Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan


tahunan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah
(Permendagri No. 13 Tahun 2006).

Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola
dalam APBD.Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang
berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam
APBD.

APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun


anggaran.APBD merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua
Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.
Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan
dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang
ditetapkan dalam APBD.Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah,
maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah.

Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari
dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan,
pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan
kerangka waktu tersebut.

APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya
atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan.Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah
ditetapkan.Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas

1
tertinggi untuk setiap jenis belanja.Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah
anggaran belanja yang telah ditetapkan.Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan
adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.Setiap pejabat dilarang
melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia
atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan, pendapatan terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang
meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus, kemudian
pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. Pembiayaan yaitu setiap
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

B. FUNGSI-FUNGSI APBD

1. Fungsi Perencanaan artinya bahwa anggaran merupakan dokumen perencanaan


yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui bagaimana perkembangan daerah dari
tahun-ketahun dan sebagai dasar pertimbangan perencanaan pembangunan yang
akan datang. Jadi APBD berfungsi untuk mengetahi perkembangan dari tahun-
ketahun.

2. Fungsi Otoritas artinya segala sesuatu yang tidak tercantum dalam APBD tidak boleh
dilakukan dan pengeluaran pemerintah tidak boleh melebihi ketetapan yang sudah
ditetapkan oleh APBD.

3. Fungsi Pengawasan artinya APBD berfungsi untuk menilai atau melihat keberhasilan
daerah dalam penyelenggaraan pemeritahan daerah.

4. Fungsi alokasi artinya bahwa anggaran daerah bertujuan untuk menciptakan


lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta
meningkatkan efisiensi, dan efektifitas perekonomian daerah.

5. Fungsi distribusi artinya kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penganggaran


daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan sesuai yang terjadi atau
dibutuhkan daerah.

2
C. TUJUAN APBD

Setiap tahun pemerintah daerah menyusun APBD.Tujuan penyusunan APBD adalah


sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan daerah agar terjadi keseimbangan yang
dinamis, dalam rangka melaksanakan kegiatan-kegiatan di daerah demi tercapainya
peningkatan produksi, peningkatan kesempatan kerja, dan pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi.

Pada akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur,
baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta untuk mengatur
pembelanjaan daerah dan penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan dan
pertumbuhan ekonomi daerah secara merata.

D. PRINSIP-PRINSIP APBD

Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang
berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan
dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :

1. Kesatuan, azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja


Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.

2. Universalitas, azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan


secara utuh dalam dokumen anggaran.

3. Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun
tertentu.

4. Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci
secara jelas peruntukannya.

5. Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk
penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau
belum diterima pada kas.

3
6. Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat
terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.

E. DASAR-DASAR HUKUM APBD

Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan:

1. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah atau


yang baru Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah,

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
disingkat APBD,

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dan

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

F. ANGGARAN BELANJA DAERAH

Anggaran belanja daerah adalah anggaran pengeluaran yang digunakan untuk


keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah daerah. Anggaran belanja daerah meliputi
semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana,
yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah.Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (1),
memberikan secara rinci klasifikasi belanja daerah berdasarkan:

1) Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:


a. Pendidikan
b. Kesehatan
c. Pekerjaan Umum
d. Perumahan Rakyat
e. Penataan Ruang
f. Perencanaan Pembangunan
g. Perhubungan
h. Lingkungan Hidup
i. Kependudukan dan Catatan Sipil
j. Pemberdayaan Perempuan
k. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
l. Sosial
m. Tenaga Kerja
n. Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
4
o. Penanaman Modal
p. Kebudayaan
q. Pemuda dan Olah Raga
r. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
s. Pemerintahan Umum
t. Kepegawaian
u. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
v. Statistik
w. Arsip, dan
x. Informatika.
2) Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan.
a. Pertanian
b. Kehutanan
c. Energi dan Sumber Daya Mineral
d. Pariwisata
e. Kelautan dan Perikanan
f. Perdagangan
g. Perindustrian dan
h. Transmigrasi.
3) Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi, Fungsi, Program dan
Kegiatan, serta Jenis Belanja.
a. Belanja Langsung, meliputi :
1. Belanja Pegawai
Digunakan untuk menganggarkan belanja penghasilan pimpinan dan
anggota DPRD,gaji pokok dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala
daerah serta gaji pokok dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan
penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.
2. Belanja Barang dan Jasa
Digunakan untuk menganggarkan belanja barang yang nilai manfaatnya
kurang dari 12 bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan
program dan kegiatan.
3. Belanja Modal
Digunakan untuk menganggarkan belanja yang digunakan untuk
pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau
pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaatnya
lebih dari 12 bulan.
4. Honorarium panitia dalam rangka pengadaan dan administrasi pembelian
atau pembangunan untuk memperoleh aset dianggarkan dalam belanja
pegawai dan belanja barang dan jasa.
b. Belanja Tidak Langsung, meliputi :
1. Bunga
Digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang
dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan
perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang.
2. Subsidi

5
Digunakan untuk menganggarkan subsidi kepada masyarakat melalui
lembaga tertentu yang telah diaudit, dalam rangka mendukung
kemampuan daya beli masyarakat untuk meningkatkan kualitas
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
3. Hibah
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang, barang
dan/atau jasa kepada pihak-pihak tertentu yang tidak mengikat/tidak
secara terus menerus yang terlebih dahulu dituangkan dalam suatu
naskah perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima hibah.
4. Bantuan Sosial
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau
barang kepada masyarakat yang tidak secara terus menerus/berulang
dan selektif untuk memenuhi instrumen keadilan dan pemerataan yang
bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk
bantuan untuk PARPOL.
5. Belanja Bagi Hasil
Untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan
provinsi yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota atau pendapatan
kabupaten/kota yang dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
6. Bantuan Keuangan
Untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau
khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan
kepada pemerintah daerah lainnyadalam rangka pemerataan dan/atau
peningkatan kemampuan keuangan.

7. Belanja Tak Terduga


Untuk menganggarka belanja atas kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau
tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan
bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun
sebelumnya yang telah ditutup.

G. PEMBIAYAAN DAERAH

Pembiayaan daerah adalah setiap penerimaan yang perlu dibayarkan kembali


dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

1. Penerimaan Pembiayaan

6
a. Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA)
harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan
mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran.

b. Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari


pencairan dana cadangan, waktu pencairan dan besarannya sesuai peraturan
daerah tentang pembentukan dana cadangan.

c. Penerimaan kembali dana bergulir dianggarkan dalam APBD pada akun


pembiayaan, kelompok penerimaan pembiayaan daerah, jenis penerimaan
kembali investasi pemerintah daerah, obyek dana bergulir dan rincian obyek
dana bergulir dari kelompok masyarakat penerima.

d. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dapat melakukan pinjaman


daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman
daerah. Bagi pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang
berencana untuk melakukan pinjaman daerah harus dianggarkan terlebih
dahulu dalam rancangan peraturan daerah tentang APBD tahun anggaran
berkenaan sesuai Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2011 tentang Pinjaman Daerah.

2. Pengeluaran Pembiayaan

a. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, pemerintah daerah dapat


menganggarkan investasi jangka panjang non permanen dalam bentuk dana
bergulir sesuai Pasal 118 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

b. Penyertaan modal pemerintah daerah pada badan usaha milik negara/daerah


dan/atau badan usaha lainnya ditetapkan dengan peraturan daerah tentang
penyertaan modal.

c. Pemerintah daerah dapat menambah modal yang disetor dan/atau melakukan


penambahan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk
memperkuat struktur permodalan, sehingga BUMD dimaksud dapat lebih
berkompetisi, tumbuh dan berkembang.

d. Dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM), pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal

7
dan/atau penambahan modal kepada bank perkreditan rakyat milik pemerintah
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

e. Dalam rangka mendukung pencapaian target Millenium Development Goal’s


(MDG’s) Tahun 2025 yaitu cakupan pelayanan air perpipaan di wilayah
perkotaan sebanyak 80 % dan di wilayah perdesaan sebanyak 60 %,
pemerintah daerah perlu memperkuat struktur permodalan Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM).

f. Untuk menganggarkan dana cadangan, pemerintah daerah harus menetapkan


terlebih dahulu peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan yang
mengatur tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang
akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan
yang harus dianggarkan.

g. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.

H. SIKLUS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Penjelasan :

1. Perencanaan

8
Tahap pertama adalah perencanaan dan penganggaran daerah.
Perencanaan dan penganggaran daerah merupakan cermin dari
efektifitas pengelolaan keuangan daerah yang baik untuk menunjang
keberhasilan desentralisasi fiskal.
Proses perencanaan dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) dengan memperhatikan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional. RPJPD merupakan suatu
dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua
puluh) tahun yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk
setiap jangka waktu 5 (lima) tahun.
Setelah RPJMD ditetapkan, pemerintah daerah menyusun Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari
RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu
kepada Rencana Kerja Pemerintah.
Kepala daerah berdasarkan RKPD menyusun rancangan kebijakan
umum APBD. Rancangan kebijakan Umum APBD yang telah dibahas
kepala daerah bersama DPRD, selanjutnya
disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA). Berdasarkan
kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan
DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara
(PPAS) yang disampaikan oleh kepala daerah. Kemudian Kepala daerah
menerbitkan pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
SKPD sebagai pedoman kepala SKPD menyusun RKA-SKPD
berdasarkan nota kesepakatan.
Setelah RKA-SKPD dibuat, selanjutnya adalah menyusun rencana
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Rencana peraturan tersebut akan
dievaluasi kemudian ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan
daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.

2. Pelaksanaan
Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD. Pelaksanaan
APBD meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Penjelasan berikut ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun

9
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan ini telah disusun
pedoman pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya
diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam
laporan realisasi anggaran. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dilaksanakan setelah Dokumen
Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD dengan
persetujuan Sekretaris Daerah. Proses penetapan DPA-SKPD adalah sebagai
berikut :
a. PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD
ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun
rancangan DPA-SKPD.
b. Rancangan DPA-SKPD merinci sasaran yang hendak dicapai, program,
kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan
rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan.
c. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling
lama 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan.
d. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan
kepala SKPD paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak ditetapkannya
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
e. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD mengesahkan rancangan DPA¬SKPD
dengan persetujuan sekretaris daerah.
f. DPA-SKPD yang telah disahkan disampaikan kepada kepala SKPD, satuan
kerja pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.

Setelah DPA-SKPD ditetapkan, Kepala SKPD melaksanakan


kegiatan¬kegiatan SKPD berdasarkan dokumen tersebut.

3. Penatausahaan
Dalam melalukan penatausahaan, bendahara penerimaan dan bendahara
pengeluaran memiliki peran penting dalam melaksanakan tugas-tugas
kebendaharaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Bendahara penerimaan pada SKPD memiliki tugas menyelenggarakan
pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan
yang menjadi tanggung jawabnya, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(PPKD), melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban penerimaan.
10
Sedangkan Bendahara Pengeluaran memiliki tugas mengelola uang
persediaan, menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang
dalam pengelolaannya, melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan
perintah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), menolak perintah pembayaran
apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan dan tugas lain sesuai
peraturan kepala daerah.
Laporan-laporan pendapatan, belanja serta kekayaan dan kewajiban daerah
disusun berdasarkan sistem akuntansi pemerintah daerah. Pemerintah daerah
menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar
akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi inilah yang nantinya menghasilkan
laporan keuangan daerah.

4. Pertanggungjawaban
Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN/APBD, baik
dalam bentuk laporan keuangan (financial accountability) maupun laporan kinerja
(performance accountability). Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), sedangkan Laporan Kinerja
disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Laporan
Kinerja instansi pemerintah.
Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan
keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan ke DPR/DPRD adalah laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh BPK. Laporan keuangan yang telah diaudit ini
selambat-lambatnya disampaikan kepada DPR/DPRD selambat-lambatnya 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya
terdiri dari :
a. Laporan Realisasi Anggaran,
b. Neraca,
c. Laporan Arus Kas, dan
d. Catatan atas Laporan Keuangan.

Laporan keuangan sebagaimana di atas disampaikan ke DPR/DPRD dalam


rangka pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan keuangan selama satu
tahun anggaran. Selain laporan keuangan tersebut, juga dilampirkan ikhtisar
laporan keuangan perusahaan negara/daerah dan satuan kerja lainnya yang
pengelolaanya diatur secara khusus, seperti: Badan Layanan Umum (BLU).

5. Pemeriksaan
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, BPK memiliki kebebasan dan
kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup
kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan
11
yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang-undang, atau pemeriksaan
berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan (DPR/DPRD). Sementara
itu kebebasan dalam penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi
kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan,
termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif. Selain itu, kemandirian
BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan sumber daya
manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pemeriksaan dan tercapainya
tujuan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat
pengawasan intern pemerintah (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan/BPKP, Inspektorat Kementerian atau Inspektorat Daerah),
memperhatikan masukan dari pihak lembaga perwakilan, serta informasi dari
berbagai pihak, termasuk dari rakyat. Selain itu, BPK juga diberikan kewenangan
untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari pihak yang diperiksa,
kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam
pengurusan pejabat instansi yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan
untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan
negara pada saat pemeriksaan berlangsung.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut dapat berupa pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu,
contohnya pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan
opini. Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan
kesimpulan. Berkaitan dengan pertanggungjawaban keuangan negara,
pemeriksaan BPK dilakukan dalam rangka pemberian opini tentang tingkat
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Opini
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
Berikut Contoh dari Laporan Keuangan Daerah :

12
13
BAB II

KASUS

Kasus suap APBD-P Kota Malang

Kasus suap pembahasan APBD-P Kota Malang tahun anggaran 2015 mencuat ke
permukaan setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) melakukan serangkaian
penggeledahan di Kota Malang pada Rabu, 9 Agustus 2017. Dua hari berselang, yakni pada
Jumat, 11 Agustus 2017, KPK menetapkan tersangka terhadap M Arief Wicaksono. Arief
yang saat itu merupakan ketua DPRD Kota Malang menerima suap Rp 700 juta dari Kepala
Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang
tahun 2015 Jarot Edy Sulistyono. Suap tersebut terkait dengan pembahasan APBD-P Kota
Malang tahun anggaran 2015. Selain itu, Arief juga menerima uang dari Komisaris PT ENK
Hendarwan Maruszaman senilai Rp 250 juta terkait penganggaran kembali proyek jembatan
Kedung Kandang dalam APBD tahun anggaran 2016 pada 2015. Nilai proyek pembangunan
jembatan tersebut sebesar Rp 98 miliar yang dikerjakan secara multiyears (tahun jamak)
mulai 2016 hingga 2018. Saat itu, baik Arief ataupun Jarot dan Hendarwan ditetapkan
sebagai tersangka penerima dan pemberi suap. Arief ditetapkan tersangka dalam dua kasus
sekaligus.

Kasus suap pembahasan APBD-P terus berkembang. Dalam pemeriksaan, Arief


mengatakan bahwa uang senilai Rp 700 juta yang diterimanya itu sebagian dibagikan
kepada seluruh anggota Dewan. Nilai pembagiannya bervariasi. Pimpinan, ketua fraksi,
ketua komisi, dan ketua badan perlengkapan dewan mendapatkan pembagian yang lebih
daripada anggota Dewan yang tidak memangku jabatan ketua. Mereka ada yang
mendapatkan pembagian bervariasi sebesar Rp 12,5 juta, Rp 15 juta, hingga Rp 17,5 juta.
Pada Rabu, 21 Maret 2018, KPK menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut, yakni
Moch Anton selaku Wali Kota Malang dan 18 anggota DPRD Kota Malang. Anton yang saat
itu merupakan calon wali kota petahana turut memberikan suap kepada anggota Dewan.
Sementara 18 anggota Dewan itu disangka ikut menerima uang suap. Mereka adalah Sulik
Lestyowati, Abdul Hakim, Bambang Sumarto, Imam Fauzi, Syaiful Rusdi, Tri Yudiani,
Suprapto, dan Mohan Katelu. Selain itu, juga ada Slamet, M Zaenuddin, Wiwik Hendri Astuti,
Heri Puji Utami, Abd Rachman, Hery Subiantono, Rahayu Sugiharti, Sukarno, dan Yaqud
Ananda Gudban. Saat itu, Anton dan Yaqud Ananda Gudban menjadi sorotan karena
merupakan calon wali kota Malang dalam Pilkada Serentak 2018.

Tidak berhenti di situ. KPK kembali menemukan fakta baru dalam kasus itu. Bahkan
dalam fakta persidangan dari 18 anggota Dewan tersebut muncul kasus baru, yakni

14
gratifikasi dalam APBD 2015 senilai Rp 5,8 miliar dan pengadaan lahan sampah TPA Supit
Urang senilai Rp 300 juta. Penyidik KPK kembali turun ke Kota Malang untuk melakukan
serangkaian penggeledahan dan pemeriksaan. Puncaknya pada Senin, 3 September 2018
ketika KPK menetapkan tersangka terhadap 22 anggota DPRD Kota Malang. Ke-22 anggota
DPRD Kota Malang itu adalah Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar,
Suparno Haduwibowo, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, Een
Ambarsari dan Bambang Triyoso. Selain itu, juga Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza,
Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji
Wahyono, Choirul Amri, dan Ribut Harianto. Dengan begitu, kasus suap itu sudah menyeret
sebanyak 43 orang, terdiri dari pejabat eksekutif Pemerintah Kota Malang sebanyak 2
orang, yakni Jarot dan Anton, serta 41 anggota DPRD Kota Malang. Saat ini, Arief sudah
menjadi terpidana dengan vonis 5 tahun penjara. Begitu pun juga dengan Jarot yang divonis
2 tahun 8 bulan penjara dan Anton yang divonis 2 tahun penjara. Sementara itu, 18 anggota
DPRD Kota Malang masih menjadi terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor
Surabaya.

Adapun yang 22 anggota Dewan masih menjalani masa tahanan sebagai tersangka
di Jakarta. Sementara itu, dengan terungkapnya kasus tersebut, fungsi legislasi DPRD Kota
Malang lumpuh. Saat ini, hanya ada lima anggota DPRD Kota Malang yang tersisa. Mereka
adalah Abdurrochman, Subur Triono, Priyatmoko Oetomo, Tutuk Haryani, dan Nirma Cris
Desinidya. Begini Kondisinya Sejatinya tinggal empat orang yang tersisa. Yaqud Ananda
Gudban terlebih dahulu mundur sebelum jadi tersangka sehingga proses pergantian
antarwaktu (PAW) sudah rampung. Ia digantikan oleh Nirma Cris Desinidya. Adapun alasan
Yaqud mundur karena mencalonkan diri sebagai calon wali kota. Abdurrochman yang saat
ini merupakan pimpinan DPRD Kota Malang dipastikan tidak akan terseret kasus itu karena
ia menjadi anggota dewan hasil PAW. Abdurrochman baru masuk menjadi anggota DPRD
Kota Malang pada Tahun 2017 menggantikan Rasmuji yang meninggal dunia. Tersisa Subur
Triono, Priyatmoko Oetomo, dan Tutuk Haryani yang bertahan tidak menjadi tersangka.
Priyatmoko dan Tutuk dikabarkan sakit meski sempat hadir dalam pemeriksaan KPK di
Mapolres Malang Kota pada Sabtu (1/9/2018). Empat agenda penting terancam gagal akibat
kekosongan kursi Dewan. Empat agenda tersebut adalah sidang pengesahan P-APBD
tahun anggaran 2018, pembahasan APBD tahun anggaran 2019, sidang Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) masa akhir jabatan Wali Kota Malang periode
2013-2018 serta pelantikan wali kota terpilih yang diagendakan akhir bulan ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Nordiawan, Deddi. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.

Abdul Hakim, 2004. Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta,
Salemba Empat.

16

Anda mungkin juga menyukai