Anda di halaman 1dari 10

Naskah diterima : 22 Juli 2010

ARTIKEL

Prospek Teknologi Pembuatan Beras Bergizi


Melalui Fortifikasi Iodium
Ridwan Rachmat dan Syafaruddin Lubis
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 12 Cimanggu Bogor

ABSTRAK
Dalam upaya penanggulangan masalah gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI),
peningkatan mutu gizi beras merupakan salah satu terobosan yang dapat ditempuh
terutama untuk memperbaiki mutu gizi masyarakat di daerah endemik Iodium. Penerapan
teknologi fortifikasi Iodium pada beras sangat prospektif untuk dikembangkan, karena
beras merupakan bahan pangan pokok yang dikonsumsi lebih dari 90% penduduk
Indonesia. Teknologi fortifikasi Iodium pada beras dilakukan dengan prinsip memanfaatkan
sifat Iodium yang mudah terikat dengan amilosa sebagai unsur utama beras. Iodium
sebagai fortifikan dalam bentuk larutan dengan penambahan bahan pengikat dikabutkan
dengan alat pengkabut yang digandengkan pada alat penyosoh beras. Hasil penelitian
menunjukan bahwa fortifikasi Iodium pada beras dengan menggunakan bahan pengikat
dextrose dan sodium bikarbonat tidak berpengaruh terhadap kualitas beras. Hasil uji
organoleptik menunjukan bahwa fortifikasi iodium sebesar 1 ppm pada beras menunjukkan
bahwa rasa nasi dari beras dengan fortifikan iodit maupun iodat tanpa pengikat tidak
berbeda nyata dengan kontrol dan disukai •60% konsumen (responden). Sedangkan
dari segi aroma tidak berbeda nyata dengan kontrol dan menunjukkan penampilan
permukaan terlihat bersih dan cemerlang. Dari mutu fisik beras, pada umumnya beras
beriodium dapat diklasifikasikan pada standar mutu II karena beras kepala diatas 80%
dan beras patah paling tinggi 19,41%.
kata kunci : beras beriodium, GAKI, fortifikasi, iodat dan iodit
ABSTRACT
In an effort to overcome problems Iodine deficiency disorders (IDD), increased
nutrient quality of rice is one of the breakthroughs that can be achieved primarily to
improve the nutritive quality of the community in areas of endemic iodine. Iodine fortification
technology implementation on highly prospective for development of rice, because rice
is the staple food consumed by more than 90% of Indonesian population. Iodine fortification
of rice technology by utilizing the principle of the easy nature of iodine bound with amylose
as the main element in rice. Iodine as fortifikan in the form of a solution with the addition
of a binder in mist sprayer which coupled with the tool on the tool penyosoh rice. The
results showed that iodine fortification in rice by using a binder dextrose and sodium
bicarbonate did not affect the quality of rice. The organoleptic test showed that iodine
fortification of 1 ppm in rice showed that the rice with iodate fortificant iodid or without
a binder is not significantly different from the control and preferred •'3d 60% of consumers
(respondents). In terms of flavor not significantly different from the control and shows
the surface appearance looks clean and bright. From the physical quality of rice, generally
can be classified on the quality standard II for over 80% head rice yield and broken rice
the highest 19.41%.
Keywords: iodized rice, IDD, fortification, iodine and iodide

PANGAN, Vol. 19 No. 3 September 2010: 265-274 265


I. PENDAHULUAN kapsul minyak beriodium hanya bersifat
sementara. Yuniar (1991) mencoba menguji
K ekurangan zat gizi menjadi masalah
karena 60% penyebab kematian bayi dan
balita karena kekurangan gizi terutama
alat Rhodifuse yang berfungsi untuk
memberikan iodium ke dalam sumber air yang
masalah gangguan akibat kekurangan Iodium mengalir untuk diminum. Kelemahan alat ini
(GAKI). Iodium merupakan salah satu unsur jika turun hujan maka konsentrasi iodium yang
yang diperlukan oleh tubuh manusia. dihasilkan akan lebih kecil. Berdasarkan
Kekurangan Iodium dapat menurunkan kenyataan tersebut perlu diupayakan fortifikasi
kecerdasan anak, gangguan pertumbuhan fisik iodium untuk bahan pangan lain yang umum
dan mental, serta menurunnya konsentrasi dikonsumsi masyarakat.
dan tingkat kecerdasan (Lutfi dan Manson, Iodium yang banyak dipakai dalam bahan
1988). makanan umumnya dalam bentuk iodat (KIO3)
Iodium merupakan salah satu unsur mikro dengan berat molekul 214.00. Senyawa iodat
yang dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit lebih stabil maka kalium iodat
di dalam tubuh sehingga Iodium disebut direkomendasikan oleh World Health
sebagai mineral mikro. Walaupun jumlah yang Organization sebagai bahan iodinasi garam.
dibutuhkan sangat sedikit akan tetapi perannya Sedangkan iodit (KI) dengan berat molekul
sangat vital bagi kesehatan maupun 166.00 bentuknya tidak stabil, bila digunakan
perkembangan tubuh dalam pembentukan untuk bahan pangan lain harus ditambahkan
hormon tiroid (Dunn, 1990). Menurut Kartono bahan pengikat.
(1986), kebutuhan Iodium sehari-hari untuk Pemberian garam beriodium bagi
mencegah penyakit gondok adalah sebanyak penderita penyakit gondok telah berlangsung
0,05-0,08 mikrogram atau 0,001 mikrogram dan telah menunjukkan bahwa garam
per kilogram berat badan. Kekurangan mineral beriodium relatif berhasil dengan cakupannya
dalam jangka panjang akan menyebabkan semakin meningkat sehingga prevalensi
sejumlah gangguan kesehatan yang dikenal gondok juga turun, walaupun ditinjau dari
dengan gangguan akibat kekurangan iodium aspek efisiensi penyerapan iodium dalam
(GAKI). garam yang diaplikasikan dalam bentuk sayur
Untuk menanggulangi gangguan akibat hanya terserap sedikit sekali. Salah satu
kekurangan iodium (GAKI) pemerintah kemungkinan rendahnya efektifitas iodium
berusaha membuat garam beriodium. Garam pada garam dalam konsumsi sehari-hari adalah
beriodium belum dapat dikonsumsi oleh semua diantaranya masakan sayur hanya sayur
lapisan masyarakat terutama penduduk miskin utuhnya saja yang dikonsumsi sedangkan
yang terdapat di daerah, karena kendala teknis, airnya tidak, selain itu penggunaan garam
ekonomis maupun sosiologis. Penggunaan dalam sayur relatif sedikit dan sayur dibuat
garam beriodium mempunyai kelemahan untuk keperluan seluruh keluarga bukan untuk
dimana kadar Iodium dalam garam dapat perorangan. Sedangkan pemberian kapsul
berkurang hingga nol sewaktu dicampur beriodium dengan dosis tinggi yang diberikan
dengan cabai, merica, ketumbar dan terasi. setahun sekali juga masih memberikan banyak
Di Indonesia, telah dilakukan fortifikasi kendala. Untuk itu dengan dibuatnya beras
Iodium ke garam pada 1994 dan zat besi ke iodium diharapkan penyerapan iodium didalam
tepung terigu pada 2001. Fortifikasi vitamin A nasi dapat lebih besar dibandingkan dengan
ke minyak goreng sedang menuju Standar garam beriodium, adanya losses iodium dari
Nasional Indonesia (SNI) wajib pada 2011. beras hingga menjadi nasi tidak dapat dihindari,
Untuk mempercepat penanggulangan namun demikian iodium yang terserap dalam
kekurangan iodium di masyarakat, pemerintah badan akan lebih besar karena dengan makan
berusaha memberikan kapsul beriodium. nasi sehari 2 – 3 kali/ orang dosisnya lebih
Bantuan kapsul beriodium hanya sementara tinggi dibandingkan dengan pemakaian garam
agar masyarakat yang mengalami kekurangan beriodium.
Iodium dapat dikurangi. Pemberian kapsul Berdasarkan kenyataan tersebut perlu
minyak beriodium ini cukup baik dapat diupayakan fortifikan iodium untuk bahan
menekan penderita yang kekurangan Iodium. pangan lain yang umum di konsumsi
Namun karena harga lebih mahal bantuan masyarakat. Beras merupakan bahan pokok

266 PANGAN, Vol. 19 No. 3 September 2010: 265-274


yang dikonsumsi dalam jumlah besar dan dinilai sangat penting agar masyarakat tidak
digunakan lebih dari 90 penduduk Indonesia. kekurangan gizi. Namun demikian teknologi
Komponen utama dari beras ialah karbohidrat fortifikasi Iodium ke beras hingga kini masih
(85-90%, berat kering), yang mayoritas adalah perlu terus diupayakan inovasi teknologinya
pati. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, agar biaya proses fortifikasi Iodium pada beras
dan senyawa ini dapat berikatan dengan terjangkau.
iodium. Oleh karena itu untuk daerah yang
mengalami defisiensi iodium maka beras II. PRINSIP FORTIFIKASI IODIUM PADA
berpeluang besar untuk difortifikasi dengan BERAS
iodium, kendala proses fortifikan dengan cara Fortifikasi Iodium pada beras dilakukan
pencampuran kering antara lain tingkat dengan prinsip memanfaatkan sifat Iodium
homogenitas produk relatif rendah dan yang mudah terikat dengan amilosa yang
memerlukan perlatan khusus dan teknologi merupakan unsur utama beras. Fortifikasi
yang relatif mahal. Dalam upaya memenuhi Iodium dilakukan dengan menambahkan
kebutuhan akan iodium dengan meningkatkan bahan pengikat pada larutan Iodium sebagai
mutu beras giling di masyarakat telah fortifikan, dan melalui proses fortifikasi
berkembang sistem pengkabutan yaitu menggunakan alat pengkabut yang
penyemprotan uap air dalam bentuk kabut digandengkan pada alat penyosoh beras.
sewaktu proses penyosohan beras, maka Dengan penambahan alat pengkabut (Gambar
sistem ini dapat diterapkan untuk pembuatan 1) tersebut proses fortifikasi iodium berlangsung
fortifikasi iodium dalam beras. setelah tahap penyosohan kedua.
Beras merupakan bahan pangan pokok
yang dikonsumsi lebih dari 90% penduduk
Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia saat
ini sekitar 139,5 kg/kap/th, atau sekitar 200
g/hari sedangkan kebutuhan iodium untuk
pertumbuhan normal pada manusia dewasa
ialah 120 – 150 g/hari (Anonim, 1991).
Sehingga iodium sebagai fortifikan pada beras
hanya diperlukan dalam konsentrasi yang
sangat kecil (sekitar 750 g/kg atau 0,75 ppm).
Kebutuhan pangan pokok dari 273,7 juta
penduduk Indonesia pada tahun 2025 masih
tetap tergantung pada beras. Karena itu selain
persoalan pemenuhan volume produksi,
diperlukan juga adanya peningkatan kualitas
sumber karbohidrat melalui fortifikasi beras
(Maryoto, 2005). Apabila dibandingkan dengan
fortifikasi iodium sebesar 80 ppm pada garam,
maka tambahan biaya dalam pembuatan
garam beriodium jauh lebih mahal Gambar 1. Komponen alat penyosoh yang
dibandingkan dengan biaya pembuatan beras dapat digunakan dalam
beriodium (Anonim, 1999). pembuatan beras beriodium
dengan fortifikasi
Dalam upaya penanggulangan masalah
Gaki, peningkatan mutu gizi beras merupakan
salah satu terobosan yang dapat ditempuh III. TEKNOLOGI PROSES IODISASI
terutama untuk memperbaiki mutu gizi BERAS
masyarakat di daerah endemik Iodium. Teknologi proses pembuatan beras
Penerapan teknologi fortifikasi Iodium pada dilakukan dengan tahapan seperti terdapat
beras sangat prospektif untuk dikembangkan, pada diagram alir pembuatan beras beriodium
karena beras merupakan bahan pangan pokok (Gambar 2). Secara umum proses fortifikasi
yang dikonsumsi lebih dari 90% penduduk diawali dengan proses pembuatan beras
Indonesia. Fortifikasi Iodium ke beras miskin sosoh/giling seperti halnya yang biasa

Prospek Teknologi Pembuatan Beras Bergizi Melalui Fortifikasi Iodium (Ridwan Rachmat dan Syafaruddin Lubis) 267
dilakukan pada setiap penggilingan beras yaitu kenampakan lebih bersih dan cemerlang
mulai dari gabah kering giling (GKG) hingga karena lapisan aleuron yang menempel pada
beras sosoh (putih). Selanjutnya dari beras permukaan endosperm akan tercuci selama
sosoh ini berlanjut dengan proses fortifikasi proses fortifikasi berlangsung, namun perlu
Iodium dengan teknik pengkabutan fortifikan dipertimbangkan secara ekonomi.
pada beras dalam mesin penyosoh, sehingga Kapasitas fortifikasi dapat ditingkatkan
diperoleh beras beriodium. Sistem secara maksimal (700 kg/jam untuk polisher
pengkabutan yang dipergunakan terdiri atas tipe N-70) dengan mengurangi beban pada
alat pengkabut yang dilengkapi dengan katup pengeluaran beras (pada polisher), dan
kompresor pengkabut udara dengan tekanan menurunkan debit aliran larutan fortifikan
40-50 psi. Larutan fortifikan dikabutkan dengan secara gravitasi, sehingga ceceran titik-titik air
bantuan tekanan udara 40 psi yang berasal
(droplet) fortifikan dapat dicegah, serta diikuti
dari kompresor sehingga terjadi kabut fortifikan
dengan menambah tekanan udara dari 30
iodium. Debit fortifikan yang digunakan 4-5
menjadi 40 psi.
l/jam tergantung dari kadar air atau kekeringan
beras yang akan diiodisasi. Kadar air beras Hasil penelitian menunjukan bahwa
merupakan hal yang sangat krusial dalam penggunaan fotifikan Iodium dalam bentuk
proses fortifikasi dengan menggunakan iodat pada beras dengan bahan pengikat
teknologi pengkabut. Makin rendah kadar air dextrose dan sodium bikarbonat menunjukkan
beras maka proses fortifikasi bisa dilakukan bahwa Iodium yang terfortifikasi pada beras
pada debit air yang lebih besar. Makin banyak sebesar 7,47 ppm, dan setelah menjadi nasi
larutan fortifikan yang disemprotkan maka (proses tanpa pencucian) 4,6 ppm dan setelah
akan dihasilkan beras iodium dengan menjadi nasi (sesudah pencucian) sebesar

268 PANGAN, Vol. 19 No. 3 September 2010: 265-274


2,65 ppm. Fortifikasi Iodium tidak berpengaruh sebesar 139,5 kg/kap/th. Kebutuhan Iodium
terhadap kualitas beras yang dihasilkan. pada orang dewasa sebanyak 150 mikrogram
Kualitas fisik beras yang dihasilkan cukup baik, perhari (Anonim, 1999). Konsentrasi fortifikan
beras kepala 80,28%, beras patah 19,38%, pada nasi mengalami penurunan diduga
menir 0,34% serta warna beras putih dan selama pemasakan sebagian Iodium akan
bersih. Uji organoleptik beras iodium menguap karena dipanaskan. Menurunnya
menunjukkan bahwa fortifikasi Iodium 1 ppm konsentrasi fortifikan Iodium pada saat
pada beras adalah yang paling disukai oleh pemasakan ini berkisar antara 36,6% sampai
panelis. 86,1% (Diosady, et.al., 1998). Hasil pengujian
sidik ragam menunjukkan bahwa fortifikasi
IV. KONSENTRASI FORTIFIKAN PADA Iodium pada beras selain dapat meningkatkan
BERAS BERIODIUM nilai gizi juga menurunkan kandungan asam
Proses penyosohan beras pecah kulit lemak bebas (FFA). Pemberian konsentrasi
menghasilkan beras sosoh, dedak dan bekatul. fortifikan 1,00 ppm dapat mencegah
Sebagian besar kandungan gizi pada beras peningkatan FFA pada beras beriodium
seperti protein, lemak, vitamin dan mineral menjadi 0,04%, sehingga beras beriodium
akan terkikis bersama dedak pada saat proses aman untuk dikonsumsi maupun untuk
penyosohan, sehingga prosentasi komponen disimpan.
tersebut mengalami penurunan. Untuk Karakteristik beras beriodium dapat lebih
menambah gizi pada beras sosoh, maka dapat tahan dari serangan hama kutu sampai enam
dilakukan diantaranya melalui fortifikasi Iodium bulan, namun sangat rentan terhadap cahaya,
pada saat beras dalam proses penyosohan sehingga metoda penyimpanan perlu ada
tahap II. Peningkatan kadar Iodium pada beras perlakuan khusus. Penyimpanan beras Iodium
akibat fortifikasi pada berbagai konsentrasi dapat dilakukan dalam kemasan sistem
Iodium diperlihatkan pada Tabel 1. hermetik seperti pada Gambar 3. Kemasan

0,70 0,34 a
0,85 0,38 a
1,00 0,69 b
1,15 0,71b
HSD 5% 0,167

Hasil analisis uji statistik (sidik ragam) pada bagian luar (sekunder) adalah karung
pada Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa plastik komersial berwarna, untuk mencegah
pemberian konsentrasi fortifikan 0,70 dan 0,85 terjadinya penguapan Iodium dari beras yang
ppm tidak terdapat perbedaan yang nyata telah difortifikasi karena masuknya cahaya
pada nasi. Sedangkan penambahan menembus melalui kemasan, seperti halnya
konsentrasi fortifikan 1,00 dan 1,15 ppm terlihat pada garam Iodium bila terjadi pencampuran
memberikan perbedaan yang nyata pada nasi. dengan bumbu atau perisa yang mengandung
Fortifikasi dengan konsentrasi Iodium 1,00 vitamin C atau asam askorbat, dimana
ppm diperkirakan sudah dapat memenuhi pencampuran dengan garam Iodium
kebutuhan Iiodium tubuh sebesar 120 menyebabkan terbentuknya Iodium bebas
mikrogram dengan asumsi tidak ada dalam air, dengan mekanisme reaksi sebagai
perubahan konsumsi beras per kapita yaitu berikut: IO3- + 5 I + 6 H+ g 3 H2O + 3I2h.

Prospek Teknologi Pembuatan Beras Bergizi Melalui Fortifikasi Iodium (Ridwan Rachmat dan Syafaruddin Lubis) 269
Demikian juga nasi yang mendapat perlakuan
tanpa dicuci langsung dimasak konsentrasinya
lebih tinggi dari pada nasi yang mendapat
perlakukan dengan pencucian terlebih dahulu.
Konsentrasi iodat dengan bahan pengikat
yang paling tinggi yaitu sebesar 4,6 ppm masih
melekat pada nasi dibandingkan dengan jenis
fortifikan yang lain. Sewaktu beras dicuci
fortifikan iodit maupun iodat sebagian ada
yang terlarut kedalam air cucian dan terbuang
sedangkan beras yang langsung ditanak
menunjukkan kandungan fortifikan yang masih
melekat pada beras masih tinggi. Konsentrasi
Gambar 3. Cara pengemasan dan penyim- iodium juga akan berkurang bila dipanaskan
panan beras beriodium karena sebagian akan menguap dan sebagian
Jenis fortifikan Iodium yang digunakan untuk lagi melekat kedalam nasi. Penurunan
pembuatan beras beriodium (Tabel 2) kandungan iodat maupun iodit pada saat
menunjukkan bahwa iodium yang masih dipanaskan dapat mencapai 36,6% sampai
terdapat pada beras adalah dalam bentuk iodit 86,1% (Diosady, dkk., 1998; Chauhan, dkk.,
6,82 ppm, iodit dengan pengikat 7,02 ppm, 1992; Wang, dkk., 1999).

iodat 7,35 ppm, dan iodat dengan pengikat V. RASA, AROMA DAN WARNA BERAS
7,47 ppm. Dengan penambahan bahan BERIODIUM
pengikat pada iodit dan iodat konsentrasi Dalam penambahan suatu fortifikan
iodium yang ada pada beras lebih besar dari biasanya disesuaikan dengan batas yang telah
pada iodium tanpa pengikat. Hal ini terbukti ditentukan dan diharapkan tidak memberikan
juga pada penggunaan bahan pengikat ke pengaruh terhadap kualitas organoleptik dari
garam beriodium diperoleh hasil yang lebih makanan tersebut (Clark, 1995).
stabil dibandingkan dengan iodium tanpa Uji preferensi beras beriodium telah
bahan pengikat (FAO, 1991). Begitu juga dilakukan didaerah endemik iodium yaitu di
karena iodat lebih stabil dari pada iodit, hal ini Kabupaten Lombok Timur (NTB) di tiga desa
menyebabkan konsentrasi yang dapat (desa Sambelia, Sugihan dan desa Labu
terfortifikasi pada beras dengan fortifikan iodat pandan). Pemberian beras beriodium untuk
lebih tinggi dibandingkan dengan iodit. 30 responden penderita GAKI terpilih selama
satu bulan (Gambar 4). Evaluasi respon
Disisi lain dengan proses fortifikasi Iodium organoleptik dari responden tersebut dilakukan
ini, tingkat residu (konsentrasi yang tersisa) secara berkala yaitu kondisi pada saat sebelum
fortifikan pada nasi dengan menggunakan dan setelah mengkonsumsi beras beriodium
bahan pengikat yang berasnya dicuci maupun d a n u j i u r i n e pa d a a w a l s e b e l u m
tanpa dicuci lebih besar dibandingkan dengan mengkonsumsi beras beriodium dan
fortifikan tanpa menggunakan bahan pengikat. sesudahnya (sebulan kemudian).

270 PANGAN, Vol. 19 No. 3 September 2010: 265-274


bahan pengikat dan tanpa menggunakan
bahan pengikat menunjukkan bahwa aroma
nasi masih tetap disukai para konsumen
(responden). Warna nasi merupakan salah
satu penentu untuk pilihan konsumen selain
rasa dan aroma, semakin putih warna nasi
semakin disukai konsumen. Konsumen
(responden) masih tetap menyukai warna nasi
baik yang diberi fortifikan iodit, iodat maupun
tanpa pemberian fortifikan. Beras hasil proses
fortifikasi iodium baik dengan fortifikan iodit
maupun iodat sudah bersih dari debu yang
menempel pada permukaan beras. Karena
fortifikan berfungsi juga untuk mencuci debu
yang menempel pada permukaan beras
sehingga beras terlihat bersih dan cemerlang.

VI. MUTU FISIK BERAS BERIODIUM


Beras beriodium dengan menggunakan
Gambar 4. Responden penderita GAKI di tiga fortifikan iodit dan iodat menghasilkan mutu
desa di Kabupaten Lombok Timur, seperti terlihat pada Tabel 4. Mutu beras yang
NTB

Hasil uji skor organoleptik terhadap rasa, diamati beras kepala, beras patah dan menir.
aroma dan warna nasi beriodium (Tabel 3) Pada umumnya persentase beras kepala
menunjukkan bahwa rasa nasi yang berasal merupakan pilihan utama untuk menentukan
dari fortifikan iodid maupun iodat tidak berbeda kualitas beras. Hasil penelitian menunjukkan
dengan kontrol dan hal ini tetap masih disukai tidak ada perbedaan antara penggunaan
konsumen responden (•'3d60%). Sedangkan fortifikan iodat dan iodit. Keadaan ini dapat
respon penggunaan fortifikan iodat dengan terjadi karena sifat fortifikan iodit maupun iodat
bahan pengikat menunjukkan bahwa rasa yang digunakan mudah larut dalam air.
nasinya agak pedar, karena Iodium yang Penggunaan iodit dan iodat terhadap
tertinggal pada nasi masih lebih besar komponen mutu beras yang dihasilkan pada
konsentrasinya. umumnya dapat masuk kedalam standar mutu
Dari aspek aroma, pemberian fortifikan II karena beras kepala yang dihasilkan diatas
iodit maupun iodat dengan menggunakan 80%, beras patah paling tinggi 19,41%.

Prospek Teknologi Pembuatan Beras Bergizi Melalui Fortifikasi Iodium (Ridwan Rachmat dan Syafaruddin Lubis) 271
VII. RASIO PENGEMBANGAN NASI VIII. R E K O M E N D A S I P E N G G U N A A N
Beras mempunyai 3 demensi ukuran yaitu BERAS IODIUM
panjang, lebar dan tebal. Dalam proses Pemilihan beras sebagai bahan untuk
menanak nasi yaitu penambahan air dan difortifikasi iodium, karena sebagai makanan
pemanasan, maka ukuran beras tersebut pokok dikonsumsi lebih dari 90% penduduk
akan mengembang baik panjang, lebar Indonesia. Komponen utama dari beras ialah
maupun ketebalannya, sehingga demensi karbohidrat (85-90%, berat kering), yang
ukuran nasi akan berbeda dibandingkan mayoritas adalah pati. Pati terdiri dari amilosa
demensi ukuran beras. Proses fortifikasi iodium dan amilopektin, dan senyawa ini dapat
relatif berpengaruh terhadap pengembangan berikatan dengan iodium, sehingga berpeluang
demensi baik dalam bentuk beras maupun besar untuk difortifikasi dengan iodium.
nasi. Fortifikan iodat dengan bahan pengikat

Tabel 5. Rasio pengembangan (RP) beras dengan perlakuan dan tanpa fortifikasi Iod

Dari Tabel 5 terlihat ada kecenderungan (dextrosa 0.04% dan sodium bikarbonat
dengan fortifikasi Iod akan menurunkan rasio 0,006%) terpilih sebagai fortifikan dan pengikat
pengembangan nasi baik pada demensi u n t u k p e m b u a ta n b e r a s b e r i o d i u m .
panjang, lebar maupun ketebalan. Rasio Konsentrasi iodat yang ada pada beras
pengembangan nasi pada beras yang tidak beriodium 7,47 ppm serta nasi beriodium tanpa
diperlakukan fortifikasi pada demensi panjang, cuci sebesar 4,6 ppm dan nasi dari proses
lebar dan tebal berturut turut adalah 1,257; pencucian sebesar 2,65 ppm. Dari aspek
1,170; dan 1,325 . Sedangkan rasio ekonomi, pertambahan biaya karena proses
pengembangan nasi dari beras yang difortifikasi fortifikasi iodium adalah menyebabkan harga
dengan Iod adalah 1,161; 1,120 dan 1,204 beras naik Rp.5,- per kg, dengan asumsi harga
pada demensi ukuran panjang, lebar dan tebal. Iodium per kg sebesar Rp.300.000,-. Hal ini
Perbedaan rasio pengembangan nasi tersebut lebih murah dibandingkan kumulatif biaya
kemungkinan disebabkan adanya perbedaan fortifikasi iodium pada garam yang diperkirakan
daya absorpsi air oleh endosperm karena lebih dari Rp.5,- per kg.
pengaruh fortifikan yang menempel pada Proses Iodisasi pada beras menyebabkan
permukaan endosperm beras antara beras terjadinya peningkatan kadar air beras (lebih
yang tidak difortifiksi dengan beras yang dari 15%) hal ini menyebabkan suatu
difortifikasi dengan Potasium Iodat. kelemahanpada daya simpan. Namun

272 PANGAN, Vol. 19 No. 3 September 2010: 265-274


demikian dengan pengeringan secara aerasi cahaya. Peningkatan mutu gizi beras yang
(tempering) yang dilakukan sebelum ditujukan untuk program Raskin
pengemasan telah mampu mengembalikan direkomendasikan menerapkan fortifikasi
kadar air beras menjadi sekitar 14-15%. Iodium khususnya untuk Raskin konsumsi
Selama dalam penyimpanan beras beriodium, masyarakat daerah GAKI.
perkembangan asam lemak bebas dapat
ditekan dengan menggunakan konsentrasi DAFTAR PUSTAKA
fortifikan 1,15 ppm dalam wadah karung warna
merah. Beras beriodium akan sangat efektif Anonymous. 1999. Penanggulangan GAKI
untuk mengatasi penyakit yang disebabkan (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium).
kekurangan iodium pada masyarakat Indonesia Dep Kes RI.
yang berdampak terhadap perkembangan Anonymous. 2006. Analisis Situasi Pencapaian
intelektual generasi muda Indonesia. Universal Salt Iodization Propinsi Nusa
Tenggara Barat. Dinas Kesehatan NTB.
Peningkatan mutu gizi beras yang Buckle, K.A, G.h. Edwards, Fleet dan M. Wooton.
ditujukan untuk program Raskin 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia.
direkomendasikan menerapkan fortifikasi
Chauhan, S.a., A.M. Bhatt, M.P. Bhatt and K.M.
Iodium khususnya untuk Raskin konsumsi Majeethia. 1992, stability of Iodized salt with
masyarakat daerah GAKI, selain fortifikasi Respect to Iodine Content, India Research
vitamin E dan yang lainnya yang disupply and Industry.
untuk masyarakat pada kondisi khusus Diosady, L.L., J.O, Alberti, M.G, Venkatesh Mannar
(bencana, kelaparan). Proses fortifikasi beras and T. Stone, 1998. Stability of Iodine in Iodized
dapat dilakukan pada setiap penggilingan Salt Used for Correction of Iodine Deficiency
beras yang memiliki peralatan penyosoh yang Disorders II, Food Nutr. Bul. 19.
memungkinkan untuk digandeng dengan alat Djumadias, A.N. 1991. Profil Industri Garam
pengkabut seperti pada Gambar 1 ( polisher Beriodium. Departemen Perindustrian dan
tipe N-70). Namun demikian untuk Unicef.
mengendalikan peredaran dan produksi beras Dunn, J. T and F. V. Der haar. 1990. A Practical
beriodium tidak perlu harus dilakukan secara Guide to the Correction of Iodine Deficiency.
tersentral, namun sangat diperlukan tata kelola International Council for Control Iodine
dan peraturan yang jelas yang memayungi D e f i c i e n c y D i s o r d e r. Netherlands.
keamanan pangan terutama pada aspek FAO/ WHO. 1991. Consideration of Iodization of
higiene dan sanitasi lingkungan penggilingan Salt. CX/NFSDU 91/13. FAO, Rome
beras. Hetzel, B.S. 1989. The Story of Iodine Deficiency
an International Challenge in Nutrition. Oxford.
XI. PENUTUP Oxford Univ. Press.
Penggunaan fortifikan Iodium selama Kortono, D. 1986. Sulitkah Upaya Menanggulangi
dalam penyosohan dapat menambah gizi Gondok. Gizi Prima Buletin Gizi.
beras. Penambahan fortifikan Iodium dengan Lotfi, M., Mannar, M.G.V., Merx, R.J.H.M., Van dan
konsentrasi 1,0 ppm akan memberikan Iodium Heuvel, P.N. 1996. Micronutrient Fortification
pada nasi sebesar 0,69 ppm dan masih disukai of Foods. Wageningen. International
konsumen (responden) terhadap rasa, aroma Agricultural Centre.
dan warna. Mutu fisik beras yang telah Lutfi, M and J.B. Manson. 1988. Introduction and
difortifikasi menghasilkan beras kepala yang Policy Implications. In B. S. Hetzel. The
cukup tinggi yaitu sebesar 74,50% dan Prevention and Control of Iodine deficiency
Disorder. ACC/SCN state of the series,
kenampakan beras bersih dan cemerlang.
Nutrition Policy Discussion.
Hasil uji preferensi responden dengan
penderita GAKI telah menunjukkan bahwa Maryoto, A. 2005. Arah Pangan 2005, Fortifikasi
Beras Produk Transgenik Tergantung Evaluasi
terdapat indikasi perbaikan terhadap penderita Keamanan. Kompas 3 Agustus. Jakarta.
penyakit gondok. Untuk meningkatkan masa
Rusiawati, Yunus dan Sumengen Sutomo. 1993.
simpan beras beriodium yang relatif tahan Penanggulangan Gangguan Akibat
terhadap serangan hama kutu tetapi sangat Kekurangan Iodium di Indonesia. Didalam:
rentan terhadap cahaya dapat diatasi dengan Cermin Dunia Kedokteran, Untoro, J. 1999.
sistem penyimpanan metode hermetik dengan Use of Oral Iodized Oil to Control Iodine
kemasan sekunder yang dapat memantulkan Deficiency in Indonesia.

Prospek Teknologi Pembuatan Beras Bergizi Melalui Fortifikasi Iodium (Ridwan Rachmat dan Syafaruddin Lubis) 273
Ruitten van H.T.L. 1981, rice Milling didalam Grain
Post Harvest Processing Technology. Dept. of BIODATA PENULIS :
Agric. Engineering, Bogor Agricultural
University and Dept of Agric. Engineering. Dr. Ir. Ridwan Rachmat, Magr, memperoleh
Agricultural University Wageningen. The gelar sarjana (S1) Keteknikan pada tahun 1987
Netherlands. dari Institut Pertanian Bogor. Pendidikan S2
Suismono, S.J. Munarso dan Jumalia. 2000. program Agricultural Science bidang Process
Rencana Standar Mutu Beras Giling Untuk Engineering and Technology ditempuh di Kyoto
Perdagangan. Pusat Penelitian dan
University Jepang tahun 1996. Penddidikan
P e n g e m b a n g a n Ta n a m a n P a n g a n .
doctoral (Ph.D) program studi Bio Exploration
Thahir, R., H. Wijaya dan J. Setiawati. 2000.
Pemolesan Beras Melalui Sistem Pengkabut. and Utilization ditempuh di Mie University,
Seminar Nasional Perteta IPB. Bogor. Jepang dan selesai pada tahun 1999. Saat ini
Wang, G.Y, R>H, Zhou, Z,Wang, L,Shi and M, menjabat Ketua kelompok peneliti teknologi
Sun M, 1999. Effects of storage and Cooking penanganan pascapanen pada pada Balai Besar
on the Iodine Content in Iodized Salt and Study Penelitian Pascapanen Pertanian.
on Monitoring Iodine Content in Iodized Salt,
Bio-med. Environ. Sci. 12. Ir. Syafaruddin Lubis, memperoleh gelar
Yuniar. R, A,Faisal dan Muhilal 1991. Alternatif cara sarjana pertanian pada tahun 1980 dari
Deteksi Kandungan Idium Pada Garam Universitas Sumatra Utara Negri Medan. Saat
Beriodium Di Pasar. Penelitian Gizi dan ini sebagai peneliti pada Balai Besar Penelitian
Makanan. Pusat Penelitian Dan Pascapanen Pertanian.
pengembangan Gizi. Bogor.

274 PANGAN, Vol. 19 No. 3 September 2010: 265-274

Anda mungkin juga menyukai