Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PEMETAAN

1. PENDAHULUAN
Definisi : Peta adalah sarana guna memperoleh infomasi ilmiah mengenai
keadaan permukaan bumi dengan cara menggambar berbagai tanda dan
keterangan sehingga mudah dibaca dan di mengerti.
Dalam Ilmu Ukur Tanah, kita mengenal peta tranches yaitu peta yang
dilengkapi dengan garis kontur (garis tinggi) yang menunjukkan ketinggian suatu
tempat, situasi dan sebagainya. Peta tersebut biasanya digunakan untuk
pembangunan. Jadi jenis peta ada bermacam-macam tergantung dari
penggunaannya.

2. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari pengukuran yang akan kita lakukan adalah untuk
mengumpulkan data yang diberikan untuk membuat suatu gambaran secara
planimetris dan topografis.
Yang dimaksud planimetris adalah kedudukan bangunan-bangunan yang
dibuat oleh manusia, sedangkan topografis adalah konfigurasi dari keadaan tanah.
Peta yang menunjukkan gambaran planimetris dan topografis disebut
topografis map. Dimana dalam peta tersebut ditunjukkan sekaligus jarak-jarak
horizontal dan vertical dari suatu wilayah.
Dalam mempersiapkan suatu pembuatan peta topografi diperlukan
pengukuran dilapangan termasuk penentuan titik-titik tetap, pekerjaan hitungan
dan penggambaran.

3. TEORI
a. Skala
Topografi map adalah representasi dari suatu daerah atau bagian dari bumi.
Jarak dari dua titik yang diperlihatkan di peta harus diketahui dengan suatu
perbandingan tertentu dengan keadaan tertentu, perbandingan itu disebut
skala. Ada beberapa macam skala dari peta misalnya 1 : 1000 artinya 1 cm
dipeta sama dengan 1000 cm dilapangan. Pemilihan skala peta tergantung
daripada maksud dan penggunaan dari peta, hal ini karena menyangkut
masalah ketelitian yang didapat dari hasil pengukuran. Oleh karena itu
skala peta harus ditentukan terlebih dahulu sebelum penggambaran
dimulai.
b. Kontur
Garis kontur adalah garis yang menunjukkan tempat-tempat yang
mempunyai ketinggian sama. Ketinggian antara dua kontur disebut
interval kontur dan jarak horizontal antara kedua kontur tersebut kita bisa
menentukan kecuraman suatu lereng. Sedangkan ketinggian (elevasi) dari
sembarang titik yang terletak antara kedua kontur bisa kita tentukan
dengan cara interpolasi. Pada peta, garis kontur merupakan garis yang
tertutup atau garis yang tidak boleh berhenti kecuali pada tepi peta.
Umumnya pada setiap lima garis kontur digambarkan dengan garis yang
lebih tebal dari yang lain (lihat contoh Gb. 2). Pada garis-garis kontur yang
teratur dan dekat jaraknya maka garis kontur diberi angka ketinggian
hanya terbatas pada kontur yang berjauhan jaraknya (lihat contoh Gb. 1).

12 11 10
5

Gb. 1. Garis kontur diberi angka ketinggian hanya terbatas pada kontur yang berjauhan araknya.
Gb. 2. Setiap lima garis kontur digambarkan dengan garis yang lebih tebal

Gb. 3. Kontur yang teratur dan dekat jaraknya

Gb. 4. Kontur yang teratur dan jaraknya agak berjauhan

30
25 20
15
10

Angka pada garis kontur tersebut menunjukkan ketinggian dari kontur.


Dari kontur kita dapat mengetahui bentuk konfigurasi permukaan tanah, seperti
pada gambar 3 menunjukkan adanya suatu aliran sungai, terlihat dari gambar
kontur yang rapat.
c. Poligon
Maksud dilakukan pengukuran polygon adalah untuk menentukan arah
dan kedudukan titik-titik yang diukur.
Perhitungan polygon tertutup terbagi dalam:
1. Perhitungan sudut dan jarak
2. Perhitungan azimuth
3. Perhitungan koordinat

CP 2 ψ = Azimut = Sudut yang


dibentuk dari utara yang
bit dari arah kanan
 CP 3
α1 : Sudut luar

CP 1 α2 : Sudut dalam
 CP 4

BM


Gb. 5 Poligon = Tali Meter


1. Perhitungan Sudut
Sudut yang diperhitungkan meliputi sebagai berikut:
a. Sudut yang diperoleh dalam pembacaan yang lebih lanjut
diterangkan dalam bab pengukuran theodolit.
b. Perhitungan sudut polygon
c. Data yang diperoleh dari lapangan pada polygon tertutup apabila
menggunakan sudut dalam harus memenuhi syarat (n-2) x 180o,
bila menggunakan sudut luar adalah (n+2) x 180o dimana
n = jumlah titik pengukuran. Dalam polygon terbuka harus
memenuhi syarat:
Y akhir – Y awal = n x 180o - ∑α. K
∑α. K = jumlah sudut dikalikan koreksi
Kesalahan perhitungan sudut akan berpengaruh pada kesalahan
penutup polygon atau dengan kata lain polygon tidak akan
menutup. Kesalahan tersebut tergantung pada jarak, kedudukan
titik dan skala peta. Dalam praktikum ini kesalahan tersebut
diabaikan.
2. Perhitungan Azimuth
Perhitungan azmuth dapat dihitung bila sudut-sudut yang
diperhitungkan telah memenuhi syarat dan azmuth diketahui pada
waktu pengukuran. Pada polygon tertutup perhitungan berdasarkan
azmuth awal ( awal) sedangkan pada polygon terbuka berdasarkan
azimuth awal dan akhir. Sudut yang terpakai dalam perhitungan tiap-
tiap titik polygon pada praktikum ini seyogyanya dipakai sudut luar.
3. Perhitungan Koordinat
Syarat yang harus dipenuhi untuk menghitung koordinat adalah:
a. Sudut telah dikoreksi untuk tiap titik.
b. Jarak masing-masing titik pengukuran diketahui.
c. Koordinat titik awal A (XA, YA) atau akhir Z (XZ, YZ)
diketahui.
Selanjutnya dengan diketahui koordinat awal, maka dapat dihitung
koordinat titik yang diukur dengan menggunakan rumus.
Absis (X), Xn= Xawal + D Sin 
Ordinat (Y), Yn = Yawal + D Cos 
Dimana, Xn atau Yn = absis atau ordinat yang akan dicari
Xawal atau Yawal = absis atau ordinat awal yang telah
diketahui
D = jarak antar titik

Contoh perhitungan koordinat polygon tertutup adalah sebagai berikut:


No. Azimuth Jarak DSin DCos Koreksi Koreksi Koordinat No.
X Y
TItik () (D) (DX) (DY) X (ΔX) Y(ΔY) Titik
BM 0 D DSin DCos ΔX ΔY Xp Yp BM
Cp1 0 D1 D1Sin D1Cos ΔX1 ΔY1 XpDX YpDY CP1
ΔX1 ΔY1
Cp2 0 D2 D2Sin D2Cos ΔX2 ΔY2 X1DX Y1DY CP2
ΔX2 ΔY2
(n-1) 0 Dn DnSin DnCos ΔXn-1 ΔYn-1 Xn-1 Yn-1 CP
(n-1)
n=BM
0 ΔXn ΔYn Xn-1DX Yn-1DY N=BM

ΔXn Xn

Syarat yang harus dipenuhi adalah:


∑D Sin  = 0 dan ∑D Cos  = 0
Oleh karena itu titik awal dan titik akhirnya sama, apabila
∑1nD Sin   0 dan ∑1nD Cos   0 kesalahan yaitu : sebesar X dan
Y sehingga mempengaruhi kedudukan titik dan mengakibatkan
polygon tidak tertutup. Kesalahan ini akibat pengaruh pengukuran
sudut, azimuth. Besarnya kesalahan tersebut adalah sebesar:

( X ,  Y )

X 1 
D1
 1n D
 
 1n D Sin   Untuk absis

Y1 
D1
1 D
n
 
1n D Cos   Untuk ordinat

Dimana, ΔX1 dan ΔY1 = Koreksi atau besarnya kesalahan absis atau
ordinat
∑1n D = Jumlah jarak polygon
∑1n D Sin  = Jumlah jarak dikali Sin sudut azimuth (untuk
absis)
∑1n D Cos  = Jumlah jarak dikali Cos sudut azimuth (untuk
ordinat)
Akibat kesalahan tersebut maka perhitungan koordinat juga dikoreksi,
misalnya diketahui koordinat awalnya dititik BM adalah Xp dan Yp dan
titik akhir n adalah juga titik BM perhitungan menjadi sebagai berikut:
XBM = Xp
X1 = Xp  D Sin   X1
X2 = X1  D Sin   X2
X(n-1) = X(n-2)  D(n-1) Sin   X(n-1)
Xn = X(n-1)  D(n) Sin   X(n)
Oleh karena Xn = XBM = Xp maka harga X tersebut harus sama dengan Xp.
Demikian pula untuk perhitungan ordinat Yp identik seperti diatas, jadi
harga-harga X1, X2, X(n-1), Xn dan Y1, Y2, Y(n-1), Yn yang didapat dari
perhitungan adalah saling berkaitan, hingga akhirnya Xn = Xp dan
Yn = Yp. Toleransi atau limitasi kesalahan dalam praktikum ini (Sx atau
Sy) tidak melebihi 1m. Dalam pengukuran yang sesungguhnya toleransi
kesalahan ini berfariasi tergantung dari pengadaan peta, sebagai contoh
adalah sebagai berikut:
Panjang rata-rata Kesalahan penutup sudut imbangan kesalahan
penutup (skala peta)
700 m – 1000 m 8” x n 1 : 20000
400 m – 700 m 10” x n 1 : 10000
200 m – 400 m 15” x n 1 : 5000
100 m – 200 m 20” x n 1 : 3000

d. Waterpass (Sipat Datar)


Perhitungan waterpass dimaksudkan untuk mengetahui ketinggian suatu
titik diatas permukaan tanah. Ketinggian disini adalah perbedaan vertical antara
dua titik atau jarak dari bidang referensi yang telah ditetapkan kesuatu titik
tertentu sepanjang garis vertical.

H = Elevasi titik A

muka air laut sebagai bidang referensi


1. Metode dan jenis waterpass
a. Penentuan beda tinggi antara dua titik

belakang muka

H A  H=H B -H A
A H B

B
Gb. 6. Waterpass dengan instrument ditengah antara 2 titik

Selisih tinggi antara titik A dan titik B adalah sebesar H. Arah bidikan ke
titik A disebut pembacaan baak belakang dan titik B disebut pembacaan
baak muka. Untuk mengurangi kesalahan diusahakan letak instrument
ditengah-tengah antara titik A dan B. Selisih tinggi besarnya adalah:
ΔH = BT Belakang – BT muka
Dimana, BT belakang = Pembacaan benang tengah pada baak belakang
BT muka = Pembacaan benang tengah pada baak muka
Jika hasil positif maka kondisi permukaan tanah dari titik A ke titik B
naik, sebaliknya bila ΔH negative maka titik A ke titik B turun.
Pembacaan dilakukan melalui rambu-rambu ukur yang dapat dilihat dari
teropong. Pembacaan terlihat dalam bidang diafragma yaitu benang atas
(BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB), dimana:
ΔH = BT Belakang – BT muka
Serta jarak dapat diketahui yaitu : D = (BA – BB) x 100
Angka yang tercantum menunjukkan jarak antara angka tersebut dengan
alas mistar.

H B
H A B Pesawat
H
A

Gb. 7. Waterpass dengan istrument tidak ditengah antara 2 titik

Cara lain untuk menentukan beda tinggi seperti terlihat pada Gb. 7
instrumen ditempatkan disebelah kanan titik B atau sebelah kiri titik A
serta titik di A dan B atau sebelah kiri titik A serta tinggi titik di A dan B
diketahui, selisih tinggi (ΔH) besarnya: ΔH = HA - HB
Dimana, ΔH = Selisih tinggi antara titik A dan B
HA = Tinggi titik A (pembacaan benang tengah di titik A)
HB = Tinggi titik B (pembacaan benang tengah di titik B)
Pembacaan pada rambu di titik B bisa dianggap pembacaan muka, sedang
pada rambu di titik A adalah pembacaan belakang.

b. Pengukuran tinggi dengan garis tinggi bidik


Apabila selisih tinggi (ΔH) telah diketahui, maka tinggi suatu titik
dapat dicari bila tinggi titik lainnya diketahui.
TB=BT B

B
TP=BT

GB.8. Mendapatkan tinggi titik pengukuran untuk B bila titik A telah


diketahui tingginya Tinggi garis vizir/bidik (tgv) adalah: Tgv =TP + TA
Dimana, tgv = Tinggi garis vizie
TP = Tinggi pesawat
TA = Tinggi titik A
Tinggi titik B dapat dicari yaitu TB = tgv - BT
Pengukuran cara ini dipakai untuk pengukuran titik detail/kipas yang akan
diuraikan kemudian. Cara lain untuk mencari vizir adalah tgv = BT + TA

c. Waterpass memanjang
Waterpass memanjang/berantai dimaksud untuk memperoleh suatu
rangkaian / jaring-jaring pengukuran.
 H1  H2  H3  H4

b3 m3 b4 m4
b2 m2 B
b1 m1 3

2
1
A

Gb. 9. Waterpass memanjang


Untuk menentukan tinggi antara titik A dan titik B dibagi dalam jarak-
jarak yang lebih kecil. Jarak-jarak tersebut disebut 1 slag, sehingga
pengukuran dapat dilakukan dengan mudah diteliti.

ΔH1 = b1 – m1
ΔH2 = b2 – m2
ΔH3 = b3 – m3
H4 = b4 – m4
∑1nH = (b1+b2+b3+………+bn) – (m1+m2+m3+………+mn)
∑1nH = ∑1nb - ∑1nm
Dimana, ∑ H = Jumlah beda tinggi
∑ b = Jumlah pembacaan benang tengah belakang
∑ m = Jumlah pembacaan benang tengah muka
Untuk memberikan hasil yang teliti maka dilakukan pengukuran pergi dan
pulang, dimana apabila hasil antara dua pengukuran mempunyai selisih
terhadap hasil rata-rata antara dua pengukuran tersebut maka harganya
harus memenuhi toleransi yang diisyaratkan. Toleransi tersebut dinyatakan
dalam rumus:
E =KxS
Dimana, E = nilai kesalahan
K = konstanta
S = Jarak
Tabel berikut adalah toleransi kesalahan pada berbagai tingkat pengukuran
Keterangan Tingkat Tingkat Tingkat Catatan
Pertama Kedua Ketiga
Perbedaan dua 2,5mm x S 5 mm x S 10 mm x S S adalah jarak
pembacaan satu arah
(Kedepan dan
kebelakang)
Kesalahan 2 mm x S 5 mm x S 10 mm x S S dalam Km
penutup
Dalam praktikum ini tingkat pengukuran waterpass dikategorikan pada tingkat
ketiga.

d. Waterpass lapangan
Yang dimaksud dengan waterpass lapangan adalah untuk menentukan
ketinggian dari titik-titik dilapangan sehingga mendapatkan gambaran
lengkap tentang kedudukan tinggi dari wilayah dilapangan tersebut.
Metode ini disebut metode koordinat kutub. Titik-titik dilapangan
diukur sudut horizontal dan vertikanlnya serta jarak optisnya dengan
menggunakan Theodolit. Dengan cara ini semua titik-titik dilapangan
dapat ditentukan letak situasi maupun tingginya. Cara ini diuraikan
lebih lanjut pada pengukuran detail.
Tabel perhitungan waterpass
No. Panjang seksi (D) Perbedaan Tinggi Tinggi
Pergi (PG) Pulang (PL) Pukul rata
Titik meter terhadap
meter meter koreksi
nol meter
A
76.28 2.036 -2.034 2.038 345.150
1 -0.002 347.186
84.90 -1.606 1.605 -1.606
2 345.500
92.8 1.900 -1.897 1.902
3 -0.002 347.480
72.66 2.039 -2.037 2.041
4 -0.002 349.519
∑ D = 326.64 ∑ PG = ∑ PL = 4.363 ∑ = 4.375
4.369
Selisih = 6 mm

Toleransi pengukuran untuk tingkat ketiga 10 mm x S = 10 x 0.326 =


5.7mm, pada perhitungan diatas selisih = 6 mm maka pengukuran harus diulangi
karena kesalahan (selisih) lebih besar dari toleransi yang diisyaratkan.

e. Pengukuran detail
Yang dimaksud dengan pengukuran detail atau pengukuran kipas
adalah pengukuran sama benda-benda atau titik-titik dilapangan yang
merupakan kelengkapan daripada sebagian permukaan bumi baik
benda buatan seperti jalan, jembatan, bangunan, dsb ataupun benda
alam seperti gunung, sungai dsb. Dari pengukuran ini kedudukan
tinggi dari keadaan dilapangan dapat diketahui dapat digambarkan
kembali dan akhirnya berwujud suatu peta.
1) Metode pengukuran
Metode pengukuran ada 2 macam yaitu:
a. Metode ekstrapolasi
b. Metode interpolasi
Pada praktikum ini digunakan metode ekstrapolasi, dikenal ada 2 cara untuk
menentukan titik detail yaitu dengan system koordinat orthogonal dan system
koordnat kutub. System koordinat kutub adalah cara pengukuran yang cepat dan
dapat mencakup daerah yang luas, alat yang dipakai adalah Theodolit.

C
5
D
3 4
1 2 2 3
1 2
3
4
4
6 A B
5 1 5

Gb. 10. Denah Pengukuran detail/kipas


Titik-titik A, B, C, D ketinggiannya diketahui dari pengukuran waterpass
memanjang seperti yang telah dijelaskan. Pengukuran ketinggian titik-titik
1, 2, 3, 4, 5, dst dapat dijangkau dari tiap-tiap kedudukan instrument yaitu
dari titik-titik A, B, C, D, dst maka didapatkan kedudukan titik-titik
detail/kipas tersebut.
2) Pengukuran dengan jarak miring
Untuk mengetahui kedudukan titik detail tersebut maka dapat
dilakukan dengan pengukuran jarak miring dimana diukur dengan
sudut vertical, horizontal dan jarak optisnya. Selisih tinggi H
dapat dihitung dengan rumus:
ΔH = ((BA-BB) x 100xSin αV)  (Tp-BT)
Dimana, ΔH = selisih tinggi
BA, BT, BB = pembacaan baak
αV = sudut vertikal
Tp = tinggi pesawat

(BA-BB)x100 BA,BT,BB

H
V
Tp

Gb. 11. Pengukuran jrak miring


Untuk mencari jarak D yaitu jarak datar antara titik tetap (A) dan titik
detail (1) adalah sebagai berikut: D = (BA-BB) x k x Cos αV
Dimana, D = Jarak datar
BA, BB = Pembacaan baak/rambu
k = Kontanta, diambil 100
αV = Sudut vertical
 Sudut Horizontal (αH)
Pengukuran sudut horizontal dimaksudkan untuk mengetahui arah
dan kedudukan dari pada titik-titik detail terhadap tetap.
o0
1 2
o
U 10 o o
65 90
3
o
A 98

o 4
130
5

Gb. 12 Pengukuran sudut horizontal


Pembacaan dimulai dari titik A (instrument berdiri di titik tetap) dengan
posisi pembacaan sudut horizontal 0o ke utara dan berakhir pada titik 5. Pada
setiap arah sudut horizontal dibaca secara kumulatif, artinya besarnya sudut yang
dicari adalah jumlah antara pembacaan titik yang diarah dengan titik yang diarah
sebelumnya.
Perhitungan titik kipas/detail meliputi:
a. Mencari selisih tinggi (ΔH) antara titik tetap dengan titik kipas/detail
b. Mencari jarak antara titik kipas dengan titik detail
c. Mencari tinggi titik kipas/detail
4. MACAM ALAT YANG DIGUNAKAN
A. Theodolit

Pesawat Theodolit

Digital Elektrik
B. Waterpass

Pesawat Waterpass

Pesawat Waterpass Kompas

Unting-unting Meteran
Statif (tripod)

Baak ukur
BAB II
PETUNJUK PELAKSANAAN PRAKTIKUM

1. Pengukuran dengan menggunakan Waterpass


 Tujuannya untuk mengukur selisih tinggi (ΔH) antara dua titik yang telah
ditentukan sehingga apabila ketinggian titik awal diketahui maka
ketinggian titik-titik lain dapat diketahui/dicari.
 Alat yang digunakan :
1. Pesawat ukur waterpass
2. Baak ukur 2 buah
3. Statip
4. Pegas ukur dan perlengkapan lain (unting-unting, dll)
 Ketentuan teknis
1. Jarak antara 2 titik mengikat asalkan tidak terpengaruh oleh
hambatan-hambatan, misalnya: undulasi udara, fatamorgana,
bangunan-banguan, dsb.
2. Pada waktu pembacaan baak ukur tidak terdiri diatas patok
melainkan berdiri diatas tanah.
3. Ketinggian titik awal diketahui/telah ditentukan
4. Harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Garis vizir atau garis teropong harus // dengan garis arah nivo.
b. Garis arah nivo harus tegak lurus dengan sumbu 1
c. Benang saling horizontal harus tegak lurus sumbu 1
 Langkah/tahapan praktikum
a. Menyetel alat
 Stabilkan kedudukan pesawat melalui setiap agar kedudukannya
tidak bergerak.
 Setimbangan nivo melalui sekrup penyetel (3 sekrup penyetel)
 Putar pesawat 180o sehingga berbalik arah, chek apakah nivo masih
dalam keadaan setimbang, jika masih setimbang maka garis bidik //
garis arah nivo.
 Chek sumbu 1 apakah tegak lurus garis bidik yaitu dengan cara
mengatur unting-unting tepat diatas titik yang telah ditentukan
sedemikian rupa hingga tidak merubah keseimbangan nivo.
b. Pembacaan
Pengukuran Pergi

Gb.1. Pembacaan Waterpass pergi

Garis bidik Garis bidik

A 1

Pembacaan pergi muka


Pembacaan pergi belakang
 Pesawat diusahakan berdiri ditengah-tengah antara 2 titik yang
telah ditentukan.
 Lakukan pembacaan baak muka catat benang atas, benang tengah
dan benang bawah, dimana: BT = ½ (BA + BB)
 Lakukan seperti diatas untuk pembacaan baak belakang. Masukkan
dalam formulir data yang ada.
Pengukuran Pulang

Garis bidik Garis bidik

A 1
Pembacaan pulang belakang
Pembacaan pulang muka
Gb. 2. Pembacaan Waterpass belakang

 Baak tetap ditempat, geser kedudukan pesawat keatas atau


kebawah namun alat masih tetap berdiri tadi antara 2 titik
kemudian stel kembali seperti yang dijelaskan diatas.
 Lakukan pembacaan baak belakang dan baak muka seperti tadi,
catat dalam formulir data.
 Setelah dilakukan pengukuran pasang patok pada tempat dimana
baak ukur tadi berdiri atau ditentukan terlebih dahulu patok
tersebut asalkan pada waktu pengukuran baak tidak berdiri diatas
patok.
 Setelah selesai pesawat dipindahkan.
Langkah diatas adalah pengukuran arah PERGI dan PULANG, cara
pengukuran waterpass seperti ini biasanya disebut pengukuran waterpass pergi
pulang atau lazim disebut double stand. Perlu diingat bahwa pembacaan baak
muka atau belakang pada waktu pengukuran pergi pulang berlawanan tanda serta
jarak pergi muka harus mendekati jarak pulang belakang dan sebaliknya jarak
pergi belakang harus mendekati jarak pulang muka. Berikut ini adalah contoh
pengisian data pada formulir.

FAKULTAS TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Halaman 1
Diukur oleh : Budi Hendro Priyanto
Tempat : UMS
Tp No Benang Tengah Benang Atas Jarak Beda Tinggi Tinggi Ket
arah Benang bawah
Belakang Muka Belakang Muka Blkg Muka Blkg Muka
BM 0.530 0.430 0.540 0.440
0.520 0.420
CP1 0.674 0.510 0.700 0.520
0.648 0.500
CP2 0.740 0.620 0.760 0.640
0.720 0.600
CP3 0.7 0.520 0.710 0.530
0.690 0.510

2. Pengukuran Poligon
 Tujuan : untuk mengetahui kedudukan suatu titik dan sudut arah
dengan melakukan pengukuran sudut dan jarak dilapangan.
 Alat yang digunakan :
1. Pesawat Theodolit
2. Pegas ukur/baak ukur
3. Statip
4. Yaloon
 Ketentuan teknis
1. Jarak tiap titik tidak terbatas kecuali apabila dipengaruhi oleh
hambatan seperti : undulasi udara, fatamorgana dan bangunan-
bangunan.
2. Setiap pembacaan sudut harus selalu dikontrol, sudut yang dibaca
adalah sudut luar.
3. Setiap penyetelan alat harus memenuhi syarat garis vizir/garis bidik
sumbu.
 Langkah/tahapan Poligon
1. Menyetel alat
a. Dengan 3 sekrup penyetel aturlah nivo horizontal sehingga sumbu
2 horizontal, maka garis vizir akan // sumbu 2.
b. Membuat sumbu 1 vertikal dengan meletakkan unting-unting tepat
diatas patok/paku yang telah diberi tanda atau dengan melihat
dengan teropong pembidik unting-unting.
c. Komposisi kedua hal tersebut diatas menghasilan sumbu 2 tegak
lurus dengan sumbu 1 dan ditunjukkan dengan setimbangnya nivo
horizontal pada pesawat (nivo tabung).
d. Apabila nivo horizontal tersebut belum setimbang maka kedua hal
tersebut diulangi sampai mendapatkan hasil yang sempurna.
2. Menentukan Azimuth awal dan sudut horizontal
a. Klem horizontal dan bawah dilepas
b. Buat pembacaan sudut horizontal dalam posisi 0o0’0” dengan cara
memutar piringan hitam (lingkaran graduasi).
c. Kemudian klem horizontal atas dikerasakan (dikunci)
d. Dengan pertolongan sekrup penggerak halus sudut, buat posisi
pembacaan sudut tepat 359o59’60” atau 0o0’0” dan arahkan ke
utara dengan bantuan kompas.
e. Kemudian klem bawah dikeraskan (dikunci) dan klem atas dilepas.
f. Putar pesawat searah jarum mengarah ketitik CP1 secara kasar dan
letakkan yaloon (patok) di titik CP1 tersebut (lihat gambar), klem
atas dikeraskan.
g. Dengan sekrup penggerak halus horizontal teropong akan bergerak
mendekati yaloon dan akhirnya berimpit dengan benang silang.
Hal ini terlihat pada bidang diafragma.
h. Catat pembacaan sudutnya (azimuth awal)
i. Untuk pembacaan sudut horizontal pesawat dengan posisi
pembacaan 0o0’0” diarahkan putar searah jarum jam arahkan pada
titik sesudahnya (titik sesudah tempat pesawat)
j. Catat pembacaan sudut horizontal.

H
CP1
 awal
H
CP2

BM

CP3
Gb.3. Pembacaan azimuth awal dan sudut horizontal serta penempatannya
BAB III
PENGUKURAN KIPAS
Tujuan : Untuk mengukur semua titik-titik atau bangunan-bangunan di
lapangan sehingga didapatkan kedudukan tingginya, pengukuran ini
disebut juga pengukuran detail.
Alat yang digunakan:
1. Bak ukur
2. Pesawat theodolit
3. Statip

Ketentuan teknik
a. Jumlah titik kipas tidak terbatas, tergantung pada keadaan lapangan.
b. Setiap pengukuran harus disertai sketsa dimana di dalamnya ditunjukkan
mengenai kedudukan titik-titik dan bangunan yang diukur serta diberi nomor
urut sesuai dengan arah saat pengukuran.
c. Pada waktu pengukuran titik kipas dari suatu kedudukan titik harus overlap
dengan pengukuran yang sama dari titik yang lain.
d. Titik pesawat diukur dari permukaan tanah sampai garis bidik.

Langkah / tahapan Praktikum


a. Menempatkan pesawat Theodolit diatas titik tetap kemudian distel alat seperti
yang dijelaskan.
b. Setelah itu mencatat tinggi pesawat.
c. Menempatkan bak ukur pada tempat yang telah ditentukan, apabila permukaan
tanah naik turun, maka bak ukur ditempatkan pada tempat yang mempunyai
perbedaan tinggi.
d. Membaca BA, BT, BB dan sudut horizontal, sudut vertikal kemudian dicatat
pada formulir data.
e. Membuat sketsa situasi dimana pengukuran kipas ini dilakukan.
f. Khususnya bila dijumpai bangunan seperti jalan, jembatan, sungai, rumah, dan
bangunan lain.
Tabel. Pengukuran kipas bila menjumpai bangunan
No Nama Bangunan Pengukuran kipas Sketsa
Dilakukan pada
1. Jalan beraspal Kedua sisi tepi jalan
diukur dengan pegas ukur

2. Jalan tak beraspal Tepi, tengah, tepi jalan,


lebar, jalan diukur dengan
pegas ukur

3. Jembatan Setiap sudut jembatan,


X X

tengah jembatan dan lebar X

`
X X
jembatan diukur dengan
X
pegas ukur.

4. Sungai Tebing atas kanan kiri,


tebing bawah kanan kiri,
dasar sungai

5. Rumah Setiap sudut bangunan


rumah CP apabila
terhalang minimal dua di
sudut, yang lain diukur
dengan pegas ukur
6. Bangunan Pada batas-batas bangunan CP

bangunan lain tersebut masih dapat


dijangkau atau dilihat dari
pesawat
g. Pada pengukuran seperti pada f diatas, terutama pada bangunan jalan dan
sungai pengukuran dilakukan dengan kerapatan yang memadai sehingga
didapatkan arah jalan ataupun aliran sungai apabila digambar:

CP 2

CP 1

BM
Gb. Pengukuran kipas pada sungai

CP 2

Gb. Pengukuran kipas pada bangunan jalan

BAB IV
PENUTUP

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas Praktikum Ilmu Ukur Tanah ini dengan baik. Semoga
Laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami mata kuliah Ilmu
Ukur Tanah.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang tela membantu hingga tugas ini selesai.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Penyusun

Perhitungan Interval BM

Tinggi Titik (TA) = -0.02 m


Skala = 1 : 250
Interval = 0.05

1. Jarak (D) = 22,5 m 0.9 cm


Tinggi Titik = -0.27 m

X 
  0.02    0.27 5
0.05
9
Y   1.8cm
5
2. Jarak (D) = 44.5 m 17.8 cm
Tinggi Titik = -0.28 m

X 
  0.02   0.28  5.2
0.05
17.8
Y   3.42cm
5.2

3. Jarak (D) = 47.5 m 19 cm


Tinggi Titik = -0.10 m

X 
  0.02    0.10  1.6
0.05
19
Y   11 .875cm
1.6

4. Jarak (D) = 57.5 m 23 cm


Tinggi Titik = 0.75 m

X 
 0.75    0.02  15.4
0.05
23
Y   1.493cm
15.4

5. Jarak (D) = 27.5 m 11 cm


Tinggi Titik = 0.10 m

X 
 0.10    0.02  2.4
0.05
11
Y   4.483cm
2.4

6. Jarak (D) = 38 m 15.2 cm


Tinggi Titik = 0.14 m

X 
 0.14    0.02  3.2
0.05
15.2
Y   4.75cm
3.2
7. Jarak (D) = 38.5 m 15.4 cm
Tinggi Titik = 0.21 m

X 
 0.21    0.02  4.6
0.05
15.4
Y   3.347cm
4.6

8. Jarak (D) = 41.25 m 16.4 cm


Tinggi Titik = 0.20 m

X 
 0.20    0.02  4.4
0.05
16.5
Y   3.75cm
4.4

9. Jarak (D) = 47 m 18.8 cm


Tinggi Titik = 0.20 m

X 
 0.20    0.02  4.4
0.05
18.8
Y   3.75cm
4.4

10. Jarak (D) = 52.5 m 21 cm


Tinggi Titik = -0.10 m

X 
  0.02    0.10  1.6
0.05
21
Y   13.125cm
1.6

11. Jarak (D) = 45.5 m 18.2 cm


Tinggi Titik = -0.12 m

X 
  0.02    0.12 2
0.05
18.2
Y   9.1cm
2
12. Jarak (D) = 41.25 m 16.5 cm
Tinggi Titik = -0.14 m

X 
  0.02    0.14  2.4
0.05
16.5
Y   6.875 cm
2.4

13. Jarak (D) = 29 m 11.6 cm


Tinggi Titik = 0.30 m

X 
 0.30    0.02  6.4
0.05
11 .6
Y   1.825 cm
6.4

14. Jarak (D) = 34.25 m 13.7 cm


Tinggi Titik = 0.94 m

X 
 0.94    0.02  19.2
0.05
13.7
Y   0.7135 cm
19.2

15. Jarak (D) = 46.75 m 18.7 cm


Tinggi Titik = 0.60 m

X 
 0.60    0.02  12.4
0.05
18.7
Y   1.508 cm
12.2

Anda mungkin juga menyukai