada
skala 3 deviasi sedang dari
kisaran normal ditingkatkan
pada skala 5 tidak ada
deviasi dari kisaran normal
7. Retraksi dinding dada
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedang dari kisaran
normal ditingkatkan pada
skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal

3. Keletihan Setelah diberikan asuhan Manajemen energi


berhubungan dengan keperawatan Ketidakefektifan 1. kaji status fisiologi
kelesuan fisik pola napas dapat teratasi. pasienyang menyebabkan
domain 4 Dengan kriteria hasil : kelelehan sesuai dengan
00093 1. Kelelahan dipertahankan konteks usia dan
pada skala 3 sedang dan perkembengan
ditingkatkan pada skala 5 2. anjurkan pasien
tidak ada mengungkap perasaan secara
2. Kelesuan dipertahankan verbal mengenai keterbatasan
pada skala 3 sedang dan yang dialami
ditingkatkan pada skala 5 3. gunakan instrumen yang
tidak ada valid untuk mengukur
3. Alam perasaan depresi kelelahan
dipertahankan pada skala 3 4. tentukan persepsi pasien
sedang dan ditingkatkan atau orang terdekat dengan
pada skala 5 tidak ada pasien mengenai penyebab
4. Kehilangan selera makan kelelahan
dipertahankan pada skala 3 5. pilih intervensi untuk
sedang dan ditingkatkan mengurangi kelelahan baik
pada skala 5 tidak ada secara farmakologis maupun
5. sakit kepala dipertahankan nonfarmakologis dengan tepat
pada skala 3 sedang dan 6. tentukan jenis dan
ditingkatkan pada skala 5 banyaknya aktivitas yang
tidak ada dibutuhkan untuk menjaga
6. nyeri otot dipertahankan ketahanan
pada skala 3 sedang dan 7. monitor intake nutrisi untuk
ditingkatkan pada skala 5 mengetahui sumber enrgi yang
tidak ada adekuat
7. nyeri sendi dipertahankan 8. konsul dengan ahli gizi
pada skala 3 sedang dan mengenai cara meningkatkan
ditingkatkan pada skala 5 asupan energi dan makanan
tidak ada 9. ajarkan pasien mengenai
8. tingkat stress dipertahankan pengelolaan kegiatan dan
pada skala 3 sedang dan teknik manajemen waktu untuk
ditingkatkan pada skala 5 mencegah kelelahan
tidak ada 10. anjurkan pasien untuk
memilih aktivitas-aktivitas
untuk membangun ketahanan
11. lakukan rom aktif atau
pasif untuk menghilangkan
ketegangan otot
12. evaluasi secara bertahap
kenaikan level aktivitas pasien
13. kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian obat
D. Implementasi dan evaluasi
Implementasi dan evaluasi disesuaikan dengan intervensi yang telah
dilakukan
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Tgl MRS: 18 januari 2020 Jam Masuk : 10 Wita
Tgl Pengkajian : 21 Januari 2020 No RM : 16 28 73
Jam pengkajian : 09:00 Wita Dokter : Dokter Bagus SP,PD
Diagnosa Masuk : Diabetes melitus tipe II tidak terkontrol

1. Identitas
a) Nama pasien : Tn. K.
b) Umur : 47 tahun
c) Suku/bangsa : Maulafa /indonesia
d) Agama : kristen
e) Pendidikan : SMP
f) Pekerjaan : Wiraswata
g) Alamat :maulafa
h) Penanggung jawab biayaya
Nama :Ny. A
Alamat : maulafa
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
a) Keluhan Utama : pusing, nafas sedikit sesak, badan terasa lemas
dan nyeri dikepala
b) Riwayat penyakit sekarang : pasien mengatakan kepala pusing,
nafas sedkit sesak, nyeri kepala dengan kaki, lemas sudah satu hari
yang lalu.
Pengkajian PQRST
P: kenaikan gula darah
Q: seperti nyut-nyut
R: di kepala dan kaki
S: Skala 4 nyeri
T: Setiap saat bergerak
c) Keluhan saat dikaji :pusing , nafas sedikit sesak, lemas nyeri
dikepala dan kaki
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a) Pernah diawat : pasien mengatakan belum pernah di rawat di RS
b) Riwayat penyakit kronis dan menular : pasien mengatakan tidak
ada riwayat penyakit kronik
c) Riwayat penggunaan obat : pasien mengatakan pernah
mengonsusmsi obat paracetamol, amoxililin
d) Riwayat alergi : pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit
alergi
e) Riwayat operasi : pasien mengatakan belum pernah operasi
4. Riwayat penyakit keluarga
Genogram :

x x x x

47
tahun x
Keterangan : = Laki –laki

= Perempuan

X = Meninggal

= Pasien

5. Observasi dan pemeriksaan fisik


a) Tanda tanda vital
TD : 120/90 mmhg S : 36,2 0c N :80 x/m RR : 22 x/m
Kesadaran : composmentis
E: 4 V:5 M:6
b) Sistem pernapasan :
1) Keluhan : pasien tampak terlihat bernapas sedikit sesak
2) Batuk : pasien tidak mengelami batuk
3) Irama nafas : teratur
4) Suara nafas : vesikuler
5) Alat bantu nafas : pasien tidak mengguanakan alat bantu
napas
Masalah keperawatan : ketidakefektifan pola napas
c) Sistem kardio vaskuler
1) Keluhan nyeri dada : tidak ada keluhan nyeri dada
2) Irama jantung : reguler
3) Suara jantung :normal
4) CRT : kembali dalam 2 detik
5) Akral : hangat
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
d) Sistem persyarafan
1) GCS : 15
2) Refleks fisiologis : normal
3) Refleks patologis : normal
4) Keluhan pusing : pasien mengatakan pusing dan nyeri
dikepala dan kaki
5) Pupil : normal
6) Sclera / Konjunctiva :sclera putih / konjungtiva merah
muda
7) Gangguan pandangan : pasien mengelami ganngguan
pandangan karena pusing
8) Gangguan pendengaran : pendengaran baik
9) Gangguan penciuman : penciuman baik
10) Istrahat / tidur : sebelum sakit istirahat dan tidur selama 6
jam, Selama sakit istirahat dan tidur 5 jam
11) Ganggun tidur : mengelami gangguan tidur karena pusing
Masalah keperawatan : nyeri Akut
e) Sistem perkemihan
1) Kebersihan : bersih
2) Keluhan kencing : sering kencing
3) Produksi urin : 3 liter lebih dalam sehari
4) Kandung kemih : membesar
5) Intake cairan oral: lebih dari 8 gelas karena sering haus
6) Alat bantu : pasien tidak menggunakan alat bantu
Masalah keperawatan :
f) Sistem pencernaan
1) Mulut : bersih
2) Mukosa : lembab
3) Tenggorokan :tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
4) Abdomen : sedikit kembung
5) Nyeri tekan : tidak ada nyeri tekan
6) Luka oprasi : tidak ada luka operasi
7) Peristaltik : 26 x/m
8) BAB : 2 kali dalam sehari
9) Konsistensi : lunak
10) Diet : tidak ada program diit
11) Nafsu makan : baik frekuensi 3 kali bahkan lebih
12) Porsi makan :habis
Masalah keperawatan : tidak ada
g) Sistem muskuloskletal dan integumen
1) Pergerakan sendi : bebas
2) Kekuatan otot :
4 4
4 4

3) Kelainan ekstremitas : kelemahan ektremitas atas dan


bawah , tidak ada kelainan
4) Kelainan tulang belakang : tidak ada kelainan tulang
belakang
5) Fraktur : tidak mengelami fraktur
6) Trasksi /spalk / gips : tidak ada terpasang gips
7) Kulit : sawo matang
8) Tugor kulit : baik kembali dalam 2 detik
9) Luka : tidak ada luka
Masalah keperawatan : keletihan
h) Sistem endokrin
1) Pembesaran kelenjar tyroid : tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
2) Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
kelenjar getah bening
3) Hipoglikemia : tidak mengelami hipoglikemia
4) Hiperglikemia : pasien mengelami hiperglikemia
5) Luka gangren : tidak ada luka ganggren
Masalah keperawatan : keletihan
6. Pengkajian Psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : pasien mengatakan penyakit
ini merupakan cobaan tuhan
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : sangat cemas
c. Reaksi saat interaksi: kooperatif
d. Gangguan konsep diri: tidak mengelami gangguan konsep diri
Masalah keperawatan :Tidak ada
7. Personal hygine
a) Mandi : sebelum sakit 2 kali sehari, selama sakit 1 kali sehari
hanya lap badan saja
b) Keramas : sebelum sakit 2 kali sehari, selama sakit 1 kali sehari
c) Sikat gigi : sebelum sakit 3 kali sehari, selama sakit 3 kali sehari
d) Memotong kuku : setiap kali kuku panjang
e) Merokok : tidak merokok
f) Alkohol : tidak mengonsusmsi alkohol
Masalah keperawatan : defisit perawatan diri mandi
8. Kebiasaa beribadah
a. Sebelum sakit: beribadah setiap hari
b. Selama sakit: beibadah setiap hari
Masalah keperawatan : tidak ada
9. Pemeriksaan penunjang
No Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
1. GDS 511 mg/dl <150 mg/dl
2. Kreatinin 1,6 gr/dl 0,8 – 1,3
3. Ureum 38 mg/dl 15 – 43

10. Terapi :
No Jenis terapi Dosis Indikasi Kontraindikasi
1. Pumpicel 2x1
2. Episan sirup 3x1 Lambung Diare,
sembelit
3. Lapibal 2x1 Neuropati , Hipersensitif
vertigo
4. Micardis 1x1 Jantung Hipertensi
5. Novorapide 3x8u DM Hipoglikemia
6. Amlodipin 3x1
7. Sansulin 1x1 DM Hipoglikemia
8. Infus NS 0,9 %

B. Analisa Data
No Data klien Etiologi Masalah
1. Ds: Agen cidera Nyeri akut
- pasien mengatakan kepala biologis
pusing, nyeri kepala dengan
kaki, lemas sudah satu hari
yang lalu
Pengkajian PQRST
P: kenaikan gula darah
Q: seperti nyut-nyut
R: di kepala dan kaki
S: Skala 4 nyeri
T: Setiap saat bergerak
Do:
- pasien tampak terlihat
pusing dan menahan
nyeri
- TTV
TD : 120/90 mmhg
S : 36,2 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9
% 18 TPM
2. Ds: Keletihan Ketidakefektifan
- Pasien mengatakan pola napas
sedikit sesak napas dan
pusing
Do:
- Pasien tampak terlihat
bernapas sedikit sesak
dan pusing
- TTV
TD : 120/90 mmhg
S : 36,2 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
- Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9
% 18 TPM

3. Ds: Kelesuan fisik Keletihan


- Pasien mengatakan
badan terasa lemas dan
kepala terasa pusing

Do:
- Pasien tampak terlihat
lemas
- TTV
TD : 120/90 mmhg
S : 36,2 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
- Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9
% 18 TPM

C. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
b) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri dan keletihan
c) Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisik

d) Intervensi

No Diagnosa Noc Nic


1. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan masalah Nyeri 1. lakukan pengkajian nyeri
agen cedera biologis akut dapat teratasi. secara komprehensif
domain 12. Dengan kriteria hasil : 2. gunakan strategi komunikasi
00132 1. Nyeri yang dilaporkan terapeutik untuk mengetahui
pada skala sedang (3) pengelaman nyeri
ditingkatkan pada skala 3. gali pengetahuan dan
tidak ada (5) kepercayaaan pasien mengenai
2. Panjang episode nyeri nyeri
dilaporkan pada skala 4. tentukan akibat dari
sedang (3) ditingkatkan pengelaman nyeri terhadap
pada skala tidak ada (5) kualitas hidup pasien misalnya,
3. Mengerang dan menangis tidur, nafsu makan, pengertian
dilaporkan pada skala perasaan hubungan, performa
sedang (3) ditingkatkan kerja dan tanggung jawab
pada skala tidak ada (5) peran
4. Ekpresi wajah dilaporkan 5. gali bersama pasien faktor-
pada skala sedang (3) faktor yang yang dapat
ditingkatkan pada skala menurunkan atau memperberat
tidak ada (5) nyeri
5. Ketegangan otot 6. evaluasi bersama pasien dan
dilaporkan pada skala tim kesehatan lainnya
sedang (3) ditingkatkan mengenai efektivitas tindakan
pada skala tidak ada (5) pengontrolan nyeri yang
6. Mual dilaporkan pada pernah digunakan sebelumnya
skala sedang (3) 7. ajarkan prinsip-prinsip
ditingkatkan pada skala manajemen nyeri
tidak ada (5) 8. ajarkan pasien untuk teknik
relaksasi nafas dalam
9. kolaborasi dengan tim medis
untuk pemberian terapi
analgesik

2. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan Manajemen jalan nafas


pola napas keperawatan Ketidakefektifan 1. posisikan pasien untuk
berhubungan dengan pola napas dapat teratasi. memaksimalkan ventilasi
nyeri dan keletihan Dengan kriteria hasil : 2. Motivasi pasien untuk
Domain 4 1. Frekuensi pernapasan bernafas pelan
00032 dipertahankan pada skala 3 3. instruksikan bagaimana agar
deviasi sedang dari kisaran bisa melakukan batuk efektif
normal ditingkatkan pada 4. auskultasi suara nafas , catat
skala 5 tidak ada deviasi area yang ventilasinya
dari kisaran normal menurun dan adanya suara
2. Irama pernafasan tambahan
dipertahankan pada skala 3 5. posisikan untuk
deviasi sedang dari kisaran meringankan sesak nafas
normal ditingkatkan pada 6. kolaborasi dengan dokter
skala 5 tidak ada deviasi untuk pemberian obat.
dari kisaran normal
3. Kedalaman inspirasi
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedang dari kisaran
normal ditingkatkan pada
skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal
4. Suara auskultasi
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedang dari kisaran
normal ditingkatkan pada
skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal
5. Kepatenan jalan napas
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedang dari kisaran
normal ditingkatkan pada
skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal
6. Penggunaan otot bantu
nafas dipertahankan pada
skala 3 deviasi sedang dari
kisaran normal ditingkatkan
pada skala 5 tidak ada
deviasi dari kisaran normal
7. Retraksi dinding dada
dipertahankan pada skala 3
deviasi sedang dari kisaran
normal ditingkatkan pada
skala 5 tidak ada deviasi
dari kisaran normal

3. Keletihan Setelah diberikan asuhan Manajemen energi


berhubungan dengan keperawatan Ketidakefektifan 1. kaji status fisiologi
kelesuan fisik pola napas dapat teratasi. pasienyang menyebabkan
domain 4 Dengan kriteria hasil : kelelehan sesuai dengan
00093 1. Kelelahan dipertahankan konteks usia dan
pada skala 3 sedang dan perkembengan
ditingkatkan pada skala 5 2. anjurkan pasien
tidak ada mengungkap perasaan secara
2. Kelesuan dipertahankan verbal mengenai keterbatasan
pada skala 3 sedang dan yang dialami
ditingkatkan pada skala 5 3. gunakan instrumen yang
tidak ada valid untuk mengukur
3. Alam perasaan depresi kelelahan
dipertahankan pada skala 3 4. tentukan persepsi pasien
sedang dan ditingkatkan atau orang terdekat dengan
pada skala 5 tidak ada pasien mengenai penyebab
4. Kehilangan selera makan kelelahan
dipertahankan pada skala 3 5. pilih intervensi untuk
sedang dan ditingkatkan mengurangi kelelahan baik
pada skala 5 tidak ada secara farmakologis maupun
5. sakit kepala dipertahankan nonfarmakologis dengan tepat
pada skala 3 sedang dan 6. tentukan jenis dan
ditingkatkan pada skala 5 banyaknya aktivitas yang
tidak ada dibutuhkan untuk menjaga
6. nyeri otot dipertahankan ketahanan
pada skala 3 sedang dan 7. monitor intake nutrisi untuk
ditingkatkan pada skala 5 mengetahui sumber enrgi yang
tidak ada adekuat
7. nyeri sendi dipertahankan 8. konsul dengan ahli gizi
pada skala 3 sedang dan mengenai cara meningkatkan
ditingkatkan pada skala 5 asupan energi dan makanan
tidak ada 9. ajarkan pasien mengenai
8. tingkat stress dipertahankan pengelolaan kegiatan dan
pada skala 3 sedang dan teknik manajemen waktu untuk
ditingkatkan pada skala 5 mencegah kelelahan
tidak ada 10. anjurkan pasien untuk
memilih aktivitas-aktivitas
untuk membangun ketahanan
11. lakukan rom aktif atau
pasif untuk menghilangkan
ketegangan otot
12. evaluasi secara bertahap
kenaikan level aktivitas pasien
13. kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian obat

e) Implementasi dan Evaluasi


No Hari/tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. 01/01/020 Nyeri akut 1.melakukan pengkajian S:
15:00 berhubungan nyeri secara komprehensif - Pasien mengatakan
dengan agen 2.mengali pengetahuan dan masih nyeri
cedera biologis kepercayaaan pasien - Pengkajian PQRST
domain 12. mengenai nyeri P: kenaikan gula
00132 3. menentukan akibat dari darah
pengelaman nyeri terhadap Q: seperti nyut-nyut
kualitas hidup pasien R: di kepala dan kaki
misalnya, tidur, nafsu S: Skala 4 nyeri
makan, pengertian perasaan T: Setiap saat
hubungan, performa kerja bergerak
dan tanggung jawab peran O:
4. mengali bersama pasien - Pasien masih tampak
faktor-faktor yang yang menahan nyeri
dapat menurunkan atau - TTV
memperberat nyeri TD : 120/90 mmhg
6. menevaluasi bersama S : 36,2 0c
pasien dan tim kesehatan N :80 x/m
lainnya mengenai efektivitas RR : 22 x/m
tindakan pengontrolan nyeri - Kesadaran
yang pernah digunakan composmentis
sebelumnya E: 4 V:5 M:6
7. mengajarkan prinsip- - Terpasang infus NS
prinsip manajemen nyeri 0,9 % 18 TPM
8. mengajarkan pasien untuk
teknik relaksasi nafas dalam A: Masalah nyeri akut belum
9. mengkolaborasi dengan teratasi
tim medis untuk pemberian P: therapi lanjut
terapi analgesik
2. 02/01/020 Ketidakefektifan 1. memposisikan pasien S:
pola napas untuk memaksimalkan - Pasien mengatakan
berhubungan ventilasi bernapas masih
dengan nyeri dan 2. memotivasi pasien untuk sedikit sesak
keletihan bernafas pelan O:
Domain 4 3.mengajarkan pasien teknik - Pasien bernapas
00032 relaksasi nafas dalam tampak terlihat sesak
4. mengauskultasi suara - TTV
nafas, catat area yang TD : 120/90 mmhg
ventilasinya menurun dan S : 36,2 0c
adanya suara tambahan N :80 x/m
5. mengatur posisi pasien RR : 22 x/m
untuk meringankan sesak - Kesadaran
nafas composmentis
6. mengkolaborasi dengan E: 4 V:5 M:6
dokter untuk pemberian - Terpasang infus NS
obat. 0,9 % 18 TPM
A: Masalah ketidakefektifan
pola nafas belum teratasi
P: Therapi lanjut
3. 01/01/020 Keletihan 1. mengkaji status fisiologi S:
berhubungan pasienyang menyebabkan - Pasien mengatakan
dengan kelesuan kelelehan sesuai dengan badan terasa lemas
fisik domain 4 konteks usia dan dan kepala terasa
00093 perkembengan pusing
2. menganjurkan pasien O:
mengungkap perasaan - pasien tampak terlihat
secara verbal mengenai lelah dan lesu
keterbatasan yang dialami - TTV
3. menggunakan instrumen TD : 120/90 mmhg
yang valid untuk mengukur S : 36,2 0c
kelelahan N :80 x/m
4. menentukan persepsi RR : 22 x/m
pasien atau orang terdekat - Kesadaran
dengan pasien mengenai composmentis
penyebab kelelahan E: 4 V:5 M:6
5. memilih intervensi untuk - Terpasang infus NS
mengurangi kelelahan baik 0,9 % 18 TPM
secara farmakologis maupun A: Masalah keletihan belum
nonfarmakologis dengan teratasi
tepat P: Therapi lanjut
6. menentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan
7. memonitor intake nutrisi
untuk mengetahui sumber
enrgi yang adekuat
8. melakukan konsultasi
dengan ahli gizi mengenai
cara meningkatkan asupan
energi dan makanan
9. mengajarkan pasien
mengenai pengelolaan
kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
10. menganjurkan pasien
untuk memilih aktivitas-
aktivitas untuk membangun
ketahanan
11. melakukan rom aktif
atau pasif untuk
menghilangkan ketegangan
otot
12. mengevaluasi secara
bertahap kenaikan level
aktivitas pasien
13. mengkolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian
obat

f) Implementasi hari pertama


No Hari/tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. 22/01/020 Nyeri akut 1.melakukan pengkajian S:
09:00 berhubungan nyeri secara komprehensif - Pasien mengatakan
dengan agen 2.mengali pengetahuan dan tidak nyeri kepala dan
cedera biologis kepercayaaan pasien kaki lagi
domain 12. mengenai nyeri O:
00132 3. menentukan akibat dari - Pasien tidak
pengelaman nyeri terhadap mengeluh nyeri
kualitas hidup pasien kepala dan kaki lagi
misalnya, tidur, nafsu - TTV
makan, pengertian perasaan TD : 120/80 mmhg
hubungan, performa kerja S : 36,4 0c
dan tanggung jawab peran N :80 x/m
4. mengali bersama pasien RR : 22 x/m
faktor-faktor yang yang - Kesadaran
dapat menurunkan atau composmentis
memperberat nyeri E: 4 V:5 M:6
6. menevaluasi bersama - Terpasang infus NS
pasien dan tim kesehatan 0,9 % 18 TPM
lainnya mengenai efektivitas
tindakan pengontrolan nyeri A: Masalah nyeri akut
yang pernah digunakan teratasi
sebelumnya P: therapi dihentikan
7. mengajarkan prinsip-
prinsip manajemen nyeri
8. mengajarkan pasien untuk
teknik relaksasi nafas dalam
9. mengkolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian
terapi analgesik
2. 22/01/020 Ketidakefektifan 1. memposisikan pasien S:
14:00 pola napas untuk memaksimalkan - Pasien mengatakan
berhubungan ventilasi bernapas tidak sesak
dengan nyeri dan 2. memotivasi pasien untuk lagi
keletihan bernafas pelan O:
Domain 4 3.mengajarkan pasien teknik - Pasien bernapas
00032 relaksasi nafas dalam tampak tidak sesak
4. mengauskultasi suara - TTV
nafas, catat area yang TD : 120/80 mmhg
ventilasinya menurun dan S : 36,4 0c
adanya suara tambahan N :80 x/m
5. mengatur posisi pasien RR : 22 x/m
untuk meringankan sesak - Kesadaran
nafas composmentis
6. mengkolaborasi dengan E: 4 V:5 M:6
dokter untuk pemberian - Terpasang infus NS
obat. 0,9 % 18 TPM
A: Masalah ketidakefektifan
pola nafas teratasi
P: Therapi dihentikan
3. 22/01/020 Keletihan 1. mengkaji status fisiologi S:
09:00 berhubungan pasienyang menyebabkan - Pasien mengatakan
dengan kelesuan kelelehan sesuai dengan badan terasa masih
fisik domain 4 konteks usia dan lemas dan kepala
00093 perkembengan terasa pusing
2. menganjurkan pasien O:
mengungkap perasaan - pasien tampak terlihat
secara verbal mengenai lelah dan lesu
keterbatasan yang dialami - TTV
3. menggunakan instrumen TD : 120/80 mmhg
yang valid untuk mengukur S : 36,4 0c
kelelahan N :80 x/m
4. menentukan persepsi RR : 22 x/m
pasien atau orang terdekat - Kesadaran
dengan pasien mengenai composmentis
penyebab kelelahan E: 4 V:5 M:6
5. memilih intervensi untuk - Terpasang infus NS
mengurangi kelelahan baik 0,9 % 18 TPM
secara farmakologis maupun A: Masalah keletihan belum
nonfarmakologis dengan teratasi
tepat P: Therapi lanjut
6. menentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan
7. memonitor intake nutrisi
untuk mengetahui sumber
enrgi yang adekuat
8. melakukan konsultasi
dengan ahli gizi mengenai
cara meningkatkan asupan
energi dan makanan
9. mengajarkan pasien
mengenai pengelolaan
kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
10. menganjurkan pasien
untuk memilih aktivitas-
aktivitas untuk membangun
ketahanan
11. melakukan rom aktif
atau pasif untuk
menghilangkan ketegangan
otot
12. mengevaluasi secara
bertahap kenaikan level
aktivitas pasien
13. mengkolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian
obat

g) Implementasi hari ke dua


No Hari/tgl Diagnosa Implementasi Evaluasi
1. 23/01/020 Nyeri akut 1.melakukan pengkajian S:
14:00 berhubungan nyeri secara komprehensif - Pasien mengatakan
dengan agen 2.mengali pengetahuan dan tidak nyeri kepala dan
cedera biologis kepercayaaan pasien kaki lagi
domain 12. mengenai nyeri O:
00132 3. menentukan akibat dari - Pasien tidak
pengelaman nyeri terhadap mengeluh nyeri
kualitas hidup pasien kepala dan kaki lagi
misalnya, tidur, nafsu - TTV
makan, pengertian perasaan TD : 120/80 mmhg
hubungan, performa kerja S : 36,4 0c
dan tanggung jawab peran N :80 x/m
4. mengali bersama pasien RR : 22 x/m
faktor-faktor yang yang - Kesadaran
dapat menurunkan atau composmentis
memperberat nyeri E: 4 V:5 M:6
6. menevaluasi bersama - Terpasang infus NS
pasien dan tim kesehatan 0,9 % 18 TPM
lainnya mengenai efektivitas
tindakan pengontrolan nyeri A: Masalah nyeri akut
yang pernah digunakan teratasi
sebelumnya P: therapi dihentikan
7. mengajarkan prinsip-
prinsip manajemen nyeri
8. mengajarkan pasien untuk
teknik relaksasi nafas dalam
9. mengkolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian
terapi analgesik
2. 23/01/120 Ketidakefektifan 1. memposisikan pasien S:
14:00 pola napas untuk memaksimalkan - Pasien mengatakan
berhubungan ventilasi bernapas tidak sesak
dengan nyeri dan 2. memotivasi pasien untuk lagi
keletihan bernafas pelan O:
Domain 4 3.mengajarkan pasien teknik - Pasien bernapas
00032 relaksasi nafas dalam tampak tidak sesak
4. mengauskultasi suara - TTV
nafas, catat area yang TD : 120/80 mmhg
ventilasinya menurun dan S : 36,4 0c
adanya suara tambahan N :80 x/m
5. mengatur posisi pasien RR : 22 x/m
untuk meringankan sesak - Kesadaran
nafas composmentis
6. mengkolaborasi dengan E: 4 V:5 M:6
dokter untuk pemberian - Terpasang infus NS
obat. 0,9 % 18 TPM
A: Masalah ketidakefektifan
pola nafas teratasi
P: Therapi dihentikan
3. 23/01/020 Keletihan 1. mengkaji status fisiologi S:
14:00 berhubungan pasienyang menyebabkan - Pasien mengatakan
dengan kelesuan kelelehan sesuai dengan badan terasa masih
fisik domain 4 konteks usia dan lemas dan kepala
00093 perkembengan terasa pusing
2. menganjurkan pasien O:
mengungkap perasaan - pasien tampak terlihat
secara verbal mengenai lelah dan lesu
keterbatasan yang dialami - TTV
3. menggunakan instrumen TD : 120/80 mmhg
yang valid untuk mengukur S : 36,4 0c
kelelahan N :80 x/m
4. menentukan persepsi RR : 22 x/m
pasien atau orang terdekat - Kesadaran
dengan pasien mengenai composmentis
penyebab kelelahan E: 4 V:5 M:6
5. memilih intervensi untuk - Terpasang infus NS
mengurangi kelelahan baik 0,9 % 18 TPM
secara farmakologis maupun A: Masalah keletihan belum
nonfarmakologis dengan teratasi
tepat P: Therapi lanjut
6. menentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk menjaga
ketahanan
7. memonitor intake nutrisi
untuk mengetahui sumber
enrgi yang adekuat
8. melakukan konsultasi
dengan ahli gizi mengenai
cara meningkatkan asupan
energi dan makanan
9. mengajarkan pasien
mengenai pengelolaan
kegiatan dan teknik
manajemen waktu untuk
mencegah kelelahan
10. menganjurkan pasien
untuk memilih aktivitas-
aktivitas untuk membangun
ketahanan
11. melakukan rom aktif
atau pasif untuk
menghilangkan ketegangan
otot
12. mengevaluasi secara
bertahap kenaikan level
aktivitas pasien
13. mengkolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian
obat

h) Catatan perkembangan
No Diagnosa Hari/TGL Catatan Perkembangan TTD

1. Nyeri akut 22/01/020 S:


berhubungan 14.00 - Pasien mengatakan tidak nyeri
dengan agen kepala dan kaki lagi
cedera biologis O:
domain 12. - Pasien tidak mengeluh nyeri
00132 kepala dan kaki lagi
- TTV
TD : 120/80 mmhg
S : 36,4 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
- Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9 % 18
TPM

A: Masalah nyeri akut teratasi


P: therapi dihentikan
2. Ketidakefektifan 23/01/020 S:
pola napas 14.00 - Pasien mengatakan bernapas
berhubungan tidak sesak lagi
dengan nyeri O:
dan keletihan - Pasien bernapas tampak tidak
Domain 4 sesak
00032 - TTV
TD : 120/80 mmhg
S : 36,4 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
- Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9 % 18
TPM
A: Masalah ketidakefektifan pola nafas
teratasi
P: Therapi dihentikan
3. Keletihan 23/01/020 S:
berhubungan 14.00 - Pasien mengatakan badan tidak
dengan kelesuan terasa lemas dan kepala tidak
fisik domain 4 terasa pusing
00093 O:
- pasien tampak terlihat tidak
lemas dan pusing
- TTV
TD : 120/80 mmhg
S : 36,4 0c
N :80 x/m
RR : 22 x/m
- Kesadaran composmentis
E: 4 V:5 M:6
- Terpasang infus NS 0,9 % 18
TPM
A: Masalah keletihan teratasi
P: Therapi dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN

Hambatan yang ditemukan saat merawat klien adalah sudah memberikan


tindakan kie mengenai diet nutrisi agar gula dalam darah mnegelami penurunan
tetapi pasien selalu makan makanan yang tinggi karbohidrat dan banyak gula
secara sembunyi-sembunyi sehingga proses evaluasi gula dalam darah bukannya
semakin turun tetapi semakin naik sehingga di sini tindakan yang diberikan secara
fakta adalah pemberian sansulin sebanyak 34 unit, pemberian sansulin ini juga
diberikan sesuai tinggi gula yang semakin hari bukannya semakin turun tetapi
semakin naik sehingga disini dokter menginstruksikan penamabahan 2 unit lagi
sehingga jumlah sansulin yang berikan dalam sekali setiap suntik adalah 36 unit.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tn. K. Umur : 47 tahun, Suku/bangsa : maulafa /indonesia, Agama :
kristen , Pendidikan : SMP, Pekerjaan : wiraswasta , Alamat : maulafa Masuk
rumah sakit dengan diagnosa DM Tipe II atau DM tidak terkontrol pasien
dirawat dirumah sakit bayangkara ruangan mawar selama 3 hari, dilakukan
pengkajian terdapat keluhan pusing, nafas sedikit sesak, badan terasa lemas
dan nyeri dikepala dan dikaki pada pemeriksaan GDS 511 mg/dl diagnosa
yang diambil nyeri akut, ketidakefektifan pola nafas, dan keletihan tindakan
yang diberikan adalah manajemen nyeri, manajemen pernapasan, manajemen
energi.

5.2 Saran
Kepada pasien dan keluarga
Diharapkan pasien dapat melakukan Diit makannan yang mengandung
karbohidrat tinggi, lemak, berminyak, margarin, sebelum makan keluarga juga
harus membantu memberikan sansulin kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Sari. (2015). Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Keperawatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.
Ernawati. (2013). Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu
Dengan Penerapan Teori Keperawatan Self Care Orem. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
International Diabetes Federation (IDF). (2014). Diabetes atlas.
http://www.eatlas.sdf.org di akses pada hari Kamis 29 November
2018
Kementrian Kesehatan RI. (2016). Data Sample Registration Survey tahun
2014. Bulletin jendela data dan informasi kesehatan.
Najib Bustan, M. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Jakarta: Rineka Cipta.
Novitasari, Retno. (2012). Diabetes Melitus Dilengkapi Senam DM.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsesus
pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai