PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN APBD
Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola
dalam APBD.Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang
berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam
APBD.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari
dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan,
pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan
kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya
atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan
perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan.Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah
ditetapkan.Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas
1
tertinggi untuk setiap jenis belanja.Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah
anggaran belanja yang telah ditetapkan.Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan
adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.Setiap pejabat dilarang
melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia
atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan, pendapatan terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang
meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus, kemudian
pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. Pembiayaan yaitu setiap
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali,
baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
B. FUNGSI-FUNGSI APBD
2. Fungsi Otoritas artinya segala sesuatu yang tidak tercantum dalam APBD tidak boleh
dilakukan dan pengeluaran pemerintah tidak boleh melebihi ketetapan yang sudah
ditetapkan oleh APBD.
3. Fungsi Pengawasan artinya APBD berfungsi untuk menilai atau melihat keberhasilan
daerah dalam penyelenggaraan pemeritahan daerah.
2
C. TUJUAN APBD
Pada akhirnya, semua itu ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur,
baik material maupun spiritual bedasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta untuk mengatur
pembelanjaan daerah dan penerimaan daerah agar tercapai kesejahteraan dan
pertumbuhan ekonomi daerah secara merata.
D. PRINSIP-PRINSIP APBD
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang
berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan
dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
3. Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun
tertentu.
4. Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci
secara jelas peruntukannya.
5. Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk
penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau
belum diterima pada kas.
3
6. Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat
terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.
Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas berbantuan sesuai dengan:
5
Digunakan untuk menganggarkan subsidi kepada masyarakat melalui
lembaga tertentu yang telah diaudit, dalam rangka mendukung
kemampuan daya beli masyarakat untuk meningkatkan kualitas
kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
3. Hibah
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang, barang
dan/atau jasa kepada pihak-pihak tertentu yang tidak mengikat/tidak
secara terus menerus yang terlebih dahulu dituangkan dalam suatu
naskah perjanjian antara pemerintah daerah dengan penerima hibah.
4. Bantuan Sosial
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau
barang kepada masyarakat yang tidak secara terus menerus/berulang
dan selektif untuk memenuhi instrumen keadilan dan pemerataan yang
bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk
bantuan untuk PARPOL.
5. Belanja Bagi Hasil
Untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan
provinsi yang dibagihasilkan kepada kabupaten/kota atau pendapatan
kabupaten/kota yang dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.
6. Bantuan Keuangan
Untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau
khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan
kepada pemerintah daerah lainnyadalam rangka pemerataan dan/atau
peningkatan kemampuan keuangan.
G. PEMBIAYAAN DAERAH
1. Penerimaan Pembiayaan
6
a. Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SiLPA)
harus didasarkan pada penghitungan yang cermat dan rasional dengan
mempertimbangkan perkiraan realisasi anggaran.
2. Pengeluaran Pembiayaan
d. Dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan bagi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM), pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal
7
dan/atau penambahan modal kepada bank perkreditan rakyat milik pemerintah
daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan :
1. Perencanaan
8
Tahap pertama adalah perencanaan dan penganggaran daerah.
Perencanaan dan penganggaran daerah merupakan cermin dari
efektifitas pengelolaan keuangan daerah yang baik untuk menunjang
keberhasilan desentralisasi fiskal.
Proses perencanaan dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD) dengan memperhatikan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional. RPJPD merupakan suatu
dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 20 (dua
puluh) tahun yang digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk
setiap jangka waktu 5 (lima) tahun.
Setelah RPJMD ditetapkan, pemerintah daerah menyusun Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari
RPJMD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu
kepada Rencana Kerja Pemerintah.
Kepala daerah berdasarkan RKPD menyusun rancangan kebijakan
umum APBD. Rancangan kebijakan Umum APBD yang telah dibahas
kepala daerah bersama DPRD, selanjutnya
disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD (KUA). Berdasarkan
kebijakan umum APBD yang telah disepakati, pemerintah daerah dan
DPRD membahas rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara
(PPAS) yang disampaikan oleh kepala daerah. Kemudian Kepala daerah
menerbitkan pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
SKPD sebagai pedoman kepala SKPD menyusun RKA-SKPD
berdasarkan nota kesepakatan.
Setelah RKA-SKPD dibuat, selanjutnya adalah menyusun rencana
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD. Rencana peraturan tersebut akan
dievaluasi kemudian ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan
daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.
2. Pelaksanaan
Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD. Pelaksanaan
APBD meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Penjelasan berikut ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun
9
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan ini telah disusun
pedoman pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pengeluaran dapat dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya
diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam
laporan realisasi anggaran. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dilaksanakan setelah Dokumen
Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD dengan
persetujuan Sekretaris Daerah. Proses penetapan DPA-SKPD adalah sebagai
berikut :
a. PPKD paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah peraturan daerah tentang APBD
ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun
rancangan DPA-SKPD.
b. Rancangan DPA-SKPD merinci sasaran yang hendak dicapai, program,
kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan
rencana penarikan dana tiap-tiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan.
c. Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA-SKPD kepada PPKD paling
lama 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan.
d. TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA-SKPD bersama-sama dengan
kepala SKPD paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak ditetapkannya
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
e. Berdasarkan hasil verifikasi, PPKD mengesahkan rancangan DPA¬SKPD
dengan persetujuan sekretaris daerah.
f. DPA-SKPD yang telah disahkan disampaikan kepada kepala SKPD, satuan
kerja pengawasan daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak tanggal disahkan.
3. Penatausahaan
Dalam melalukan penatausahaan, bendahara penerimaan dan bendahara
pengeluaran memiliki peran penting dalam melaksanakan tugas-tugas
kebendaharaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Bendahara penerimaan pada SKPD memiliki tugas menyelenggarakan
pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan
yang menjadi tanggung jawabnya, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(PPKD), melakukan verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan
pertanggungjawaban penerimaan.
10
Sedangkan Bendahara Pengeluaran memiliki tugas mengelola uang
persediaan, menerima, menyimpan, menatausahakan, dan membukukan uang
dalam pengelolaannya, melakukan pengujian dan pembayaran berdasarkan
perintah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), menolak perintah pembayaran
apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan dan tugas lain sesuai
peraturan kepala daerah.
Laporan-laporan pendapatan, belanja serta kekayaan dan kewajiban daerah
disusun berdasarkan sistem akuntansi pemerintah daerah. Pemerintah daerah
menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar
akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi inilah yang nantinya menghasilkan
laporan keuangan daerah.
4. Pertanggungjawaban
Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN/APBD, baik
dalam bentuk laporan keuangan (financial accountability) maupun laporan kinerja
(performance accountability). Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), sedangkan Laporan Kinerja
disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Laporan
Kinerja instansi pemerintah.
Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan
keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan ke DPR/DPRD adalah laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh BPK. Laporan keuangan yang telah diaudit ini
selambat-lambatnya disampaikan kepada DPR/DPRD selambat-lambatnya 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya
terdiri dari :
a. Laporan Realisasi Anggaran,
b. Neraca,
c. Laporan Arus Kas, dan
d. Catatan atas Laporan Keuangan.
5. Pemeriksaan
Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, BPK memiliki kebebasan dan
kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup
kebebasan dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan
11
yang obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang-undang, atau pemeriksaan
berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan (DPR/DPRD). Sementara
itu kebebasan dalam penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi
kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan,
termasuk metode pemeriksaan yang bersifat investigatif. Selain itu, kemandirian
BPK dalam pemeriksaan keuangan negara mencakup ketersediaan sumber daya
manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pemeriksaan dan tercapainya
tujuan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat
pengawasan intern pemerintah (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan/BPKP, Inspektorat Kementerian atau Inspektorat Daerah),
memperhatikan masukan dari pihak lembaga perwakilan, serta informasi dari
berbagai pihak, termasuk dari rakyat. Selain itu, BPK juga diberikan kewenangan
untuk mendapatkan data, dokumen, dan keterangan dari pihak yang diperiksa,
kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam
pengurusan pejabat instansi yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan
untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan
negara pada saat pemeriksaan berlangsung.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut dapat berupa pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu,
contohnya pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan
opini. Pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan
kesimpulan. Berkaitan dengan pertanggungjawaban keuangan negara,
pemeriksaan BPK dilakukan dalam rangka pemberian opini tentang tingkat
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Opini
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
Berikut Contoh dari Laporan Keuangan Daerah :
12
13
BAB II
KASUS
Kasus suap pembahasan APBD-P Kota Malang tahun anggaran 2015 mencuat ke
permukaan setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) melakukan serangkaian
penggeledahan di Kota Malang pada Rabu, 9 Agustus 2017. Dua hari berselang, yakni pada
Jumat, 11 Agustus 2017, KPK menetapkan tersangka terhadap M Arief Wicaksono. Arief
yang saat itu merupakan ketua DPRD Kota Malang menerima suap Rp 700 juta dari Kepala
Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Kota Malang
tahun 2015 Jarot Edy Sulistyono. Suap tersebut terkait dengan pembahasan APBD-P Kota
Malang tahun anggaran 2015. Selain itu, Arief juga menerima uang dari Komisaris PT ENK
Hendarwan Maruszaman senilai Rp 250 juta terkait penganggaran kembali proyek jembatan
Kedung Kandang dalam APBD tahun anggaran 2016 pada 2015. Nilai proyek pembangunan
jembatan tersebut sebesar Rp 98 miliar yang dikerjakan secara multiyears (tahun jamak)
mulai 2016 hingga 2018. Saat itu, baik Arief ataupun Jarot dan Hendarwan ditetapkan
sebagai tersangka penerima dan pemberi suap. Arief ditetapkan tersangka dalam dua kasus
sekaligus.
Tidak berhenti di situ. KPK kembali menemukan fakta baru dalam kasus itu. Bahkan
dalam fakta persidangan dari 18 anggota Dewan tersebut muncul kasus baru, yakni
14
gratifikasi dalam APBD 2015 senilai Rp 5,8 miliar dan pengadaan lahan sampah TPA Supit
Urang senilai Rp 300 juta. Penyidik KPK kembali turun ke Kota Malang untuk melakukan
serangkaian penggeledahan dan pemeriksaan. Puncaknya pada Senin, 3 September 2018
ketika KPK menetapkan tersangka terhadap 22 anggota DPRD Kota Malang. Ke-22 anggota
DPRD Kota Malang itu adalah Arief Hermanto, Teguh Mulyono, Mulyanto, Choeroel Anwar,
Suparno Haduwibowo, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Asia Iriani, Indra Tjahyono, Een
Ambarsari dan Bambang Triyoso. Selain itu, juga Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza,
Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Erni Farida, Sony Yudiarto, Harun Prasojo, Teguh Puji
Wahyono, Choirul Amri, dan Ribut Harianto. Dengan begitu, kasus suap itu sudah menyeret
sebanyak 43 orang, terdiri dari pejabat eksekutif Pemerintah Kota Malang sebanyak 2
orang, yakni Jarot dan Anton, serta 41 anggota DPRD Kota Malang. Saat ini, Arief sudah
menjadi terpidana dengan vonis 5 tahun penjara. Begitu pun juga dengan Jarot yang divonis
2 tahun 8 bulan penjara dan Anton yang divonis 2 tahun penjara. Sementara itu, 18 anggota
DPRD Kota Malang masih menjadi terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor
Surabaya.
Adapun yang 22 anggota Dewan masih menjalani masa tahanan sebagai tersangka
di Jakarta. Sementara itu, dengan terungkapnya kasus tersebut, fungsi legislasi DPRD Kota
Malang lumpuh. Saat ini, hanya ada lima anggota DPRD Kota Malang yang tersisa. Mereka
adalah Abdurrochman, Subur Triono, Priyatmoko Oetomo, Tutuk Haryani, dan Nirma Cris
Desinidya. Begini Kondisinya Sejatinya tinggal empat orang yang tersisa. Yaqud Ananda
Gudban terlebih dahulu mundur sebelum jadi tersangka sehingga proses pergantian
antarwaktu (PAW) sudah rampung. Ia digantikan oleh Nirma Cris Desinidya. Adapun alasan
Yaqud mundur karena mencalonkan diri sebagai calon wali kota. Abdurrochman yang saat
ini merupakan pimpinan DPRD Kota Malang dipastikan tidak akan terseret kasus itu karena
ia menjadi anggota dewan hasil PAW. Abdurrochman baru masuk menjadi anggota DPRD
Kota Malang pada Tahun 2017 menggantikan Rasmuji yang meninggal dunia. Tersisa Subur
Triono, Priyatmoko Oetomo, dan Tutuk Haryani yang bertahan tidak menjadi tersangka.
Priyatmoko dan Tutuk dikabarkan sakit meski sempat hadir dalam pemeriksaan KPK di
Mapolres Malang Kota pada Sabtu (1/9/2018). Empat agenda penting terancam gagal akibat
kekosongan kursi Dewan. Empat agenda tersebut adalah sidang pengesahan P-APBD
tahun anggaran 2018, pembahasan APBD tahun anggaran 2019, sidang Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) masa akhir jabatan Wali Kota Malang periode
2013-2018 serta pelantikan wali kota terpilih yang diagendakan akhir bulan ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hakim, 2004. Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta,
Salemba Empat.
16